Anda di halaman 1dari 18

Handis Fajar Ramadhan ( 1102015088 )

1. Memahami dan menjelaskan makro dan mikro saluran nafas atas


1.1 Makroskopis saluran nafas atas
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan
pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan
bagian-bagian dari atas ke bawah: pangkal hidung, dorsum nasi, kolumela, puncak hidung, ala
nasi, dan lubang hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis
lateralis superior, sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala
mayor, beberapa pasang kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan
oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang
masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (choanae) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares
anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrase. Tiap cavum nasi mempunyai 4 buah
dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan
krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis)
dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.

Terdapat concha - concha yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar
dan letaknya paling bawah ialah concha inferior, kemudian yang lebih kecil ialah concha media,
lebih kecil lagi ialah concha superior, sedangkan yang terkecil disebut concha ini biasanya
rudimenter.

concha inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan concha media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Di antara concha-concha dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut
meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 1


antara concha inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak di antara concha media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara concha superior dan concha media
terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior
merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior
atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
tengkorak dari rongga hidung.

Disekitar rongga hidung terdapat rongga yang diisi udara yang disebut sinus paranasalis:

 Sinus sphenoidalis : mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior


 Sinus frontalis : ke meatus media
 Sinus maxillaris : ke meatus media
 Sinus Etmoidalis : ke meatus superior dan media

Pharynx

Tuba eustachii terdapat pada nasofarings yang berfungsi menyeimbangkan udara pada kedua
sisi membrana tympani. Bila tekanan tidak sama telinga tarasa sakit, misal pada saat naik
pesawat udara. Orofarings dipisahkan dari mulut oleh fauces pada fauces Tonsila. Pada larings
farings bertemu sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Udara melalui bagian anterior ke
larings. Makanan melalui bagian posterior ke esofagus melalui epiglotis yang flexible.

Larynx

Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan yaitu satu buah os hyoid, 1 tiroid, 1 epiglotis, 2
arytenoid. Berbentuk segi lima yang disebut cavum laringis bagian atas aditus laringis sementara
bagian bawah disebut kartilago cricoid.

Disamping berfungsi sebagai saluran pernapasan juga berfungsi menghasilkan suara melalui
getaran pita suara. Larings ditunjang oleh tulang rawan:
 kartilago thyroidea
 kartilago cricoidea
Intensitas, volume atau kerasnya suara ditentukan oleh jumlah udara yang melalui pita suara.
Hasil akhir ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle.

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 2


Os.Hyoid

Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.

 Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.


 Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu.
 Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.

Cartilago Thyroid

 Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal dengan “Prominen’s
laryngis” atau Adam’s Aplle sehari-hari disebut “jakun” lebih jelas pada laki-laki.
 Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago cricoid, kebelakang
dengan arytenoid.
 Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
 Mempunyai cornu superior dan cornu inferior
 Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.
 Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.

Cartilago Arytenoid

 Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari cartilago cricoid.
 Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme
 Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus

Epiglotis

 Tulang rawan berbentuk sendok


 Melekat diantara kedua cartilago arytenoid
 Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis
 Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica

Cartilago cricoid

 Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)


 Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial
lateral
 Batas bawah adalah cincin pertama trachea
 Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior dan
lateralis

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 3


Otot ekstrinsik : m.cricoaryhtenoideus, m. Thyroepigloticus, m.thyroarytenoideus. Dipersarafi
oleh nervus laringis superior

Otot intrinsik : m.cricoarytenoideus posterior, m.cricoarytenoideus lateralis, m.arytenoideus


obliq dan transverses, m.vocalis, m.arypiglotica. Dipersarafi oleh nervus laringis inferiors.

Terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis, dalam plica vocalis ada rima glottis dan plica
vestibularis ada rima vestibularis. otot m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety
muscle of larynx, karena berfungsi menjaga agar rima glottis tetap membuka.

Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari a. karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior
concha media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,


a.etmoid, a.labialis superior, a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiessebach (Little’s area)
letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epitaksis
(perdarahan hidung), terutama pada anak.

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1).
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatina.

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 4


1.2 Mikroskopis Saluran Pernafasan Atas

Hidung
 Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak dan
jaringan ikat
 Fungsi :
 Menyalurkan udara
 Menyaring udara dari benda asing
 Menghangatkan udara pernafasan
 Melembabkan udara pernafasan
 Alat pembau
Cavum Nasi
 Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi
 Terdapat kelenjar Keringat, kelenjar Sebacea, folikel rambut dan vibrissae
 Epitel vestibulum merupakan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk yang mana
sebelum masuk fossa nasalis menjadi epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet
 Pada dinding lateral ada 3 tonjolan disebut chonca
 Chonca nasalis superior (dilapisi epitel olfaktorius atau pembau)
 Chonca nasalis media
 Chonca nasalis inferior (epitel bertingkat torak bersilia)
Fungsi chonca :

 Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi


 Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa
Epitel Respirasi
 Terdiri atas :
 Sel torak bersilia
 Sel goblet
 Sel torak dengan mikrovili
 Sel basal
 Sel sekretorik

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 5


 Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau
dikeluarkan (batuk)
 Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga
kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus
 Di bawah epitel concha inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk
menghangatkan udara inspirasi
Epitel Olfaktorius

 Kemoreseptor penghidung terletak di epitel olfaktorius, terdapat pada pertengahan atap


cavum nasi, septum nasi dan permukaan concha superior
 Epitel olfaktorius terdiri dari :
 Sel penyokong
 Sel basal
 Sel olfaktorius atau sel penghidung yang mana merupakan neuron bipolar
 Silia olfaktorius mirip reseptor sangat sensitif terhadap rangsang kimia
 Di lamina propria epitel olfaktorius terdapat kelenjar Bowman, sekretnya untuk
melarutkan zat kimia dalam bentuk bau
 Akson dari sel olfaktorius (fila olfaktoria) menembus lamina cribrosa os ethmoid untuk
masuk ke bulbus olfaktorius di otak
Pharynx
 Ruangan yang menghubungkan tractus Digestivus dengan tractus Respiratorius
 Terdiri dari :
 Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet)
 Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)
 Laringofaring (epitel bervariasi)
Larynx
 Menghubungkan faring dengan trachea
 Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin):
 Thyroid

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 6


 Cricoid
 Arytenoid
 Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis):
 Epiglottis
 Cuneiform
 Corniculata
 Ujung arytenoid
Epiglottis
 Menjulur keluar dari tepian larynx lalu meluas ke dalam farynx
 Memiliki permukaan lingual dan laringeal
 Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis
epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat
silindris bersilia

Trachea
 Tabung dengan panjang 11 cm berdinding tipis, diameter 2-2,5 cm
 Dari pangkal larynx sampai percabangan 2 bronkus primer
 Dilapisi epitel respirasi, epitel bertingkat silindris
 16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C, berfungsi menjaga agar lumen trachea
tetap terbuka
LO.2. Fungsi pernapasan atas

Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.

 Fungsi Pernapasan Hidung


Bila udara mengalir melalui hidung, ada 3 yang tertentu dikerjakan oleh rongga
hidung.
a. Udara dihangatkan oleh permukaan kontan dengan septum yang lurus,
dengan total area kira-kira160 Cm2.
b. Udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna sebelum udara
meninggalkan hidung.
c. Udara disaring.

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 7


d. Ukuran partikel yang terjerat dalam saluran pernapasan berukuran kira-kira
antara 1-5
mikrometer,mungkin dikeluarkan dalam bronkiolur kecil sebagai akibat
presipitasi gaya berat.

 Sistem pernapasan melakukan fungsi nonrespirasi lain berikut ini :


- Menyediakan jalan untuk mengeluarkan air dan panas.
- Meningkatkan aliran balik vena.
- Berperan dalam memelihara keseimbangan asam basa normal dengan
mengubah jumlah CO2 penghasil asam (H+) untuk dikeluarkan.
- Memungkinkan ketika berbicara, menyaingi dan vikalisasi lain.
- Mempertahankan tubuh dari infasi bahan asing.
- Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan berbagai
bahan yang melewatisirkulasi paru.
- Hidung bagian pernapasan, berfungsi sebagai organ pembau.
Mekanisme

Proses fisiologi pernapsan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke jaringan-jaringan,dan


CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagai menjadi tiga stadium, yaitu
ventilasi,transportasi, dan repirasi sel.
3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi

3.1 Menjelaskan definisi rhinitis alergi


Rhinitis alergi : penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).
Rhinitis alergi : kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. (WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001)

3.2 Menjelaskan epidemiologi rhinitis alergi


Perkiraan yang tepat tentang prevalensi rhinitis alergi agak sulit berkisar 4 – 40%. Ada
kecenderungan peningkatan prevalensi rhinitis alergi di AS dan di seluruh dunia. Rinitis alergi
mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 – 25% populasi dunia, dengan
peningkatan prevalensi selama dekade terakhir.
Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi
40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup,
bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis
alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama. Tingkat keparahan rinitis alergi
diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang

3.3 Menjelaskan etiologi rhintis alergi

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 8


Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi (Adams, Boies, Higler, 1997).
Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-
anak.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur
 Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur,
coklat, ikan dan udang
 Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau
sengatan lebah
 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

3.4 Menjelaskan patofisiologi rhinitis alergi


Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
 Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
 Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

Masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat
berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi
respon sekunder.

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas
seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,
reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka
reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara
atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 9


Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan
perantaraan IgE.

3.5 Menjelaskan manifestasi klinis rhinitis alergi

 Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat
dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004).
 keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak
 hidung tersumbat
 hidung dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi)
 allergic shiner Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar
hitam dibawah mata
 allergic salute
 allergi crease Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam melintang pada
tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian
hormat

3.6 Menjelaskan diagnosis rhinitis alergi


Anamnesis

Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali
setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai
akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan
banyak,hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak
air mata keluar (lakrimasi).

Pemeriksaan Fisik 

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya
sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan
nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak adalah
terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder
akibat obstruksi hidung.

Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 10


Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan
IgE total (prist-paper radioimunosorbent test ) sering kali menunjukkan nilai normal,
kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis
alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi
kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang
tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test ) atau ELISA
(Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay Test ). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun
tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan.
Jika basofil (5 sel/lap)mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel
PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

b. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
elergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis
inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut
diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan
provokasi (“Challenge Test ”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam
waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada
pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi,
jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.

Pemeriksaan IgE total serum

Kadar IgE total serum rendah pada orang normal dan meningkat pada orang atopi, tetapi
kadar IgE normal tidak menyingkirkan adanya rhinitis alergi. Pada orang normal, kadar IgE
meningkat dari lahir (o-1 KU/L) sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan menetap
setelah usia 20-30 tahun. Pada orang dewasa kadar >100-150 KU/L dianggap normal. Kadar
meningkat hanya dijumpai pada 60% penderita rhinitis alergi dan 75% penderita asma. Terdapat
berbagai keadaan dimana kadar IgE meingkat yaitu infeksi parasit, penyakit kulit (dermatitis
kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menurun pada imunodefisiensi serta multiple
mielom. Kadar IgE dipengaruhi juga oleh ras dan umur, sehingga pelaporan hasil harus
melampirkan nilai batas normal sesuai golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai
sebagai pemeriksaan penyaring, tetapi tidak digunakan lagi untuk menegakkan diagnostic.

Pemeriksaan IgE spesifik serum (dengan metode RAST/ Radioallergosorbent test)

Pemeriksaan ini untuk membuktikan adanya IgE spesifik terhadap suatu allergen.
Pemeriksaan ini cukup sensitive dan spesifik (>85%), akurat dapat diulang dan bersifat

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 11


kuantitatif. Studi penelitian membuktikan adanya korelasi yang baik antara IgE spesifik dengan
tes kulit, gejala klinik, dan tes provokasi hidung bila menggunakan allergen terstandarisasi. Hasil
baru bermakna bila ada korelasi dengan gejala klinik, seperti pada tes kulit. Cara lain adalah
modified RAST dengan sistem scoring.

Pemeriksaan lain

Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan pertama untuk menegakkan diagnosis,


tetapi dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang atau untuk mencari penyebab lain yang
mempengaruhi timbulnya gejala klinik :

1. Hitung jenis sel darah tepi


Pemeriksaan ini dipergunakan bila fasilitas lain tidak tersedia. Jumlah sel eosinofil darah
tepi kadang meningkat jumlahnya pada penderita rhinitis alergi, tetapi kurang bermakna
secara klinik
2. Pemeriksaan sitologi secret dan mukosa hidung
Bahan pemeriksaan diperoleh dari secret hidung secara langsung (usapan), kerokan,
bilasan, dan biopsy mukosa. Pengambilaan sediaan untuk pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada puncak RAFL pasca pacuan allergen atau saat bergejala berat dan
biasanya hanya untuk keperluan penelitian dan harus dikerjakan oleh tenaga terlatih
3. Tes provokasi hidung/ nasal challenge test (bila fasilitas tersedia)
Pemeriksaan ini dilakukan bila tidak terdapat kesesuaian antara hasil pemeriksaan
diagnostic primer (tes kulit) dengan gejala klinik. Secara umum tes ini lebih sulit untuk
diulang dibandingkan dengan tes kulit dan pemeriksaan IgE spesifik. Tes provokasi
menempatkan penderita pada situasi beresiko untuk terjadinya reaksi anafilaksis
4. Tes fungsi mukosilier (menilai gerakan silia)
Pemeriksaan ini untuk kepentingan penelitian
5. Pemeriksaan aliran udara hidung
Derajat obstruksi hidung diukur secara kuantitatif dengan alat rinomanometri (anterior
atau posterior) atau rinomanometri akustik misalnya pasca tes provokasi hidung.
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan.
6. Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan foto polos sinus paranasal, CT scan maupun MRI (bila fasilitas tersedia)
tidak dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi, tetapi untuk
menyingkirkan adanya kelainan patologik atau komplikasi rhinitis alergi terutama bila
respon pengobatan tidak memuaskan. Pada pemeriksaan foto polos dapat ditemukan
penebalan mukosa sinus (gambaran khas sinusitis akibat alergi), perselubungan
homogeny serta gambaran batas udara cairan di sinus maxilla.
7. Pemeriksaan lain yaitu : fungsi penghidu dan pengukuran kadar NO (nitric oxide)

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 12


3.7 Menjelaskan penatalaksanaan rhinitis alergi

Non-farmakologi: Hindari pencetus (alergen)

Farmakologi :

Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi baik OTC maupun
ethical

Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak bisa
diterima, lakukan imunoterapi

1. Menghindari pencetus (alergen)

Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll)Jika
perlu, pastikan dengan skin testjaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan
berkebun.Jika harus berkebun, gunakan masker wajah

2. Menggunakan obat untuk mengurangi gejala

 Antihistamin
 Dekongestan
 Kortikosteroid nasal
 Sodium kromolin
 Ipratropium bromide
 Leukotri

B-8 (SKE:1 PILEK PAGI HARI) 13


3. Imunoterapi : terapi desensitisasi

Anti Histamin H1

 Lini pertama pengobatan alergi

Dekongestan

 golongan simpatomimetik beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung


untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak, dan
memperbaiki pernafasan.
 Sediaannya topical dan sistemik.
 Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan
absorpsi sistemik
 Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan rinitis
medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer batasi
penggunaan
 Sediaan topical : bentuk tetes hidung atau semprot : fenilefrin, efedrin, semua
derivate imidazolin.
 Topical lebih cepat dalam mengatasi buntu hidung disbanding sistemik, tapi topical
pemakaian lebih dari 7 hari tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan rhinitis
medikamentosa , karena pemakaian jangka panjang menyebabkan reseptor adrenergic
dalam mukosa hidung tidak peka lagi terhadap dekongestan.
 Fenilefrin : mekanisme kerjanya agonis reseptor alfa 1 selektif.

 Obat dekongestan topikal dan durasi aksinya
 Dekongestan oral : Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang menyebabkan iritasi
lokalÆtidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa
 Efek samping penggunaan sistemik : takikardia, palpitasi, insomnia, hipertensi,
gangguan kardiovaskular lainnya.
 Efek samping penggunaan topical : rasa nyeri mukosa hidung, rebound congestion
(rhinitis medikamentosa)
 Kontraindikasi: hipertensi, angina pectoris, gagal jantung, hipertiroid,dll.

Kortikosteroid

 Antiinflamasi kuat, berperan penting dalam pengobatan rhinitis alergi.


 Penggunaan sistemik cepat mengatasi inflamasi akut sehingga dianjurkan jangka
pendek, pada gejala buntu hidung yang berat.
 Dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respon fase lambat yang tidak
berhasil diatasi obat lain.
 Kortikosteroid topikal sediaannya: beklometason,flutikason, mometason,
triamsinolon.
B-8 SKENARIO 1 : PILEK PAGI HARI 14
 Kortikosteroid topical bekerja mengurangi jumlah sel mastosit pada mukusa hidung,
mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit,
mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif
terhadap rangsangan allergen.
 Beklometason : digunakan secara topical (semprot), mekanisme kerjanya sebagai
antiinflamasi dan antialergi, digunakan sebagai profilaksis.
 Prednison, deksametason : digunakan secara sistemik, mekanisme kerjanya sebagai
antiinflamasi dan antialergi dan digunakan untuk pengobatan serangan akut.
 Efek samping penggunaan topical : iritasi, infeksi. Penggunaan
sistemik :imunosupressan, retensi cairan, cushing syndrome.
 Kontra indikasi : hipertensi, DM, hiperlipidemia.

Sodium kromolin

 suatu penstabil sel mast,mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator,
termasuk histamin.
 tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rinitis
alergi.
 Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung
 Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang hidung
3-4 kali sehari pada interval yang teratur.
 Untuk rinitis seasonal, gunakan obat ini pada saat awal musim alergi dan digunakan
terus sepanjang musim.
 Untuk rhinitis perennial, efeknya mungkin tidak terlihat dalam 2-4 minggu pertama,
untuk itu dekongestan dan antihistamin mungkin diperlukan pada saat terapi dimulai.

Ipratropium bromida

 Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung


 bermanfaat pada rinitis alergi yang persisten atau perennial
 memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk
mengurangi hidung berair yang terjadi pada rinitis alergi.
 tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%, diberikan dalam 2 semprotan (42
mg) 2- 3 kali sehari.
 Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis, dan hidung terasa kering.

Anti leukotrin

 Menghambat kerja leukotrin sebagai mediator inflamasi dengan cara memblokade


reseptor leukotrin atau menghambat sintesis leukotrin.
 Sediaan : zafirlukast, montelukast.

B-8 SKENARIO 1 : PILEK PAGI HARI 15


Imunoterapi

 Indikasi: penderita rhinitis alergi persisten dengan gejala menetap yang tidak
responsive terhadap terapi konvensional.
 Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan
IgE.
 Rute pemberian imunoterapi yang predominan : subkutan.
 Imunoterapi subkutan mengurangi gejala rhinitis alergi dalam jangka panjang.
Kelemahannya bersifat invasive, dapat menimbulkan reaksi anafilaksis pada beberapa
kasus, serta tidak menyenangkan bagi anak-anak.
 Rute sublingual : cukup aman, dan efektif, menyenangkan bagi anak, dan efektif
mengurangi gejala rinokonjungtivitis, mencegah serangan asma.
 Untuk mendapat hasil yang maksimal, sebelum imunoterapi dilakukan sensitivitas
penderita terhadap allergen spesifik harus ditentukan melalui tes kulit cukit maupun
dengan RAST, dan dilakukan dengan tenaga terlatih.

Pembedahan :

 Dilakukan pada penderita rhinitis alergi dengan buntu hidung berat yang tidak
responsive pada pengobatan farmakologi juga bila terjadi penyulit seperti rinosinusitis
kronik, bila ada kelainan anatomis pada penderita rhinitis alergi seperti deviasi
septum.
 Pada penderita lama dan parah, terjadi resisten terhadap medikamentosa, terjadi
peningkatan struktur kelenjar di konka inferior, kondisi ini menyebabkan buntu hidup
menetap perlu terapi pembedahan.
 Turbinektomi inferior : mengecilkan konka inferior, efektif menurunkan keluhan
buntu hidung dan rinore pada rhinitis alergi persisten.
 Relative aman dan efektif, dapat menjadi alternative solusi mengatasi buntu hidung
berat.

3.8 Menjelaskan pencegahan rhinitis alergi


Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.

1. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang
dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan
selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian
ASI lebih lama

2. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen
dan terapi medikamentosa. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah
terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi
dengan penghindaran alergen dan pengobatan

B-8 SKENARIO 1 : PILEK PAGI HARI 16


3.9 Menjelaskan komplikasi rhinitis alergi
Komsplikasi rinitis alergi yang paling sering adalah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Polip hidung
biasanya tumbuh di meatus medius dan merupakan manifestasi utama akibat proses
inflamasi kronis yang menimbulkan sumbatan sekitar ostiasinus di meatus medius.
Polip memiliki tanda patognomonis : inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih-lebih eosinofil dan limfosit T CD4+),
hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. Ditemukan juga
mRNA untuk GM-CSF, TNF-alfa, IL-4 dan IL-5 yang berperan meningkatkan reaksi
alergis.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal
Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema
ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa. Edema mukosa ostia menyebabkan
sumbatan ostia. Penyumbatan tersebut akan menyebabkan penimbunan mukus
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob. Selain dari itu,
proses alergi akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator-mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil
(MBP) dengan akibat sinusitisakan semakin parah. Pengobatan komplikasi rinits
alergi harus ditujukan untuk menghilangkan obstruksi ostia sinus dan tuba eustachius,
serta menetralisasi atau menghentikan reaksi humoral maupun seluler yang terjadi
lebih meningkat. Untuk tujuan ini maka pengobatan rasionalnya adalah pemberian
antihistamin, dekongestan, antiinflamasi, antibiotia adekuat, imunoterapi dan bila
perlu operatif.

3.10 Menjelaskan prognosis rhinitis alergi


Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan
pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari,
maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis sulit diprediksi pada
anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat
dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi.
Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap
bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang
ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

B-8 SKENARIO 1 : PILEK PAGI HARI 17


4. Memahami dan menjelaskan wudhu
1. Manfaat berwudhu

Bersuci merupakan salah satu metode menjaga kestabilan tersebut khususnya kelembaban
kulit. Dengan bersuci berarti terjadinya proses peremajaan dan pencucian kulit, selaput lendir,
dan juga lubang-lubang tubuh yang berhubungan dengan dunia luar (pori kulit, rongga mulut,
hidung, telinga). Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah tangan setiap kali
melakukan operasi sebagai proses sterilisasi dari kuman.

2. Keutamaan Berkumur Berkumur-kumur

dalam bersuci berarti membersihkan rongga mulut dari penularan penyakit. Sisa makanan
sering mengendap atau tersangkut di antara sela gigi yang jika tidak dibersihkan ( dengan
berkumur-kumur atau menggosok gigi) akhirnya akan menjadi mediasi pertumbuhan kuman.
Dengan berkumur-kumur secara benar dan dilakukan lima kali sehari berarti tanpa kita sadari
dapat mencegah dari infeksi gigi dan mulut.

3.Istinsyaq berarti menghirup air dengan lubang hidung

melalui rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring). Fungsinya untuk
mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar oleh udara kotor dan juga
kuman.Selama ini kita ketahui selaput dan lendir hidung merupakan basis pertahanan pertama
pernapasan. Dengan istinsyaq mudah-mudahan kuman infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) dapat dicegah.

4. Pembersihan telinga sampai dengan pensucian kaki beserta telapak kaki

Untuk mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah terbesar di negara kita.

Daftar Pustaka

1. Christodoupoulos P, Cameron L, Durham S, Hamid Q. Molecular pathology of allergic


rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 : 211-23.
2. Meltzer EO. Quality of life in adults and children with allergic rhinitis. J Allergy Clin
Immunol 2001; 108 : S45-53.
3. Cauwenberge P. Consensus statement on the treatment of allergic rhinitis. Eur Acad
Allergology Clin Immunol Allergy 2000; 55 : 116-34.
4. Dibildox J. Safety and efficacy of mometasone furoate aqueous nasal spray in children
with allergic rhinitis : Results of recent clinical trials. J Allergy Clin Immunol  2001;
108 : S54-8.
5. Pullerits T,Prack L, Ristioja V, Lotvail J. Comparison of a nasal glucocorticoid,
antileukotriene, and a combination of antileukotriene and antihistamine in the treatment
of seasonal allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2002; 109 : 949-55.

B-8 SKENARIO 1 : PILEK PAGI HARI 18

Anda mungkin juga menyukai