Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Diajukan dalam Rangka Tugas Program Internsip Dokter Indonesia


di RSUD dr. Tengku Mansyur Kota Tanjung Balai

Disusun oleh :
dr. Eninta Sri Ukur

Dokter Pembimbing

dr. Isma Ninda Ningsih


NIP. 1940406 200604 2 002

1
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. klasifikasi
III. Etiologi
IV. Klasifikasi
V. Manifestasi Klinis
VI. Pemeriksaan penunjang
VII. Tatalaksana8
VIII. Komplikasi
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
II. ANAMNESIS
III. PEMERIKSAAN FISIK a. Status generalis
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VI. PENATALAKSANAAN
VII. PROGNOSIS
III. FOLLOW UP
BAB IV
KESIMPULAN7
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya
infeksi intrakranial atau penyebab lain. Kejang demam dapat menyebabkan banyak
gangguan seperti gangguan tingkah laku, penurunan intelegensi dan peningkatan
metabolisme tubuh. Berbagai gangguan ini jika terjadi terus menerus dan berlangsung
dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kekurangan glukosa, oksigen dan
berkurangnya aliran darah ke otak. Akibatnya kerja sel akan terganggu dan dapat
menyebabkan kerusakan neuron serta retardasi mental. Tiga puluh persen kasus kejang
demam akan terulang lagi pada penyakit demam selanjutnya dan jika sudah terdapat
kelainan struktural otak dapat meningkatkan risiko terjadinya epilepsi.

Insiden terjadinya kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2%


sampai 5%. Angka kejadian kejang demam di Asia meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Kejadian kejang demam di Jepang berkisar
8.3% sampai 9.9%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.2,3 Angka
kejadian kejang demam di Indonesia sendiri mencapai 2% sampai 4% tahun 2008
dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan. Angka kejadian di wilayah
Jawa Tengah sekitar 2% sampai 5% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun disetiap
tahunnya. Sekitar 25% Universitas Sumatera Utara 2 sampai 50% kejang demam akan
mengalami bangkitan kejang demam berulang.1,8

Pada penelitian Fuadi tahun 2010, didapatkan sebagian besar anak dengan
bangkitan kejang demam didahului lama demam kurang dua jam dan usia pertama kali
kejang pada kelompok kasus diketahui sebagian besar adalah kurang dari 2 tahun.2
Studi menemukan bahwa anak dengan kejang demam yang terjadi dalam 1 jam setelah
diketahui demam (yaitu, onset) memiliki risiko lebih tinggi untuk epilepsi berikutnya
daripada anak dengan kejang demam yang terkait durasi demam yang lebih lama.
Kejang demam mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan otak,

3
retardasi mental, kelumpuhan dan dapat berkembang menjadi epilepsi sebesar 2%
sampai 10%.3,5 Satu studi menemukan bahwa pasien dengan dua ciri kompleks
(misalnya, berkepanjangan dan fokal) lebih lanjut meningkatkan risiko menjadi
epilepsi8

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38℃
biasanya terjadi pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini. (Ridha,2017). Kejang
demam yang sering disebut step, merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang
bayi ataupun anak mengalami demam tanpa infeksi sestem saraf pusat yang dapat
timbul bila seorang anak mengalami demam tinggi

II. klasifikasi
Menurut American Academy of Pediatrics kejang demam dibagi menjadi dua
jenis diantaranya adalah simple febrile seizureatau kejang demam sederhana dan
complex febrile seizure atau kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
adalah kejang general yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik) serta tidak berulang 10 dalam waktu 24 jam dan
hanya terjadi satu kali dalam periode 24 jam dari demam pada anak yang secara
neorologis normal. Kejang demam sederhana merupakan 80% yang sering terjadi di
masyarakat dan sebagian besar berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat berhenti
sendiri. Sedangkan kejang demam kompleks memiliki ciri berlangsung selama lebih
dari 15 menit, kejang fokal atau parsial dan disebut juga kejang umum didahului
kejang parsial dan berulang atau lebih dari satu kali dalam waktu 24 jam., pada
kejang demam sederhana umumnya terdiri dari tonik umum dan tanpa adanya
komponen fokus dan juga tidak dapat merusak otak anak, tidak menyebabkan
gangguan perkembangan, bukan merupakan faktor terjadinya epilepsi dan kejang
demam kompleks umumnya memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan rawat inap
24 jam. 2,4
III. Etiologi
menjelaskan bahwa penyebab kejang demam hingga saat ini belum diketahui
dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi dikarenakan
pada suhu yang tidak terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kejang. Kondisi yang

5
dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai
aringan ekstrakranial seperti otitis media akut, bronkitis dan tonsilitis

Faktor –faktor perinatal, malformasi otak kongenital


a. Faktor genitika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang
demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis,
tonsillitis, otitis media.
2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus
penyebab demam berdarah).
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada
waktu sakit dengan demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolism seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula
darah kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang
dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau
hiperglikemia.
e. Trauma.
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera
kepala
f. Neoplasma,toksin.
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun,
namun mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari
kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika insiden
penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi.
h. Penyakit degeneratif susunan saraf 3

6
IV. Klasifikasi
untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
terpenting adalah glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantara fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipercah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya
konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah,
sedangkan di luar sel terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan demam kenaikan
suhu 1 derajat Celcius akan mengakibatkan kenaikan 13 metabolisme basar 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Faktor genetik merupakan
peran utama dalam ketentanan kejang dan dipengaruhi oleh usia dan metoritas otak.
Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi hipoksemia., hiperkapnia,
asidodosis laktat disebabkan oleh matabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot
meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada neuron dan terdapat
gangguan perederan darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggalkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapatkan serangan kejang sedang berlangsung lama di
kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang
demam yang berlansung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi

7
V. Manifestasi Klinis
kejang pada anak dapat terjadi bangkitan kejang dengan suhu tubuh
mengalami peningkatan yang cepat dan disebabkan karena infeksi di luar susunan
saraf pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang
demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
tonik dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri
dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk sejenak
tetap setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf. .Tanda pada anak yang mengalami kejang adalah
sebagai berikut : (1) suhu badan mencapai 39 derajat Celcius; (2) saat kejang anak
kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat terhenti beberapa saat; (3) tubuh
termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang disusul munculnya
gejala kejut yang kuat; (4) warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata
naik ke atas; (5) gigi terkatup dan terkadang disertai muntah; (6) napas dapat
berhenti selama beberapa saat; (7) anak tidak dapat mengontrol untuk buang air
besar atau kecil.

VI. Pemeriksaan penunjang


pemeriksaan penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit dan perubahan ini bisa sebab atau akibat serta merupakan ilmu terapan
yang berguna membantu petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati
pasien. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis yang
serius atau setidaknya data laboratoris yang menunjang kecurigaan klinis
Pemeriksaan penunjang pada anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan l
aboratorium pada anak yang mengalami kejang demam yang bertujuan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam dan pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum (terutama pada anak yang
mengalami dehidrasi, kadar gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium,
kadar Bloof Urea Nitrogen (BUN) dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang

8
mungkin dapat membantu adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak
yang mendapat pengobatan untuk gangguan kejang serta pemeriksaan kadar gula
darah bila terdapat penurunan kesadaran berkepanjangan setelah kejang.
2. Pungsi lumbal
pungsi lumbal merupakan pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak
yang memiliki kejang demam kompleks (karena lebih banyak berhubungan
dengan meningitis) dapat dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan dilakukan
pada anak usia 12 bulan karena tanda dan gejala klinis kemungkinan meningitis
pada usia ini minimal bahkan dapat tidak adanya gejala. Pada bayi dan anak
dengan kejang demam yang telah mendapat terapi antibiotik, pungsi lumbal
merupakan indikasi penting karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat
menutupi gajala meningitis

VII. Tatalaksana8
Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-
2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,

9
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif.
Antipiretik
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali
sehari
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
- Kejang berulang dua kali atau lebih
Dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurangdari 12 bulan
- Kejang demam lebih dari 4x/tahun
jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5,6

VIII. Komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho adalah
i. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

10
meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.
j. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan
k. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4
bulan sampai 5 tahun
l. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam2,6

1.

11
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : US
Agama : Islam
Umur : 1,8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 27 september 2021

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama: kejang demam

b. Riwayat penyakit sekarang:

Seorang pasien datang dengan keluhan kejang demam yang dialami kurang lebih
2 jam sebelum masuk IGD RSUD dr Tengku Mansyur Tanjung Balai. Kejang
Bersifat menyeluruh disertai mata mendelik Kejang dirasakan <15 menit dan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya . setelah kejang os sadar . pasien juga
batuk (+) pilek (+) selama 1 minggu terakhir . BAB dan BAK dalam batas
normal.

Riwayat penyakit dahulu:

Tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

c. Riwayat pengobatan:

novalgin

d. Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ditemukan dikeluarga yang mengeluhkan hal yang sama.


III. PEMERIKSAAN FISIK a. Status generalis

• Keadaan umum : tampak sakit sedang

12
• Kesadaran : compos mentis
• Tekanan Darah : tdp
• Nadi : 100x/menit
• Frekuensi Nafas : 22 x/ menit
• Suhu : 38,50 C
• SpO2 : 98 %

Kepala : Normocephal

Mata : Conjuctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, pharinx hiperemis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-) Thorax :


Cor :
o Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus cordis teraba intercosta IV linea midklavikularis sinistra
o Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
o Auskultas Pulmo : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
:
o Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
o Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
o Perkusi : Sonor/Sonor
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-)
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik

13
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 14/10/2021 :
WBC : 13,3 103 /µ
Lymp : 1,9 103 /µ
Mid : 1,1 103 /µ
Gran : 10.3 103 /µ
Lymp% : 14,2 %
Mid % : 8,1 %
Gran % : 77,1 %
HGB : 11,5 g/dl
RBC : 4,17 103 /µ
HCT : 13,9%
MCV : 81.4fl
MCH : 27,5 pg
MCHC : 33,9 g/dl
PLT : 179 103 /µ
KGD : 98 mg/dl

V. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Sederhana

VI. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 40 gtt/i Mikro
Inj. Cefotaxime 300mg/12jam/iv
Paracetamol drip 160 mg/6jam/iv
Inj. Fenitoin 220mg dalam Nacl 0,9% 25 cc habis dalam 30-40 menit

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

14
III. FOLLOW UP

Tanggal 28-09-2021

S : Demam (+), Kejang (-) , batuk (+)

O : KU : tampak sakit sedang

, HR : 100x/i, RR : 22x/i, T : 37,9C

A : kejang demam

P : IVFD RL 40gtt/i mikro

Paracetamol drip 160 mg/8jam/iv

Inj. Fenitoin 110 mg dalam Nacl 0,9% 15 cc

Salbutamol syr 3x 3ml

Tanggal 27-09-2021

S : Demam (-) kejang (-)


O : KU : tampak sakit sedang
HR : 94x/i, RR : 20x/i, T : 38,2C Dilakukan

A : kejang demam

P : IVFD RL 40gtt/i mikro

Paracetamol drip 160 mg/8jam/iv

Inj. Fenitoin 110 mg dalam Nacl 0,9% 15 cc

Salbutamol syr 3x 3ml

15
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang pasien datang dengan keluhan kejang demam yang dialami kurang lebih
2 jam sebelum masuk IGD RSUD dr Tengku Mansyur Tanjung Balai. Kejang Bersifat
menyeluruh disertai mata mendelik Kejang dirasakan <15 menit dan tidak ada
riwayat kejang sebelumnya . setelah kejang os sadar . pasien juga batuk (+) pilek (+)
selama 1 minggu terakhir . BAB dan BAK dalam batas normal.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit meningkat . anak didagnosis


dengan kejang demam dan diberikan terapi sesuai literatur

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang


Demam. UKK Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016.
2. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak. Sari
Pediatr. 2016;12(3):142.
3. Shinnar S, Glauser TA. Febrile seizures. J. Child Neurol. 2002;17:44– 52.
4. Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2016, Panduan Praktik klinis
neurologi, Epilepsi pada Anak,pp. 279, accessed on 06th June 2020, available at:
http://snars.web.id/ppkneurologi/ppkneurologi.pdf
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016, Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang
Demam, , Isamael, S., Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., Mangunatmadja, I. &
Handryasturi, S. (ed), Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016, Epilepsi pada Anak, Mangunatmadja, I.,
Handryastuti. S. & Risan N. M. (ed), Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta.
7. Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2017, Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer, edisi 1, cetakan 2, Kejang demam, pp. 218-221.
8. Kementrian Kesehatan RI. 2014, Kondisi Capaian Program Kesehatan Anak Indonesia,
accessed on 20th May 2020, available at:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodat in-anak.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai