1
SKENARIO I
1. PRAMAISELLA W G1A115108
2. MAULINA ANALITA GIA114004
3. AIDA FITRIYANI G1A114027
4. JAFFAR SIDIQ G1A114026
5. REGINA DWIDARTI D G1A115064
6. FEBRIMA CAHYANI G1A115065
7. BENNY KURNIAWAN G1A114030
8. TISKA ASTRINI G1A114074
9. JANNATUL ULYA G1A114087
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017/2018
SKENARIO 1
Seorang anak umur 5 tahun datang ke IGD RSUD Raden Mattaher diantar oleh
ibunya dengan keluhan demam mendadak terus menerus selama 5 hari, demam turun dengan
pemberian obat penurun panas, tapi kemudian demam kembali tinggi. Keluhan disertai mual
dan muntah, nafsu makan menurun. Keluhan batuk dan pilek disangkal. Ibunya mengatakan
anak juga sempat mimisan.
Dari pemeriksaan vital sign tekanan darah 100/60 mmHg, temperatur 38,8 oC,
frekuensi nadi 120x/menit, frekuensi nafas 30x/menit. Dari pemeriksaan kepala dan leher :
pupil isokor . RC (+/+) N. Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera ikterik (-/-).
Pemeriksaan thorak dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen : tidak ada kelainan kecuali
hepar yang teraba saat palpasi. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan petekie (-), uji torniqet
(+), akral dingin (-) . BB 18Kg TB 105 cm. Anak ini tinggal didaerah perkampungan kumuh
dan dilaporkan telah terjadi kejadian anak meninggal dunia didaerah tersebut karena gejala
yang sama.
Laboraturium :
Hemoglobin 12,0
Leukosit 3100/uL
Hematokrit 45 %
Trombosit 78000/uL
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam : peningkatan suhu tubuh diatas 37,2-38,30 C sebagai akibat dari infeksi atau
peradangan. Sebagai respon terhadap invasi mikroba, sel -sel darah putih tertentu
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen, yang memiliki
banyak efek untuk melawan infeksi dan juga bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat.
2. Mimisan : epistaksis atau yang sering disebut mimisan adalah suatu perdarahan yang
terjadi di rongga hidung yang dapat terjadi akibat kelainan lokal pada rongga hidung
ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dalam tubuh.
3. Pupil isokor : ketika dilakukan pemeriksaan diatas kedua pupil ukurannya sama
(normal)
4. Petekie : bintik-bintik merah pada permukaan kulit
5. Akral : ujung dari ekstremitas
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana makna klinis keluhan demam mendadak terus menerus selama 5 hari?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya demam ?
3. Apa saja tipe-tipe demam ?
4. Apa penyebab demam kembali tinggi meskipun telah diberi obat penurun panas?
5. Bagaimana mekanisme obat penurun panas ?
6. Bagaimanana makna klinis mual muntah dan nafsu makan menurun?
7. Mengapa perlu ditanyakan adakah keluhan batuk pilek?
8. Bagaimana mekanisme mimisan?
9. Jelaskan interpretasi dari pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik!
10. Apakah ideal anak usia 5 tahun dengan TB 105 cm dan BB 18 kg?
11. Apa hubungan keluhan anak dengan kejadian anak meninggal dunia didaerah
tersebut dengan keluhan yang sama?
12. Apa saja penyakit yang ditandai dengan demam selama 5 hari?
13. Jelaskan interpretasi dari pemeriksaan laboraturium!
14. Bagaimana alur penegakan diagnosis penyakit anak tersebut?
15. Apa diagnosis banding penyakit anak tersebut?
16. Apa yang terjadi pada anak tersebut?
17. Apa definisi dari penyakit anak tersebut?
18. Apa etiologi dari penyakit anak tersebut?
19. Apa epidemiologi dari penyakit anak tersebut?
20. Bagaimana patogenesis dan patofisiologis dari penyakit anak tersebut?
21. Apa manifestasi klinis dari penyakit anak tersebut?
22. Apa tatalaksana dari penyakit anak tersebut?
23. Apa komplikasi dari penyakit anak tersebut?
24. Apa prognosis dari penyakit anak tersebut?
25. Apa edukasi dari penyakit anak tersebut?
BRAIN STORMING
1. Bagaimana makna klinis keluhan demam mendadak terus menerus selama 5 hari?
Jawab :
Mikroorganisme masuk ke tubuh, tubuh melakukan pertahanan yaitu
fagositosis dilakukan oleh leukosit, makrofag dan limfosit. makrofag
mengeluarkan pirogen endogen. Pirogen endogen akan merangsang sel-sel endotel
hipothalamus mensekresi asam arakidonat memicu pengeluaran prostaglandin
sehingga terjadinya demam. Demam akan berlangsung selama proses fagosit
masih berlangsung.
4. Apa penyebab demam kembali tinggi meskipun telah diberi obat penurun panas?
Jawab :
karena obat penurun panas atau antipiertik yang telah diberikan hanya bereaksi
untuk mengurangi prostaglandin yang bekerja menghambat enzim COX pada
sistem saraf pusat untuk hanya menurunkan demam
10. Apakah ideal anak usia 5 tahun dengan TB 105 cm dan BB 18 kg?
Jawab :
Berdasarkan tabel status gizi anak menurut Kemenkes bahwa pasien memiliki
status gizi yang normal.
11. Apa hubungan keluhan anak dengan kejadian anak meninggal dunia didaerah
tersebut dengan keluhan yang sama?
Jawab :
Hubungan antara keluhan bisa saja memiliki keterkaitan bila dikondisikan dengan
penyakit infeksi tropis karena dibawa oleh vektor berupa nyamuk yang
menyebabkan si anak tersebut terinfeksi dan menimbulkan keluhan yang sama.
12. Apa saja penyakit yang ditandai dengan demam selama 5 hari?
Jawab :
1. Bagaimana makna klinis keluhan demam mendadak terus menerus selama 5 hari?
Jawab :
Pada saat Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh, tubuh akan melakukan
pertahanan dengan cara fagositosis yang dilakukan oleh leukosit, makrofag dan
limfosit. Pada saat melakukan fagositosis, makrofag akan mengeluarkan pirogen
endogen (IL-1, TNF alfa, IFN gamma) sebagai anti infeksi. Pirogen endogen akan
merangsang sel-sel endotel hipothalamus untuk mensekresi asam arakidonat yang
akan memicu pengeluaran prostaglandin sehingga terjadinya demam.1
Demam akan berlangsung selama proses fagosit masih berlangsung. Pada
kasus infeksi virus dengue, demam akan berlangsung cukup lama. Hal tersebut
karena virus dengue mempunyai kemampuan untuk bereplikasi di dalam limfosit
selama proses fagositosis sehingga jumlah virus akan semakin banyak yang juga
mengakibatkan sekresi sitokin juga akan meningkat. 1
Demam remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkintercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septic.2
Demam intermiten : pada tipe demam intermitten, suhu badan turun ketingkat
yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini
terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari babas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.2
Demam kontinyu: pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang tidak
berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia.2
Demam siklik : pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selam
beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk
beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu
tipe demam kadang-kadang dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu,
seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan
keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas, seperti misalnya abses ,pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria;
tetapi kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan suatu
sebab yang jelas. Bila demam disertai keadaan seperti sakit otot , rasa lemas ,
tak nafsu makan dan mungkin ada pilek, batuk dan tenggorok sakit, biasanya
digolongkan sebagai influenza atau common cold. Dalam praktek 90% dari
para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasrnya merupakan
suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis
lainnya. 2
Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan
toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga
gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian
temperature seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma, atau gangguan
sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah
dapat pula menyebabkan peningkatan temperature. Dalam praktek perlu sekali
diketahui penyakit-penyakit infeksi yang endemik dilingkungan tempat tinggal
pasien, da mengenai kemungkina infeksi import dapat dinetralisasi dengan
pertannyaan apakah pasien baru pulang dari suatu perjalanan dari daerah mana
dan tempat apa saja yang telah dikunjunginnya. Pada dasarnya untuk
mencapai kecepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain,
ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisis
yang seteliti mungkin, obsevasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan holistik.2
4. Apa penyebab demam kembali tinggi meskipun telah diberi obat penurun panas?
Jawab :
karena obat penurun panas atau antipiertik yang telah diberikan hanya bereaksi
untuk mengurangi prostaglandin yang bekerja menghambat enzim COX pada
sistem saraf pusat untuk hanya menurunkan demam.3
Pemberian antipiretik dapat menurunkan demam secara simtomatik, namun
obat ini dapat menimbulkan masking effect, misalnya pada keadaan yang terjadi
pada pasien demam berdarah Dengue. Pada pasien tersebut, penurunan panas oleh
antipiretik menimbulkan kesan bahwa penyakit telah sembuh, padahal sebenarnya
virus penyebab penyakitnya masih ada. Penderita demam yang disangka sedang
dalam masa penyembuhan karena panasnya sudah turun, ternyata luput dari
observasi dan mengakibatkan penyakitnya berlanjut semakin buruk akibat
pemberian obat penurun panas.3
10. Apakah ideal anak usia 5 tahun dengan TB 105 cm dan BB 18 kg?
Jawab :
Ideal atau tidaknya berat badan seorang anak dapat diukur menggunakan rumus
IMT (Indeks Massa Tubuh) yang dinyatakan sebagai berat badan (kg) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (m).6
Berdasarkan IMT yang telah diperoleh kemudian dicocokan dengan tabel standar
status gizi anak menurut Kemenkes tahun 2010.6
Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
Tabel 2. Standar Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U)
Berdasarkan skenario anak memiliki berat badan 18 kg dengan tinggi badan 105 cm.
Sehingga IMT anak adalah :
Berdasarkan tabel status gizi anak menurut Kemenkes bahwa pasien memiliki status gizi
yang normal dengan ambang batas (Z-score) -2 SD sampai dengan 2 SD.
11. Apa hubungan keluhan anak dengan kejadian anak meninggal dunia didaerah
tersebut dengan keluhan yang sama?
Jawab :
12. Apa saja penyakit yang ditandai dengan demam selama 5 hari?
Jawab :
Penyakit yang ditandai demam 5 hari : 2
Anak 33-38%
Pria dewasa 40-48%
Wanita dewasa 37-43%
Trombosit 78000/uL ( Trombositopenia/ <100 000/μl)
Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.000/ μl
Pada anak usia 2-5 tahun adalah 250.000-550.000/ μl
b. Pemeriksaan fisik
Vital sign : 7
o Tekanan darah : 100/60 mmHg (normal)
o Temperatur tubuh : 38,8 o C (suhu tubuh meningkat)
o Frekuensi nadi : 120x / menit (sedikit meningkat)
o Frekuensi nafas : 30x / menit ( meningkat)
Pemeriksaan kepala - leher : 7
o Pupil mata : isokor (normal)
o Reflek cahaya : (+/+) (normal)
o Konjungtiva palpebral : tidak anemis (normal)
o Sklera ikterik : (-/-) (normal)
Pemeriksaan thorax : dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen :
o Hepar teraba saat palpasi (tidak normal/perbesaran hati)
Pemeriksaan ekstremitas : 7
o Petekie : (-) (normal)
o Uji tourniquet : (+) (terdapat kebocoran trombosit dan eritrosit)
o Akral dingin : (-) (normal)
- Berat badan : 18 kg (normal)
- Tinggi badan : 105 cm (normal)
c. Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan laboratorium: 10
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis
relative ( > 45 % dari total leukosit ) disertaidengan adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15 % dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (trombosit<100.000/ul) pada hari ke 3-8
Hematokrit
Hematokrit meningkat>20% dari hematokrit awal menandakan adanya
kebocoran plasma, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Imunoserologi
- Pemeriksaan radiologis :
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithorax kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithorax. Pemeriksaan fotorongen dada sebaiknya dalamposisi lateral decubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat
pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. 2
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya). 2
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu : 12
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat
ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
Teori pertama mengatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasai virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunai kemampuan
untuk menimbulkan wabah.Teori tersebut dibuktikan oleh para peneliti di bidang
virus yang mencoba memeriksa sekuens protein virus. Penelitian secara molekular
biologi ini mendapatkan hal yang menarik. Pada saat sebelum KLB (kejadian luar
biasa), selama KLB dan setelah reda KLB ternyata sekuens protein tersebut
berbeda. 15
Hipotesis yang banyak dianut adalah infeksi sekunder virus dengue heterolog
(the secondary heterologous infection) dan setelahnya virulensi virus. Infeksi
sekunder virus dengue heterolog dimaksud diperkirakan jika terjadi dalam rentang
waktu 5 atau 6 bulan hingga 5 tahun sejak infeksi primer. Bukti – bukti yang
mendukung hipotesis ini antara lain, menghilangnya virus dengue dengan cepat
baik dari darah maupun jaringan tubuh, kadar IgG yang tinggi sejak permulaan
sakit, serta penurunan komplemen serum selama fase renjatan. Pada infeksi
sekunder heterolog, virus berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh
manosit atau makrofag, membentuk Ab non-netralising serotipe yang berperan
cross-reaktif serta kompleks Ag-Ab yang mengaktifkan sistem komplemen
(terutama C3a dan C5a) dan histamin. Reaksi sekunder setelah peningkatan
replikasi virus intra sel adalah aktivasi sistem komplemen (C3 dan C5),
degranulasi sel mast dan aktivasi sistem kinin. Patogenesis terjadinya syok
berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seseorang pasien, respons
limfosit T memori akan mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. 2,15
Disamping itu, replikasi dapat juga terjadi dalam plasmosit. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen yang dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma keluar. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya
peningkatan hematokrit dan penurunan natrium. Akibat pindahnya plasma ke
rongga tubuh seperti pleura dan cavum abdominal dapat menimbulkan efusi
pleura dan asites. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Kedua hipotesis
tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris. Sebagai respon
terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi
sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat
mengakibatkan perdarahan. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endhothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
akan menyebabkan penglepasan platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulasi intravaskular diseminata (KID), sehingga terjadi penurunanfaktor
pembekuan yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrin degradation product).
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman akibatnya terjadi
aktivasi faktor Hageman akibatnya terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercapat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat shock yang terjadi.2,15
Terap i DBD dibagi menjadi 4 bagian, (1) Tersangka infeksi dengue, (2)DBD
derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit, (3) DBD derajat II
denganpeningkatan hematokrit > 20%, (4) DBD derajat III dan IV (Dengue
SyockSyndrom). 2,5,10,14
b. Suportif
iii. Cairan intravena diperlukan apabila a) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat terjadinya syok,
b) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
2. DBD disertai syok (Dengue Syock Syndrom, derajat III dan IV)
a. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20
ml/kg secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi
tetap diberikan ringer laktat 20 ml/kg ditambah koloid 20-30 ml/kg/jam, maksimal
1500 ml/hari.
b. Pemberian cairan 10 ml/kg tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7 ml/kg dan selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda
vital baik dan adanya penurunan Ht.
d. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
ii. Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 cc/kg.
iii. Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam
volume kecil.
iv. Plasma segar beku dan suspensi trombosit digunakan untuk koreksi
gangguan koagulopati pada kadar trombosit < 50.000/mm yang disertai
perdarahan atau KID pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
3. Pemantauan
Hal yang vital dalam tata laksana DBD derajat apapun adalah pemantauan.
a. Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran hati, tanda
perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan dievaluasi untuk
menilai hasil pengobatan.
b. Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 6 jam, maksimal tiap 12 jam.
c. Keseimbangan cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung dan
jumlah perdarahan.
Pada DBD dengan syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfuse
darah apabila diperlukan. Pasien DBD perlu dirujuk ke ICU anak atas indikasi:
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana
pasien jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Prognosis sesuai penatalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.13
1. Guyton, Arthur C. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Singapore:
Elsevier Inc.
2. Sudoyo, Aru W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 6.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control.
Geneva, 2011.
4. Sumarmo Sunaryo Poorwo, 2007, Demam Berdarah (Dengue) pada Anak, hal.
34-35
5. Rampengan. 2008. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
6. Kemenkes RI. 2010. Standar Antropometri Status Gizi Anak.
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/buku-sk-antropometri-
2010.pdf Di akses tanggal 13 Agustus 2017
7. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. A. Aziz Rani, Sidartawan Soegondo. dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Cetakan ke-3. Jakarta :
Internal Publishing; 138
9. WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. New Delhi, 2008
10. Hadinegoro SR, Satari HI. 2001. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap
pelatihan bagi pelatih spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam
dalam Tatalaksana kasus DBD.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;.p.44-54.
11. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. dkk. 2002.Buku ajar infeksi
dan pediatri tropis. Edisi ke 2.Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 155-
75.
12. Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (DBD)di Indonesia.http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
fazidah3.pdf (diakses pada September 2016).
13. Sumarmo Sunaryo Poorwo, 2007, Demam Berdarah (Dengue) pada Anak, hal. 66
14. Dalal, S., and Zhukovsky D.S., 2006. Pathophysiology and Management of Fever.
J Support