Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PBL MODUL 1

BLOK KEDOKTERAN TROPIS


“DEMAM”

TUTOR : dr. Asrini

KELOMPOK 4

ESTI SETYANINGSIH 11020130160


A. NADIA SULISTIA NINGSIH 11020160012
HETTY MARIATI 11020160016
MUHAMMAD SOFHYAN FAJRIN 11020160018
NUR AISYAH 11020160028
ISMIRALDA FEBRINA ISKANDAR 11020160054
ANDI KHALISHAH HIDAYATI 11020160071
SULFIANI 11020160088
ST. RASYDIYANAH MUKHTAR 11020160116
S. AHMAD GUFRAN IDRUS 11020160125
DESY NURDIANTY 11020160176

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
SKENARIO 1

Seorang perempuan berumur 29 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


demam selama 4 hari, bersifat hilang timbul, keluhan disertai selera makan
berkurang, sakit kepala. Pasien juga mengeluh mual dan kadang-kadang muntah.

KALIMAT KUNCI

1. Perempuan berumur 29 tahun


2. Keluhan demam 4 hari, hilang timbul
3. Selera makan menurun
4. Sakit kepala
5. Mual dan kadang muntah

PERTANYAAN PENTING

1. Jelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, dan mekanisme demam


2. Jelaskan patomekanisme dari gejala yang terkait dengan skenario?
3. Apa penyakit tropis yang menyebabkan demam ? Jelaskan beserta
prevalensinya
4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario ?
5. Apa diagnosis banding sesuai skenario ?
6. Bagaimana penanganan awal penyakit sesuai skenario ?
7. Bagaimana pencegahan penyakit tersebut ?
8. Apa perspektif Islam sesuai skenario ?

JAWABAN PERTANYAAN

1. DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN MEKANISME DEMAM

Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditandai oleh kenaikan titik
ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus
mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal
perifer dingin dan panas (Arvin, 2000). Demam terjadi bila berbagai proses
infeksi dan non-infeksi berintraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Demam
pada kebanyakan anak disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali
dan demam menghilang sesudah masa yang pendek (Arvin, 2000). Batasan nilai
atau derajat demam dengan pengukuran di berbagai bagian tubuh sebagai berikut:
suhu aksila/ketiak diatas 37,2°C, suhu oral/mulut diatas 37,8°C, suhu rektal/anus
diatas 38,0°C, suhu dahi diatas 38,0°C, suhu di membran telinga diatas 38,0°C.
Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh diatas 39,5°C dan
hiperpireksia bila suhu diatas 41,1°C (Bahren, et al., 2014).

Klasifikasi Demam

Adapun tipe – tipe demam yang sering dijumpai antara lain:

Etiologi Demam

- Demam Non-infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya


bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam ini jarang diderita oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Demam non-infeksi timbul karena adanya kelainan pada
tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam
non-infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan degeneratif
atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres, atau demam yang
disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit berat misalnya leukimia dan kanker.

- Demam Infeksi
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masukan patogen,
misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam
tubuh. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui
berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.
Imunisasi juga merupakan penyebab demam infeksi karena saat melalukan
imunisasi berarti seseorang telah dengan sengaja memasukan bakteri, kuman atau
virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat balita
menjadi kebal terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi dan akhirnya menyebabkan demam pada anak antara lain
yaitu tetanus, mumps atau parotitis epidemik, morbili atau measles atau rubella,
demam berdarah, TBC, tifus dan radang paru-paru (Widjaja, 2008).

Menurut Febry dan Marendra (2010) penyebab demam dibagi menjadi 3


yaitu:

1) Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam berdarah)
dan infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).

2) Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu sendiri).

3) Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara


terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari.

Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah demam
akibat infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra, 2010).
Mekanisme Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung


dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai
rangsang (Sherwood, 2001). Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka
monosit, makrofag, dan sel kupfer mengeluarkan sitokin yang berperan sebagai
pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan interferon) yang bekerja pada pusat
thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka terjadi
sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam
arakidonat jalur siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu
tubuh. Hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan
bukan suhu normal (Ganong, 2002; Nelwa, 2006).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin


melalui sinyal afferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal
Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja
langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur
prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik
(Nelwa, 2006). Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi
panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik.
Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan
pirogenik adalah sesuatu yang dialami dan bukan disebabkan oleh kerusakan
mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).

Referensi:

Widyastuti, H. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Sikap Ibu


Pada Penanganan Demam Pada Anak di Padukuhan Geblagan. Yogyakarta:
Repository.

2. PATOMEKANISME GEJALA PADA SKENARIO


a. Demam dan selera makan kurang

Pusat pengaturan demam dan makan terdapat di hipotalamus, sehingga


secara tidak langsung peningkatan sintesis prostaglandin yang mempengaruhi
hipotalamus singga menaikkan suhu tubuh, ikut juga mempengaruhi pusat makan
sehingga menurunkan selera makan pasien.

b. Demam dan Sakit Kepala

Sakit kepala disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah sebagai respon


tubuh untuk meningkatkan penyaluran darah lokal untuk membawa leukosit
fagositik dan protein plasma sebagai akibat dari infeksi mikroorganisme.

c. Demam dan Mual-Muntah

Saat mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh menginfeksi dan


megiritasi saluran cerna kemudian mengeluarkan toksinnya, maka tubuh akan
melakukan pertahanan dengan mengaktifkan respon muntah untuk mengeluarkan
mikroorganisme tersebut.

Referensi :

1. Guyton and Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal 939-941


2. Sakiha, Alim. 2010. Nyeri Kepala. Universitas Sumatera Utara

3. PENYAKIT TROPIS YANG MENYEBABKAN DEMAM

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit.

Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain

1. Pneumonia
Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi
untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.
2. Tifoid

3. Tuberculosis
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan
tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima provinsi dengan TB
tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan
Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, 44,4
persen diobati dengan obat program
4. Bronkitis
5. Osteomyelitis
6. Appendicitis
7. Bakteremia
8. Sepsis
9. Bakterial gastroenteritis
10. Meningitis
11. Ensefalitis
12. Selulitis
13. Otitis media
14. Infeksi saluran kemih

Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain


1. Demam berdarah dengue

2. Viral pneumonia
3. Influenza
4. Demam chikungunya
5. Virus-virus umum seperti H1N1

Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain

1. Coccidioides imitis
2. Criptococcosis

Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain

1. Malaria
Malaria penduduk Indonesia tahun 2007 adalah 2,9 persen dan tahun 2013
adalah 1,9 persen. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen. Lima
provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua, Nusa
Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku.
2. Toksoplasmosis,
3. Helmintiasis

Demam akibat faktor non-infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal


antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi,keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma
nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010).

Referensi :
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31365/Chapter%20II.p
df;sequence=4
2. Riset Kesehatan Dasar 2013

4. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS

Anamnesis :

- Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan


- Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan
utama).

Galilah riwayat penyakit yang diderita sekarang. Tanyakan tentang hal-hal


berikut :

- Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa lama
demam
- Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi
pada sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
- Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai:
anoreksia, disfagia, malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar
membuka mulut.
- manifestasi perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis, melena
- menggigil
- kejang
- gangguan sistem respirasi : batuk, sesak
- gangguan gastrointestinal: mual, muntah, nyari abdomen, diare
dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi, gangguan sistem urogenitalia:
warna urin, oliguria, disuria
- ruam kulit: kapan timbulnya, lokasi, penyebaran.
- Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
- Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
- Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik
penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain.
- Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada
infeksi tertentu misalnya antrakosis, flu burung.
- Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala demam.
- Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan
avian.
- Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.

Pemeriksaan fisik :

- Lihat dan catatlah keadaan umum pasien: sakit ringan, sakit sedang atau
sakit berat.
- Tentukanlah status gizi : ukur tinggi dan berat badan (sesuai panduan
penentuan status gizi).
- Ukur dan menilailah tanda vital pasien: tekanan darah, denyut nadi dan
pernapasan.
- Ukurlah suhu tubuh aksiler pasien dengan termometer.
- Nilailah kesadaran: GCS (lihat latihan keterampilan sistem neuropsikiatri).
- Perhatikanlah adanya tanda renjatan, tanda dehidrasi.
- Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus.
- Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema (lihat skills lab
dasar diagnostik dan terapi).
- Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering,
bibir kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat.
- Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena).
- Lakukan uji turniket
- Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi
effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
- Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot,
membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings,
perdarahan gusi, trismus.
- Periksalah adanya gag refleks: bukalah mulut pasien dengan
menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gag refleks dinyatakan
positif.
- Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali,
splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen.
- Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah
lengan anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk,
opistotonus (+).
- Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis.
- Inspeksi: nilailah adanya bullneck.
- Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari untuk menilai
adanya pembesaran parotis.
- Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota
gerak, hiperrefleksia dan nyeri tekan otot.

Pemeriksaan Penunjang :

- darah rutin
- uji serologi
- bakteriologik
- radiologi

Referensi :

Wahyuni, Sitti. Halim Mubin. 2017. KETERAMPILAN KLINIK &


LABORATORIUM KEDOKTERAN TROPIS. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin

5. DIAGNOSIS BANDING

A. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Pengertian

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue


haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi kinis demam, nyeri otot dan /nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik .Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan / syok.

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever,Japanese encephalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia


seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada
hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi
dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi
pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat


dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayalh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada DBD pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan


virus dengue yaitu:

1). vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di


lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;

2), pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan


terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3). lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk

Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih


diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue. Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :

a). respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE);
b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c). monosit dan makrofag berperar dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag:

d). selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a. Halstead pada tahun 1973 mengajukan

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection


yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti
lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin
dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus- antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalu mekanisme:

1). Supresi sumsum tulang.

2). destruksi darn pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi
megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis Kadar trombopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen
C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang


menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium I dan DIAG IV.
Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
ekstrinsik (tissue factor pathway) Labora Pemeril Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor Xla namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-
inhibitor complex).

Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau


dapat berupa demam yang tidak khas,demam dengue, demam bedarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas.

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan adekuat.
Diagnosis

1. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka


demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG.-lebih banyak

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

 leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif ( > 45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB)> 15 % dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat
 trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan
 hematokrit > 20 % dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam
 hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuarn darah.
 protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat
 ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi sepert ginjal
 elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
 imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
 Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
 NS 1:antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NSI berkisar 63 % -934 % dengan
spesifisitas 100 % sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.

Demam Dengue (DD) probable dengue. Merupakan penyakit demam akut


selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Artralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendun positif),
 Leukopenia (leuko < 5000)
 Trombosit <150.000
 Hematokrit naik 5-10 %

Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD


yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997


diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:

 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut - Uji bendung
positif. - Petekie, ekimosis, atau purpura. - Perdarahan mukosa (tersering
epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. -
Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
 terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut: -Peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar
sesuai dengan umur dan jenis kelamin
 Penurunan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian


klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD).

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGU

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu


diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel.

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium


DD Demam disertai 2 atau Leukopenia,
lebih tanda : sakit kepala, trombositopenia, tidak
nyeri retro-orbital, mialgia, ditemukan bukti kebocoran
atralgia plasma, serologi dengue
postif
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia (<
bendung positif 100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala diatas ditambah Trombositopenia (<
perdarahan spontan 100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala diatas ditambah Trombositopenia (<
kegagalan sirkulasi (kulit 100.000/µl), bukti ada
dingin dan lembab serta kebocoran plasma
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia (<
tekanan darah dan nadi 100.000/µl), bukti ada
tidak terukur kebocoran plasma

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemern cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama


dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi asitesdan Divisi Hematologi dan
Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun
protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi. praktis dalam pelaksanaannya. mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

 Protokol 1

Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

 Protokol
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
 Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20 %

 Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
 Protokol 5 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa


Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat
dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan


pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,


pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht
Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk
segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang


Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus
berikut :

1500 + (20 x (BB dalam kg -20)

Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 120 X (55-20))-2200 ml. Setelah
pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb , Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah


pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb,
Httrombo dilakukan tiap 12jam.
 Bila Hb , Ht meningkat > 20 % dan trombosit < 100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht > 20 % .

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20 %

Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit


cairan sebanyak 596 , Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/ kgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah caira infus dinaikan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue dewasa.
Bila syok telah teratasi maka pemberian seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah:


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung. perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb Ht, dan
trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan


tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang
dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengarn
perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai
atau tanpa KID

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
penderita DBD tampa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemeriksaan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg frekuensi
nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
kemudian keadaan ft jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan
perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat
terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan


terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses
patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar
20 % saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian).
Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,
diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit
dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi,
maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakarn pilihan,
tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding)
maka pada penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui
sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 m/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cmH20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan
dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,
anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai
dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor.

Referensi :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI

B. MALARIA

Defenisi

Malaria adalah suatu penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh


plasmodium yang menyerang eritrosit didalam darah.Infeksi malaria memberikan
gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.Dapat berlangsung
akut maupun kronik.

Epidemiologi

Malaria masih menjadi persoalan kesehatan yang besar di daerah tropis dan
substropis seperti di Brasil, Asia Tenggara, dan seluruh Sub-Sahara Afrika. Di
Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah.
1 juta/thn atau 3000 org/hr  kematian akibat peny. Malaria

Thn 1998300-500 juta/thn  penderita penyakit malaria

Thn 2001  angka kematian di Indonesia 1,2% (23.483)

Etiologi

Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui


gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu:
Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan
Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak
dilaporkan di Indonesia.

Jenis Malaria :
1. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul intermiten
dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang
menyebabkan kematian.

2. Malaria Vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax.

3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat
ringan. Pola demam seperti pada malaria vivaks.

4. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 3 hari.

5. Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria
falsiparum.

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus


Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.Plasmodium falciparum merupakan
penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies
Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu P. vivax menimbulkan malaria
vivax disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab
malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria
ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria
tropika.
Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran/majemuk (mixed infection).Pada umumnya dua jenis
Plasmodium yang paling sering dijumpai yaitu campuran antara Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae.Kadang dijumpai
tiga jenis plasmodium sekaligus tapi hal ini jarang sekali terjadi.Infeksi campuran
biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi.Akhir- akhir ini di
beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah resisten klorokuin, bahkan
juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.

Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi


pada anak-anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria
tropika yang berat, bahkan tertian dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian
terutama pada anak dengan gangguan gizi.

Malaria dapat ditularkan melalui penularan (1) alamiah (natural infection


melalui gigitan nyamuk anopheles, (2) penularan bukan alamiah yaitu malaria
bawaan (congenital) dan penularan secara mekanik melalui transfuse darah atau
jarum suntik. Sumber infeksi adalah orang yang sakit malaria, baik dengan gejala
maupun tanpa gejala klinis.

Nyamuk Anopheles menyukai air yang bersih dan tidak terpolusi, ritme
gigitan – menggigit pada malam hari dan beristirahat di dalam dan luar ruangan
(tergantung pada spesies). Selain itu, lebih menyukai warna yang lebih
gelap.Nyamuk betina dengan satu makanan darah dapat membuahkan 50 – 150
butir telur. Anopheles spp. memiliki morfologi sebagai berikut:

Dewasa – Bercak pucat dan gelap pada


sayapnya dan beristirahat di kemiringan
45 derajat suatu permukaan.
Larva beristirahat secara paralel dengan
permukaan air.

Panjang telur kurang-lebih 1 mm dan


memiliki pelampung di kedua sisinya.

Tahapan telur menjadi dewasa


membutuhkan 6 – 10 hari. Metamorfosissempurna meliputi tahap telur, larva,
kepompong, da dewasa Perbedaan Nyamuk anopheles dengan nyamuk lainnya

Siklus hidup plasmodium

Plasmodium malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu


manusia dan nyamuk anopheles betina.

a) Siklus hidup pada manusia


Pada waktu nyamuk anhopeles infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah.
Selama ½ jam. Kemudian akan masuk ke dalam hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati.dan sebagian menjadi hipnozoit.
Ketika skizon hati pecah, merozoit akan keluar dari skizon hati dan masuk ke
peredaran darah kemudian menginfeksi sel darah merah. Didalam sel darah
merah, parasit berkembang dari tropozoit sampai skizon. Proses ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi pecah dan merozoit yang keluar
menginfeksi sel darah merah lainnya. Sebagian merozoit membentuk gametosit
jantan dan betina.

b) Siklus hidup pada nyamuk


Apabila nyamuk betina menghisap darah yang mengandung gametosit,
didalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi
zigot.Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung
nyamuk.Pada dinding lambung nyamuk ookinet menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit.Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Patogenesis
Demam

Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan


bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag.
Monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain
TNF. TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.

Anemia

Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi yang akan
melepaskan merozoit. Meroit ini kemudian mencari eritrosit yang belum
terinfeksi. Sehingga menurunnya jumlah eritrosit akibat pecah, berarti
menurunnya heme yang mengikat zat besi, dan akhirnya pada gambaran klinik
pasien tampak pucat.

Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium


dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar.

Gejala Klinik

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan


splenomegali.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan :

 Periode dingin : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri


dengan selimut, atau sarung, dan pada saat mengigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya
temperature.
 Periode panas : muka penderita merah, nadi cepat, dan panas badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat.
 Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperature
turun, dan penderita ,merasa sehat.
Malaria tanpa komplikasi

Pada daerah hiper atau holoendemik, control malaria efektif sehingga


serangan malaria akut sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun,
secara bertahap menginduksi imunitas secara aktif. Pada anak besar yang sudah
mendapat imunitas, maka gejala klinisnya menjadi lebih ringan.Infeksi akut dapat
terjadi pada anak besar yang mendapat kemoprofilaksis yang tidak sempurna atau
lupa minum obat saat masuk ke daerah endemis malaria. Pada daerah
hipoendemik malaria,semua usia dapat terserang malaria.

Anak pada mulanya menjadi letargik, mengantuk atau gelisah, anoreksia,


pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala dan mual.Demam selalu dijumpai
tetapi bervariasi.Muntah, nyeri perut dan diare agak jarang dijumpai.Pembesaran
hati sering dijumpai pada anak.Pada serangan akut, pembesaran hati biasanya
terjadi pada awal perjalanan penyakit (pada akhir minggu pertama) dan lebih
sering terjadi daripada pembesaran limpa.

Hati biasanya lunak dan terus membesar sesuai dengan progresivitas


penyakit, namun fungsinya jarang terganggu dibandingkan dengan orang
dewasa.Ikterus dapat dijumpai pada beberap anak, terutama berhubungan dengan
hemolisis.Kadar transaminase darah sedikit meningkat untuk waktu singkat.

Limpa yang membesar umumnya dapat diraba pada minggu kedua;


pembesaran limpa progresif sesuai dengan perjalanan penyakit.Pada anak yang
telah mengalami serangan berulang, limpa dapat sangat besar dengan konsistensi
keras.Anemia merupakan akibat penting malaria tropika pada anak. Pada infeksi
akut,beratnya anemia berhubungan lansung dengan derajat parasitemia.

Malaria ovale mempunya gejala klinis lebih ringan daripada malaria


tertian.Pada hari terakhir masa inkubasi, anak menjadi gelisah, anoreksia
sedangkan anak besar mengeluh nyeri kepala dan nausea. Demam periodic tiap 48
jam tetapi stadium dingin dan menggigil jarang dijumpai pada bayi dan balita.
Selama periode demam, anak selalu merasa dingin dan menggigil dalam waktu
singkat.Demam sering terjadi pada sore hari.Pada anak jarang terjadi parasitemia
berat, terdapat pada kurang dari 2%.Malaria tertian dan ovale jarang disertai
anemia berat.Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu
pertama. Bilirubin total dapat meningkat tetapi jarang disertai ikterus, sedangkan
kadar transaminase sedikit meningkat untuk waktu singkat. Limpa bertambah
besar selama serangan dan dapat teraba pada mingu kedua. Kejang dapat terjadi
saat demam tinggi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kematian pada anak sangat
jarang terjadi, tetapi dapat terjadi bila disertai penyakit lain yang berat, gizi buruk,
dan anemia berat. Pada malaria tertian dan ovale bentuk dormant dari parasit
dapat tetap berada dalam hati dan dapat menyebabkan relaps. Relaps dapat terjadi
pada kasus yang mendapat pengobatan hanya obat skizontosida saja.

Gambaran klinis malaria kuartana menyerupai malaria tertian, hanya


periode demam terjadi tiap 72 jam. Sindrom nefrotik dapat terjadi pada usia 2
samapi 12 tahun dengan puncak pada usia 5-7 tahun. Dijumpai edema berat,
proteinuria berat yang menetap, hipoproteinuria berat dan asites.Serum albumin
kurang dari 2 gr/dL bahkan pada 95% kurang dari 1gr/dL.Tekanan darah biasanya
normal dan tidak jelas adanya azotemia dan hematuria.

Anak-anak dibawah usia 5 tahun sebagian besar mengalami efek berat dari
malaria karena mereka belum memiliki imunitas terhadap parasit. Infeksi berat
dapat menyebabkan kematian pada anak dalam waktu beberapa jam.Malaria
dalam kehamilan dapat berupa infeksi asimptomatik sampai infeksi berat yan
membutuhkan terapi.Di area yang transmisi malarianya stabil sebagian besar
wanita telah memiliki imunitas alami yang biasanya infeksi tidak menimbulkan
gejala selama kehamilan.Di beberapa area utama malaria, infeksi malaria
berhubungan dengan anemia pada ibu dan adanya parasit dalam plasenta yang
mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR), yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kematian bayi.Di area malaria yang transmisinya tidak stabil,
wanita memiliki sedikit imunitas dan berisiko mengalami malaria berat dan
kematian.

Malaria berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum
yang menyerang berbagai organ dengan gejala dan tanda yang bervariasi.
Penyakit ini menyebabkan 90% dari mortalitas yang berkaitan dengan infeksi P.
falciparum di seluruh dunia, sehingga WHO menetapkan kriteria standar untuk
diagnosis dini dan penanganan penyakit malaria berat untuk mengurangi angka
kematian.

Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum


stadium aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera
dibawah ini merupakan malaria berat, antara lain:

a) Malaria serebral, derajat kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)


b) Anemia berat, kadar hemoglobin kurang dari sama dengan 5 g/dL
c) Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolic) dan gangguan
elektrolit
d) Hipoglikemia berat
e) Gagal ginjal
f) Edema paru berat
g) Kegagalan sirkulasi (Algid malaria)
h) Kecenderungan terjadinya pendarahan
i) Hiperpireksia/hyperthermia
j) Hemoglobinuria/ Black water fever
k) Ikterus
l) Hiperparasitemia

Angka kematian malaria berat dalam penelitian Halim ID,dkk adalah 4%


yang terjadi pada penderita malaria serebral dan malaria algid. Angka tersebut
lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian di Gambella Ethiopia Barat
yang dilakukan pada tahun 1998-1999 dengan angka kematian sebesar 22% dan
kebanyakan kematian terjadi dalam 24 jam pertama. Demikian pula angka
kematian malaria berat di Kenya sekitar 10% dengan kematian terjadi sebanyak
27% dalam 48 jam pertama. Pada penelitian di Myanmar tahun 1995 ditemukan
angka kematian terbanyak terjadi dalam 24 jam pertama sebesar 57%.
Pada penelitian di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. RD Kandou Manado
1991-2000 ditemukan 67 kasus dengan angka kematian sebesar 17,2%.11 Pada
penelitian Schellenberg et al di Kenya mendapatkan bahwa penderita malaria
berat yang dirawat di rumah sakit sebagian besar bertempat tinggal dekat rumah
sakit dengan jarak kurang dari 5 km (31,6%), jarak 5-10 km sebanyak 22,6%,
jarak 10-15 km sebanyak 21%, jarak 15-20 km sebanyak 14,8%,dan jarak lebih
dari 25 km sebanyak 5%. Dikatakan juga, meskipun dengan penggunaan
antimalaria secara parenteral dan penanganan komplikasi malaria yang intensif,
angka kematian dari malaria serebral masih sekitar 25-50% dan akan terjadi cacat
neurologik sebesar 10%. Jika tidak ditangani dengan baik malaria serebral akan
meninggal dalam 24-72 jam.

Tanda dan gejala klinis malaria berat dapat berbeda menurut umur dan
letak geografis serta berbeda dalam hal frekuensi penularan penyakit malaria.
Malaria serebral merupakan bentuk malaria berat yang sering ditemukan di
Gambia, sedangkan malaria falciparum dengan anemia berat sering ditemukan
pada anak-anak di Papua New Guinea. Demikian juga pada penelitian di
Gambella didapatkan bahwa malaria falciparum dengan anemia yang berat paling
sering ditemukan dengan jumlah sekitar 33%. Pendapat ini didukung oleh
penelitian Ejov et al di Myanmar pada tahun 1995 yang mendapatkan penderita
malaria berat yang disertai dengan anemia sebesar 75% dari seluruh penderita.
Pada penelitian ini kami menemukan bahwa malaria falciparum dengan
hiperparasitemia yang terbanyak sekitar 49% dan diikuti oleh malaria falciparum
dengan anemia berat.Hal itu mungkin disebabkan adanya faktor dari imunitas atau
kekebalan yang terdapat pada anak-anak yang berada di daerah endemis.

Malaria Serebral
Malaria serebral merupakan komplikasi berat dari malaria falciparum dan
menyebabkan kematian bila tidak cepat diobati.Keadaan ini merupakan
kegawatan akut yang memerlukan penanganan segera.Penanganannya adalah
memberantas parasitemia, mengurangi edema serebri, mengatasi kejang,
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit, dan perawatan yang baik.

Pada penelitian Halim ID,dkk ditemukan angka kematian malaria serebral


sebesar 24% (sebanyak 5 penderita dari 21 penderita malaria serebral yang
dirawat). Hal itu kemungkinan disebabkan terlambatnya penderita dibawa
berobat, dengan lama perawatan rata-rata 2,2 hari dan beratnya komplikasi yang
sudah terjadi. Hal itu sesuai dengan angka kematian penderita malaria serebral
pada penelitian anak-anak di Afrika tahun 1998 sebesar 18,6%.

Pada malaria serebral, kesadaran anak apatis sampai koma.Tanda neurologic


yang penting pada malaria serebral adalah gangguan upper motor neuron yang
simetris dan batang otak.Pendarahan dan eksudat pada retina dijumpai pada
beberapa kasus namun lebih jarang dibandingkan orang dewasa.Delirium,
halusinasi atau mengamuk sangat jarang pada anak.Pemeriksaan cairan
serebrospinal biasanya dalam batas normal.Pada sebagian besar malaria serebral
disertai anemia berat dan parasitemia berat.Kadang-kadang jumlah parasitemia
didalam darah tepi rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan antimalaria
yang tidak adekuat atau berada didalam kapiler organ dalam.Hati dan limpa sering
dapat diraba.Edema paru dijumpai pada 10% kasus anak, sedangkan oliguria dan
azotemia jarang ditemukan pada anak dibandingkan dengan orang
dewasa.Pemeriksaan EEG terdapat kelainan yang tidak spesifik.

Malaria serebral adalah malaria falciparum yang disertai kejang dan koma,
tanpa penyebab lain lain dari koma. Gejala paling dini dari malaria serebral anak-
anak umumnya adalah demam (37,50 -410 C), selanjutnya tidak bisa makan atau
minum, sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang
mendahului koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari.Anak-anak yang sering
kehilangan kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria
serebral, terutama jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang.
Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow (GCS) atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respons rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan
(knuckle) iga pada dada anak dan jika tidak ada respons lakukan tekanan kuat
pada kuku ibu jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi
kemungkinan hipoglikemia.Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk
menilai ada kemajuan atau kemunduran.Kejang biasanya terjadi pada sebelum
atau sesudah timul koma.Hal ini secara bermakna berhubungan dengan morbiditas
dan gejala sisa.Sekelompok anak yang dapat ertahan hidup setelah menderita
malaria serebral kurang lebih 10% mengalami gejala sisa neurologic yang
menetap.Selama periode penyemuhan, gejala sisa dapat berbentuk hemiparesis,
ataksia serebelar, kebutaan kortikal, hipotonia berat, retardasi mental, kekakuan
yang menyeluruh atau afasia.

Anemia

Anemia merupakan penyebab penting dari angka kematian dan kesakitan


pada penderita yang mengalami infeksi malaria berat dan merupakan salah satu
komplikasinya di wilayah endemis. Dalam penelitian Halim dkk, anemia pada
tingkatan manapun tidak menimbulkan kematian, namun bila anemia disertai
dengan adanya komplikasi dari malaria berat lainnya akan dapat mengakibatkan
kematian. Hal itu sama dengan penelitian yang dilakukan di Gambia dan juga
yang dilakukan di Gambella. Umur dari 148 penderita antara 1 tahun 2 bulan dan
12 tahun 8 bulan dengan rata–rata 6 tahun 4 bulan. Grebe menemukan penderita
sebagian besar berumur 1-5 tahun sebanyak 110 penderita (87%) dan berumur di
atas 5 tahun sebanyak 17 penderita (13%) dengan umur rata-rata 36,7 bulan. Pada
penelitian Ejov et al tahun 1995 di Myanmar mendapatkan bahwa angka kesakitan
malaria berat ditemukan terbanyak pada anak yang berumur 5-9 tahun.

Derajat anemia tergantung dari derajat dan lama parasitemia terjadi. Pada
beberapa pasien, serangan malaria berulang yang tidak diobati secara adekuat
akan menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perubahan eritropoetik di
dalam sumsum tulang. Walaupun parasitemia tidak berat, didalam darah perifer
sudah tampak sel leukosit monosit berpigmen.Seorang anak yang mendadak
menderita anemia berat seringkali berhubungan dengan hiperparasitemia.Anemia
dapat pula terjadi akibat penghancuran eritrosit yang mengandung parasit.Anak
dengan anemia berat dapat menderita takikardia dan dispneu. Anemia turut
berperan dalam (1) gejala serebral yaitu bingung, gelisah, koma dan pendarahan
retina, (2) gejala kardiopulmonal yaitu irama derap, gagal jantung, hepatomegali
dan edema paru. Pada penelitian di RSUP Manado selama 2 tahun (1997-1998)
ditemukan anemia (Hb<10gr%) sebanyak 38,35%.

Dehidrasi, Gangguan Asam-Basa (asidosis metaolik) dan Gangguan Elektrolit

Gejala klinis dehidrasi sedang sampai berat adalah penurunan perfusi


perifer, rasa haus, penurunan berat badan 3-4%, nafas cepat dan dalam, penurunan
turgor kulit, peningkatan kadar ureum darah (6,5 mmol/L atau 40 mg/dL), asidosis
metabolic pada pemeriksaan urin, kadar natrium urin rendah dan sedimen normal,
merupakan tanda terjadinya dehidrasi dan bukan gagal ginjal.

Hipoglikemia Berat

Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak kecil di
bawah 3 tahun dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran atau
dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan
lembab serta naoas tidak teratur.

Hipoglikemi berhubungan dengan hiperinsulinemia yang diinduksi oleh


malaria dan kina.Gejala hipoglikemia serupa dengan malaria serebral.
Hipoglikemia pada anak adalah keadaan di mana kadar glukosa darah turun
menjadi 40 mg/dL atau lebih rendah. Pada penderita yang sadar dapat timbul
hipoglikemia dengan gejala klasik rasa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, sesak
napas, pernapasan sulit dan berbunyi, oliguria, rasa dingin, takikardia dan
pening.Gambaran ini dapat berkembang menjadi penurunan kesadaran, kejang
umum, ekstensi, syok dan koma.

Gagal Ginjal
Jarang terdapat pada anak dengan malaria terutama pada anak
kecil.Demikian juga oliguria jarang dijumpai pada anak kecil bila dibandingka
dengan anak besar.Kadar ureum serum sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak
lebih dari 5 tahun.Seringkali gagal ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak
diobati adekuat.Pada orang dewasa dapat pula disertai nekrosis tubular akut;
bagaimana mekanismenya belum diketahui.Gagal injal pada umumnya bersifat
reversible.

Edema Paru Akut

Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia
berat.Frekuensi napas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang
menyebar.Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian
obat antimalaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia,
gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis.Apabila kita menemukan peninkatan
frekuensi napas, harus dibedakan antara edema paru yang diakibatkan oleh
pemberian cairan yang berlebihan atau bronkopeneumonia.Sebagai akibat edema
paru dapat terjadi hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran
serta kematian.

Kegagalan Sirkulasi (Algid Malaria)

Hipotensi lebih banyak dilaporkan pada malaria berat dewasa dan jarang
dijumpai pada anak.Malaria Algid adalah malaria falsiparum yang disertai syok
oleh karena adanya septicemia kuman gram negative. Penderita malaria berat pada
anak dapat jatuh keadaan kolaps dengan tekanan darah sistoli kurang dari 50
mmHg pada posisi berbaring, kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstriksi
vena perifer, denyut jantung lemah dan cepat. Di beberapa Negara berkembang
gambaran klinis ini sering berhubungan dengan septicemia gram negative yang
berkomplikasi.Kolaps sirkulasi juga terlihat pada penderita dengan edema paru
atau asidosis metabolic dan diikuti dengan pendarahan gastrointestinal yang
hebat.Dehidrasi dengan hipovolemik juga menyebabkan hipotensi.Tempat yang
mungkin berkaitan dengan infeksi harus diperiksa misalnya paru – paru, saluran
kemih, meningitis, tempat suntikan intravena, jalur intravena.
Kecenderungan Terjadi Perdarahan

Pendarahan yang sering dijumpai adalah pendarahan gusi, epistaksis,


ptechiae dan pendarahan subkonjungtiva. Apabila terjadi DIC akan timbul
pendarahan yang lebih hebat yaitu melena dan hematemesis. DIC pada umunya
terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai imunitas pada
malaria.Kecendeungan terjadi pendarahan ditandai dengan perpanjangan waktu
pendarahan, trombositopenia dan menurunnya factor koagulasi.Pendarahan
spontan dari saluran cerna terjadi pada kira – kira 10% malaria serebral.

Hiperpireksia /Hipertermia

Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan


seringkali berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria
monitor suhu berkala sangat dianjurkan.Hiperpireksia adalah keadaan dimana

suhu tubuh meningkat menjadi 42 C atau lebih dan dapat menyebabkan gejala

sisa neurologic yang menetap.

Hemoglobinuria/ Black Water Fever

Hemolisis intravascular massif dengan hemoglobinuria merupakan


komplikasi komplikasi malaria yang jarang terjadi pada anak. Hamper seluruh
kasus hemoglobinuria berkaitan dengan defisiensi G6PD pada pasien dengan
infeksi malaria. Pada kasus ini, hemolisis akan berhenti setelah pecahnya eritrosit
tua.

Ikterus

Manifestasi ikterus sering dijumpai pada orang dewasa namun bila


ditemukan pada anak prognosanya jelek.

Hiperparasitemia
Pada penderita yang nonimun, densitas parasit parasit > 5% dan adanya
skizontaemia yang berhubungan dengan malaria berat. Penderita dengan
parasitemia berat akan meningkatkan terjadinya resiko komplikasi berat.

Diagnosis

a) Anamnesis. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan


 Keluhan utama : demam, mengigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual. Muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
 Riwayat bermalam maupun berkunjung ke tempat endemik
 Riwayat sakit malaria
 Riwayat minm obatmalariasatu bulan terakhir
 Riwayat mendapat transfusi darah

Pada malaria berat dapat ditemukan:

 Keadaan umum lemah


 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
 Kejang-kejang
 Panas sangat tinggi
 Mata atau tubuh kuning
 Perdarahan hidung,gusi atau saluran pencernaan
 Napas cepat dan atau sesak napas
 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
 Warna air seni seperti the tua dan sampai kehitaman
 Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
 Telapak tangan sangat pucat
b) Pemeriksaan fisik
 Demam
 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
 Pembesaran limpa
 Pembesaran hati
c) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis di puskesmas, lapangaan, rumah


sakit

- Ada tidaknya parasit malaria


- Spesies dan stadium plasmodium
- Kepadatan parasit

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,


dengan menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick.Tes ini
sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa
dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu.

Tes yang tersedia dipasaran saat ini mengandung :


1. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh tropozoit, skizon
dan gametosit muda P. falciparum.
2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang
diproduksi oleh parasit bentuk aseksual P. falciparum, P. vivax, P. Ovale,
dan P. malariae.
d) Pemeriksaan penunjang
- Hemoglobin dan hematokrit
- Hitung jumklah leukosit, trombosit
- Kimia darah
- EKG
- Foto toraks
- Analisis cairan cerebrospinal
- Urinalisis

Penatalaksanaan
Pengobatan malaria tanpa penyulit penderita dewasa

A. Pengobatan malaria falciparum

1) Lini pertama : tablet artesunat + tablet amodiakuin + tablet primakuain


Hari pertama : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet, primakuin 2-3 tablet
(artesunat 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, amodiakuin 10 mg
basa/kgBB/hari/oral, Primakuin 0,75 mg basa/kgBB/oral).
Hari kedua : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet
Hari ketiga : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet
2) Lini kedua : tablet kina + tablet tetrasiklin/doksisiklin + tablet
primakuin
Hari pertama : kina 3x2 tablet, tetrasiklin 4x500 mg, primakuin 2-3 tablet
Hari kedua-ketujuh : kina 3x2 tablet, tetrasiklin 4x500 mg

Bila gagal pengobatan lini pertama dapat digunakan pengobatan lini kedua
berdasarkan kriteria :

 Penderita sudah menyelesaikan pengobatan lini pertama (3 hari)


 Pada waktu periksa ulang hari keempat atau kelima sampai kedua puluh
delapan belum sembuh atau kambuh.

Dikatakan tidak sembuh :

 Bila penderita tetap demam, gejala klinis tidak membaik disertai


parasitemia aseksual. Penderita tidak demam tetapi ditemukan
parasitemia aseksual.
 Bila dalam pengobatan lini pertama dijumpai : tidak dapat
makan/minum, tidak sadar, kejang, muntah berulang, sangat lemah.

B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen
ACT yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
C. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk
malaria vivaks.

D. Pengobatan malaria malariae


Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin

E. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P.ovale


Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Pencegahan
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vector dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain lain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu
hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6
bulan.

Referensi :

1. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Halaman 157-158.
2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. 2008. Departemen
Kesehatan RI. Hal 11-14
C. DEMAM TIFOID

Defifnisi

Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
enterik serotype typhi atau paratyphi. Nama lain penyakit ini adalh enterc fever.,
tifus, dan paratifus abdominalis. Tiroid karier adalah sesorang yang kotorannya
mengandung S. Typhi setelah satu tahun pascademam tifoid gejala klinis.

Epidemiologi

Demam tifoid dan paratifoid bersifat endemik dan sporadik di Indonesia.


Demam tifoid sepanajng tahun dengan insidens tertinggi pada anak-anak.

Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi


bioserotipe A, B atau C. Kedua spesies ini berbentuk batang, berflagel, aerobik,
serta gram negatif.

Patogenesis

Masuknya kuman Salmonella thypi (S. Thypi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral
mukosa (igA) usus krang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.

Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembngbiak didalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bacteremia pertama asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya msuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,


dan bersama cairan empedu diekskresikan secara ntermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama teruang kembal, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kumon Salmonella
terjadi terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakit
kepala, dan lain-lain.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbukan reaksi hiperplasia


jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuuh darah disekitar plaque peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat


timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Gambaran Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umunya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
pernapasan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang
berselaput, hepatomegali, splenomegali, mteroismus, gangguan mental berupa
smnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Rutin

Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia,


leukosit normal atau leukositosis. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan
dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
anesonifilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat
meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi dapat kembali menjadi
normal stelah sembuh.

Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada
uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi denagn
antibodi yang disebut aglutinin. Maksud uji Widal adalah untuk menetukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:

a)Aglutinin O (dari tubuh kuman),

b)Aglutinin H (flagela kuman), dan

c) Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan


untuk diagnosis demam tifoid.

Uji Tubex

Merupaka uji semi-kuantitatif kolometrik yang mendeteksi antibodi anti-


S.typhi 09 pada srum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-09
yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.
Typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini
menunjukan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik
menunjuk pada S. Typh. Infeksi oleh s. Paratyphi akan memberikan hasil negatif.

Uji Typhidot

Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
mebran luar Salmonella typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan
dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.
Typhi seberat 50 KD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Uji IgM Dipstick

Uji ini khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. Typhi pada
spesimen serum atau whole blood.

Kultur Darah

Hasil biakan darah positif memastikan demam tifoid.

Penatalaksanaan

Triologi penetalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan


untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan spenuhnya di tepat
seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan mebantu
dan mempercepat masa penyembuhan.

2. Diet dan terapi penunjang. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubr kasar dan akhirnya diberikan
nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan seluran cerna atau perforasi usus.

3. Pemberian anti mikroba. Obat-obat yang sering digunakan adalah sebagai


berikut:

 Kloramfenikol. Dosis yang diberikan 4×500 mg per hari dapat diberikan


secara per oral atau ntravena. Diberikan sampai dengan 7 haribebas panas.
 Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol,
akan tetapi komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
 Ampisilin dan amoksisilin. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama
2 minggu.
 Sefalosporin Generasi Ketiga. Sperti seftriakson, sosi 100 c diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 sampai 5 hari.
 Golongan fluorokuinolon

Komplikasi

 Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,


pankreatitis,
 Komplikasi ekstra-intestinal: komplikasi kardiovaskular, darah, paru,
ginjal, tulang, dan neuropsikiatrik.

Referensi :

1. Sudoyo, Ayu W, dkk, editor 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Tanto, Christ, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius.

6. PENATALAKSANAAN AWAL

Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang
ada fasilitas perawatan. Tujuan perawatan adalah:

1. Optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan


2. Observasi terhadap perjalanan penyakit
3. Minimalisasi komplikasi
4. Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencernaan dan atau konstipasi
 Tirah Baring

Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan
kesadaran maka posisi tidur pasien harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
mencegah komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Bila membaik, maka
dilakukan mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya penderita. Buang air
besar dan kecil sebaiknya dibantu oleh perawat. Hindari pemasangan kateter urin
tetao, bila tidak ada indikasi.

 Nutrisi
a. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran, serta yang sulit makan. Dosis cairan parenteral
adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi,
dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit
dan kalori yang optimal.
b. Diet

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet
cair yang selanjutnya diubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat
kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara
enteral melalui pipa lambung. Diet parenteral dipertimbangkan bila ada tanda-
randa komplikasi perdarahan dan atau perforasi.

c. Terapi Simptomatik

Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan


keadaan umum penderita:
1. Roboransia/vitamin
2. Antipiretik, untuk kenyamanan penderita terutama anak-anak
3. Antiemetik, diperlukan bila penderita muntah hebat

 Kontrol dan Monitor dalam Perawatan

Kontrol dan monitor yang baik harus dilakukan untuk mengetahui


keberhasilan pengobatan. Hal-hal yang menjadi prioritas untuk di monitor:

1. Suhu tubuh (status demam) serta petanda vital (suhu, nadi, nafas, tekanan
darah) harus diukur secara serial. Kurva suhu harus dibuat secara
sempurna pada lembaran rekam medik
2. Cairan yang masuk (infus) dan cairan tubuh yang keluar (urin, feses)
harus seimbang
3. Deteksi dini timbulnya komplikasi
4. Adanya koinfeksi dan atau komorbid dengan penyakit lain
5. Efek samping dan atau efek toksik obat
6. Resistensi anti mikroba
7. Kemajuan pengobatan secara umum

Disamping itu, untuk mengetahui keberhasilan pengobatan, kontrol dan


monitor oleh dokter dan perawat harus sangat diperlukan untuk:

1. Perubahan terapi dan penghentian terapi


2. Program mobilisasi
3. Program perubahan diet
4. Indikasi pulang perawatan

Referensi :
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid. Diakses pada 5 November 2018: www.pdpersi.co.id. Hal. 14-16.
7. PENCEGAHAN PENYAKIT SESUAI SKENARIO

a. Pencegahan dengan imunisasi


Membuat tubuh kebal (Imunisasi) merupakan salah satu cara untuk
menghindari terjadinya penyakit menular. Contohnya pada penyakit tifoid.
Sampai saat ini vaksiin ini baru diprioritaskan untuk traveler, tenaga laboratorium
mikrobiologis dan tenaga pemasak/penyaji makanan di restorean. Namun,
mengingat perangai tifoid dengan morbiditas cukup tinggi vaksinasi sudah harus
dipertimbangkan pemberiannya sejak anak-anak setelah mereka mengenal jajanan
yang tidak terjamin kebersihannya. Contoh imnuisasi tifoid yaitu Vaksin oral
Ty21a Vivotif Berna yang mengandung Salmonella Typhi Galur Ty21a.

b. Perbaikan sanitasi lingkungan


Salah satu usaha pemutus rantai penularan penyakit tropis adalah usaha
perbaikan lingkungan. Usaha ini sangat mendasar, komplit, melibatkan banyak
pihak dan sektor. Serta merupakan bagian terpenting dalam upaya membangun
kesehatan masyarakat. Beberapa usaha yang dapat dilakukan yaitu
- Penyediaan air bersih untuk seluruh warga
- Jamban keluarga yang memenuhi syarat – syarat kesehatan
- Pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah harus benar, sehingga tidak
mencemari lingkungan

c. Peningkatan hygiene makanan dan minuman


Transmisi utama bakteri penyebab penyakit menular melalui air minum dan
makanan. Hygiene makanan dan minuman yang terjamin merupakan factor yang
sangat penting dalam pencegahaan. Adapun hal-hal yang dapat diperhatikan yaitu
:
- Pilih hati – hati makanan yang sudah diproses
- Panaskan makanan secara benar yang sudah dimasak
- Hindarkan kontak makanan yang sudah dimasak dan mentah
- Mencuci tangan
- Lindungi makanan dari serangga
- Kebersihan dapur
- Gunakan air bersih

d. Peningkatan hygiene perorangan


Peningkatan hygiene perorangan merupakan salah satu program pencegahan
yakni perlindungan diri dari berbagai penyakit menular. Kegiatan ini merupakan
ciri berperilaku hidup sehat. Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan
terpenting.

Referensi :

Kementerian kesehatan. 2010. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid dan


Penyakit menular lainnya. Menteri kesehatan republik Indonesia. Halaman 26-30

8. PERSPEKTIF ISLAM

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa-apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan......(QS
Al Baqarah (29 . 168)
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, takterkecuali masalah
makan. Oleh karena itu bagi kaum muslimin, makanan di samping berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan fisik, juga berkaitan dengan ruhani, iman dan
ibadah juga dengan identitas diri, bahkan dengan perilaku, demikian ujar K.H
Didin Hafiduddin, MS dalam Seminar Pameran Produk Halal Indonesia, Al
Ghifari'96, di Bogor.
Dari ayat di atas, dapat disimak bahwa Allah menyuruh manusia memakan
apa saja di dunia ini yang diciptakanNya, sepanjang batas-batas yang halal dan
baik (thayibah). Selain ayat-ayat di atas banyak lagi ayat dalam Al Qur´an yang
berisi suruhan atau perintah agar manusia berhati-hati dalam memilih makanan,
dapat memisahkan mana yang halal (dibolehkan) dan mana yang haram (tidak
diijinkan), cara memperoleh makanan itu dan makanan itu baik dari segi
kesehatan jasmani maupun rohani, a,l seperti pada ayat-ayat : Q.S Al Baqarah (2)
: 172, QS An Nahl (16) : 114, QS Al Mu´minun (23) : 51, QS Al Araaf (7) :31,
QS Al Anàm (6) :145, QS Al Maidah (5) : 3, QS Al Anàm (6) :121 QS Al
Baqarah (2) :173, QS An Nahl(16):115.
Cukup banyak ayat-ayat Allah SWT yang memperingatkan kita akan halnya
makanan, apakah manusia tidak cukup memperhatikannya ? Padahal otot,
tulang otak, paru-paru, hati, alat-alat buangan semua di bangun dari apa yang
kita makan. Bila kita menghindari makanan-makanan yang tidak baik (junk
food), maka akan dihasilkan tulang yang kokoh, otot yang kuat, pipa/saluran-
saluran yang bersih, otak yang cemerlang, paru-paru dan hati yang bersih, jantung
yang dapat memompa darah dengan baik. Dan diperintah manusia untuk selalu
memperhatikan makanannya, seperti firman Allah SWT, “Maka manusia harus
memperhatikan makanannya” (QS Abasa (80) : 24). Mengapa ? Karena manusia
yang ingin sehat jasmani rohaninya, salah satu faktor yang menunjang adalah dari
makanan dan pola makanan yang diterapkan.
Jadi bagi seorang muslim makan dan makanan bukan sekedar penghilang
lapar saja atau sekedar terasa enak dilidah, tapi lebih jauh dari itu mampu
menjadikan tubuhnya sehat jasmani dan rohani sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai "khalifah fil Ardhi". Rasulullah SAW pernah berkata dalam
suatu hadistnya: "Seorang hamba Allah tidak akan berpindah dua kakipun pada
hari kiamat, sampai ia mampu menjawab empat hal: umurnya bagaimana
dihabiskan, pengetahuan bagaimana diamalkan, hartanya bagaimana
dinafkahkan serta tubuhnya bagaimana digunakan atau diboroskan"
(HR.Tirmidzi).
Tubuh manusia bisa diumpamakan seperti mesin yang sangat rumit dan
tidak ada tandingannya . Seperti halnya mesin yang memiliki berbagai komponen,
maka agar mesin itu dapat selalu berjalan dengan mulus perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain perlu dipelihara dan dijaga kebersihannya, diberi waktu
beristirahat, dan digunakan dengan hati-hati sesuai dengan fungsinya. Demikian
pula tubuh manusia, yang memiliki mekanisme yang sangat rumit itu dan salah
satu segi pemeliharaan tubuh itu dengan makanan. Dan tentu saja jika fungsi
tersebut ada yang salah pada dirinya, tentu manusia harus mengoreksi dirinya.
Karena Allah tak akan menghadirkan bencana disebabkan ulah manusia itu
sendiri, seperti dalam firmanNya "Apa saja ni'mat yang kamu peroleh adalah
dari Allah dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari ( kesalahan) dirimu
sendiri" (QS.An Nissa (4) : 79).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada
Mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah
untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan
kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau
merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata,
Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi
katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allah berbuat apa saja yang Dia
kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.”
(HR. Muslim).

Diriwayatkan dari Malik Al Asy’ari dia berkata, Rasulullah Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan
hamdalah dapat memenuhi mizan (timbangan), dan bacaan subhanallahi
walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi, dan shalat adalah cahaya dan
shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al Quran adalah pedoman
bagimu.” (HR. Muslim)

Referensi :

1. Suprayatmi, Mira. Makanan dalam Pandangan Islam

2. 17 Kebaikan Kebersihan dalam Islam

Anda mungkin juga menyukai