Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pada era

modernisasi ini banyak muncul penyakit yang disebabkan karena lifestyle seseorang

yang buruk. Demam typhoid salah satu penyakit yang menjadi masalah besar di

negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Demam thypoid merupakan Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai

tifus abdominalis atau typoid fever ini di sebabkan oleh kumansalmonella typhi atau

salmonella paratyphi A, B, dan C. Demam typhoid merupakan masalah kesehatan

yang penting di indonesia maupun daerah-daerah tropis dan subtropis di seluruh

dunia (Suriadi & Yuliani 2006; h. 254). Demam typoid merupakan penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih

dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaraan. Penyebab

penyakit ini adalah salmonella typosa (Ngastiyah 2005; h. 236).

Demam thypoid di dunia ini sangat sulit ditentukan karena penyakit ini di

kenal mempunyai gejala dengan sprektrum klinis yang sangat luas terutama

diberbagai negara yang sedang berkembang. Menurut data Wordl Health

Organization (WHO) tahun 2013 menyatakan angka prevalensi demam thypoid

pada anak-anak umur 4-15 tahun kematian berkisar antara 0-14,8%. Surveilens

Depertamen Kesehatan RI, Frekwensi kejadian demam typoid di Indonesia pada

tahun 2010 Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak

1
2

negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit

ini tiap tahunnya. Di Indonesia diperkirakan insiden demam typhoid adalah 300 –

810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam

typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Kemudian Case

Fatality Rate (CFR) demam typoid pada tahun 2010 sebesar 1,02% dari seluruh

kematian di Indonesia. (Garna Herry, 2012).

Penyakit demam typhoid ini, mudah sekali untuk ditularkan pada orang lain,

yang mana penularan S. thypi dapat melalui makanan atau minuman yang

terkontaminasi, lalat, feses atau urin pasien dengan carier (orang yang sembuh dari

demam typhoid, tapi dalam tubuhnya masih mengandung bakteri salmonella typhi

kurang lebih dalam waktu 1 tahun), Sehingga dalam penanganannya memerlukan

perawatan yang komprehensif, agar tidak menyebabkan komplikasi yang berat pada

pasien hingga menyebabkan kematian. (Suyono, 2010).

Kejadian demam typhoid di Indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000

penduduk pertahun,dengan angka kematian 3,1-10,4% (Nasronudin, 2014).

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2010, demam

typhoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di

rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%,

urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi

7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan

proporsi 3,01% (Depkes RI, 2012).


3

Dalam profil kesehatan provinsi Jawa Barat tahun 2010, menunjukan jumlah

prevelensi di Jawa Barat sebesar 1,61% yang tersebar di Kabupaten dan Kota 3,5%

kebanyakan menyerang umur 4-15 tahun sebesar 100.000 penduduk setiap tahunya

(Rikesda, 2010).

Komplikasi sering terjadi dalam keadaan hipertermi toksemia berat, ada

kelemahan yang umum agar kematian akibat komplikasi dapat dihindari.

Komplikasi yang dapat muncul akibat demam typoid tidak dapat segera ditangani

adalah dapat terjadi perdarahan, yaitu sebanyak 0,5-3% yang terjadi setelah minggu

pertama sakit. Komplikasi tersebut dapat ditandai apabila suhu badan dan tekanan

darah mendadak turun dan kecepatan nadi meningkat. Perforasi dapat ditunjukkan

lokasinya dengan jelas, yaitu di daerah distal ileum disertai dengan nyeri perut,

tumpah-tumpah dan adanya gejala peritonitis. Selanjutnya gejala sepsis sering kali

timbul. Sekitar 10% pneumonia dan bronchitis ditemukan pada anak-anak dan

komplikasi yang lebih berat dengan akibat fatal adalah apa bila mengenai jantung

(myocarditis) dengan cardiogenic shock. Prognosater gantung dari pengobatan

yang tepat dan cepat (Ranuh, 2013; h. 184).

Melihat komplikasi yang ditimbulkan cukup parah maka perawat sebagai

tenaga kesehatan mempunyai andil besar dalam mensukseskan program

penanggulangan penyakit demam typoid ini dengan menggunakan pelayanan

keperawatan yang professional yaitu meliputi 4 aspek yaitu promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif, dimulai dari Aspek promotif yaitu dengan memberikan

pendidikan kesehatan tentang pencegahan seperti manganjurkan klien untuk

mencuci tangan sebelum makan. Aspek preventif adalah pendidikan kesehatan


4

tentang pengertian demam typoid dan penyebabnya. Aspek kuratif yaitu dengan

memberikan penatalaksanaan pada penyakit demam typoid dengan pemberian obat-

obatan dan diet makanan. Aspek rehabilitative yaitu dengan pemulihan kesehatan

melalui istirahat dan tirah baring yang cukup serta menghindari makanan yang

merangsang lambung dengan cara mengkonsumsi nasi padat dan lauk pauk rendah

selulosa dalam jangka waktu tertentu sampai usus dalam kondisi baik kembali.

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Beber Kabupaten Cirebon

dari bulan Januari sampai Desember 2016 didapatkan kasus demam typhoid

sebanyak 234 anak, dan pada bulan Januari sampai Desember 2017 di dapatkan

kasus demam typhoid sebanyak 331 anak. Berdasarkan data diatas dari tahun 2016

sampai tahun 2017 mengalami kenaikan dalam angka penyakit demam typhoid

pertahun. Hal tersebut menunjukan bahwa kasus demam typhoid masih sangat

tinggi dan kasus ini tidak dapat di anggap kasus yang ringan melainkan sebagai

kasus yang harus di tangani untuk menekan angka kejadian demam typhoid. Maka

penulis sangat tertarik untuk menggali penyakit tentang demam typhoid untuk

menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Demam Typoid

pada Anak”.

1.2. Rumusan Masalah

Memperhatikan berbagai hal yang telah dikemukakan pada latar belakang

yang diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam karta tulis ilmiah ini adalah

“Asuhan Keperawatan Pada An. M dengan demam typoid di Wilayah Kerja

Puskesmas Beber Kabupaten Cirebon tahun 2018?”


5

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien demam typhoid

menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan

sesuai dengan standart keperawatan secara professional.

1.3.2. Tujuan Khusus

Dengan penyusunan karta tulis ilmiah ini, diharapkan :

a. Dapat melakukan pengkajian pada klien An. M dengan demam typoid.

b. Dapat menentukan masalah keperawatan pada klien An. M dengan demam

typoid.

c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada klien An. M dengan

demam typoid.

d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien An. M dengan

demam typoid.

e. Dapat melaksanakan evaluasi pada klien An. M dengan demam typoid.

f. Dapat mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan

praktek.

g. Dapat mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat

mencari solusi atau pemecahan masalah.

h. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien An. M dengan

demam typoid
6

1.4.Ruang Lingkup

Penulisan makalah ilmiah ini membahas asuhan keperawatan pada An. M

dengan demam thypoid Wilayah Kerja Puskesmas Beber Kabupaten Cirebon yang

dilaksanakan pada tanggal 27 Januari sampai dengan 2 Febuari 2018.

1.5. Manfaat Penulisan

Penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan kasus demam typhoid ini diharapkan

dapat bermanfaat bagi:

1.5.1. Perkembangan Keperawatan

Agar karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk

memberikan asuhan keperawatan pada klien demam typhoid,

sehingga dapat dilakukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat

untuk menangani masalah yang terjadi pada klien demam typhoid.

1.5.2. Instansi Akademik

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang

akan datang.

1.5.3. Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk lebih

meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan pada klien demam

typhoid.

1.5.4. Penulis
7

Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

yang lebih mendalam sebagai upaya untuk memberikan asuhan

keperawatan khususnya pada klien demam typhoid.

1.5.5. Pembaca

Memberikan pengertian, pengetahuan, pemahaman dan

pengambilan keputusan yang tepat kepada pembaca. Khususnya

dalam menyikapi dan mengatasi jika ada klien demam typhoid.

1.6 Metode Penulisan

1.6.1. Metode Penyusunan

Penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang

bersifat mengumpulkan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan

dengan pendekatan studi kasus. Penulis menggambarkan suatu proses

asuhan keperawatan Dengan Harga Diri Rendah Di Desa Kondangsari

UPTD Puskesmas Beber Kota Cirebon mulai dari pengkajian sampai

evaluasi.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi partisipatif

Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan pada pasien selama dirawat di rumah sakit dan lebih

bersifat obyektif, yaitu dengan melihat respon pasien setelah dilakukan


8

tindakan. Penulis melakukan observasi partisipatif dengan cara melihat

respon pasien setelah penulis melakukan tindakan keperawatan.

2. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab

tentang masalah yang dihadapi pasien. Penulis melakukan wawancara

langsung dengan pasien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lain

mengenai tentang teori keadaan pasien dengan Isolasi Sosial. Penulis

melakukan perawatan secara langsung Di Desa Kondangsari UPTD

Puskesmas Beber Kota Cirebon.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah teknik pemgumpulan data dengan

melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi untuk mendapatkan data fisik pasien secara keseluruhan.

Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada dengan

Harga Diri Rendah Di Desa Kondangsari UPTD Puskesmas Beber Kota

Cirebon.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari 5 bab yaitu :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan, manfaat, ruang lingkup, sistematika

penulisan, metode penulisan dan teknik pengumpulan data.

BAB II : Tinjauan Pustaka yang terdiri dari konsep medis sinusitis dan

konsep asuhan keperawatan.


9

BAB III : Metode Penelitian

BAB IV : Tinjauan Kasus yang terdiri dari pengkajian, perumusan

diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Demam Thypoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri

ditandai dengan demam insidius yang berlangsung lama, sakit kepala, badan lemah,

anoreksia, bradikardi relatif, serta splenomegali. (James Chin, 2006).

Demam Thypoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi (S.typhi) atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi) yang masuk

kedalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yang mudah menular

dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. (Djoko

Widodo,2006).

Demam thypoid merupakan Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai

tifus abdominalis atau typoid fever ini di sebabkan oleh kumansalmonella typhi atau

salmonella paratyphi A, B, dan C. Demam typhoid merupakan masalah kesehatan

yang penting di indonesia maupun daerah-daerah tropis dan subtropis di seluruh

dunia (Suriadi & Yuliani 2006; h. 254).

Demam typoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai

saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan

pada pencernaan, dan gangguan kesadaraan. Penyebab penyakit ini adalah

salmonella typosa (Ngastiyah 2005; h. 236).

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan demam Thypoid adalah

penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S.typhi)

10
11

atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi), yang masuk kedalam tubuh manusia

(saluran pencernaan) dengan ditandai oleh demam insidius yang lama, sakit kepala,

badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, serta Splenomegali, dan juga merupakan

kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang banyak orang sehingga

dapat menimbulkan wabah.

2.2. Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit demam Thypoid ini adalah Bakteri

Salmonella Typhi ( S. Typhi ) dan Salmonella Paratyphi. (James Chin,MD,2006).

Menurut Mansjoer, dkk,2000 hal : 432 etiologi dari demam typhoid adalah

slamonella typhii, basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak

berspora. Mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen O

(somatic), H (flagella), Vi, dan protein membrane hialin. Sedangkan menurut

Yatim, 2007: hal 123 kuman penyabab demam thypoid yaitu karena Salmonella

Thypii atau para Thypii A, B, atau C.

2.3. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi)

masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang sudah

terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Sebagian bakteri dimusnahkan dilambung

oleh asam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus halus dan selanjutnya

berkembang biak . Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus halus kurang

baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya kelamina propia.
12

Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit

terutama oleh makrofag, kemudian bakteri yang hidup dan berkembang biak

didalam makrofag di bawah ke plague peyeri ileum distal selanjutnya ke kelenjar

getah bening mesenterika. Kemudian melalui ductus torasikus bakteri yang didalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatan bakteremia pertama

yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh

terutama organ hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel

fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel dan selanjutnya masuk kedalam

sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan

disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, Didalam hati kuman masuk

kedalam kandung empedu, berkembang biak bersama cairan empedu diekskresikan

secara “intermitten” kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui

feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus, proses

yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif

maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator

imflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi imflamasi sistemik

seperti: demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,

gangguan mental dan koagulasi. (Djoko Widodo,2006).

2.4. Manifestasi Klinik

Menurut Suriadi, dkk, 2006: hal.255 manifestasi klinik pada demam thypoid

yaitu :

a. Nyeri kepala, lemah, lesu


13

b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu, minggu

pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat

pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu ke dua suhu tubuh

terus meningkat, dan minggu ke tiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali

normal.

c. Gangguan pada saluran cerna : halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering

dan pecah-pecah, lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue),

meteorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang

disertai nyeri pada perabaan.

d. Gangguan kesdaran ; penurunan kesadaran (apatis, somnolen)

e. Bintik-bintik kemerahan pada kulit ( roseola ) akibat emboli basil dalam kapiler

kulit.

f. Epistaksis

Sedangkan menurut Ngastiyah, 2005: 237 , demam thypoid pada anak

biasanya

lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari

jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama

30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan

tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian

menysusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan

suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
14

setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam

hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.

Lidah tertutup selaput putih kotor ujungnya dan tepinya kemerahan. Pada

abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar

disertai nyeri dan peradangan.

c. Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai somnolen, jarang

terjadi sopor, koma atau gelisah. Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada

minggu pertama demam, kdang-kadang ditemukan pula takikardi dan epitaksis.

d. Relaps

Relaps ialah berulangya gejala penyakit demam thypoid, akan tetapi berlangsung

ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu ke dua setelah suhu badan normal

kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena

terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh

obat maupun oleh zat anti.

2.5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari demam thypoid menurut Suriadi,dkk ,2006: hal.255

antara lain yaitu :


15

1. Usus : Perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis

2. Organ lain : Meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan

bronkhopneumoni

Menurut Ngastiyah, 2005: 241 komplikasi pada demam thypoid dapat terjadi

pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal akibatnya

diantaranya adalah :

1. Perdarahan Usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan

benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat

disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

2. Perforasi Usus

Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada

bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto

rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus

halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,

dinding adomen tegang ( defense musclair ) dan nyeri tekan. Komplikasi

di usus halus, terjadi karena lokalilasi perdangan akibat sepsis

(bakterimia) yaitu meningitis, koleistitis, ensefalopati dan lain-lain,

terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia. Dehidrasi dan


16

asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi

akibat suhu tubuh yang tinggi.

2.6. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Ngastiyah,2005: hal.158) pasien yang dirawat dengan diagnosis

observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperalakukan langsung sebagai

pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

1. Isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta.

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.

3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu stelah suhu normal

kembali, kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri

kemudian berjalan di ruangan.

4. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak

merangsang, dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila

kesadaran pasien menurun di berikan makanan cair melalui sonde

lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga di

berikan makanan lunak.

a. Terapi penujang.

Pemberian obat-obatan antimikroba yang sering digunakan untuk pengobatan

demam thypoid yaitu ;

1. Kloramfenikol.
17

Merupakan obat (therap) yang diberikan secara oral atau interavena

dengan dosis 4x500 mg, obat ini diberikan sampai dengan 7 hari bebas

panas.

2. Tiamfenikol,

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam Thypoid hampir sama

dengan klorafenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti anemia

aplastic lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

3. Kotrimoksazol.

Efektivitas obat (therapy) ini hampir sama dengan kloramfenikol, dosis

untuk orang dewasa 2x2 tablet dan diberikan selama 2 minggu.

4. Ampisilin dan amoksisillin.

Kemampuan obat (therapy) ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar

antara 50-150 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu.

5. Seftriakson.

Obat (therapy) ini terbukti efektif untuk demam thypoid, dosis yang

dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dextrose 100 cc diberikan selama ½

jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

6. Kombinasi obat antimikroba.

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan

tertentu saja antara lain toksik Thypoid, peritonitis atau perforasi, serta

syok septic.
18

2.7. Pengkajian Keperawatan

2.7.1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien dengan menggunakan

metode ilmiah dengan pendekatan proses keperawatan tanpa mengabaikan bio,

psiko, dan kultur sebagai kesatuan yang utuh dan adapun asuhan keperawatan yang

digunakan yaitu melalui tahap pengkajian, diagnose keperawata, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. (Doengoes, E. Marilynn,

et.al, 2000)

6.1. Identitas

Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

nomor registrasi, status perkawinan, agama pekerjaan, tinggi badan, berat badan,

tanggal MR.

6.2. Keluhan utama pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan

kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak

pernah, apakahh pernah menderita penyakit lainnya.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual,

muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot,

lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


19

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau

sakit lainnya.

4. Riwayat Psikososial

Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan

timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa

yang dideritanya.

5. Pola-pola Fungsi Kesehatan

a) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan

Perubahan penatalaksanaan keseahatan yang dapat menimbulkan masalah

dalam keseahatnnya.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah

kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status

nutrisi.

c) Pola tidur dan aktifitas

Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang

meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.

d) Pola aktifitas dan latihan

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta

pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnnya.

e) Pola eliminasi
20

Kebiasaan dalam B.A.K akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas

yang meniggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

f) Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah

menikah akan terjadi perubahan.

g) Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi

pengeatahuan dan kemampuan dalam merawat diri.

h) Pola persepsi dan konsep diri

Didalam proses perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi

masalah penyakitnya.

i) Pola penanggulangan stress

Stress timbul apabila seorang pasien tidak efktif dalam mengatasi masalah

penyakitnya.

j) Pola hubungan interpersonal

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan

interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan

perannya selam sakit.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan cemas

dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

2.7.2. Pemeriksaan Penunjang


21

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan Leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah

sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang

terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh

karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam

typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan

darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini

dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

1. Teknik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,

hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.

Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu

pada saat bakteremia berlangsung.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.


22

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh

biakan darah dapat positif kembali.

3. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan

antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga

biakan darah negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan

mungkin negatif.

d. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien

dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen

yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan

dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat

infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh

kuman).
23

2. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel

kuman).

3. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai

kuman). (Mansjoer, 2000 : hal. 432)

2.8. Diagnosa Keperawatan

Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul

diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data, penggelompokan

dan menentukan diagnosa.

Diagnosa keperawatan adalah keputusan / kesimpulan yang terjadi dari hasil

pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Demam

Thypoid dibuat berdasarkan manifestasi klinik yang ada lalu dimodifikasi

kepermasalahan penyakit pencernaan yang sesuai menurut Marylin E. Dongoes

(2000) adalah sebagai berikut :

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui muntah dan

diare.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan hyperperistaltik

pada usus.

c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi yang tidak adekuat.

d. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Tyhpi.


24

e. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari –sehari berhubungan dengan

kelemahan fisik.

f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya

informasi.
25

BAB III

METODE PENELITIAN

Perencanaan Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan diagnosa

keperawatan pada klien dengan demam thypoid adalah sebagai berikut :

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui muntah, diare.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tanda – tanda dehidrasi tidak ada.

Rencana Keperawatan :

- Kaji turgor, membrane mukosa dan pengisian kapiler.

- Observasi tanda – tanda vital.

- Monitor pemasukan cairan secara oral.

- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses hiperperistaltik pada

usus.

Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan

rasa nyaman nyeri teratasi.

Kriteria hasil : Klien tampak rilek dan rasa nyeri tidak ada.

Rencana Keperawatan :

- Catat lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.


26

- Beri posisi yang nyaman.

- Beri lingkungan yang nyaman.

- Monitor tanda – tanda vital.

- Ajarkan tehnik relaksasi kepada klien.

- Anjurkan klien untuk melaporkan nyerinya.

c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

dapat menunjukkan pemasukan makanan yang adekuat.

Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan , tidak ada tanda –

tanda malnutrisi.

Rencana Keperawatan :

- Berikan makanan dalam keadaan hangat

- Timbang berat badan setiap hari

- Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering

- Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien

- Kolaborasi untuk pemberian diet

d. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Tyhpi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

peningkatan suhu tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36°C sampai 37°C).

Rencana Kerawatan :

- Monitor tanda – tanda vital.


27

- Beri kompres air hangat.

- Kolaborasi untuk pemberian anti piretik.

e. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari – hari berhubungan dengan

kelemahan fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

mampu melakukan aktifitasnya.

Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktifitas sehari – hari.

Rencana Keperawatan :

- Dekatkan alat yang mudah dijangkau oleh klien.

- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene, makan dan

minum.

- Beri mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan.

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

mampu memahami tentang penyakitnya.

Kriteria hasil : Klien menyatakan paham tentang proses penyakitnya.

Rencana Keperawatan :

- Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya.

- Kaji tingkat pendidikan klien.

- Kaji ulang mengenai pengetahuan klien tentang informasi yang diberikan.


28

2.9. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan tindakan keperawatan yang

disesuaikan dengan keadaan klien. Tindakan keperawatan ini dilakukan dengan

pendekatan independent, defenden, dan interfenden. Indefendent adalah tindakan

keperawatan yang dilakukan sendiri tanpa ada ketergantungan dengan tim

kesehatan lain seperti mengukur tanda – tanda vital, mengkaji pola makan.

Depedent adalah tindakan keperawatan yang dilakukan dengan kolaborasi dengan

tim kesehatan lainnya seperti dokter, analis dan dokter gizi. Sedangkan

interdependen adalah tindakan keperawatan yang dilakukan dengan kolaborasi

dengan tim kesehatan yang terlibat dalam keperawatan klien seperti konsultasi

tentang kesehatan klien dengan dependent lain seperti penyakit dalam , bedah dan

lain – lain.

2.10. Evaluasi Keperawatan

Proses evaluasi mencakup perbandingan antara data yang telah terkumpul

dengan criteria hasil, memeriksa ulang rencana asuhan keperawatan dan

memodivikasi rencana keperawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses

keperawatan, dimana penulis menilai sejauh mana tujuan perawatan dapat tercapai

yang didokumentasikan menggunakan format SOAP yaitu subyektif, obyektif,

analisa, planning.

Sejalan dengan telah dievaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap rencana

asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat

menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikannya.


29

Patways

Salmonella thyposa masuk saluran pencernaan lambung

Di serap oleh usus halus

Masuk peredaran darah

Hati

kelenjar limfoid

Hematomegali reaksi

inflamasi

Nyeri ulu hati reaksi

inflamasi parasimpatik

Nyeri gangguan pencernaan diare sel usus

vili naik

Anoreksia Mual muntah pelepasan

zat piragen

Kelemahan

meningkatkan set.pointsuhuDihipotalamus Penurunan parasteltik usus Demam

Bising usus menurun Gangguan pola Eliminasi (Ranuh, 2013, h. 181) Nyeri

Ketidakseimbangan Nutrisi Intoleransi Aktivitas Konstipasi Hipertermi


30

BAB IV

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 febuari 2018 pukul 08.00 WIB,

tanggal masuk PUSKESMAS 27 Febuari 2018 pukul 13.00 WIB. nomor registrasi

47-51-58 dengan diagnosa medis Demam Tifoid.

1. Identitas Klien

Nama klien An M, jenis kelamin perempuan, usia 13 tahun, status

perkawinan belum menikah, agama Islam, suku bangsa jawa, pendidikan

SMA, Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, pekerjaan pelajar, alamat

Beber, sumber biaya BPJS, sumber imformasi dari klien, keluarga, dan

catatan medik.

2. Resume

Klien bernama An M datang ke PUSKESMAS Beber Kab.

Cirebon pada tanggal 27 Febuari 2018 pukul 13.00 WIB dengan

keluhanpanas naik turun terutama malam hari sejak satu minggu sebelum

masuk PUSKESMAS, mual, muntah , napsu makan menurun, nyeri ulu hati,

sakitkepala, batuk dan pilek, keadaan umum sakit sedang, kesadaran

composmentis, observasi tanda- tanda vital tekanan darah; 100/70 mmhg,

nadi 98 x/menit, suhu tubuh 38 ͦ C, pernapasan 20 x/menit.

Hasil pemeriksaanlaboratorium tanggal 6 Febuari 2018 dengan hasil;

HB; 12,5 gr/dl, HT; 37 %, L;3000 / ul, TR; 195 / ul, SGOT; 22,6 u/l, SGPT; 18,1
31

u/l, Protein total; 7,7gr/dl, Albumin; 4,3 gr /dl, Globumin; 3,4 gr /dl. Klien

mengatakan berat badansekarang 35 kg berat badan sebelum sakit 45 kg.

3. Masalah keperawatan

a. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri.

c. Peningkatan suhu tubuh, Tidak efektifnya bersihan jalan napas.

4. Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan

a. Mengobservasi tanda-tanda vital

1) Tekanan Darah : 100/ 70 mmhg

2) Nadi : 98 X / menit

3) Suhu tubuh : 38℃

4) Pernapasan 20 X / menit.

b. Memberikan kompres air hangat

c. Kolaborasi pemberian obat-obatan

1. Ceftriakson injeksi 2 X 1 gr

2. Paracetamol 3 X 500 mg oral

3. Antasid syrup 3 X1 cth oral

4. Rantin injeksi 2 X 1 ampul.

5. Evaluasi

a. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh masih terjadi

dengan katagori tujuan keperawatan belum teratasi.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri masih terjadi dengan katagori tujuan

keperawatan belum teratasi.


32

c. Peningkatan suhu tubuh sudah tidak ada lagi.

d. Bersihan jalan napas kembali efektif.

6. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengatakan keluhan utama masuk PUSKESMAS yaitu panas

sejak satu minggu sebelum masuk PUSKESMAS terutama pada malam

hari, mual, muntah, tidak napsu makan, batuk, pilek dan nyeri pada daerah

ulu hati dan abdomen, faktor pencetus adanya bakteri Salmonella Typi,

timbulnya keluhan secara bertahap, upaya yang dilakukan langsung

dibawa ke PUSKESMAS Beber Kab. Cirebon

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya dan tidak

ada riwayat kecelakaan. Klien mengatakan alergi terhadap ikan laut, tidak

ada riwayat alergi obat, makanan , lingkungan. Klien mengatakan tidak

ada riwayat pemakaian obat-obatan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut klien, ayah klien menderita penyakit hipertensi


33

d. Genogram

Ket :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Menikah

Dambar 3.1 Genogram : Anak

: Paisen

: Satu rumah

e. Riwayat psikososial dan Spiritual

Klien mengatakan orang yang terdekat klien adalah ibu dan

kakaknya. Intraksi dalam keluarga terbuka dimana anggota keluarga

bebas mengeluarkan pendapat, yang mengambil keputusan adalah ayah

klien. Kegiatan yang dilakukan dimasyarakat tidak ada. Dampak

penyakit Perempuan Laki-laki Laki-laki meninggal Klien Tinggal

serumah terhadap keluarga klien mengatakan orang tuanya menjadi

cemas dengan penyakit klien. Masalah yang mempengaruhi klien yaitu

klien merasa binggung dengan penyakitnya. Mekanisme Koping

terhadap stress adalah klien mengatakan bila klien merasa stress klien

langsung tidur. Persepsi klien terhadap penyakitnya, klien mengatakan

ingin cepat sembuh. Harapan setelah menjalani perawatan, klien

mengatakan supaya dapat melakukan aktifitas sehari- hari. Perubahan


34

yang dirasakan setelah jatuh sakit, klien tidak dapat melakukan aktifitas

sehari- hari. Sistem nilai kepercayaan yang bertentangan agama tidak

ada, aktifitas keagamaan saat ini adalah hanya berdoa saja.

f. Kondisi Lingkungan Rumah.

Klien saat ini tinggal di daerah gronggong kab cirebon, Klien

mengatakan rumahnya bersih dan jauh dari tempat pembuangan sampah.

g. Pola kebiasaan

1. Pola nutrisi Sebelum sakit klien makan 3 X sehari, napsu makan

baik, habis 1 porsi, makanan yang tidak disukai dan makanan yang

alergi adalah ikan laut, makanan pantangan tidak ada, tidak ada

penggunaan obatobatan sebelum makan. Di PUSKESMAS; makan

3 X sehari, napsu makan menurun ,mual, makan habis ½ porsi,

dietnya nasi lunak, penggunaan obat sebelum makan adalah Antasid

syrup 1 cth.

2. Pola Eliminasi Sebelum sakit klien BAK 6 sampai 8 X / hari, warna

urine kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, dan tidak terpasang

cateter. BAB 1 X sehari, waktu pagi hari, warna faeces kuning,

konsistensi setengah padat, tidak ada keluhan saat BAB, tidak

mengunakan obat sebelum BAB, Di PUSKESMAS klien BAK 6

sampai 7 X sehari , warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat

BAK, tidak menggunakan cateter. BAB 1X sehari ,waktunya tidak

tentu, warna kuning, konsistensi setengah padat, tidak ada keluhan

saat BAB, dan tidak menggunakan obat sebelum BAB.


35

3. Pola personal hygine.

i. Mandi.

Sebelum sakit klien mandi 2 X sehari, waktunya pagi dan sore

hari. Di PUSKESMAS klien mandi 2 X sehari, waktunya pagi

dan sore hari.

ii. Oral hygiene.

Sebelum sakit klien gosok gigi 2 X sehari, waktunya pagi dan

sore hari. Di PUSKESMAS klien gosok gigi 2 X sehari,

waktunya pagi dan sore hari.

iii. Cuci Rambut.

Sebelum sakit klien cuci rambut setiap hari. Di PUSKESMAS

klien sudah dua kali cuci rambut.

4. Pola Istirahat dan Tidur.

Sebelum sakit klien tidur siang 3 jam / hari, tidur malam 8 jam,

kebiasaan sebelum tidur berdoa. Di PUSKESMAS; klien tidur siang

4 jam/ hari, tidur malam 7 jam, kebiasaan sebelum tidur berdoa.

5. Pola Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit klien sehari- hari hanya sekolah dan membantu

ibunya dirumah, klien olah raga 1 X seminggu yaitu lari pagi, tidak

ada keluhan saat beraktivitas, Di PUSKESMAS; klien tidak pernah

melakukan kegiatan dan badannya terasa lemas.

6. Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan.


36

Sebelum sakit klien tidak pernah merokok, minum- minuman keras

dan tidak menggunakan narkoba. Di PUSKESMAS; klien tidak

pernah merokok, minum-minuman keras dan tidak menggunakan

narkoba.

3.2. Pengkajian Fisik.

a. Pemeriksaan Fisik Umum.

Berat badan 35 kg, sebelum sakit 45 kg, tinggi badan 158 cm, Tekanan

darah 90/70 mmhg, Nadi 80 X /menit, Pernapasan 18 X /menit, Suhu tubuh

36o C, Keadaan umum sakit sedang, tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening.

b. Sistem Penglihatan.

Sisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,

konjungtiva merah muda, kornea normal, sclera mata anikterik, pupil

isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan normal, tanda-

tanda radang tidak ada, pemakaian kaca mata dan lensa tidak ada, reaksi

terhadap cahaya baik.

c. Sistem Pendengaran.

Kedua daun telinga normal, tidak ada serumen, kondisi telinga tengah

normal, tidak ada cairan dari telinga, fungsi pendengaran baik, tidak ada

gangguan keseimbangan, tidak ada pemakaian alat bantu dengar.

d. Sistem Wicara Sistem wicara normal, mengerti inti pembicaraan

e. Sistem Pernapasan.
37

Jalan napas bersih, tidak ada sesak, tidak ada penggunaan alat bantu napas,

Frekuensi napas 18 X /menit, irama teratur, pernapasan spontan, tidak ada

batuk, sputum warna putih, konsistensi encer, tidak terdapat darah, palpasi

dada tidak ada benjolan, suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat

bernapas, tidak ada pengguaan alat bantu napas.

f. Sistem Kardiovaskuler

1. Sirkulasi periper Nadi 80 X /menit, Irama teratur, tekanan darah 90 /70

mmhg, tidak tampak pembesaran vena jugularis, temperatur kulit teraba

hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak ada

edema.

2. Sirkulasi Jantung. Kecepatan denyut apical 80 X /menit, irama teratur,

murmur (-), gallop (-), tidak ada nyeri dada, skala nyeri 0.

g. Sistem hematology.

Gangguan hematology, kulit tidak pucat dan tidak ada perdarahan.

h. Sistem Syaraf Pusat.

Klien mengatakan sakit kepala tidak ada, kesadaran compos mentis, GCS

15 (Eye; 4. Motorik; 6, Verbal; 5), tidak ada tanda-tanda peningkatan intra

cranial, tidak ada gangguan system persyarafan, reflek fisiologi normal,

reflek fatologis negative.

i. Sistem Pencernaan.

Keadaan mulut; gigi tampak bersih, tidak ada caries, lidah tampak putih,

tidak ada stomatitis, mukosa mulut lembab, ada muntah berisi makanan,

warnanya sesuai warna makanan, jumlahnya lebih kurang 100 cc, klien
38

mengatakan .nyeri seperti ditusuk- tusuk, bising usus 12 X / menit, tidak ada

diare, tidak ada konstipasi, Hepar tak teraba, Abdomen teraba lembek.

j. Sistem Endokrin.

Tidak tampak pembesaran kelenjar tyroid, napas tidak berbau keton dan

tidak ada luka gangrene.

k. Sistem Urogenital.

Balance cairan 2925 cc , Output 2675 cc, tidak ada perubahan pola

berkemih, BAK berwarna kuning, tidak ada distensi kandung kemih, Tidak

ada keluhan sakit pinggang, Skala nyeri 0.

l. Sistem Integumen.

Turgor kulit baik, temperatur kulit 36o C, warna kulit kemerahan, keadaan

kulit baik,tidak ada kelainan pada kulit, Kondisi kulit daerah pemasangan

infuse baik rambut berwarna hitam dan bersih tidak berketombe.

m. Sistem Muskuloskletal.

Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada kelainan

bentuk tulang, sendi maupun tulang belakang, tonus otot baik Kekuatan otot

= 5.

n. Data Tambahan Tentang Pemahaman Penyakit.

Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakit demam tifoid, tapi klien

menyadari bahwa saat ini menderita penyakit demam tifoid. 6. Data

Penunjang. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Febuari 2018,

Hemoglobin : 12,5 gr /dl (normal; 12-14 gr/ dl ) Hematokrit : 37 % ( normal

37-45 %) Lekosit : 3000/ ul ( normal 5000-10000/ul) Trombosit : 195 000/ul (


39

normal 150.000- 450.000/ul) SGOT : 22u/l ( normal < 31 u/l ) SGPT : 18 u/l (

normal.

Anda mungkin juga menyukai