Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

THYPOID

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dengan dosen pembimbing : Sri Utami Dwiningsih,MNS.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Nur Analia P1337420120027


2. Achmad Rijal Chilmi P1337420120035
3. Titik Unggul Primadayana P1337420120036
4. Vera Aulia Putri P1337420120058
5. Siska Lailatul Maghfiroh P1337420120059
6. Ivania Ayu Paninggar P1337420120060
7. Febi Indriyani P1337420120075
8. Anggie Monika Anggraini P1337420120092

PRODI STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang tela
h melimpahkan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenu
hi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Maternitas, dengan judul “Thypoid”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan bany
ak pihak yang dengan tulus memberikan sran dan kritik sehingga masalah ini dapat terselesai
kan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenak
an terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala be
ntuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga maka
lah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi para pembaca.

Semarang, 05 Agustus 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1.........................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................
1.4 Manfaat.......................................................................................................
BAB II .......................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................
2.1 Definisi Thypoid.........................................................................................
2.2 Patofisiologi................................................................................................
2.3 Tanda Dan Gejala.......................................................................................
2.4 Test Diagnostic...........................................................................................
2.5 Penatalaksanaan..........................................................................................
2.6 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Penyakit Thypoid................
BAB III.......................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
3.1 Simpulan.....................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Typhoid berasal dari bahasa Yunani “typhos” yaitu penderita demam dengan ganggua
n kesadaran. Typhoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang diseb
abkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypi (W
idoyono, 2011)
Salmonella enterica serovar typhi merupakan organisme penyebab demam tifoid. Bak
teri ini secara serologis positif untuk antigen lipopolisakarida O9 dan O12, antigen protei
n flagela Hd, dan antigen kapsul polisakarida Vi. Antigen kapsuler Vi sebagian besar terb
atas padaS. enterica serotipe typhi, meskipun itu dibagikan oleh beberapa jenis S. enterica
sero jenis Hirschfeldii (paratyphi C) dan Dublin, dan Citrobacterfreundii.53 Kapsul polisa
karida Vi memiliki efek protektifffdll terhadap aksi bakterisida pada serum orang yang ter
infeksi.
World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia terdapat 11 hing
ga 21 juta kasus dan sekitar 128 ribu hingga 161 ribu kematian akibat tifoid setiap tahunn
ya. Insiden demam tifoid terjadi di wilayah Asia cukup tinggi, yaitu dengan angka insiden
lebih dari 100 kasus pertahun per 100.000 populasi (Widodo et al 2014:549). Prevalensi ti
foid di Indonesia sebesar 1.6% dari rentang 0.3%-3% dengan dua belas provinsi mempun
yai prevalensi diatas angka nasional (Riskesdas, 2008) World Health Organization (WH
O) memperkirakan di seluruh dunia terdapat 11 hingga 21 juta kasus dan sekitar 128 ribu
hingga 161 ribu kematian akibat tifoid setiap tahunnya. Insiden demam tifoid terjadi di wi
layah Asia cukup tinggi, yaitu dengan angka insiden lebih dari 100 kasus pertahun per 10
0.000 populasi (Widodo et al 2014:549). Prevalensi tifoid di Indonesia sebesar 1.6% dari
rentang 0.3%-3% dengan dua belas provinsi mempunyai prevalensi diatas angka nasional
(Riskesdas, 2008)
Gejala typhoid yang timbul bervariasi, mulai ringan hingga berat, bahkan demam pad
a sore hari. Terkadang karena ringannya gejala demam typhoid, penderita sering mengang
gap remeh dan enggan pergi ke dokter. Penyakit typoid yang sudah akut, gejalanya semak
in serius seperti nyeri ulu hati, nyeri lambung, diare bahkan konstipasi, sakit kepala, mual,
sampai muntah-muntah. Jika demam typhoid tidak segera ditangani akan mengakibatkan
gangguan kesadaran mulai dari ringan hingga berat. Komplikasi yang bisa terjadi pada pa
sien demam typhoid adalah perforasi usus, perdarahan usus, dan neuropsikiatri (koma)
(Widoyono, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada bagian latar belakang, dapat diambil
suatu rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa Definisi dari penyakit Thypoid ?
b. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Thypoid ?
c. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Thypoid?
d. Apa saja Test Diagnostic pada penyakit Thypoid?
e. Bagaimana Penatalaksanaan pada penyakit Thypoid?
f. Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Penanggulanngan penyakit Thypoid?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui Definisi dari penyakit Thypoid


b. Untuk mengetahui Patofisiologi dari penyakit Thypoid
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Thypoid
d. Untuk mengetahui Test Diagnostic pada penyakit Thypoid
e. Untuk mengetahui Penatalaksanaan pada penyakit Thypoid
f. Untuk mengetahui Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Penanggulanngan p
enyakit Thypoid

1.4 Manfaat
Manfaat dariMakalah ini adalah sebagai berikut :
a. Praktis
Membantu mahasiswa untuk mengenal lebih dalam Mengenai Penyakit Thypoid
b. Teoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang Penyakit Thypoid
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Thypoid


Penyakit demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular melalui mulut yang diseb
abkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Ini biasanya disebabkan oleh konsumsi air yang tid
ak murni dan makanan yang terkontaminasi. SebagaiS. typhi bakteri dapat bertahan hidup
di air selama berhari-hari, kontaminasi air permukaan seperti limbah, air tawar dan air tan
ah bertindak sebagai agen penyebab utama tifus
2.2 Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri
yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan
antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar,
akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di
usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus halus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika
bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan
limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oleh Salmonella typi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan
tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulis.
Diduga endotoksin dari Salmonella typi menstimulasi makrofag di dalam hati, limfa,
folikel limfoma usus halus dan kelenjar linfe mesenterika untuk memproduksi sitoksin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel,
sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstrimulasi system imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk.
2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Masuk melalui mutut

Menuju kesaluran pencernaan

Mati dimusnahkan asam lambung Lambung

Diserap oleh usus halus

Bakteri masuk aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Limfa Endotoksin

Usus halus

Tukak Usus Splenomegali Hipertermi

Pendarahan dan perforansi Lambung tertekan

Nyeri Resiko definit volume cairan Mual

Anoreksia Perubahan Nutrisi


2.3 Tanda dan Gejala
Tabel manifestasi klinis

Keluhan:
Nyeri kepala (frontal) 100%
Kurang enak di perut ≥ 50 %
Nyeri tulang, persendian, dan otot ≥ 50 %
Berak-berak ≤ 50 %
Muntah ≤ 50 %
Gejala:
Demam 100%
Nyeri tekan perut 75%
Bronchitis 75%
Toksik >60%
Latergik >60%
Lidah tifus (“kotor”) 40%

(Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Ed V. Jilid III. Jakarta: interna
publishing)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh
berangsur meningkat.
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafas tidak sedap, kering pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan
tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan
jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis
sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah.
d. Relaps (kembung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat.

2.4 Test Diagnostic


Tes yang umum dilakukan guna mendiagnosis tifus, antara lain :
1. Tes Widal
Tes widal adalah tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis tifus.
Pertama, dokter akan bertanya seputar riwayat penyakit. Kemudian, dilanjutkan dengan
pertanyaan seputar kebersihan makanan dan tempat tinggal, serta keluhan yang dialami.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti memeriksa suhu tubuh,
melihat tampilan permukaan lidah, memeriksa bagian perut mana yang nyeri, dan
mendengarkan bunyi usus dengan stetoskop.
Dalam pemeriksaan widal, pengidap akan diambil darah sebagai sampel. Setelah
itu, sampel darah akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Di laboratorium, sampel
darah akan ditetesi dengan bakteri Salmonella yang sudah dimatikan dalam bentuk
antigen O (badan bakteri) dan antigen H (ekor atau flagel bakteri).
Kedua antigen tersebut diperlukan karena antibodi untuk badan bakteri dan flagel
bakteri dapat berbeda. Selanjutnya, sampel darah diencerkan sampai puluhan atau ratusan
kali. Bila setelah berulang kali diencerkan antibodi tetap terbukti positif, maka individu
tersebut dianggap mengidap tipes.
2. Tes Tubex
Tubex merupakan alat uji yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan antibodi
IgM anti-O9 dalam darah. Antibodi tersebut dihasilkan secara otomatis oleh sistem imun
saat tubuh terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhi. Jadi, apabila tes Tubex mendeteksi
antibodi IgM anti-O9 dalam sampel darah  menandakan seseorang tersebut positif
mengidap tipes.
2.5 Penatalaksanaan
A. Medis
a) Anti Biotik (Membunuh kuman):
- Klorampenicol
Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam tifoid yang
bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisi
d terhadap kuman- kuman tertentu serta berspektrum luas. Dapat digunakan
untuk terapi bakteri gram positif maupun negatif. Kloramfenikol terikat pada
ribosom subunit 50s serta menghambat sintesa bakteri sehingga ikatan pepti
da tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Sedangkan mekanism
e resistensi antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferas
e yang diperantarai faktor-R.Masa paruh eliminasinya pada bayi berumur ku
rang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Dosis untuk terapi demam tifoid pada ana
k 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Lama terapi 8-10 hari setela
h suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu turun.Sedangkan do
sis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.
- Ampisilin
Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan mukopepti
da yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Pada mikroba yang s
ensitif, ampisilin akan menghasilkan efek bakterisid. Dosis ampisilin tergant
ung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur pasien. Untuk anak deng
an berat badan 7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
- Kotrimoxasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim dan sulfa
metoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek sinergis. Trimetoprim d
an sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatik obligat pada mikroba. Sul
fametoksasol menghambat masuknya molekul PAmino Benzoic Acid (PAB
A) ke dalam molekul asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat enzim
dihidrofolat reduktase mikroba secara selektif. Frekuensi terjadinya resistens
i terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-masing obat, karena
mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen antibiotik masih peka t
erhadap komponen lainnya. Dosis yang dianjurkan untuk anak ialah trimeto
prim 8 mg/kgBB/hari dan sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dala
m 2 dosis.
- Ceftriaxon
Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid dimana ba
kteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai obat. Antibiotik ini
memiliki sifat bakterisid dan memiliki mekanisme kerja sama seperti antibio
tik betalaktam lainnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang
dihambat ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan di
nding sel. Dosis terapi intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosi
s, sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.
- Cefixime
Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai kuman
gram positif maupun gram negatif aerobik. Obat ini termasuk dalam antibiot
ik betalaktam, di mana memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis dind
ing sel mikroba. Mekanisme penghambatannya melalui reaksi transpeptidase
dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Dosis terapi intravena yan
g dianjurkan untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h dalam 4 – 6 dosis. Sedangk
an untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.
b) Antipiretik (Menurunkan panas): Paracetamol
B. Keperawatan
a) Observasi dan pengobatan
b) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
c) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan decubitus.
e) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
f) Diet
- Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
2.6 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Penyakit Thypoid
Program pemerintah penanggulangan thypoid, meliputi:
1) Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal pengendalian tifoid;
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi termasuk Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE);
3) Melaksanakan kegiatan pencegahan karier, relaps dan resistensi tifoid;
4) Melaksanakan kegiatan perlindungan khusus (vaksinasi tifoid);
5) Melaksanakan deteksi dini karier tifoid;
6) Melaksanakan pengamatan tifoid;
7) Memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM);
8) Memperkuat pengelolaan logistik pengendalian tifoid;
9) Melaksanakan supervisi dan bimbingan teknis;
10) Melaksanakan montoring dan evaluasi, dan
11) Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan
kesadaran. Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella type A.B.C penularan terjadi secara pecal, oral melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah
(yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas

3.2 Saran

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Kami berharap m
akalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Demi kesempurnaan makalah ini, saya b
erharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun agar makalah ini bisa lebih
baik untuk ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Uttam Kumar Pau. 2017. Typhoid fever: a review. International Journal of Advances in Medi
cine Paul UK et al. Int J Adv Med. 2017 Apr;4(2):300-306 http://www.ijmedicine.com

http://repository.ump.ac.id/3992/3/Amrizal%20Wahyu%20Mustika%20Adya%20BAB%20II.
pdf diakses pada 5 Agustus 2021, 22.55 WIB.

http://eprints.undip.ac.id/43747/4/CAROLINA_INNESA_G2A009119_BAB2KTI.pdf diakse
s pada 5 agustus 2021, 23.43 WIB.

Anda mungkin juga menyukai