1
SKENARIO 1
INFEKSI TROPIS DAN EMERGING DISEASE
Kelompok 6 B
3. Mengapa pasien demam terus menerus disertai dengan nyeri kepala, arthralgia, dan myalgia ?
Nyeri kepala, arthralgia dan myalgia terjadi karena pelepasan mediator inflamasi. Arthralgia
terjadi karena perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob sehingga terjadi penumpukan
asam laktat.
4. Apa yang menyebabkan demam turun dan disertai dengan epistaksis, gusi berdarah, dan nyeri
perut ?
Karena pada fase kritis pasien sudah mengalami trombositopenia yang akan menyebabkan
epistaksis dan juga gusi berdarah. Selain itu nyeri perut disebabkan oleh kebocoran plasma.
6. Apa yang menyebabkan pasien merasa tidak nafsu makan dan minum ?
Mediator inflamasi mempengaruhi leptin menekan lapar
IL I mempengaruhi ekskresi leptin negative feedback kenyang
Lemah terjadi karena energy yang keluar tidak sebanding dengan energy yang dibutuhkan.
7. Apa hubungan penyakit pasien dengan teman sekelasnya tetapi memiliki makna klinis
berbeda?
Hubungannya mungkin teman sekelasnya terkena gigitan vector yang sama yaitu nyamuk
aedes, tetapi virus yang di bawa oleh vector tersebut berbada.
8. Apa hubungan lingkungan yang banyak jentik nyamuk dengan keluhan yang dialami oleh
pasien ?
Kemungkinan dilingkungan pasien tersebut terdapat banyak jentik dari nyamuk aedes aegypti
yang mempunyai daya infeksius yang tinggi sehingga pasien terkena gigitan nyamuk yang
membawa virus dengue tersebut.
Demam septic Pada demam ini suhu tubuh berangsur naik sangat
tinggi pada malam hari dan turun kembali di atas
normal pada pagi hari.
Demam hektik Pada demam ini suhu badan berangsur naik menjadi
sangat tinggi pada malam hari dan turun kembali
sampai normal pada pagi hari.
Demam remiten Pada demam ini suhu tubuh dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai normal.
Demam intermiten Pada demam ini suhu tubuh turun sampai normal
selama beberapa jam dalam satu hari.
Demam kontinyu Pada demam ini terdapat variasi suhu sepanjang hari
yang perbedaannya tidak lebih dari satu derajat celcius
Demam siklik Pada demam ini kenaikan suhu badan selama
beberapa hari diikuti periode bebas demam selama
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.
Demam bifasik (demam Demam untuk beberapa hari kemudian demam hingga
bifasik pelana punggung) sekitar satu hari, kemudian demam muncul kembali.
Dapat ditemukan pada demam berdarah.
Demam tertian Merupakan bagian dari demam intermiten tetapi
sangat spesifik. Demam terjadi setiap 3 hari,
ditemukan pada malaria tertiana. Siklus demam
sesuai dengan siklus multiplikasi parasite.
Demam kuartana Merupakan bagian dari demam intermiten tetapi
sangat spesifik. Demam terjadi setiap 4 hari,
ditemukan pada kuartana malaria. Siklus demam
sesuai dengan siklus multiplikasi parasit
Demam tifus inversus Temperatur lebih tinggi pada pagi hari di banding
(pembalikan demam pada saat sakit atau malam (kebalikan dari pola suhu
diurnal / tifus inversus) diurnal). Dapat ditemukan pada salmonelosis, TBC
milier, abses hati, dan endokarditis bakterialis.
Demam berkepanjangan Menggambarkan suatu demam yang disebabkan oleh
(Prolong fever) satu jenis penyakit dengan lama sakit yang lebih lama
dari biasanya. Misal penyakit infeksi saluran nafas
akibat virus yang berlangsung lebih dari 10 hari.
Demam rekuren (demam Demam yang timbul kembali setelah fase fase tubuh
berulang) normal untuk beberapa waktu tanpa dapat diprediksi
kapan timbulnya lagi, bila terjadi pada masa
pemulihan disebut demam rekrudesens.
Demam periodik Merupakan demam berulang selama beberapa hari
atau minggu disusul fase afebris dengan lama yang
tidak teratur, kemudian demam timbul kembali.
Dapat ditemukan pada penyakit infeksi seperti
Brucellosis, keganasan, dan penyakit noninfeksi lain.
Demam periodik yang bertahan lebih dari 2 tahun
yang lalu terhambat oleh penyakit infeksi atau
keganasan. Beberapa penyakit demam periodik yang
diturunkan secara genetik adalah keluarga mediterania
fever (FMF), sindrom hiper-IgD, dan tumor necrosis
factor (TNF) yang berhubungan dengan reseptor
sindrom periodik Relapsing Demam (relapsing fever).
Terjadi pengulangan dari siklus demam tinggi yang
berlangsung 3-10 hari atau beberapa minggu diikuti
oleh fase afebris dalam waktu vang sama kemudian
demam timbul kembali untuk waktu yang sama.
Ditemukan pada penyakit Hodgkin, brucellosis oleh
B. melitensis, dan infeksi oleh spirochaetal spp.
3. Mengapa pasien demam terus menerus dan disertai dengan nyeri kepala, arthralgia, dan
myalgia?
Pada saat agen infeksius masuk ke jaringan, tubuh mempunyai suatu sistem khusus untuk
melawan bermacam-macam agen yang infeksius tersebut. Sistem ini terdiri atas leukosit darah (sel
darah putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Sel-sel ini bekerja bersama-sama melalui
dua cara untuk mencegah penyakit: (1) dengan benar-benar merusak agen infeksius yang menginvasi
melalui fagositosis serta (2) dengan membentuk antibodi dan limfosit yang tersensitisasi, yang dapat
menghancurkan atau membuat agen menjadi tidak aktif.
Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya sangat besar dan
menjadi makrofag jaringan, membentuk antibodi untuk melawan agen infeksius. Antibodi kemudian
melekat pada membran bakteri dan dengan demikian membuat bakteri menjadi rentan khususnya
terhadap fagositosis. Untuk melakukan hal ini molekul antibodi juga bergabung dengan produk C3
dari kaskade komplemen, molekul C3 kemudian melekatkan diri pada reseptor di atas membran sel
fagosit, dengan demikian memicu fagositosis. Proses seleksi dan fagositosis ini disebut opsonisasi.
Setelah difagositosis, sebagian besar partikel dicerna oleh enzim intraselular dan melepaskan IL-1.
IL-1 ini saat mencapai hipotalamus segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam
dengan cara menginduksi pembentukan salah satu prostaglandin E2. Tubuh kemudian melakukan
kompensasi untuk menurunkan demam tersebut, yaitu dengan cara vasodilatasi pembuluh darah kulit,
evaporasi panas meningkat berupa mekanisme pendinginan yang dibutuhkan pada suhu udara yang
sangat tinggi, serta tubuh mengeluarkan keringat yang terjadi melalui proses rangsangan area
preoptik di bagian anterior hipotalamus, baik secara listrik atau oleh panas yang berlebihan.
Impuls saraf dari area yang menyebabkan berkeringat ini dihantarkan melalui jaras otonom ke
medula spinalis dan kemudian melalui jaras simpatis mengalir ke kulit di seluruh tubuh. Keringat itu
sendiri mengandung H2O, urea, natrium klorida, asam laktat dan kalium. Apabila pengeluaran
keringat terjadi terus-menerus, maka dapat mengakibatkan komponen keringat menjadi terbuang dan
menurun sehingga terjadi reaksi dehidrasi. Selain itu, H2O yang menurun juga dapat mengakibatkan
produksi energi menjadi sedikit atau tidak sempurna sehingga terjadi perubahan sistem metabolisme
tubuh dari glikolisis aerob menjadi glikolisis anaerob. Hasil akhir dari glikolis anaerob berupa asam
laktat yang apabila asam laktat tersebut diproduksi terus-menerus dapat menimbulkan penumpukan
dan terjadilah reaksi nyeri.
Kompensasi dari demam berupa vasodilatasi pembuluh darah menimbulkan terjadinya reaksi
rangsangan nyeri dikepala yang disebabkan oleh adanya tekanan maupun proses inflamasi terhadap
nosiseptor pada struktur peka nyeri di kepala berupa nosiseptor aferen primer (reseptor nyeri). Saat
terjadi rangsangan atau sensitisasi yang dipengaruhi proses penyakit dengan suatu komponen
peradangan, struktur dalam tubuh seperti visera berongga secara khas menjadi sangat mudah sensitif
terhadap rangsangan mekanis. Mediator peradangan seperti bradikinin, beberapa prostaglandin dan
leukotrien dapat mengaktifkan dan/atau menyebabkan sensitisasi aferen primer tersebut.
Jika struktur tersebut yang terletak pada atau pun diatas tentorium serebelli dirangsang maka
rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari
kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal
anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap
struktur yang peka terhadap nyeri dibawah tentorium (pada fossa kranii posterior) radiks
servikalis bagian atas dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada
daerah dibelakang garis tersebut, yaitu daerah oksipital, suboksipital dan servikal bagian atas.
Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C-1, C-2, dan C-3. Akan tetapi
kadang-kadang bisa juga radiks servikalis bagian atas dan N. oksipitalis mayor akan menjalarkan
nyerinya ke frontal dan mata pada sisi ipsilateral.4,5
4. Apa yang menyebabkan demam turun dan disertai epistaksis, gusi berdarah, dan nyeri perut?
Sejak awal demam sebenarnya telah terjadi penurunan jumlah trombosit pada penderita
DBD.Penurunan jumlah trombosit memudahkan terjadinya perdarahan pada pembuluh darah
kecil seperti kapiler yang bermanifes sebagai bercak kemerahan. Di sisi lain, peningkatan jumlah
histamin meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan cairan plasma dari
intravaskuler ke interstisiel. Hal itu semakin diperparah dengan penurunan jumlah albumin akibat
kerja IL-1 dan gangguan fungsi hati.Adanya plasma leakage tersebut menyebabkan peningkatan
Hct. Trombositopenia terjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi berlebihan oleh
virus dengue dan sistem komplemen (pengikatan fragmen C3g); depresi fungsi megakariosit,
serta supresi sumsum tulang.Destruksi trombosit terjadi di hepar, lien, dan sumsum
tulang.Trombositopenia menyebabkan perdarahan di mukosa tubuh sehingga sering muncul
keluhan melena, epistaksis, dan gusi berdarah.
Terdapat penurunan kadar serum komplemen dikarenakan adanya aktivasi sistem komplemen
dan bukan karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan
histamine dan sebagai mediator kuat untuk peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume
plasma dan syok hipovolemik. Komplemen bereaksi dengan epitop virus di sel endotel,
permukaan trombosit dan limfosit T sehingga mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok dan perdarahan. Komplemen berinteraksi dengan monosit mengeluarkan
substansi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon gamma dan
interleukin (IL-2 dan IL-1) yang meningkatkan permeabilitas kapiler. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
Rasa nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan pada jaringan tubuh sehingga ada reaksi individu untuk
memindahkan stimulus nyeri. Nyeri juga dapat dilihat sebagai peringatan adanya keadaan yang
berpotensi mengalami kerusakan. Nyeri abdomen merupakan tanda bahaya yang sering
ditemukan pada DBD. Nyeri perut dapat dirasakan di ulu hati dan di daerah bawah lengkung iga
sebelah kanan. Nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit
DBD dibandingkan nyeri perut di ulu hati. Penyebab nyeri perut di bawah lengkung perut sebelah
kanan adalah pembesaran hati sehingga terjadi perenggangan selaput yang membungkus hati.
Sedangkan nyeri di ulu hati yang menyerupai gejala sakit maag (lambung) dapat disebabkan oleh
rangsangan obat penurun panas seperti aspirin atau asetosal.
Patogenesis nyeri perut di demam berdarah dengue ( DBD ) tidak secara jelas dipahami.
Namun, hiperplasia folikel limfoid tampaknya memainkan peran penting dan kebocoran plasma
melalui endotelium kapiler yang rusak juga telah diajukan. Hal ini menjadi penjelasan untuk
pengumpulan cairan subserosa dan menebal kandung empedu yang berhubungan dengan demam
berdarah dengue.
Nyeri abdomen pada penyakit DBD untuk anak dan dewasa dari penelitian yang dilakukan
oleh L.J Souza,dkk didapatkan jumlah dewasa lebih banyak dibandingkan anak dikarenakan
perbedaan anatomi, biologi dan fisiologi dari organ antara anak dan dewasa yang mempengaruhi
manifestasi klinik penyakit DBD. Sedangkan pada penelitian S.N Hammond, dkk didapatkan
jumlah anak yang mengalami nyeri abdomen lebih banyak dibandingkan dewasa. Pada faktanya,
orang dewasa lebih sering melaporkan gejala yang dirasa sementara pada anak sulit untuk
mengetahui bahwa kpenderita mengalami nyeri perut karena tidak dapat secara pasti menyadari
dan mengekspresikan nyeri perut yang dirasakan sehingga hal ini membuat diagnosanya
terlewatkan. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk anak memiliki nyeri abdomen yang lebih
berat dibandingkan dewasa dikarenakan sistem imunitas anak yang lebih tinggi sehingga dapat
memberikan respon nyeri yang lebih hebat.6,7
6. Apa yang menyebabkan pasien merasa tidak nafsu makan dan minum ?
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain seperti
timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis albumin serta
transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL1 dan TNF-α. Keduanya
akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa.
Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial
yang berakibat pada penurunan intake makanan.6
7. Apa hubungan penyakit pasien dengan teman sekelasnya tetapi memiliki makna klinis yang
berbeda?
Klasifikasi diagnosis menurut WHO (2009) adalah demam tanpa tanda bahaya, demam
dengan tanda bahaya dan demam berat. Demam berdarah dengue ( DBD ) menurut World Health
Organization (WHO) dan Center for Disease Control and Prevention (CDC) ditandai dengan
demam selama dua sampai tujuh hari diikuti dengan menggigil, gejala seperti flu, wajah
kemerahan, perdarahan, trombositopenia dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Kebocoran plasma termasuk asites, efusi
pleura dan efusi perikardium berhubungan dengan mortalitas. Jika tidak ditangani, kondisinya
akan secara cepat menimbulkan syok dan kematian dalam beberapa jam. Manifestasi perdarahan
seperti petechiae, purpura, dan ekimosis; perdarahan dari membrana mukosa seperti epistaksis
dan perdarahan gusi dan perdarahan dari traktus gastrointestinal, vagina dan urinaria. Sedangkan
teman pasien tidak mengalami gejala perdarahan ataupun gejala pendarahan.6
8. Apa hubungan lingkungan yang banyak jentik nyamuk dengan keluhan yang di alami oleh
pasien ?
Kemungkinan keluhan pasien disebabkan oleh nyamuk yang membawa vektor Penyakit.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki, dan
sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai
darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00.
Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi
lambungnya dengan darah.10
Manfaat PSN :
1. Mencegah timbulnya penyakit demam berdarah
2. Nyamuk aedes aegypti tidak sempat tumbuh dewasa karena jentik-jentik nya telah
dibunuh sehingga tempat tersebut jadi bersih
3. Tidak membutuhkan biaya khusus karena dapat dilakukan dirumah atau lingkungan oleh
anggota keluarga atau masyarakat
4. Memutus rantai penularan penyakit demam berdarah yang diakibatkan oleh nyamuk
aedes aegypti
5. Merubah perilaku masyarakat bahwa pemberantasan penyakit demam berdarah yang
paling penting adalah 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) yang bisa dilakukan oleh
semua lapisan masyarakat
FOGGING
Kegiatan fogging adalah pemberatasan nyamuk demam berdarah menggunakan
insektisida dengan cara pengasapan. Inseksida yang digunakan ialah malathion dengan
campuran solar. Pengasapan sangat efektif dalam memutuskan rantai penularan karena
semua nyamuk termasuk yang aktif mati seketika bila kontak dengan partikel-partikel
insektisida. Dengan demikian penularan segera dapat diputuskan. Namun bila jentik
Ae. aegypti tidak dibasmi, penularan akan berulang kembali bila ada penderita viremia
baru.
Pengasapan yang menggunakan insektisida mempunyai dampak negatif bagi
lingkungan. Insektisida tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga
jalan yaitu:
1. jalan nafas
2. jalan pencernaan
3. melewati kulit
Bila penanganan pengasapan dilakukan dengan cara yang tidak benar maka hal
ini akan membahayakan kesehatan masyarakat, di samping itu pula cara ini
memerlukan dana yang sangat mahal dalam pelaksanaannya.
Dampak Fogging :
1. Menimbulkan kekebalan terhadap turunan lanjutan dari jenis nyamuk aedes
asegypti
2. Pencemaran udara akibat gas peptisida yang bisa membahayakan kesehatan bagi
manusia dan hewan
3. Bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup dengan dosis yang cukup akan
mengganggu fungsi susunan saraf pusat dan perubahan degenerative di dalam
hati.11,12
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : lihat apakah pasien tampak lemah, pucat, dehidrasi atau tidak
Palpasi : nyeri tekan pada perut, palsasi hepar apakah ada pembesaran hati atau tidak
Perkusi : perkusi bagian dada dan batas batas hepar
Auskultasi : dengar apakah terdapat suara tambahan seperti ronki atau tidak
Uji Tourniquet
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
a. Trombosit : jika suspect DBD Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000 atau
kurang dari 1-2 tromboosit dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lapangan
pandangan besar
b. Hematokrit : jika suspect DBD Ht meningkat 20% atau lebih
c. Leukosit : dapat normal atau meningkat. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (> 45% dari total leukosit) dapat dimiliki limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat
d. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e. protein / albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
f. SGOT / SGPT dapat meningkat
g. ureum, kreatinin: bila didapat gangguan fungsi ginjal
h. elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
i. golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah
j. imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: mulai
mulai hari ke 3-5, meningkat hingga minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke-2
k. Uji HI: dilakukan mengambil bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans
l. NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal hari pertama hingga hari ke kematian.
Sensitivitas antigen NS1 mencapai 63% -93,4% dengan spesifisitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil antigen negatif NS1
tidak negatif positif infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada foto diperoleh efusi pleura, sebagian besar pada hemitoraks kanan tetapi disetujui
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada terbuka dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi dapat dideteksi dengan
pemeriksaan USG Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
har), timbul berbagai prodormal yang tidak khas seperti: kepala pusing, tulang
belakang, dan rasa sakit.8
b. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan komplemen sehingga terjadi komplek imun Antibodi–
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi–virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia
jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan
karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3)
kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati.
15
15
14. Bagaimana tatalaksana penyakit pasien tersebut ?
Pada hasil pemeriksaan yang didapat, pasien diduga menderita DBD derajat II
Pasien diberikan terapi cairan dengan rumus 1500 + 20 x BB (untuk BB diatas 20 kg),
Kemudian pasien dapat diberikan parasetamol dengan dosis untuk anak 10 tahun adalah
250-500mg tiap kali pemberian.
Oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–anak
umur 2 bulan 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia, sebaliknya di bawah umur 3 bulan
(hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb jika jaundice), 3 bulan–1 tahun 60
mg–120 mg, 1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg, dosis ini dapat diulangi
setiap 4–6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24 jam), infus intravena
lebih dari 15 menit, dewasa dan anak–anak dengan berat badan lebih dari 50 kg, 1 gram
setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram per hari, dewasa dan anak–anak dengan berat badan
10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap 4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb per hari.
Dasar penatalaksanaan penderita DBD adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan
obat penurun panas.
Tata laksana menurut WHO
Gambar 3. Jalur triase kasus tersangka infeksi dengue (WHO 2011)16
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti berikut :
a. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
b. Muntah yg menetap, tidak mau minum
c. Nyeri perut hebat
d. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
e. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
f. Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
g. Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
h. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
Monitor perjalanan penyakit DD/DBD
a. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
b. Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
c. Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Cairan
Berat badan Cairan rumatan Berat badan Cairan Cairan rumatan
+ 5% defisit + 5% defisit
ideal (kg) rumatan (ml) ideal (kg) rumatan (ml)
(ml) (ml)
5 500 750 35 1800 3550
10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 60
1700 3200 2300 5300
Kecepatan cairan
Keterangan (ml/kg/jam)
Setengah rumatan /2 1.5
Rumatan (R) 3
Rumatan + 5% defisit 5
Rumatan+ 7% defisit 7
Rumatan+ 10% defisit 10
Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila
anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
A. Medikamentosa
a. Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
b. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
c. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan
saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
d. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
B. Supportif
a. Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
b. Diberikan untuk 48 jam atau lebih
c. Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit,
disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
Tata laksana DBD dengan syok (DSS)16
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan
selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium
yang tidak normal
c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review
hematokrit sebelum resusitasi)
d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur
arteri)
e. Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien
sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua
kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui
oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit
Perdarahan hebat
a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera
adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah
yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah
segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi
b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.
c. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat
menyebabkan kelebihan cairan.19
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
C. Kimiawi
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan
dengan kondisi setempat.21
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry, Garna, dan Hadinegoro, Sri Rezeki. Buku
AjarInfeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2010
2. Robbins, dkk. 2012. Buku Ajar Patologi Ed. 7; Jakarta. EGC
3. Hadinegoro, Sri Rejeki S. Moedjito, ismoedijanto. Hapsari, MM DEAH. Alam,
Anggraini. 2018, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi
IV,Jakarta, IDAI
4. Guyton, Arthur C, Hall JE, Rachman YL, Hartanto H, editors. 2007. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
5. Akbar, Muhammad. (2010). “Nyeri Kepala”. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
6. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi keempat. 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Dilla Apliriani, DBD (Demam Berdarah Dengue) Undip.ac.id
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyaki tdalam
jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014
9. Nuty WN, Endang M. Perdarahan hidung dan gangguan penghidu, Epistaksis.
Dalam: Buku ajar ilmu penyakti telinga hidung tenggorokan. Edisi 3. Jakarta,
BalaiPenerbit FK UI, 2008
10. Hanim,diftah. Program Pengendalian Penyakit Menular :Demam Berdarah Dengue.
Fakultas kedokteran USU. Januari 2013. Surakarta
11. Widoyono, MPH. Pemberantasan vektorDBD. Semarang: penerbit Erlangga; 2011
12. Widoyono, editor. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasanya. Edisi ke-2. Ciacas, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 70-85
13. Behrman, Klihman, Arvin, editor. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15.
Philadelphia, Pennsylvania: WB Sounders Company. hal. 1132-1133. Vol 2.
14. Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela
epidemiologi. 2 (1): 1 – 3
15. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2002
16. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011dengan modifikasi.
17. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
18. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid therapy.
Pediatrics 1957;19:823
19. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis
Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD.
Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2005.
20. Halstead S.B. 2004. Tropical Infection. In: Nelson’s textbook of pediatric.
Cambridge: University Press. p. 1056 – 1073
21. Soedarmo, SP. 2002. Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Dalam
Hadinegoro Sri Rezeki H dan Satari HI. (ed.). Demam Berdarah Dengue. Fakultas
Kedokteran UI: Jakarta