BB
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
DENGAN DIAGNOSA DEMAM TYPOID
DI RUANG ELISABETH
RUMAH SAKIT ST. GABRIEL KEWAPANTE
YAYASAN STENMANS
RUMAH SAKIT ST. GABRIEL KEWAPANTE
Kewapante 86181 – Maumere – Flores – NTT
No. Hp : 081237629456 Telp/Faax : 0382 2425116
Email : rs.stgabriel@yahoo.co.id
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan anugerah yang di limpahkanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
asuhan keperawatan demam thypoid dengan baik
Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan demam thypoid adalah
untuk memenuhi syarat dan tugas yang diberikan, dan untuk menambah pengetahuan
tentang penyakit demam thyopid dalam bidang kesehatan.
Pada kesempatan ini penulis mau menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian asuhan keperawatan demam
thypoid ini, penulis juga menyadari bahwa pembuatan asuhan keperawatan ini masih
jauh dari sempurnah, sehingga kritik dan saran sangat di butuhkan demi
penyempurnaanya
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………….….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………... 2
1.3. Tujuan Penulisan………………………………………………………. 2
1.3.1.Tujuan Umum.……………………………………………….. 2
1.3.2.Tujuan Khusus.………………………………………………. 2
1.4. Manfaat Penulisan…………………………………………………….. 3
1.4.1. Teoritis………………………………………………………. 3
1.4.2. Praktis……………………………………………………….. 3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Medis Demam Typhoid.………………………………. 4
2.1.1. Pengertian…………………………………………………… 4
2.1.2. Etiologi……………………………………………………… 4
2.1.3. Patofisiologi…………………………………………………. 5
2.1.4. Manifestasi Klinis…………………………………………… 5
2.1.5. Komplikasi………………………………………………….. 6
2.1.5.1. Komplikasi di Usus Halus………………………….. 6
2.1.5.2. Komplikasi di Luar Usus…………………………… 6
2.1.6. Penatalaksanaan……………………………………………. 7
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………… 7
2.1.8. Pencegahan………………………………………………… 10
2.1.9. Pathway…………………………………………………….. 11
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………..…………. 12
2.2.1. Pengkajian………………………………………………….. 12
2.2.1.1. Identitas….………………………………………… 12
2.2.1.2. Keluhan Utama…….………………………………. 12
2.2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang………….…………….. 12
2.2.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu….………………………. 12
ii
2.2.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga……………….……….. 12
2.2.1.6. Riwayat Psikososial….…………………………….. 12
2.2.1.7. Pemenuhan Kebutuhan.……………………………. 12
2.2.1.8. Pemeriksaan Fisik.…………………………………. 13
2.2.1.9. Diagnostik Keperawatan………………..………….. 13
2.2.2. Intervensi dan Rasional……………………………………. 13
BAB III LAPORAN KASUS
3.1. Pengkajian………………………………………………..................... 20
3.1.1. Identitas Pasien….…………………………………………. 20
3.1.2. Riwayat Keperawatan.……………………………………... 20
3.1.3. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar………………………… 23
3.1.4. Pemeriksaan Fisik …….…………………………………… 24
3.1.5. Pemeriksaan Penunjang………………….………………… 24
3.1.6. Terapi……………………………………………………..... 25
3.2. Analisa Data………………………………………………………….. 25
3.3. Diagnosa Keperawatan………………………………………………. 27
3.4. Intervensi dan Implementasi…………………………………………. 28
3.5. Catatan Perkembangan………………………………………………. 28
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan…………………………………………………………… 34
4.2. Saran………………………………………………………………….. 35
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SINGKATAN
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
produktivitas kerja, karena masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup
lama, dan dari aspek ekonomi, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. (Purba et al,
2015).
Berdasarkan data Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante, jumlah pasien
demam typhoid tahun 2020 berkisar 27 orang. Melihat kompleksnya masalah
yang timbul dari penderita typhoid ini membutuhkan peranan keperawatan
dalam penanggulangan demam typhoid di rumah sakit. Hal ini di tinjau dari
aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap masalah atau resiko
pasien demam typhoid yang dirawat di Rumah Sakit, seperti menganjurkan klien
untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mengolah makanan dan
minuman hingga matang dan menutup makanan, pola makan yang teratur,
mengurangi makanan pedas dan asam serta istirahat yang cukup, karena sangat
diperlukan guna menekan angka kejadian demam typhoid, mulai dari
peningkatan promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan derajat
kesehatan klien. Perawat diharapkan untuk mensosialisasikan pencegahan
terhadap typhoid dengan cara mengadakan penyuluhan kesehatan dan
memberikan pendidikan kesehatan tentang typhoid kepada masyarakat luas agar
berpartisipasi aktif dalam menanggulangi typhoid dan mencegah penyakit.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian demam typhoid?
2. Apa saja diagnosa keperawatan demam typhoid?
3. Bagaimana cara penyusunan rencana keperawatan demam typhoid?
4. Apa saja tindakan keperawatan demam typhoid?
5. Bagaimana evaluasi tindakan keperawatan dengan demam typhoid?
1.3. TUJUAN PENULISAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mempelajari lebih dalam dan memahami tentang penyakit demam
typhoid.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan masalah
demam typhoid.
2
b. Dapat mengetahui cara mendiagnosis atau merumuskan
masalah keperawatan pada pasien demam typhoid.
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan
masalah demam typhoid.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
masalah demam typhoid.
e. Dapat mengetahui hasil evaluasi pada pasien dengan masalah
demam typhoid.
1.4. MANFAAT PENULISAN
1.4.1. Teoritis
Sebagai bahan referensi bagi penulis selanjutnya dan di gunakan
untuk berbagai keperluan dan di harapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan khususnya tentang demam thypoid.
1.4.2. Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan
keperawatan, khususnya bagi pasien dengan demam typhoid
b. Bagi Perawat
Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
penderita demam typhoid dengan baik
c. Bagi Pasien dan keluarga
Agar pasien dan keluarga mendapatkan gambaran tentang
penyakit demam typhoid dan cara perawatan demam typhoid
dengan benar
d. Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi tentang penyakit demam typhoid dan
cara perawatan pasien dengan demam typhoid
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
salmonella paratyhpi C (Hirschfeldii) meskipun beberapa peneliti menyebutkan
gejala tersebut dengan nama yang berbeda yaitu demam paratifoid (Zulfiqar A,2006)
Penyebab penyakit demam typhoid adalah salmonella tyhposa, yang
mempunyai ciri basil negative yang bergerak dengan bulu getar tidak bersepora,
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu O (Somatik, terdiri dari
zat komplekslipoposakarida) antigen H (flagella) dan antigen VI. dalam serum pasien
terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Susilaningrum
dkk,2013,p.152)
2.1.3 Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di serap di usus halus melalui
pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ – organ
terutama hati dan limpa. Basil yang tidak di hancurkan berkembang biak dalam hati
dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan
menyebar terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa. Tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan
dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada
saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Latief, 1985:594).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa inkubasi : 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu :
1) Perasaan tidak enak badan
2) Lesu
3) Nyeri kepala
4) Pusing dan tidak bersemangat
5) Nafsu makan berkurang
6) Mual muntah
7) Hipertermi
8) Gangguan pada saluran pencernaan ; pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir
kering, dan pecah-pecah (ragaden). Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
5
kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tapi juga dapat diare atau normal.
Gangguan kesadaran : umumnya kesadaran pasien menurun yaitu apatis sampai
somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan) disamping gejala-gejala tersebut mungkin
terdapat gejala lainnya (Ngastiyah, 1997: 156).
2.1.5 Komplikasi
2.1.5.1 Komplikasi di usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering bersifat fatal
1) Perdarahan usus, hanya di temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai
perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus, timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat di temukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3) Peritonitis, biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.
2.1.5.2 Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.
Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan
pesripirasi akibat suhu tubuh yang tinggi. (Nursalam,2008 : 153)
6
2) Komplikasi ektrainstestinal
a. Komplikasi cardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis) miocarditis,
thrombosis dan trombopleubitis.
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitif, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskuler disemenata dan sindrom uremia hemolitik
c. Kompilkasi paru
Pneumonia, empiema dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih
Hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
f. Komplikasi tulang
Osteomelitis, periostitis, spondilitis dan artritis
g. Komplikasi neurophsykiatri
Delririum, meningismus, meningitis, polineoritis perifer, sindrom guilain-
barre, psikosis dan sindrom katatonia
2.1.6 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam typhoid yaitu :
1 Pemberian anti biotic : untuk menghentikan dan memusnakakn
penyebaran kuman
Anti biotic yang dapat digunakan :
a) Clorampenicol
Dosis hari pertama 4x250 mg, hari kedua 4x500 mg, diberikan
selama demam dilanjutkan sampai dua hari bebas demam,
kemudiandosis diturunkan menjadi 4x250 mg selama lima hari
kemudian
b) Ampicilin atau Amoxilin dosis 50 – 150 mg/kg bb diberikan
selama dua minggu
7
c) Kotrimoksaszol 2.2 tablet ( 1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol-80 mg trimetroprim) diberikan selama dua
minggu pula
d) Sefalosporin generasi II dan III. Di sub bagian penyakit tropic dan
infeksi FKUI RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi
demam typhoid dengan baik. Demam pada umumnya mengalami
mereda pada hari ketiga atau menjelang hari ke empat. Regimen
yang dipakai adalah :
Ceptriakson 4 gr.hari selama 3 hari
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 450 mg/hari selama 7 hari
Pleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
2 Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirai baring absolute sammpai
minimal 7 hari bebas demam atau ± 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu
dijaga higyene perseorangan, keberssiahn tempat tidur, pakaian dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun
posisinya perlu di uubah ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
hipostatik. Defikasi dan BAK perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urine
3 Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
Pertama Pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa
penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa ( pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman, juga diperlukan pemberian vitamin dan
mineral uang cukuk untuk mendukung keadaan umum pasien.
8
Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sistem
imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi instestinal dan renjatan septic diperklukan
perawatan intensif desngan nutrisi parental total. Spektrum anti biotik
maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjan
septic. Proknosis tidak begitu baik pada kedua keadaan diatas.
9
(dalam dua sampel terpisah dengan 7-10 hari terpisah) mendukung diagnosis
demam tifoid.
2) Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
3) Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan
infeksi (Ngastiyah, 1997: 157).
2.1.8 Pencegahan
1) Kebersihan makanan dan minuman seperti penyediaan sumber air minum yang
baik, merebus air minum sampai mendidih, serta mencuci bahan makanan yang
akan dimasak dan makanan yang telah dimasak jangan dibiarkan terbuka.
2) Penyediaan jamban sehat
3) Sosialisasi budaya cuci tangan
4) Pemberantasan lalat
5) Imunisasi
6) Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui.
10
2.1.9 Pathway (perbaiki)
Kuman Salmonella Typhi
Intake nutrisi
Fungsi Masuk ke IgA kurang baik Proses inflamasi
pengecapa saluran lokal pada usus halus
n limfalik
Penurunan BB
Kuman
Anoreksia menembus usus Respon patologis
Di ileum terminalis
membentuk
Perubahan nutrisi kurang lampoid plaque Masuk aliran Sekresi cairan
dari kebutuhan tubuh darah (bakterimia) dan mucus
Sebagian masuk
ke lamina propia Endoksin Isi usus
Tidak difagosit berlebihan
Masuk ke Terjadi
aliran limfe kerusakan sel Makanan dengan cepat
Kelenjar limfoid
terdorong ke usus
intestinal
Menyerang Merangsang pelepasan
organ RES zat pirogen oleh leukosit Diare
Ulkus
11
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas
2.2.1.2 Keluhan Utama
Rasa tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang bersemangat,
serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi 7-14 hari) (Nursalam,
2008 : 154).
2.2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Demam berlangsung selama kurang lebih 3 minggu, bersifat febris remiten
(Nursalam, 2008 : 154) .
2.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
1) Adanya infeksi dalam saluran pencernaan (Nursalam, 2008:153).
2) Keadaan malnutrisi dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh untuk
membatasi penyebaran dan multiplikasi kuman (Soegijanto, 2002:17)
3) Schistosomiasis Merupakan predisposisi terhadap infeksi salmonella dan
bakterimia berkepanjangan dengan mekanisme yang belum jelas, mungkin karena
gangguan pada sel RES yang berfungsi memusnahkan salmonella. Salmonella
melakukan penetrasi ketubuh schistosoma dan bermultiplikasi di dalamnya.
(Soegijanto, 2002:18).
2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Ada salah satu keluarga pernah mengalami tipoid.
2.2.1.6 Riwayat Psikososial
Sering mengalami cemas dan stres karena keadaan tubuh yang tidak stabil.
2.2.1.7 Pemenuhan Kebutuhan (ADL)
1) Nutrisi: pasien mengalami penurunan nutrisi akibat rasa tak nyaman sehingga
tidak nafsu makan (Soegijanto, 2002:11)
2) Eliminasi: penderita dapat mengalami diare, tetapi lebih sering didapatkan
konstipasi (Soegijanto, 2002:11)
3) Hygiene perseorangan: kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
higiene dan sanitasi yang rendah (Soegijanto, 2002:19)
Aktivitas dan Istirahat: Pasien tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan adanya
nyeri sendi, nyeri otot dan sakit kepala (Soegijanto, 2002:11).
12
2.2.1.8 Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breating) : pola napas yang tidak beraturan. Selama hari pertama beberapa
pasien mengalami batuk dan keadaannya menyerupai bronkitis akut (15%)
(soegijanto, 2002:11).
2) B2 (Blood) : hipertermi (soegijanto, 2002:11).
3) B3 (Brain) : umumnya kesadaran pasien menurun mulai dari apatis sampai
somnolen (Nursalam, 2008:154)
4) B4 (Bladder) : pasien mengalami dehidrasi akibat kekurangan volume cairan.
(Nursalam, 2008:153)
5) B5 (bowel) : anoreksia, dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).
Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal, nyeri telan, nyeri perut,
hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan. (Nursalam,
2008:154)
6) B6 (bone) : nyeri sendi, nyeri otot, malaise (Soegijanto, 2002:11).
2.2.1.9 Diagnostik Keperawatan
1) Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan penurunan oksigen dalam
udara inspirasi.
2) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot pada dinding perut.
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
5) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan, mual kembung
6) Diare berhubungan dengan inflamasi.
7) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal.
13
Tujuan : pasien menunjukan keefektifitasan pola napas dengan kriteria hasil :
pasien dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat.
(1) Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
R / Mendorong pengembangan diafragma/ekspansi paru maksimal dan
meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga thorax.
(2) Latihan napas dalam
R / Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan ventilasi paru jadi maksimal
(3) Ubah posisi secara periodic dan ambulasi sedini mungkin
R / Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru
(4) Kolaborasi dalam peberian oksigen tambahan
R/ Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan kerja otot
bantu napas (Doenges, 2000 : 447,530)
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan: pasien dapat menunjukan terjadinya penurunan suhu tubuh dengan
kriteria hasil suhu tubuh (36,5 c- 37c), RR (30 – 60x/ menit), nadi 120- 140
denyut /menit, TD 110/72 mmHg,bebas dari kedinginan, kulit tidak kemerahan,
tidak hangat saat disentuh.
(1) Pantau suhu pasien
R / Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
(2) Kompres hangat; hindari penggunaan alkohol
R / Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu
alkohol dapat mengeringkan kulit
Kolaborasi
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot pada dinding perut.
14
Tujuan : pasien menunjukan rasa nyeri berkurang/menghilang dengan kriteria
Hasil : Pasien melaporkan rasa nyeri hilang/terkontrol,VAS rentang 0-10, RR
dalam rentang normal, dan ekspresi wajah rilek
(1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,
hilang timbul)
R / Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan
terjadi komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi yang lebih lanjut. (Doengus,
2000:523)
15
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
dengan kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan volume cairan normal yang
dibuktikan oleh : Tekanan darah dalam batas normal, Nadi dalam batas normal
BB normal, Haluaran urin 1000-1500 ml/24 jam.
Intervensi:
(1) Awasi tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi jantung, nadi
R / Kekurangan atau perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jantung,
menurunkan tekanan darah, dan mengurangi volume nadi
(2) Catat perubahan mental, turgor kulit, dehidrasi, membran mukosa, dan karakter
sputum
R / Penurunan curah jantung mempengaruhi perfusi/fungsi serebral. Kekurangan
cairan juga dapat diidentifikasikan dengan penurunan turgor kulit, membran
mukosa kering, dan viskositas sekret kental
(3) Hitung masukan, pengeluaran, dan keseimbangan cairan.
R / Memberikan informasi tentang status cairan umum. Kecenderungan
keseimbangan cairan negatif dapat menunjukan terjadinya defisit
(4) Timbang berat badan tiap hari
R / Perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh total
(5) Berikan cairan IV dalam observasi dengan alat kontrol sesuai indikasi
R / Memperbaiki/mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik
(Doengus, 2000:222).
16
(2) Buat pilihan menu dan membiarkan pasien untuk memilih pilihan sebanyak
mungkin
R / Meningkatkan kepercayaan dirinya dan merasa mengontril lingkungan lebih
suka menyediakan makanan untuk di makan
(3) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan teratur dengan timbangan yang
sama
R / Memberikan catatan penurunan atau peningkatan berat badan yang akurat
(4) Kolaborasi dalam pemberian terapi nutrisi dalam program pengobatan di rumah
sakit
R / Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi
(5) Jaga kebersihan oral
R / Mulut yang bersih dapat menigkatkan napsu makan (Doenges, 2000:427,
479)
17
(6) Observasi tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit: Penurunan kalium
serum
R / pada diare osmotik, kerusakkan absorbsi cairan oleh usus disebabkan oleh
pencernaan larutan yang tak dapat dicerna, atau oleh penurunan absorbsi usus.
(7) Gantikan cairan dan elektrolit dengan cairan peroral yang mengandung elektrolit
yang tepat: Gatorade, sediaan komersial larutan glukosa-elektrolit
R/ tipe cairan pengganti tergantung pada kebutuhan elektrolit (Lynda Juall,1995:
197).
18
R/ partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan
mengurangi kelelahan akibat ketidakefektifan, dan juga memperbaiki harga
dirinya dan kesejahteraan.
(2) Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian klien.
R/ periode istirahat teratur memungkinkan tubuh untuk menghemat dan
memulihkan energi.
(3) Identifikasi dan dorong kemajuan klien. Pertahankan catatan perkembangan
terutama, untuk klien yang menunjukkan kemjuan lambat.
R/ dorongan dan realisasi kemajuan dapat memberi klien insentif untuk
melanjutkan kemajuan (Lynda Juall, 1999:81)
19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal MRS : 27-03-2021
Jam MRS : 20.45 Wita ( Masuk Ruangan UGD)
Jam MRS : 23.15 Wita ( Masuk Ruangan Elisabeth )
Tanggal Pengkajian : 27-03-2021
Jam Pengkajian : 23.30 Wita
Diagnosa masuk : Demam Typhoid
No RM : 85xxx
20
Pasien mengatakan demam ± 7 hari hilang timbul, mual, muntah 1 x air
saja, makan sedikit, nyeri perut tengah dan bawah, bab cair 5 x hari ini,
bak dalam batas normal. Pada tanggal 20/03/2021, pasien cek darah
lengkap dan widal di Labor Mahardika lalu berobat di Klinik Go,
kemudian dokter mengatakan pasien ada gangguan typhus dan diberikan
obat Clorampenicol 3 x1 kapsul diminum selama 7 hari, Paracetamol 3 x 1
tablet jika panas. Pada tanggal 26/03/2021 pasien cek ulang darah lengkap
dan widal ke Labor Mahardika dan hasilnya masih ada typhus. Setelah
konsumsi obat tersebut, pasien belum membaik. Anak pasien lalu
mengantar ke Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante (kenapa anaknya bawa
pasien ke RS?). Di UGD dilakukan tindakan mengontrol TTV, TD 120/70
mmhg, Nd 88x/menit, Rr 20x/menit, Sh 37,5 OC, SPO2 98%. Pukul 21.10
memasang Infus RL 20 tetes/menit, Pukul 21.12 menyuntik Ranitidin 1
ampul/iv, pukul 21.15 menyuntik Ketorolac 1 ampul/iv, pukul 22.30
mengambil darah labor, sambil mengobservasi pasien selama 2 jam. Pukul
23.15 pasien di antar ke ruangan perawatan, pukul 23.30 melayani pasien
obat Akita 2 tablet per oral.
21
Ekspore (paparan) : Memar tidak, dislokasi tidak
Folley Chatteter dan Fluit : Bak spontan
Gastric Tube (pipa lambung) : Tidak terpasang NGT
22
Saat sakit: istirahat siang 1-2 jam (14.00-15.00 Wita) dan istirahat malam
5-6 jam (24.00 - 04.00 Wita) Pasien mengatakan susah tidur.
4. Hygiene perseorangan
Sebelum sakit : mandi 2x sehari, sikat gigi 2x sehari, dan cuci rambut 2x
seminggu. Pasien selalu mengganti baju sehabis mandi.
Saat sakit: mandi 1 x sehari, cuci rambut 1x seminggu dan sikat gigi 1 x
sehari.
5. Riwayat Psikososial Spiritual
a) Psikososial
Sebelum mendapat penjelasan dari dokter pasien merasa cemas,
tetapi setelah mendapat penjelasan dari dokter tentang penyakitnya,
pasien merasa legah.
b) Sosial
Di Rumah: Pasien selalu berinteraksi dengan tetangga.
Di Rumah Sakit: Pasien membina hubungan baik dengan petugas
kesehatan dan keluarga yang berkunjung.
c) Spiritual
Di Rumah: Pasien selalu berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur
Di Rumah Sakit : Pasien berdoa di tempat tidur saja sambil
mendengar siraman rohani dari pastoral care.
23
Pupil isocorn kanan kiri 3/3, reflex cahaya +/+, konjungtiva merah
muda, sclera putih
d) B4(Bladder) Sistem perkemihan
VU teraba lembek tidak ada nyeri tekan
e) B5 (Bowel) sistem pencernaan
BU 40 x/menit, Abdomen terlihat bersih dan tidak terdapat luka
atau tidak pembesaran hepar
f) B6 (Bone) sistem tulang, otot dan kulit
Turgor kulit baik, semua ekstrimit danas dapat digerakan.
HEMATOLOGI
Eritrosit 3.070.000
SGPT 15
Creatinin 4,2
Acak Gula 86
Antigen Negatif
SEROLOGI/IMONOLOGI
Salmonella Typhi O Negatif Negatif
24
Salmonella Typhi H 1/640
3.1.6. Terapi
Infus RL : D5 2 : 1 1500 / 24 jam
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg/IV
Paracetamol 4x500 mg /oral
Akita 2 tablet tiap bab encer (maksimal 10 tablet /hari
Cefixime 2.200 mg /oral
Lisinoproil 1x5 mg /oral
3.2Analisa Data
25
Paratyphy A Kuman lewat pembuluh
1/160 limfe masuk ke
Salmonella Tiphy H darah (bakteremia
1/640 primer)
WBC (Leukosit)
14,27 (Labor Kuman difagositosis
Mahardika) oleh sel-sel fagosit
RES dan kuman
yang tidak difagosit
berkembangbiak
Masa bacteremia
kuman
mengeluarkan
endotoksin
Mempengruhi pusat
termoregulasi di
26
hiptalamus
27
1/640, WBC (Leukosit) : 14.27 (Labor Mahardika)
2. 28 R Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Maret penurunan nafsu makan yang ditandai dengan pasien menghabiskan
2021 ¼ porsi makanan dengan BB 44 kg
28
Leukosit
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti piretik
I: 1. Pukul 05.00
1.Mengkaji keadaan umum pasien
lemah, akral hangat, TD : 120/80
mmhg, Sh 37,6 0
c, Nd :
84x/menit, Rr : 20x/menit, SPO2
97%,
2. Pukul 07.00
Melayani Paracetamol 1 tablet
I: 1. Pukul 05.00
1. Menganjurkan pasien untuk
29
konsumsi makanan yang disukai
namun tetap tidak menyimpang
dari diet yang dijalani (makanan
lunak)
2. Menjelaskan cara pencegahan
demam typoid yaitu memasak
sampai matang air yang akan
dikonsumsi, makanan yang belum
dimakan ditutup, mencuci tangan
sebelum makan, dan makan
makanan yang sudah dimasak.
3. Pukul 05.30
Melayani injeksi Ranitidin 1
ampul/iv
4. Pukul 06.00
E: Pukul 07.00
S : Pasien mengungkapkan nafsu
makannya sudah membaik.
O : Pasien menghabiskan ½ porsi
makanan
30
mengungkapkan badan memakai infus D5% 20 tts/mnt,
anaknya panas naik turun, Sh 37 0C
akral hangat, Sh : 37,9 C,
O
E: Pukul 05.00
S : Pasien mengatakan tidak demam
lagi
O : Keadaan umum lemah, akral
hangat suhu 37 OC
31
ditandai dengan mual, pasien makan, pasien menggunakan cairan
menghabiskan makan 1/4 RL 20 tts / mnt
porsi makanan, BB 44 kg
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dipertahankan
1. Anjurkan pasien untuk konsumsi
makanan yang disukai namun tetap
tidak menyimpang dari diet yang
dijalani.
2. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anti mual
I: 1. Pukul 05.00
Menganjurkan pasien untuk konsumsi
makanan yang disukai namun tetap
tidak menyimpang dari diet yang
dijalani (makanan lunak)
E: Pukul 05.30
S : Pasien mengatakan nafsu
makannya sudah membaik.
O : Pasien menghabiskan 1 porsi
makan.
Memberikan HE :
Pasien harus tetap mempertahankan
diet makanan lunak hingga 3 – 4
hari.
BAB IV
32
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan penulis dapat memberikan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Data Fokus
Ny BB dengan diagnosa medis demam thypoid pengkajian dilakukan pada
tanggal 27 Maret 2021 pukul 23.30 data yang didapat saat pengkajian
keadaan pasien lemah, akral hangat, TD 120\80 mmhg, Sh 37,9 OC, Nd
84x/menit, Rr 20x/menit, SPO2 97%, GCS 4-5-6.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari data didapatkan diagnosa keperawatan :
a) Hipertermi berhubungan dengan infeksi kuman Salmonella Thypi
yang ditandai dengan pasien mengatakan demam ± 7 hari hilang
timbul, akral hangat, Sh : 37,9 OC, Nd : 84x/mnt, Salmonella O
Paratyphi A 1/160, Salmonella Typhi H 1/640, WBC 14,27.
b) Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
purunan nafsu makan yang ditandai dengan mual, pasien
menghabiskan 1/4 porsi makanan dengan BB 44 kg
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang dilaksanakan pada kasus nyata.
Adapun intervensi yang telah dilakukan oleh peneliti untuk mengatasi
masalah keperawatan yang didapatkan antara lain:
1) Hipertermi
Intervensi yang telah dilakukan perawat adalah anjurkan pasien
mengenakan pakaian tipis dan meyerap keringat.minum air putih
sesuai batas toleransi, kolaborasi dalam pemberian obat Antipiretik
33
dan jumlah makanan yang dihabiskan pasien setiap jam makan,
kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet pasien
4.2 Saran
1. Bagi Penulis
Untuk penulis diharapkan penulis lebih intensif dalam melaksanakan tindakan
keperawatan dan mengadaptasikan teori sesuai dengan kondisi klien dan
penulis lebih fokus lagi dalam mengkaji data-data pasien sehingga bila
melakukan asuhan keperawatan datanya lebih akurat dan lengkap lagi.
2. Saran untuk keluarga
Bagi keluarga disarankan untuk melanjutkan terapi pasien agar kesehatan
pasien dapat ditingkatkan dan juga mengalami kemajuan. Terapi yang dapat
dilakukan keluarga untuk pasien di rumah seperti: selalu rutin minum obat
dan kontrol ke dokter, dan melakukan pencegahan dengan menjaga
kebersihan makanan dan minuman seperti penyediaan sumber air minum
yang baik, merebus air minum sampai mendidih, serta mencuci bahan
makanan yang akan dimasak dan makanan yang telah dimasak jangan
dibiarkan terbuka, penyediaan jamban sehat, sosialisasi budaya cuci tangan
dan pemberantasan lalat.
3. Untuk perawat
34
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta : Salemba
Medika,
ZulfikarA,(2006).http://sinta.unud.ac.id/dokumendir/
dc886f8b82a00d3e0cbe2b240e4cbe10.pdf
http://repo.stikesperintis.ac.id/839/1/17/Rahmat Fauzan.pdf
35
DAFTAR SINGKATAN
36