Anda di halaman 1dari 18

1.

Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi Obsessive-Compulsive Disorder

Epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi seumur hidup


gangguan pbsessif kumpulsif adalah sebsar 2-3%. Pria biasanya mengembangkan OCD antara
usia 6 dan 15 tahun, wanita biasanya mengambangkan ocd antara usia 20 dan 29 tahun. Beberapa
penelti talah memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif ditemukan pada sebanyak 10%
pasien rawat jalan diklinik psikiatrik. Hal itu menyebabkan ocd sebagai diagnostic tersering
keempat setelah fobia, Gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresif berat. Suatu studi
dswedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien ocd menunjukan perbaikan, banyak
juga yang terus berlanjut mempunyai gejala gangguan ini sepanjang hidup mereka.

2.Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan Faktor risiko Obsessive-Compulsive


Disorder

Penyebab gangguan obsesif-kompulsif bersifat multifactor dda kecenderungan genetik,


karena 45 hingga 65% dari varians OCD disebabkan oleh faktor genetik. Pada tikus dan
percobaan manusia, NMDA yang bermutasi dapat menyebabkan peningkatan perilaku
seperti OCD. Misalnya, mutasi pada subunit NMDA "NR2" telah dikaitkan dengan
ketakutan akan kontaminasi dan pembersihan kompulsif. Ketidakmampuan untuk
mengatasi ketidakpastian, peningkatan rasa tanggung jawab serta pemikiran magis
tampaknya membuat mereka cenderung kebiasaan obsesif-kompulsif.
Awal OCD tiba-tiba yang didahului oleh infeksi Streptococcus telah dikenal sebagai
PANDAS (gangguan neuropsikiatri autoimun anak yang terkait dengan infeksi
streptococcal). Sama seperti paduan suara Sydenham dapat hadir sebagai sekuel dari
infeksi Streptococcus, teori di balik OCD mirip dengan infeksi strep, melalui mimikri
molekuler, menyebabkan antibodi autoimun terhadap ganglia basal yang mengarah pada
pikiran obsesif dan kebiasaan kompulsif. Namun, istilah PANDAS tidak menguntungkan
sebagai pengganti gejala neuropsikiatrik akut masa kanak-kanak (CANS), yang
memungkinkan pengembangan OCD pada populasi anak dapat disebabkan oleh sumber
lain daripada Strep, seperti metabolit dan racun.

Meskipun penyebab definitifnya tidak dapat ditentukan, faktor risikonya antara lain:

a. Faktor Biologis
Neurotransmiter serotonin.  Davison & Neale menjelaskan bahwa salah satu
penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan
neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Banyak uji coba kinis
yang telah dilakukan menyokong hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan
bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai penyebab
gangguan obsesif-kompulsif.
Neurotransmitter noradrenergik. Baru-baru ini, lebih sedikit bukti yang ada
untuk disfungsi sistem noradrenergik pada gangguan obsesif kompulsif. Laporan tidak
resmi menunjukkan sejumlah perbaikan gejala gangguan obsesif-kompulsif dengan
klonidin oral.
Neuroimunologi. Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokkus dengan
gangguan obsesif kompulsif. Infeksi streptokokkus grup A beta hemolitik dapat
menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10-30% pasien mengalami chorea sydenham
dan menunjukkan gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi biasanya terjadi pada usia
sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut pediatric
autoimmune neuropsychiatric disorder associated with streptococcal infection
(PANDAS). Beberapa penelitian melaporkan kejadian gangguan obsesif-kompulsif
dengan atau tanpa gejala tik pada anak dan dewasa muda mengikuti infeksi streptokokkus
grup A. Sedikit laporan yang menyampaikan bahwa virus herpes simpleks menjadi
penyebab timbulnya gangguan obsesif kompulsif.
Studi pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai
contoh PET (positron emission tomography), telah menunjukkan peningkatan aktifitas
(contohnya, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (terutama
kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Terapi
farmakologis dan perilaku dilaporkan dapat membalikkan abnormalitas ini. Baik
tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah
menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif
dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Temuan ini menunjukkan
hipotesis bahwa gejala OCD didorong oleh gangguan penghambatan intracortical dari
sirkuit orbitofrontal-subkortikal spesifik yang menengahi emosi yang kuat dan respon
otonom untuk emosi.
Genetik. Data genetik yang tersedia mengenai gangguan obsesif kompulsif
menyokong hipotesis bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik yang signifikan.
Meskipun demikian, data ini belum membedakan pengaruh budaya dan efek perilaku
terhadap transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk gangguan ini secara konsisten
menemukan angka kejadian bersama yang lebih tinggi bermakna untuk kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot. Penelitian keluarga pada pasien gangguan
obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35% kerabat derajat pertama pasien gangguan
obsesif-kompulsif juga mengalami gangguan ini.

b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari. Stimulus
yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau kecemasan melalui proses
pembelajaran responden yaitu dengan memasangkannya dengan peristiwa yang
berbahaya sifatnya atau menimbulkan kecemasan. Dengan demikian objek dan pikiran
yang sebelumnya netral menjadi stimulus yang dipelajari yang mampu mencetuskan
kecemasan atau ketidaknyamanan.
Kompulsi dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menemukan
bahwa suatu tindakan tertentu mengurangi kecemasan yang melekat dengan pikiran
obsesional, ia akan mengembangkan strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik untuk mengendalikan kecemasannya. Secara bertahap,
karena efisiensinya dalam mengurangi dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti pola perilaku kompulsif
yang dipelajari.

c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif berbeda dengan gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar orang dengan gangguan obsesif-kompulsif
tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak perlu
atau tidak cukup untuk menimbulkan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15
sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki ciri obsesional pramorbid.
Faktor psikodinamik. Sigmund Freud asalnya mengonsepkan keadaan yang
sekarang kita sebut gangguan obsesif kompulsif sebagai neurosis obsesif kompulsif. Ia
menganggap terdapat kemunduran defensif dalam menghadapi dorongan oedipus yang
mencetuskan kecemasan. Ia mendalilkan bahwa pasien dengan neurosis obsesif
kompulsif mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase anal. Walaupun terapi
psikoanalitik tidak akan mengubah obsesi atau kompulsi yang berkaitan dengan penyakit
secara langsung, tilikan psikodinamik dapat memberikan banyak bantuan dalam
memahami masalah dengan kepatuhan terapi, kesulitan interpersonal, dan masalah
kepribadian yang menyertai gangguan aksis I. Meskipun gejala gangguan obsesif
kompulsif dapat didorong secara biologis, pasien dapat menjadi tertarik untuk
mempertahankan simtomatologi karena adanya keuntungan sekunder. Contohnya, pasien
laki-laki yang ibunya tinggal di rumah untuk merawatnya, secara tidak sadar dapat ingin
bertahan pada gejala gangguan obsesif kompulsifnya karena gejala tersebut berarti ibunya
tetap memperhatikannya. Kontribusi pemahaman psikodinamik lannya melibatkan
dimensi interpersonal. Sejumlah studi menunjukkan bahwa kerabat akan mengakomodasi
pasien melalui partisipasi aktif di dalam ritual atau modifikasi kegiatan rutin sehari-hari
yang signifikan. Bentuk akomodasi keluarga ini berhubungan dengan tekanan di dalam
keluarga, sikap penolakan terhadap pasien, dan fungsi keluarga yang buruk. Seringkali
anggota keluarga terlibat dalam upaya mengurangi kecemasan pasien atau
mengendalikan ekspresi kemarahan pasien. pola keterkaitan ini dapat terinternalisasi dan
dimunculkan ketika pasien memasuki lingkungan terapi. Akhirnya satu kontribusi
pemikiran psikodinamik lainnya adalah mengenali presipitan yang memulai atau
memperberat gejala. Seringkali kesulitan interpersonal meningkatkan kecemasan pasien
sehingga juga meningkatkan simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa gangguan
obsesif kompulsif dapat dicetuskan oleh sejumlah stressor lingkungan khususnya yang
melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau perawatan anak oleh orang tua. Pengertian
akan stresor tersebut membantu klinisi dalam rencan terapi keseluruhan yang membuat
stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-
kompulsif dianggap sebagai regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual
anal. Ketika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
kecemasan, mereka akan mengalami regresi ke tahap yang berhubungan dengan fase
anal. Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
adalah derajat preokupasi yang mereka alami terhadap agresi atau kebersihan baik secara
nyata dalam gejala maupun hubungan yang terletak dibaliknya. Dengan demikian
psikogenesis gangguan obsesif kompulsif dapat terletak pada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan normal terkait fase perkembangan anal-sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah hasil langsung perubahan ciri kehidupan
impuls. Ambivalensi merupakan ciri penting pada anak normal selama fase
perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian yang kejam pada
objek yang sama, kadang-kadang bersamaan. Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
sering secara sadar mengalami cinta dan benci pada suatu objek. Konflik emosi yang
berlawanan ini terlihat pada pola perilaku melakukan dan tidak melakukan pola perilaku
dan di dalam keraguan yang melumpuhkan dalam menghadapi pilihan.
Pikiran magis. Di dalam pikiran magis, regresi membuka cara berpikir awal
bukannya impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi.
Kelekatan terhadap pikiran magis merupakan omnipotensi pikiran. Banyak pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif yakin bahwa hanya dengan memikirkan suatu peristiwa di
dunia eksternal, mereka dapat menyebabkan suatu peristiwa terjadi tanpa tindakan fisik
perantara. Perasaan ini menyebabkan mereka takut memiliki pikiran agresif.
FAKTOR RISIKO
• Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan
atau kehilangan masa kanak-kanaknya
• Faktor neurobiology dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia dan singulum
• Individu yang memiliki intensitas stress yang tinggi
• Riwayat gangguan kecemasan
• Depresi
• Individu yang mengalami gangguan seksual
3.Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Obsessive-Compulsive Disorder

Kemajuan ilmu pengetahuan telah menyebabkan pemahaman tentang obsesif-


kompulsif gangguan dari neuropsikologis pendekatan, apalagi dengan perkembangannya
teknologi neuroimaging. Banyak penelitian telah menunjukkan obsesif-kompulsif itu
gangguan terkait dengan abnormal berfungsi di area otak tertentu. Banyak ahli sejalan
dengan bagian dari area otak yang terkait erat dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
korteks orbitofrontal (terletak tepat di atas mata) dan inti kaudatus (biasa disebut basal
ganglia). Bagian ini merupakan bagian dari sirkuit otak mengubah informasi sensorik
menjadi pemikiran dan tindakan. Comer (2010) menjelaskan bahwa file sirkuit otak dimulai
dari korteks orbitofrontal, area otak yang terkait dengan primitif manusia dorongan hati
seperti seks, kekerasan, dan lainnya impuls primitif. Dorongan itu kemudian akan bergerak di
inti berekor yang bertindak sebagai filter yang hanya mengirimkan yang terkuat impuls ke
talamus. Ketika impuls mencapai talamus, individu dirangsang untuk berpikir lebih jauh
tentang mereka dan pemicu untuk bertindak. Untuk individu dengan gangguan obsesif-
kompulsif, area korteks orbitofrontal dan inti kaudatus menjadi terlalu aktif; sebagai
konsekuensinya, itu kemudian timbul kekacauan di antara pikiran-pikiran dan tindakan
merepotkan.

4.Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding Obsessive-Compulsive


Disorder

Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1) Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami,
pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang
berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan-
bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional adalah
keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental
(misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang berulang yang
dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi,
atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi
perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik
dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas
berlebihan.
2) Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi atau
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-
anak
3) Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu
(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas
normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang
biasanya.
4) Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya
(misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan, menarik rambut
jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan
dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis,
preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan
bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).
5) Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama
sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:


a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau Tindakan kompulsif, atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
 Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
 Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
 Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
 Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. penderita
gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya
penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama
episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi
episode akut dari gangguan tersebut maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang
timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak
ada gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis
yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.
e. Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau
gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik:
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan perbuatan),
yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu menyebabkan
penderitaan (distress).

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)


Pedoman Diagnostik:
a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci tangan),
memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi
bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya
atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan
tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam dalam
sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan
kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik:
a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta
tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama
menonjol, yang umumnya memang demikian.
b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis
F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda terhadap pengobatan.
Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi perilaku.

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

Diagnosis banding

Berdasarkan Sadock B.J. and Virginia, A.S. (2010) diagnosis banding untuk penderita
dengan gangguan obsesif kompulsif yaitu:
• Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding
adalah gangguan Tourette, gangguan “tic” lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan
kadang-kadang trauma serta komplikasi pascaensefalitis. Gejala khas gangguan Tourette
adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette
dan gangguan obsesif kompulsif memiliki awitan dan gejala yang serupa. Sekitar 90
persen orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua
pertiga memenuhi kriteria diagnostik gangguan obsesif kompulsif.
• Kondisi Psikiatri Lain
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-
kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan
gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dengan
skizofrenia yaitu tidak adanya gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan
tilikan pasien terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak
memiliki derajat hendaya fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif. Fobia dibedakan yaitu tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan
kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai gagasan obsesif, tetapi
pasien yang hanya dengan gangguan obsesif-kompulsif gagal memenuhi kriteria
diagnostik untuk gangguan depresif berat.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan gangguan
pengendalian impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan ini, pasien memiliki pikiran yang berulang (contoh kepedulian akan tubuh) atau
perilaku berulang (contohnya mencuri).

Berdasarkan Maramis (2005) diagnosis banding orang dengan gangguan obsesif


kompulsif yaitu:
• Nerosa fobik
Pada nerosa obsesif kompulsif dan pada nerosa fobik terdapat kecemasan. Pada
umumnya penderita dengan nerosa fobik takut akan bahaya yang datang dari obyek atau
keadaan luar dan mengawasi ketakutannya dengan menghindari obyek atau keadaan itu.
Pada nerosa obsesif kompulsif, pikiran dan dorongan yang menimbulkan rasa takut itu
timbul dari dalam penderita dan ia menghilangkan ketakutannya dengan menuruti pikiran
dan dorongan itu. Kadang-kadang memang sukar untuk membedakan dengan jelas antara
nerosa fobik dan nerosa obsesif kompulsif.
• Depresi
Pada penderita obsesi dan kompulsi kadang-kadang timbul juga depresi, tetapi
penderita dengan depresi telah menyerah dan tidak mempunyai harapan lagi, penderita
dengan obsesi dan kompulsi masih melawan dan masih mempunyai harapan. Penderita
dengan depresi cenderung menarik diri dari pergaulan. Pada penderita obsesi dan
kompulsi hubungan emosional dengan orang lain masih tetap, hanya ia ambivalen.
• Skizofrenia
Penderita tidak sadar akan gangguannya, ia yakin akan kebenaran pikiran dan
tindakannya. Isi pikiran seseorang dengan obsesi kompulsi kadang-kadang bizar (aneh),
tetapi ia tetap ada hubungan dengan kenyataan, tidak menarik diri dari pergaulan dan
afeknya tetap wajar. Penderita dengan nerosa obsesif kompulsif yang keras kadang-
kadang memang sepintas lalu mirip skizofrenia.
5.Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana farmakologi dan Non Farmakologi
Obsessive-Compulsive Disorder

Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam rentang
dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu
pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu
untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan
obat antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan tampaknya
mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar adalah memulai dengan
obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan
kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti
Fluoxetine (Prozac).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang
membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan
efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.
SSRI. Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama
pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin.
Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya:
fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi
neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan
menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Penggunaan Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku
stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan
ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat
penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping
yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri
kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat
selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter
lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek.
Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan
fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada
gangguan obsesif dan gejala cemas.
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamine oksidase (MAOI,
monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).

a. Exposure and Response Prevention


Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh Victor Meyer
(1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang menimbulkan
tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan
diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya menghadapi
stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga memungkinkan kecemasan menjadi
hilang.

b. Terapi Keluarga (Family therapy)


Terapi keluarga merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila pada
keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga, kesukaran
dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau peran anggota
keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan fungsi masing-masing
individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka panjang akan berakibat buruk
pada anak OCD.
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi, menggunakan
semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam keluarga. Menilai
tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi tingkah laku yang baik dan
membina pengaruh tingkah laku yang positif dari setiap individu.

c. Terapi perilaku (Behavior therapy)


Leonardo mengatakan (Majahudin, 1995) bahwa teknik terapi perilaku yang
khusus digunakan untuk pasien anak usia lebih tua dan remaja dengan gangguan OCD
adalah latihan relaksasi dan response prevention technique.
Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi yang
lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal dan fakto
eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian mengawasi
tingkah laku pasien dala menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan, menghindari
timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan pasien saat timbul gejala OCD harus
diperiksa secara teliti.
Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja (Majahudin, 1995):
• Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien diminta untuk
memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar. Ketika pikiran obsesi muncul,
maka terapi akan meminta pasien untuk menghentikan pemikiran itu, misalnya
dengan cara memukul maja, atau menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal
ini dilakukan di rumah atau di mana saja.
• Response prevention technique
Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang menyebabkan
dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika rangsangan kompulsif muncul
maka pasien secara aktif diberanikan untuk melawan tingkah laku kompulsif, sering
dengan mengalihkan perhatian pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin
dilakukan misalnya dengan memukul meja.
• Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan gejala
obsesif dan kompulsif. Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni
dengan menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya
pisau, hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-pelan samapai
ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.

Psikoterapi
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif yang tergolong resisten terhadap upaya pengobatan,
baik farmakoterapi maupun psikoterapi. Meskipun gangguan obsesif-kompulsif didasari oleh
faktor biologik, gejala obsesif-kompulsif mungkin mengandung makna psikologis yang kuat
sehingga pasien menolak pengobatan. Oleh karena itu, penelusuran psikodinamik tentang
resistensi yang ditunjukkan pasien dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan.1

Beberapa psikoterapi yang dapat dijadkan pilihan adalah psikoterapi suportif, terapi perilaku
terapi kognitif perilaku, adan psikoterapi dinamik.1

6.Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis Obsessive-Compulsive


Disorder

Komplikasi

Gejala-gejala gangguan obsesif kompulsif dapat berkembang menjadi komplikasi


serius ketika penderita mengabaikannya. Walau terdapat kemungkinan gejala dapat membaik
dan hilang, selalu ada pula potensi untuk gejala dapat memburuk dan berakibat pada
komplikasi seperti:
 Dermatitis kontak, jenis gangguan kesehatan kulit yang dapat terjadi sebagai akibat
mencuci tangan berlebihan dan terlalu sering terus-menerus.
 Kualitas hidup secara keseluruhan menurun dan bahkan semakin buruk.
 Terhambatnya kegiatan sekolah, bekerja dan aktivitas sosial.
 Timbul keinginan atau pikiran mengakhiri hidup (bunuh diri).
 Memiliki masalah pada hubungan sosial dengan orang terdekat.
Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset gejala
yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset gejala setelah suatu
peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang
sanak saudara. Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali
terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan
tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut
diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit
yang konstan.
Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan tidak dapat
melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif mungkin
tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebih karena harus melakukan ritual pengecekan
mereka. Mereka seharusnya dapat melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada
mengikuti pikiran obsesinya dan tindakan kompulsif nya.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki
gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan)
pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan
di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan
adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang
baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus,
dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan
prognosis.

7.Mahasiswa mampu menjelaskan tinjauan islam berkaitan dengan scenario dan peran
dokter keluarga terkait

Aik

Allah s.w.t. berfirman dalam surat Ar- Rad ayat 28 yang artinya:

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ar-Ra’d (13):
28).
Keamanan dan ketentraman dalam jiwa seseorang akan tercipta karena keimanannya
yang tulus kepada Allah. Allah senantiasa menaungi dan member pertolongan kepada orang-
orang beriman. Dengan demikian, ia akan merasakan Allah selalu bersamanya.
Orang yang beriman tidak akan merasa takut kepada sesuatu pun di dunia ini. Ia
mengetahui bahwa ia tidak akan tertimpa oleh suatu keburukan kecuali jika itu sudah menjadi
kehendak Allah. Oleh karena itu, mukmin yang tulus imannya adalah manusia yang tidak
dapat dikuasai oleh rasa takut dan cemas. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia
berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah:112).

PERAN DOKTER KELUARGA


Memberikan edukasi kepada keluarga pasien. Keluarga pasien yang mengalami gangguan
obsesif kompulsif sering mengalami putus asa dengan perilaku pasien sehingga dalam
penatalaksanaan harus mencakup perhatian terhadap keluarga melalui dukungan emosi,
penjelasan dan nasehat bagaimana cara menghadapi pasien. Anggota keluarga dapat tanpa
disadari berperan dalam timbulnya gejala maupun dalam mengurangi gejala. Pada kebanyakan
kasus, pendidikan pengenalan kondisi pasien dan cara berespon yang sesuai dapat menolong
pasien dalam menghadapi masalahnya. Sikap yang harus diusahakan keluarga antara lain
mendukung penurunan gejala tetapi tidak mengkritik adanya eksaserbasi gejala yang timbul serta
menyadari bahwa terapi yang sedang dijalani pasien membutuhkan proses yang bertahap.
Keluarga hendaknya memperbaiki ekspresi emosinya. Tiga ekspresi emosi yang harus dihindari
adalah: hostility, criticism, over involvement.

DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
2. Jakart: EGC. 2010
2. Greenberg, W.M. and David, B., 2015. Medscape. Obssesive-Compulsive Disorder.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview#a5
3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Cetakan Ke-2. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2013
4. National Alliance on Mental Illness (NAMI), 2015. Obsessive-Compulsive Disorder.
Available at: https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions/Obsessive-
Compulsive-Disorder/Overview
5. Obssessive Compulsive Disorder-United Kingdom, 2015. Understanding What Drives OCD.
Available at: http://www.ocduk.org/understanding-ocd
6. Willy F. Maramis, Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press. 2009

Anda mungkin juga menyukai

  • Pakar Blok 5.1
    Pakar Blok 5.1
    Dokumen28 halaman
    Pakar Blok 5.1
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Paruuuuuuuuuuuuuu
    Paruuuuuuuuuuuuuu
    Dokumen2 halaman
    Paruuuuuuuuuuuuuu
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Rada
    Rada
    Dokumen1 halaman
    Rada
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Visi Misi Puskesmas
    Visi Misi Puskesmas
    Dokumen2 halaman
    Visi Misi Puskesmas
    syihab
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kamis
    BAB II Kamis
    Dokumen66 halaman
    BAB II Kamis
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Sopi
    Sopi
    Dokumen2 halaman
    Sopi
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Step 11
    Step 11
    Dokumen1 halaman
    Step 11
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Bugy
    Bugy
    Dokumen1 halaman
    Bugy
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Tutor 2.2
    Tutor 2.2
    Dokumen1 halaman
    Tutor 2.2
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Step 77777
    Step 77777
    Dokumen1 halaman
    Step 77777
    syihab
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Dhin Kirim Cophie
    Dhin Kirim Cophie
    Dokumen3 halaman
    Dhin Kirim Cophie
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Blok 13
    Blok 13
    Dokumen18 halaman
    Blok 13
    syihab
    Belum ada peringkat
  • BLOK 13 2.1 Dhin Syihabudin
    BLOK 13 2.1 Dhin Syihabudin
    Dokumen12 halaman
    BLOK 13 2.1 Dhin Syihabudin
    syihab
    Belum ada peringkat
  • Rekap Tahsin Kelompok L2
    Rekap Tahsin Kelompok L2
    Dokumen4 halaman
    Rekap Tahsin Kelompok L2
    syihab
    Belum ada peringkat