Anda di halaman 1dari 19

NAMA : SABNA AZZAHRA

NPM: 1102020085

Sasaran Belajar

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Demam


1.1. Definisi Demam
1.2. Jenis Demam
1.3. Penyebab Demam
1.4. Patofisiologi Demam
1.5. Manifestasi Klinis Demam
1.6. Diagnosis Demam
1.7. Komplikasi Demam
1.8. Prognosis Demam
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
pada Demam
2.1. Pemeriksaan Fisik
2.2. Pemeriksaan Penunjang
LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata Laksana Demam
3.1. Farmakologis
3.2. Non Farmakologis
LO. 4. Memahami dan Menjelaskan Tentang Berwudhu pada Orang Sakit dalam Pandangan
Islam

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Demam


1.1. Definisi Demam
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam
tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah
proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi
pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau
parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini,
2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak
merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem
tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).
Berbagai literatur membuat definisi demam berbeda-beda, antara lain:
 Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,70 C.
 Ada yang menyebutkan demam sebagai peningkatan suhu tubuh diatas
normal (380 – 400 C).
 Hiperpireksia, bila suhu tubuh > 41,10 C, ada juga yang menyebutkan > 400
C.
 Subfebris, bila suhu tubuh diatas normal, tapi lebih rendah dari 37,70C.

1.2. Jenis Demam


Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil
dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal
dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang
sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam
praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus
sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap
infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

Klasifikasi demam berdasarkan waktu lama demam :

a. Demam < 7 hari (demam pendek)


Demam dengan tanda local yang jelas, diagnosis secara amnanesis, pemeriksaan
fisik, dengan/ tanpa pemeriksaan laboratorium..
b. Demam >7 hari
Demam tanpa tanda local, diagnosis etiologi tidak dapat dengan amnanesis,
pemeriksaan fisik namun harus ditelusuri dengan pemeriksaan laboratorium.
Fever of Unknown Origin :

a. FUO Klasik
Demam 3 minggu, sudah dilakukan diagnostik non invasif selama 1 minggu tapi tidak
ada hasil
b. FUO Nosokomial
Awal permulaan tanpa infeksi, kemudian demam > 38,3oC (tiba-tiba), dilakukan
pemeriksaan intensif tapi tidak ada hasil
c. FUO Neutropenik
Hasil hitung jenis neutrofil <500 ul, demam > 38,3oC, dilakukan pemeriksaan intensif
3 hari tapi tidak ada hasil
d. FUO HIV
Penderita HIV, demam > 38,3oC selama 4 minggu tanpa hasil yang jelas

1.3. Penyebab Demam


Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil di dalam
tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus panas. Biasanya penyebab
demam sudah bisa diketahui dalam waktu satu atau dua hari dengan pemeriksaan medis
yang terarah.
Secara umum, penyebab demam pada dewasa adalah:
a. Penyakit Infeksi

b. Penyakit kolagen
c. Keganasan
d. Dehidrasi
e. Penyakit Iatrogenik
f. Gangguan di Susunan Saraf Pusat
g. Penyakit darah
h. Kerusakan jaringan
i. Penyakit Spesifik
j. Hipertermia
k. Tak terdiagnosis (Fever of Unknown Origin = FUO)
l. Demam dibuat-buat
m. Demam karena obat (Drug Fever)
1.4. Patofisiologi Demam

Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
kuppfer mengeluarkan pirogen endogen (IL-1, TNF alpha, IL-6 dan interferon) yang bekerja
pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai
contoh pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9oC, hipotalamus merasa
bahwa suhu normal pra-demam sebesar 37oC terlalu dingin, dan organ ini memicu
mekanisme “respon dingin” seperti vasokonstriksi kulit untuk mengurangi hilangnya panas
tubuh dan menggigil untuk meningkatkan suhu tubuh.
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai
rangsang. Rangsangan eksogen seperti ekstoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen,dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF
alpha,selain IL-6 dan interferon (IFN).pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf
pusat pada tingkat organum vasculosum laminae terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh
bagian medial dan lateral nuckeus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum
palusolum.sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
siklooksigenase 2 (COX 2), dan menimbulkan suhu tubuh terutama demam.
Peningkatan mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin
melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal macrophage
inflammatory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung terhadap
hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui
aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase
pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua
yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan
berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna
kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).

1.5. Manifestasi Klinis Demam


Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,50C - 390C)

b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan

1.6. Diagnosis Demam

Diagnosis demam tifoid:


a) Demam tifoid terkonfirmasi demam ≥380C selama > 3 hari dengan kultur S. Typhi
positif.
b) Kemungkinan demam tifoid: demam ≥380C selama >3 hari, serodiagnosis atau
deteksi antigen positif tanpa isolasi kuman S. Typhi.
c) Karier kronis: ekskresi S. Typhi pada tinja atau urine (atau kultur empedu atau
duodenal string positif) selama >1 tahun setelah awitan demam tifoid akut.

Diagnosis banding:
a. Gastroenteritis akut: dibedakan dengan hasil pemeriksaan penunjang
b. Malaria: pola demam tergantung penyebab
c. Demam dengue: pola demam seperti pelana kuda, terdapat petekie
d. Leptospirosis
Diagnosis banding demam pada anak
a. Diagnosis banding untuk demam tanpa disertai tanda local
b. Diagnosis banding demam yang disertai tanda local

c. Diagnosis banding demam dengan ruam


d. Diagnosis banding tambahan untuk demam yang berlangsung lebih dari tujuh hari
1.7. Komplikasi Demam
Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:
a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan
otak.

1.8. Prognosis Demam


a. Jika penyebab spesifik demam ditemukan, maka dokter bisa meresepkan obat yang
tepat dan mengobati penyakitnya.
b. Kadang-kadang, antibiotik kedua, obat antijamur, atau obat lain akan dibutuhkan.
c. Biasanya, dengan terapi yang tepat, infeksi akan sembuh dan orang tersebut akan
kembali ke suhu normal.
Dalam beberapa kasus, demam bisa mengancam jiwa. Hal ini sering terlihat pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, beberapa jenis meningitis, dan
sakit perut yang parah. Pneumonia dengan demam bisa mengancam nyawa pada
orang lanjut usia. Setiap infeksi yang sumbernya tidak ditemukan dapat terus
memburuk dan menjadi sangat berbahaya. Hipertermia berat dapat menyebabkan
koma, kerusakan otak, atau bahkan kematian. Biasanya, jika penyebab demam
didiagnosis dengan cepat dan ditangani dengan tepat, prognosisnya baik, namun
prognosisnya lebih buruk jika ada penundaan diagnostik dan penanganan, sehingga
organ tubuh menjadi semakin rusak.

LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan


Penunjang pada Demam
2.1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
a) Kesadaran
 Kompos mentis: sadar sepenuhnya
 Apatis: sadar tapi acuh tak acuh
 Somnolens : mengantuk,tdk respons thd stimulus ringan, respons thd
stimulus agak keras
 Sopor: tdk ada respons thd stimulus ringan/sedang, refleks cahaya masih
positif
 Koma: tdk ada respon thd semua stimulus, refleks cahaya negatif
 Delirium : kesadaran menurun serta kacau, biasanya disorientasi, iritatif
dan salah persepsi
Berdasarkan glasgow coma scale:
b) Kesan keadaan sakit
c) Status nutrisi

b. Pemeriksaan fisik
Tanda vital:
a) Nadi:
 Perabaan nadi dengan ujung jari 2,3 dan 4 tangan kanan, sedang ibu jari
berada di bagian dorsal tangan anak
 Sebaiknya penghitungan nadi bersamaan denyut jantung selama 1 menit
penuh frekuensi, irama, isi, kualitas dan ekualitas.
b) Tekanan Darah
 Posisi : berbaring terlentang dengan lengan lurus disamping badan atau
duduk dengan lengan bawah diletakkan diatas meja → lengan berada
setinggi jantung
 Cara:
o Pasang manset melingkari lengan atas atau tungkai atas dengan batas
bawah + 3 cm dari siku atau lipat lutut.
o Dengan cepat manset dipompa sampai denyut nadi arteri radialis atau
dorsalis pedis tidak teraba, kemudian teruskan dipompa sampai 20-30
mmHg lagi.
o Sambil mendengar dengan stetoskop pada arteri brachialis (di fossa
cubiti) atau arteri poplitea (di fossa poplitea), kosongkan manometer
perlahan dengan kecepatan 2-3 cm tiap detik.
o Pada penurunan air raksa ini akan terdengar bunyi korotkoff
 Bunyi korotkoff :
○  I : bunyi pertama kali terdengar, berupa bunyi detak perlahan.
○  II: seperti K I tetapi disertai bunyi desis.
○  III: seperti K II tetapi lebih keras.
○  IV: bunyi tiba-tiba melemah.
○  V : bunyi menghilang
 Tekanan sistolik:
o Saat mulai terdengar bunyi K I
o Normal: dilengan < 10-15 mmHg dari tungkai ( kecuali bayi < 1th)

Tekanan diastolik:
o Saat mulai terdengar bunyi K IV
o Pada bayi & anak bersamaan/hampir sama dengan menghilangnya
bunyi K V.
o Bila melemah dan menghilangnya bunyi tak bersamaan hsl
pemeriksaan ditulis keduanya,mis: 100/70/40 mmHg
c) Pernapasan
Cara: inspeksi, palpasi dan auskultasi Nilai normal menurut WHO:
●  < 2 bulan : <60 x/menit
●  2 bulan-12 bulan: < 50 x/menit
●  1-5 tahun: < 40 x/menit
●  6-8 tahun: < 30 x/menit
d) Suhu

2.2. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah
Pemeriksaan diagnostik baru saat ini tersedia, seperti Typhidot atau Tubex yang
mendeteksi antibodi IgM antigen spesifik O9 lipopolisakarida S. typhi. Dalam dua
dekade ini, pemeriksaan antibodi IgM dan IgG spesifik terhadap antigen S. typhi
berdasarkan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) berkembang. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXIII Antigen dipisahkan dari
berbagai struktur subselular organisme antara lain: liposakarida (LPS), outer
membrane protein (OMP), flagella (d-H), dan kapsul (virulence [Vi] antigen). Telah
banyak penelitian yang membuktikan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas hampir 100% pada pasien demam tifoid dengan biakan darah positif
S. typhi. Pemeriksaan antibodi IgM terhadap antigen O9 lipopolisakarida S.typhi
(Tubex)R dan IgM terhadap S.typhi (Typhidot)R memiliki sensitivitas dan spesifitas
berkisar 70% dan 80%. Pemeriksaan serologi tersebut dapat dibaca secara visual
dalam waktu 10 menit dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala
warna dan nilai > 6 dianggap sebagai positif kuat. Namun interpretasi hasil serologi
yang positif harus dilakukan secara hati-hati pada kasus tersangka demam tifoid di
daerah endemis karena IgM dapat bertahan sampai 3 bulan, sedangkan IgG sampai 6
bulan.
b. Pemeriksaan Hematologi (Darah Lengkap)
o Hb (Hemoglobin) Hb adalah pigmen dalam butir darah merah yang berfungsi
mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Pada penyakit infeksi menahun,
Kanker Darah, Malaria, kadar Hb dapat menurun, sebaliknya pada Demam
Berdarah, kadar Hb dapat meningkat, karena darah menjadi lebih pekat akibat
cairan darah (plasma darah) merembes keluar dari pembuluh darah. Kadar Hb,
pada Pria Dewasa sekitar 13-16 g/dl, wanita dewasa sekitar 12-14 g/dl, pada
wanita hamil dan anak-anak sedikit lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
o Leukosit Leukosit adalah sel darah putih, berfungsi untuk melawan kuman yang
masuk ke dalam tubuh kita. Pada infeksi oleh bakteri seperti infeksi
tenggorokan, infeksi saluran nafas, infeksi saluran kencing, jumlah leukosit
sering meningkat, namun infeksi oleh bakteri penyebab Tifus (salmonella),
jumlah leukosit tetap normal bahkan bisa turun. Begitu pula infeksi oleh virus,
seperti Flu, Hepatitis Virus, Demam Berdarah, jumlah leukosit tetap normal.
Pada leukemia atau Kanker Darah, jumlah leukosit sering sangat meningkat dan
ditemukan leukosit muda. Nilai normal : dewasa : 4,8-10,8 (103/μl), anak-anak :
6,0-17,5 (103/μl)
o Diff (Hitung Jenis Leukosit) Pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung
prosentase masing-masing jenis sel darah putih dalam darah. Sel darah putih
dalam darah terdiri dari beberapa jenis yaitu yang disebut Basofil, Eosinofil,
Neutrofil Batang, Neutrofil Segmen, Limfosit dan Monosit. Bila seseorang
mengalami infeksi, komposisi jenis sel tersebut dapat berubah. Pada infeksi
bakteri, persentase Neutrofil akan meningkat, sedangkan pada Infeksi Tifus dan
Infeksi Virus, persentase Limfosit yang meningkat.
o LED (Laju Endap Darah) Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengukur
kecepatan pengendapan dari sel-sel darah. Sel-sel darah akan lebih mudah atau
cepat mengendap pada keadaan infeksi, adanya kerusakan jaringan tubuh,
keadaan anemia (kurang darah). Oleh karena itu pemeriksaan ini sering
digunakan untuk mengetahui adanya infeksi. Pada keadaan normal, kecepatan
pengendapan sel-sel darah (LED) sekitar 0-20 mm/ jam. Nilai ini meningkat
bila terjadi infeksi. Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik.
Hitung leukosit yang rendah sering berhubungan dengan demam dan toksisitas
penyakit, namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih muda
leukositosis bisa mencapai 20.000-25.000/mm3. Trombositopenia dapat
merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan koagulasi intravaskular
diseminata. Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun gangguan hati yang
bermakna jarang ditemukan
c. Pemeriksaan serologi dari spesimen urin
Pemeriksaan Urin Lengkap merupakan pemeriksaan yang dapat memberi petunjuk
adanya kelainan pada saluran kencing atau ginjal. Bila pada pemeriksaan tersebut
ditemukan peningkatan jumlah leukosit (Sel Darah Putih), bakteri, maka hal ini
merupakan petunjuk adanya penyakit infeksi pada saluran kencing atau ginjal. Pada
urin normal, jumlah leukosit hanya <8LPB atau tidak ada bakteri.

Pemeriksaan ELISA terhadap antibodi monoklonal spesifik antigen 9 grup D


Salmonella dari spesimen urin pada satu kali pemeriksaan memiliki sensitivitas
65%, namun pemeriksaan urin secara serial menunjukkan sensitivitas 95%.
Pemeriksaan ELISA menggunakan antibodi monoklonal terhadap antigen 9 somatik
(O9), antigen d flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada spesimen urin
memiliki sensitivitas tertinggi pada akhir minggu pertama, yaitu terhadap ketiga
antigen Vi terdeteksi pada 9 kasus (100%), O9 pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4
kasus (44%). Spesifisitas untuk Vi lebih dari 90% sehingga deteksi antigen Vi pada
urin menjanjikan untuk menunjang diagnosis demam tifoid, terutama dalam minggu
pertama sejak timbulnya demam.
d. Pemeriksaan antibodi IgA dari spesimen saliva
Pemeriksaan diagnostik yang mendeteksi antibodi IgA dari lipopolisakarida S. typhi
dari spesimen saliva memberikan hasil positif pada 33/37 (89,2%) kasus demam
tifoid. Pemeriksaan ELISA ini menunjukkan sensitivitas 71,4%, 100%, 100%, 9,1%
dan 0% pada minggu pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima perjalanan
penyakit demam tifoid.
e. Widal
Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
kuman penyebab Tifus (Salmonella). Bila seseorang terinfeksi kuman Tifus, maka
tubuhnya akan membentuk zat antibodi terhadap kuman tersebut. Oleh karena itu,
adanya peningkatan kadar antibodi Tifus yang nyata dalam darah seseorang, dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya infeksi oleh kuman Tifus. Kenaikan dianggap
nyata bila titer antibodi O di atas 1/160 dan antibodi H di atas 1/320. Pemeriksaan
antibodi tersebut dinamakan Tes Widal
f. SGOT dan SGPT
SGOT, SGPT adalah suatu zat enzim yang dihasilkan oleh sel hati. Infeksi pada hati
(Hepatitis), mengakibatkan perubahan atau kerusakan pada sel tersebut dan SGOT,
SGPT yang ada di dalam sel hati banyak tumpah masuk ke dalam darah. Oleh
karena itu peningkatan kadar SGOT, SGPT dalam darah, biasanya di atas 2 kali
normal, dapat di gunakan sebagai petunjuk infeksi hati (Hepatitis). Nilai normal
SGOT, SGPT sekitar 5 – 10 U/L.
g. Uji Dengue IgM dan IgG Rapid Test
Metode yang digunakan pada uji ini diantaranya adalah imunokromatografi dimana
pengerjaannya sangat sederhana dan hanya membutuhkan waktu 15 menit sehingga
hasil pemeriksaan dapat mendeteksi antibodi terhadap keempat serotipe virus
dengue dan dapat membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder.
h. Sinar tembus
Foto rontgen merupakan pemeriksaan penunjang medis sangat vital terutama dalam
membantu diagnosis kelainan paru dan ginjal. Sumsum tulang belakang dan
persendian juga merupakan bagian-bagian yang ideal untuk diperiksa dengan sinar
tembus. Juga masih relatif mudah dikerjakan adalah pemeriksaan saluran
pencernaan, baik yang meliputi bagian atas, tengah atau bawah. Kolangiografi dapat
membantu diagnosis bila diduga kemungkinan terdapat suatu kelainan di kuadran
kanan atas abdomen sebagai penyebab demam. Angiografi dapat membantu
menegakkan diagnosis emboli paru-paru, sedangkan angiokardiografi dapat
digunakan untuk membuat diagnosis miksoma atrium. Angiokardiografi ini serta
angiografi abdominal yang sebelumnya sering digunakan terutama untuk diagnostik
organ-organ viseral pada saat ini mulai terdesak oleh pemeriksaan ampuh lain di
samping ultrasonografi untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit organik di
abdomen.

Macam-macam pemeriksaan sinar tembus antara lain :


 Endoskopi
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan ini terutama berhubungan dengan
penyakit demam lama yang disertai diare dan nyeri perut. Pasien serupa ini
mungkin menderita kolitis ulserativa dan dapat didiagnosis secara pasti dengan
sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pemeriksaan Iain yang dikenal dengan ERCP
atau endoscopic retrograde choledocho pancreatography mungkin, akan dapat
memberi informasi yang lengkap mengenai kandung empedu, saluran empedu
dan pankreas dengan cara memasukkan cairan kontras dalam ampul Vateri.
 Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini sebenarnya kurang bermanfaat pada pasien demam tetapi
khususnya di Indonesia mungkin dapat melengkapi diagnosis pada pasien
tersangka demam tifoid. Dilaporkan bahwa pada sepertiga dari pasien dengan
penyakit ini dapat ditemukan kelainan EKG.
 Biopsi
Peran biopsi dalam menentukan penyebab “demam belum terdiagnosis” sangat
besar dan dapat dilaksanakan dimana fasilitas-fasilitas penunjang medis yang
modern tidak tersedia. Pada instansi pertama dapat dilakukan biopsi kelenjar-
kelenjar yang membesar atau massa tumor yang jelas dan mudah dicapai. Hal
ini berguna untuk menetapkan diagnosis penyakit-penyakit seperti limfoma,
metastasis keganasan, tuberkulosis atau infeksi jamur, terutama pada kelenjar-
kelenjar yang membesar.

Informasi yang kadang-kadang berguna di perifer tanpa fasilitas ultrasonografi


adalah biopsi hati. Akan sangat membantu bila terdapat kelainan primer atau
sekunder di hati terutama yang meliputi keganasan, granuloma gambaran
infeksi spesifik Iainnya dan hepatitis alkoholik, Biopsi kulit atau Otot mungkin
dapat membenarkan persangkaan ke suatu penyakit kolagen atau penyakit
Iainnya seperti misalnya frikinosis. Biopsi baru akan bermanfaat pada massa
tumor padat. Biopsi dapat juga sekaligus dilaksanakan untuk pengeluaran cairan
dari rongga-rongga badan. Ini akan dapat membantu diagnostik bila terdapat
“demam belum terdiagnosis”.
 Ultrasonografi (USG)
Mengingat mudahnya cara pemeriksaan ultrasonografi (USG), pada saat Ini
asosiasi antara suatu gangguan internistis terutama di daerah jantung atau
daerah abdominal dengan jenis pemeriksaan ini makin lama makin berkembang
dan makin banyak dilakukan. Pemeriksaan ini secara khusus akan berguna
untuk kelainan seperti miksoma di atrium atau vegetasi di katub-katub jantung.
Di daerah abdomen melalui pemeriksaan USG dapat dideteksi kelainan
terutama di hati, ginjal, retroperitoneal dan juga gangguan di daerah pelvis.
Selalu harus diingat bahwa mungkin diperoleh hasil-hasil yang false-positive
dan selalu harus dianggap sebagai suatu pemeriksaan penunjang dengan
sepenuhnya memperhatikan penyakit secara menyeluruh.

LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata Laksana Demam


Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat dilakukan
dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :

3.1. Farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa:
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan
menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah
pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis sebelumnya.
o
Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 C, sehingga jelas bahwa pemberian obat
paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan
kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna,
sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain
itu, peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi
umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa
urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah
kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat
meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang
masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek antiperadangan.
Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap parasetamol.
Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya.
Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja
maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih
cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri
perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada
dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.

3.2. Non Farmakologis


Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti
(Nurarif, 2015):

1)  Memberikan minuman yang banyak

2)  Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal

3)  Menggunakan pakaian yang tidak tebal

4)  Memberikan kompres.

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan


atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015).
Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini
Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres hangat adalah tindakan
dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang
ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan
menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016).
Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu proses
evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan Kompres hangat di
lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-
o
32 C, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan
banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga
akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan
percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak
(Ayu, 2015).

LO. 4. Memahami dan Menjelaskan Tentang Berwudhu pada Orang Sakit dalam
Pandangan Islam

Cara bersuci bagi orang sakit:


a. wajib bagi orang yang sakit untuk bersuci dengan air yaitu dia wajib berwudhu ketika
terkena hadats ashgor (hadats kecil). Jika terkena hadats akbar (hadats besar), dia
diwajibkan untuk mandi wajib.
b. Jika tidak mampu bersuci dengan air karena tidak mampu atau karena khawatir
sakitnya bertambah parah, atau khawatir sakitnya bisa bertambah lama sembuhnya,
maka dia diharuskan untuk tayamum.
c. TAYAMUM adalah dengan menepuk kedua telapak tangan ke tanah yang suci
dengan satu kali tepukan, lalu mengusap seluruh wajah dengan kedua telapak tangan
tadi, setelah itu mengusap kedua telapak tangan satu sama lain.
d. Jika orang yang sakit tersebut tidak mampu bersuci sendiri,  maka orang lain boleh
membantunya untuk berwudhu atau tayamum. (Misalnya tayamum), orang yang
dimintai tolong tersebut menepuk telapak tangannya ke tanah yang suci, lalu dia
mengusap wajah orang yang sakit tadi, diteruskan dengan mengusap kedua telapak
tangannya. Hal ini juga serupa jika orang yang sakit tersebut tidak mampu berwudhu
(namun masih mampu menggunakan air, pen), maka orang lain pun bisa menolong
dia dalam berwudhu (orang lain yang membasuh anggota tubuhnya  ketika wudhu,
pen).
e. Jika pada sebagian anggota tubuh yang harus disucikan terdapat luka, maka luka
tersebut tetap dibasuh dengan air.  Apabila dibasuh dengan air berdampak sesuatu
(membuat luka bertambah parah, pen), cukup bagian yang terluka tersebut diusap
dengan satu kali usapan. Caranya adalah tangan dibasahi dengan air, lalu luka tadi
diusap dengan tangan yang basah tadi. Jika diusap juga berdampak sesuatu, pada saat
ini diperbolehkan untuk bertayamum.
[Keterangan[3] : membasuh adalah dengan mengalirkan air pada anggota tubuh yang
ingin dibersihkan, sedangkan mengusap adalah cukup dengan membasahi tangan
dengan air, lalu tangan ini saja yang dipakai untuk mengusap, tidak dengan
mengalirkan air]
f. Jika sebagian anggota tubuh yang harus dibasuh mengalami patah, lalu dibalut
dengan kain (perban) atau gips, maka cukup anggota tubuh tadi diusap dengan air
sebagai ganti dari membasuh. Pada kondisi luka yang diperban seperti ini tidak perlu
beralih ke tayamum karena mengusap adalah pengganti dari membasuh.
g. Boleh seseorang bertayamum pada tembok yang suci atau yang lainnya, asalkan
memiliki debu[4]. Namun apabila tembok tersebut dilapisi dengan sesuatu yang
bukan tanah -seperti cat-, maka pada saat ini tidak boleh bertayamum dari tembok
tersebut kecuali jika ada debu.
h. Jika tidak ditemukan tanah atau tembok yang memiliki debu, maka tidak mengapa
menggunakan debu yang dikumpulkan di suatu wadah atau di sapu tangan, kemudian
setelah itu bertayamum dari debu tadi.
i. Jika kita telah bertayamum dan kita masih dalam keadaan suci (belum melakukan
pembatal) hingga masuk waktu shalat berikutnya, maka kita cukup mengerjakan
shalat dengan menggunakan tayamum yang pertama tadi, tanpa perlu mengulang
tayamum lagi karena ini masih dalam keadaan thoharoh (suci) selama belum
melakukan pembatal.
j. Wajib bagi orang yang sakit untuk membersihkan badannya dari setiap najis. Jika dia
tidak mampu untuk menghilangkannya dan dia shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
k. Wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat dengan pakaian yang suci. Jika
pakaian tersebut terkena najis, maka wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang
suci. Jika dia tidak mampu untuk melakukan hal ini dan shalat dalam keadaan seperti
ini, shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
l. Wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat pada tempat yang suci. Apabila
tempat shalatnya (seperti alas tidur atau bantal, pen) terkena najis, wajib najis tersebut
dicuci atau diganti dengan yang suci, atau mungkin diberi alas lain yang suci. Jika
tidak mampu untuk melakukan hal ini dan tetap shalat dalam keadaan seperti ini,
shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
m. Tidak boleh bagi orang yang sakit mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya
dengan alasan karena tidak mampu untuk bersuci. Bahkan orang yang sakit ini tetap
wajib bersuci sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga dia dapat shalat tepat
waktu; walaupun badan, pakaian, atau tempat shalatnya dalam keadaan najis dan
tidak mampu dibersihkan (disucikan).
Daftar Pustaka

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/4/4.%20BAB%202.pdf

Sumber https://rumaysho.com/979-bersuci-bagi-orang-sakit.html

Liwang, Ferry, Patria W, dkk. 2020. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID I. Jawa Barat.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Zain, Umar. 2012. Buku Saku DEMAM. Medan. Art Design, Publishing & printing.

Anda mungkin juga menyukai