An.G,usia 12 bulan dibawa ke UGD RSUD oleh orangtuanya karena kejang. Kejang terjadi kira
kira 1 jam yang lalu. Kejang terjadi di seluruh tubuh, mata mendelik ke atas sebanyak 1x selama
kurang kebih 5 menit. Setelah kejang berhenti anak terbangun dan menangis. Menurut ibunya, 2
hari sebelumnya anak mengalami diare. Diare sebanyak 8x sehari tanpa disertai lendir dan darah.
Kemudian diikuti demam. Demam kira kira sejak 12 jam sebelum kejang terjadi, demam tinggi
terus menerus. Pasien adalah anak kedua, dimana kakak pasien juga pernah mengalami hal yang
sama saat kakak berusia 2 tahun. Pasien tidak pernah mengalami keluhan kejang sebelumnya.
Tidak ada riwayat terjatuh dengan kepala terbentur sebelum demam, tidak pingsan, tidak
muntah, tidak nyeri kepala. Menurut ibu, selama mengandung pasien, ia rutin memeriksakan
kehamilannya ke bidan setiap 1 bulan sekali dan tidak ada keluhan atau penyulit selama
kehamilannya. Pasien lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis. Berat badan lahir 3300
gram dan panjang badan 49 cm. Pasien diberi ASI hingga pasien berusia 2 tahun, namun 6 bulan
pertama pasien tidak diberi ASI secara eksklusif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
dengan keadaan kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik
(berdasarkan Z score Berat Badan/Umur, 8,9kg/12bl), nadi:166 x/menit, regular, respirasi: 40
x/menit, dengan temperatur aksila 39 oC. Pada pemeriksaan THT, hidung terdapat sekret di
kedua mukosa hidung. Pemeriksaan thoraks dbn. Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi,
bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kaku
kuduk dan rangsang meningeal lainnya negatif. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan lekosit
21.500/mmk.
STEP 1
1) Kejang : Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.
2) Z Score : Ambang batas normal yang digunakan untuk mengetahui batas normal status
gizi anak
3) Demam : Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin 1 (IL
– 1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas
4) ASI : Cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara ibu berupa makanan alamiah atau
susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang diproduksi sejak masa kehamilan.
5) Distensi : Proses peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan
tekanan dalam perut dan menekan dinding perut.
6) Compos Mentis : Keadaan sadar penuh dimana pasien tidak mengalami disorientasi
tempat dan waktu maupun kekacauan verbal
7) Rangsang Meningeal : Indikasi bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub
arachnoid terdapat benda asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak.
Terdapat 4 perasat yang dilakukan berupa Brudzinsi 1,2,3,4 dan Kernig sign
STEP 2
STEP 3
5. Adakah hubungan diare dan demam dengan kejang yang dialamai oleh pasien
Dehidrasi merupakan komplikasi dari kejadian diare yang disebabkan karena tubuh
mengalami kehilangan cairan 40-50 ml/kg berat badan. Pasien dengan dehidrasi
mengalami kekurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengakibatkan demam, karena
cairan dan elektrolit ini merupakan komponen yang sangat berpengaruh dalam
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior, sehingga jika pasien mengalami
dehidrasi maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior akan mengalami
gangguan. Apabila anak kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-
elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses metabolisme di
hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga kekurangan cairan dan
elektrolit mempengaruhi fungsi hipotalamus anterior, dalam mempertahankan
keseimbangan termoregulasi dan akhirnya menyebabkan demam.
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
6. Apakah pemberian ASI eksklusif berpengaruh dengan keluhan yang dialami pasien ?
Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian makan,
dimana bayi sudah diberi makan selain ASI ( Air Susu Ibu ) sebelum berusia 4 bulan
(Susanti, 2004). Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena
alasan sebagai berikut;
a. Pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,
b. Bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat
diperoleh dari ASI ,
c. Adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh
bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman
kepada bayi tidak steril.
Berbeda dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan
makanan yang paling sempurna. Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurang-
kurangnya 4-6 bulan akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan
karena adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan ASI (dalam jumlah yang
sedikit). Selain itu ASI juga selalu aman dan 10 bersih sehingga sangat kecil
kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk ke dalam tubuh bayi.
a. Pasien dengan keadaan kompos mentis, artinya disini pasien sadar sepenuhnya,
baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya
b. Keadaan umum tampak sakit sedang,
c. Status gizi baik (berdasarkan Z score Berat Badan/Umur, 8,9kg/12bl),
d. Nadi 166 x/menit, regular
Denyut nadi pada bayi termasuk ke dalam takikardi, karena normalnya pada usia
bayi denyut nadinya 120 – 160 x / menit. Bila frekuensi nadi lebih dari 160 kali
per menit, disebut takikardia (pulsus frequent); sedangkan bila frekuensi nadi
kurang dari 100 kali per-menit, disebut bradikardia (pulsus rarus).
e. Respirasi 40 x/menit
Respirasi pada bayi termasuk ke dalam Normal. Frekuensi pernapasan pada bayi
usia 6 - < 2 tahun adalah 30 - 50 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang
dari 35 kali per menit, disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari 50 kali
permenit, disebut takipneu.
f. Temperatur aksila 39 ºC
Temperatur suhu pada pasien termasuk febris. Suhu tubuh yang normal adalah
36,6-37,2°C.
g. Pada pemeriksaan THT, hidung terdapat sekret di kedua mukosa hidung.
Sekret serous merupakan sekret hidung encer yang sering ditemukan pada pasien
dengan rhinitis alergi dan rinitis vasomotor. Jenis sekret ini terdiri atas protein
pembuluh darah yang bocor dari pembuluh darah yang permeabel dan sering
terjadi pada kasus alergi. Sekret purulen (nanah) merupakan sekret yang bersifat
kental, putih kekuningan dan kadang berbau busuk. Sekret purulen sering
ditemukan pada penderita sinusitis yaitu inflamasi mukosa sinus paranasal dengan
penyebab utamanya infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.
h. Pemeriksaan thoraks dbn.
Pemeriksaan abdomen tidak tampak distensi, bising usus normal, hepar dan lien
tidak teraba.
i. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kaku kuduk dan rangsang meningeal
lainnya negatif.
j. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan lekosit 21.500/mmk = leukositosis. Bayi
yang baru lahir umumnya memiliki jumlah leukosit antara 9.000–30.000 per
mikroliter (mcL) darah. Rentang jumlah leukosit normal ini akan berubah seiring
dengan bertambahnya usia hingga hanya menjadi 5.000–10.000 mcL saat dewasa.
Leukositosis umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut:
Respon tubuh untuk melawan infeksi bakteri, virus, ataupun alergen;
Dampak dari konsumsi obat-obatan tertentu;
Kelainan sistem kekebalan tubuh (autoimun) yang meningkatkan produksi sel
darah putih; dan
Adanya gangguan di sumsum tulang yang menyebabkan produksi sel darah
putih tidak normal.
STEP 4
Kejang Demam
Penegakan
Diagnosis dan
Diagnosis Banding
STEP 5
1. Etiologi dan faktor risiko
2. Patofisiologi
3. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
4. Tatalaksana
5. Komplikasi dan prognosis
6. Peran dokter keluarga
7. AIK
DAFTAR PUSTAKA
1. Company WS. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2010.
2. Wiji, R.N. ASI dan pedoman Ibu Menyusui. Yogyakarta : Nuha Medika; 2013
3. Bahar, As’ari. Wuysang, Devi. Clinical Skills lab VI : Pemeriksaan Neurologik Lainya.
Makassar : Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2017
4. Kania N. Kejang pada Anak. Bandung : Klinik Penanganan Kejang pada Anak di AMC
Hospital; 2007.
5. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana pada Anak Usia Satu Tahun. Jurnal Medula.
September 2013; Vol 1 (1)
6. Wijayanti W. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare
pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesma Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta
[skripsi]. Surakarta : Fakultas Kedokteran Uniersiras Sebelas Maret; 2010
7. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014
8. The International League Againts Epilepsy (ILAE), 1993. Guidelines for epidemiologic
studies on epilepsy. Epilepsia. 34:592–596 3
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Kejang Demam Apakah Menakutkan?. Diambil
dari http://www.idai.or.id/tips/artikel.asp?q=2009421101559 [Diakses pada tanggal 11
September 2013]
10. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
11. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta
Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
12. Unit kerja koordinasi neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan penerbit IDAI. Jakarta, 2006.
13. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis. Badan penerbit
IDAI. Jakarta, 2010.
14. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
: Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.