Anda di halaman 1dari 39

CASE REPORT SESSION (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A220030/ Juli 2022


**Pembimbing/ dr. Fitri Yulianti, Sp.OG

WOUND DEHISCENCE POST OP MIOM EC INFEKSI


SEKUNDER

Maydina Gusta, S.Ked*


dr. Fitri Yulianti, Sp.OG **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
Case Report Session (CRS)

LEMBAR PENGESAHAN

WOUND DEHISCENCE POST OP MIOM EC INFEKSI


SEKUNDER

Disusun Oleh :

Maydina Gusta, S.Ked

G1A220030

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Raden Mattaher Jambi

Program Studi Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Juli 2022

PEMBIMBING

dr. Fitri Yulianti, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
telaah jurnal Case Report Session ini dengan judul “Wound Dehiscence Post Op
Miom ec Infeksi Sekunder”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Fitri Yulianti, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi
dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Juli 2022

Maydina Gusta, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 15
3.1 Definisi ...................................................................................................... 15
3.2 Epidemiologi ............................................................................................. 15
3.3 Etiologi ...................................................................................................... 16
3.4 Klasifikasi ................................................................................................. 17
3.5 Tanda dan Gejala....................................................................................... 17
3.6 Patofisiologi .............................................................................................. 17
3.7 Jenis Luka.................................................................................................. 18
3.8 Fase Penyembuhan Luka........................................................................... 20
3.9 Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka .................................... 24
3.10 Penatalaksanaan ...................................................................................... 26
BAB IV ANALISA KASUS ................................................................................ 29
BAB V KESIMPULAN....................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.7 Luka Akut .......................................................................................... 19


Gambar 3.7 Luka Kronis ....................................................................................... 19
Gambar 3.8 Fase Inflamasi ................................................................................... 21
Gambar 3.8 Fase Proliferasi .................................................................................. 22
Gambar 3.8 Fase Remodelling .............................................................................. 23

v
BAB I
PENDAHULUAN

Dehisensi luka adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau


seluruhnya luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses
penyembuhan luka operasi.1 Perawatan post operatif penting seperti halnya
persiapan preoperatif. Perawatan post operatif yang kurang sempurna akan
menghasilkan ketidakpuasan dan tidak memenuhi standar operasi. Tujuan
perawatan post operatif adalah untuk menghilangkan rasa nyeri, sedini mungkin
mengidentifikasi masalah dan mengatasinya sedini mungkin. Mengantisipasi dan
mencegah terjadinya komplikasi lebih baik daripada sudah terjadi komplikasi.1
Wound care dan bandaging merupakan elemen penting untuk
meminimalkan komplikasi dan akan memberi hasil kosmetik dan fungsional yang
optimal. Dengan mengangkat debris dari permukaan luka akan merangsang re-
epitelisasi. Bandage yang baik dapat menyokong dan menstabilkan luka,
menampung darah atau cairan yang berlebihan, memberikan tekanan pada luka
untuk hemostasis, melindungi luka dari kekeringan dan kontaminasi bakteri.2,3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. L
Umur : 28 Tahun
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Pajajaran No.37 RT.17 Kota Jambi
MRS : 13 Juni 2022 Pukul : 11.49 WIB

Identitas Suami
Nama : Tn. P
Umur : 28 Tahun
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Pajajaran No.37 RT.17 Kota Jambi

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan luka bekas operasi mengeluarkan nanah sejak
± 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan luka
bekas operasi mengeluarkan nanah sejak ± 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan
operasi awal yang akan dilakukan pasien sebelumnya adalah operasi usus buntu,
tetapi ketika diperiksa kembali oleh dokter, pasien memiliki mioma dan mola
sehingga pasien dilakukan operasi laparatomi 2 minggu SMRS. 3 hari setelah

2
3

operasi, luka pada bekas operasi pasien mengeluarkan nanah dan bolong, dan pasien
segera keklinik dokter dan dianjurkan dokter untuk melakukan perawatan mandiri
dirumah selama seminggu, selang seminggu setelah melakukan perawatan mandiri
dirumah pasien mengeluhkan perut terasa kencang, nyeri, demam, mual dan muntah
sehingga pasien sulit untuk makan, sehingga pasien dibawa ke RS Bhayangkara dan
dirujuk dokter ke RSUD Raden Mattaher pada 2 hari SMRS untuk dilakukan
rehecting pada bekas operasi pasien. Pasien mengatakan jarang mengkonsumsi
makanan yang tinggi protein seperti putih telur dan daging. Pasien juga mengatakan
pasien sempat hamil 8 minggu dan mengalami keguguran dan dilakukan kuret 4
bulan SMRS, dan pasien juga mengatakan tidak pernah menstruasi setelah kuret,
lemas (+), sakit kepala (-), BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Riwayat Keluhan serupa sebelumnya (-)
b. Riwayat Operasi (+) Kuret 4 bulan yang lalu dan Laparatomi 2 minggu yang
lalu
c. Riwayat Appendisitis (+) 2 minggu yang lalu
d. Riwayat Penyakit Mola (+) 2 minggu yang lalu
e. Riwayat Penyakit Mioma (+) 2 minggu yang lalu
f. Riwayat Hipertensi (-)
g. Riwayat Diabetes Mellitus (-)
h. Riwayat Asma (-)
i. Riwayat Malaria (-)
j. Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat Mola (+) ibu pasien 2x mola 30 tahun yang lalu
b. Riwayat Hipertensi (-)
c. Riwayat Diabetes Mellitus (-)
d. Riwayat Asma (-)
e. Riwayat Malaria (-)
4

Riwayat Sosial Ekonomi :


a. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
b. Pasien menggunakan BPJS kesehatan kelas I
c. Riwayat kebiasaan merokok (-)
d. Riwayat konsumsi alkohol (-)
e. Riwayat meminum jamu (-)

2.3 Data Kebidanan


a. Haid
- Menarche usia : 12 tahun
- Lama haid : 5-7 hari
- Siklus haid : 28 hari
- Dismenorrhea : Ada
- Warna : Merah segar
- Bau haid : Anyir
- Fluor albus : Tidak ada

b. Riwayat Perkawinan
- Status pernikahan : Kawin
- Jumlah :1
- Lama pernikahan : 8 bulan
- Usia saat menikah : 28 tahun

c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Tahun Umur Jenis Anak


No Penolong Penyulit Nifas ket
partus kehamilan persalinan
JK BB

1 - - - - - - - -

d. Riwayat KB
- Pernah mendengar tentang KB : Pernah
- Pernah menjadi akseptor KB : Belum pernah
- Alat kontrasepsi yang pernah dipakai : Tidak ada
5

2.4 Riwayat Kesehatan


a) Riwayat keluhan serupa : Tidak ada
b) Riwayat penyakit yang pernah diderita :
- Riwayat Appendisitis (+) 2 minggu yang lalu
- Riwayat Penyakit Mola (+) 2 minggu yang lalu
- Riwayat Penyakit Mioma (+) 2 minggu yang lalu
c) Riwayat operasi :
- Riwayat Kuret 4 bulan yang lalu
- Riwayat Laparatomi 2 minggu yang lalu
d) Riwayat penyakit dalam keluarga :
- Riwayat Mola (+) ibu pasien 2x mola 30 tahun yang lalu

2.5 Data Objektif


- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
- Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 108/69 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respiratory Rate : 20 kali/menit
Suhu : 36°C
Saturasi : 99%
Berat Badan : 48 kg
Tinggi badan : 155 cm

a. Status Generalis
Kulit
• Warna : Sawo matang
• Efloresensi :-
• Jaringan Parut :-
• Turgor : Kembali cepat
• Lainnya : Petekie (-), Purpura (-)
6

Kelenjar Getah Bening


• Pembesaran KGB : Tidak ada

Kepala
• Bentuk Kepala : Normocephal
• Rambut : Hitam, Tidak mudah dicabut
• Ekspresi : Tampak lemas
• Simetris Muka : Simetris

Mata
• Konjungtiva : Anemis (+/+)
• Sklera : Sklera ikterik (-/-)
• Pupil : Isokor
• Lensa : Normal
• Gerakan : Normal
• Lapangan Pandang : Normal

Hidung
• Bentuk : Simetris
• Sekret : (-)
• Septum : Deviasi (-)
• Selaput Lendir : (-)
• Sumbatan : (-)
• Pendarahan : (-)

Mulut
• Bibir : Pucat (-), Kering (-), Sianosis (-)
• Lidah : Atrofi papila lidah (-)
• Gusi : Anemis (-), Perdarahan (-)

Telinga
• Bentuk : Simetris
• Sekret : (-)
• Pendengaran : Normal
7

Leher
• JVP : Tidak ada
• Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
• Kelenjar Limfonodi : Tidak ada pembesaran

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra ± 2 cm
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS IV-V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS II Linea parasternal dextra
Batas Bawah : ICS III-IV Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Spider nevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris, Bekas operasi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada bekas operasi
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), Pitting edema (-), Eritem
(-), Turgor kembali cepat, Petekie (-), Purpura (-)
Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Pitting edema (-), Edema (-), Eritem
(-), Turgor kembali cepat, Petekie (-), Purpura (-)

b. Pemeriksaan Genitalia
- Pemeriksaan Inspekulo : Tidak Dilakukan
8

- Vaginal Touché : Tidak Dilakukan

PEMERIKSAAN LOKALIS
Inspeksi
Abdomen : Simetris, Soepel (+), Striae gravidarum (-), Linea nigra (-), Sikatrik
(-), Massa (-), Bekas luka operasi (+) ± 20 cm, Nanah pada bekas
operasi (+), Darah (-)

Palpasi
Abdomen : Nyeri tekan (+) pada bekas operasi, Tidak ada pembesaran hepar
dan tidak ada pembesaran ginjal, pemeriksaan pembesaran lien
tidak dilakukan

Perkusi
Abdomen : Tidak dilakukan

Auskultasi
Abdomen : Bising usus (+)

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin (13/06/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 10.8 11.5-16.5 g/dL

Hematokrit 33.4 35-55%

Eritrosit 4.00 3.5-5.5 x 1012/L

MCV 83.5 75.0-100.0 fL

MCH 27.0 25.5-35 pg

MCHC 32.4 31-38 g/dL

RDW 15.5 11.0-16.0%

Trombosit 273 150-400 x109/L


9

PCT .145 0.01-9.99%

MPV 5.30 8.0-11.0 fL

PDW 17.8 0.1-99.9 fL

Leukosit 7.61 4.0-10.0 x109/L

Kesan : Anemia Normositik Normokromik

Darah Rutin (15/06/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 11.4 11.5-16.5 g/dL

Hematokrit 34.8 35-55%

Eritrosit 4.18 3.5-5.5 x 1012/L

MCV 83.3 75.0-100.0 fL

MCH 27.3 25.5-35 pg

MCHC 32.7 31-38 g/dL

RDW 15.1 11.0-16.0%

Trombosit 249 150-400 x109/L

PCT .140 0.01-9.99%

MPV 5.64 8.0-11.0 fL

PDW 18.6 0.1-99.9 fL

Leukosit 8.15 4.0-10.0 x109/L

Kesan : Anemia Normositik Normokromik


10

Faal Ginjal (14/06/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Ureum 10 15-39 mg/L

Creatinin 0.5 0.55-1.3 mg/L

Kesan : Penurunan kadar ureum dan creatinin dalam darah

Elektrolit (14/06/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Natrium 141.7 135-147 mmol/L

Kalium 3.53 3.5-5.0 mmol/L

Chlorida 101.5 95-105 mmol/L

Calcium Ion++ 1.15 1.00-1.15 mmol/L

Kesan : Elektrolit dalam batas normal

2.7 Diagnosis
Diagnosa Pre Op : Wound Dehiscence Post Op Miom ec Infeksi Sekunder +
Anemia + Low Intake Nutrisi
Diagnosa Post Op : Post Explorasi Toilet Dehiscence + Rehecting a/i Wound
Dehiscence ec Infeksi Sekunder

2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
- IVFD D5% 15 tpm + NaCl 0,9% 15 tpm
- Inj. Ceftriaxone 3x1 g
- Inj. Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Ranitidine 3x1 g
- Inj. Gentamicin 3x80 mg
- Inj. Ketorolac 3x30 mg
- PO Vit Albumin 3x1
11

- R/ Explorasi + Repair wound bila HB normal


- R/ Transfusi PRC II Kolf
- GV dengan Oxoferin pagi dan malam
- R/ Rehecting jika keadaan umum baik

Non Medikamentosa
- Observasi KU
- Observasi TTV

LAPORAN OPERASI
Nama Pasien : Ny. L
Umur : 28 tahun
Operator : dr. Rudy, Sp.OG
Diagnosa Pre Op : Wound Dehiscence Post Op Miom ec Infeksi Sekunder +
Anemia + Low Intake Nutrisi
Diagnosa Post Op : Post Explorasi Toilet Dehiscence + Rehecting a/i Wound
Dehiscence ec Infeksi Sekunder
Nama Operasi : Explorasi Toilet Dehiscence + Rehecting
Tanggal Operasi : 15/06/2022
Jam Operasi : 12.30 – 13.20 WIB
Tindakan :
1) Tampak luka terbuka pada insisi lama operasi perabdominal
2) Dilakukan Excici lagi melintas pada luka
3) Dilakukan pencucian dengan gentamicin, tampak luka terbuka sampai dengan
fascia
4) Luka dibilas dengan RL + Gentamicin kekulit
5) Dilakukan jahitan jelujur dengan ukuran benang 2.0 pada jaringan
6) Dilakukan jahitan satu-satu dengan silk 2.0 panjang melintasi sampai kekulit
7) Luka pasca operasi ditutup dengan kassa steril
8) Operasi selesai
12

Terapi Post Op :
- IVFD D5% RL 3 : 1 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 3x1 g
- Inj. Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Ranitidine 3x1 g
- Inj. Gentamicin 3x80 mg
- Inj. Ketorolac 3x30 mg
- Diet malam hari TKTP
- Mobilisasi dini pasca operasi bertahap

2.9 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

2.10 Follow Up

Tanggal S O A P
BANGSAL
15/06/2022 - Nyeri pada Keadaan Wound - IVFD D5% 15
luka bekas umum : Dehiscence tpm + NaCl 0,9%
operasi Tampak sakit Post Op 15 tpm
- Demam (-) sedang Miom ec - Inj. Ceftriaxone
Kesadaran : Infeksi 3x1 g
Compos Sekunder + - Inj.
mentis, GCS Anemia + Metronidazole
: 15 Low Intake 3x500 mg
(E4V5M6) Nutrisi - Inj. Ranitidine
TD : 108/69 3x1 g
mmHg - Inj. Gentamicin
N : 80 x/i 3x80 mg
RR : 20 x/i - Inj. Ketorolac
T : 36˚C 3x30 mg
13

SpO2 : 99% - PO Vit Albumin


BB : 48 kg 3x1
TB : 155 cm - R/ Explorasi +
Repair wound
bila HB normal
- R/ Transfusi PRC
II Kolf
- GV dengan
Oxoferin pagi
dan malam
- R/ Rehecting jika
keadaan umum
baik
16/06/2022 - Nyeri pada Keadaan Post - IVFD D5% 15
luka bekas umum : Explorasi tpm + NaCl 0,9%
operasi Tampak sakit Toilet 15 tpm
- Demam (-) sedang Dehiscence + - Inj. Ceftriaxone
Kesadaran : Rehecting 3x1 g
Compos HR I a/i - Inj.
mentis, GCS Wound Metronidazole
: 15 Dehiscence 3x500 mg
(E4V5M6) ec Infeksi - Inj. Ranitidine
TD : 120/80 Sekunder 3x1 g
mmHg - Inj. Gentamicin
N : 88 x/i 3x80 mg
RR : 18 x/i - Inj. Ketorolac
T : 36,2˚C 3x30 mg
SpO2 : 100%
BB : 48 kg
TB : 155 cm
14

HB : 11,4
g/dL Post
Transfusi 2
Kolf
17/06/2022 - Nyeri pada Keadaan Post - IVFD D5% 15
luka bekas umum : Explorasi tpm + NaCl 0,9%
operasi Tampak sakit Toilet 15 tpm
- Demam (-) sedang Dehiscence + - Inj. Ceftriaxone
Kesadaran : Rehecting 3x1 g
Compos HR II a/i - Inj.
mentis, GCS Wound Metronidazole
: 15 Dehiscence 3x500 mg
(E4V5M6) ec Infeksi - Inj. Ranitidine
TD : 120/80 Sekunder 3x1 g
mmHg - Inj. Gentamicin
N : 80 x/i 3x80 mg
RR : 22 x/i - Inj. Ketorolac
T : 36˚C 3x30 mg
SpO2 : 99%
BB : 48 kg
TB : 155 cm

Hari Jumat, tanggal 17/06/2022, pukul 13.30 WIB, pasien pulang


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dehisensi luka adalah keadaan dimana terbukanya kembali sebagian atau
seluruhnya luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses
penyembuhan luka operasi.1
Dehiscence merupakan komplikasi bedah dimana tepi luka tidak lagi
bertemu. Hal ini juga dikenal sebagai "Pemisahan luka". Penyembuhan luka harus
baik didekati, yang berarti bahwa tepi memenuhi rapi dan dipegang bersama oleh
jahitan, staples atau metode lain penutupan. Sebagai menyembuhkan sayatan, luka
mengisi dengan jaringan baru, yang disebut "Granulasi" atau "Jaringan granulasi".
Jaringan baru ini tidak sekuat kulit normal, seperti baru dan tidak memiliki waktu
untuk memperkuat.
Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi luka operasi yang
terinfeksi. Komplikasi lain penyembuhan luka dipindah yang lambat, morbiditas
dan mortalitas yang meningkat, serta lama rawat yang berkepanjangan.4

3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2012 di Indonesia, tindakan operasi mencapai 1,2 juta jiwa dan
diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi.5 Laparatomi
merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan didaerah abdomen.6
Dari kasus tersebut pada pasien dengan pasca operasi laparatomi, pemilihan
balutan luka dapat bervariasi. Meskipun memiliki tahap-tahap yang dapat
diidentifikasi, pada kenyataannya penyembuhan luka merupakan proses yang
kompleks dan terus menerus, proses penyembuhan luka juga tidak selalu berjalan
dengan lancar.7
Wound dehiscence merupakan salah satu komplikasi luka post operasi yang
paling serius. Beberapa penelitian memperlihatkan tingkat mortalitas dan
morbiditas yang tinggi yaitu 3-35%,8 dengan insiden wound dehiscence didunia
sekitar 0,4%-3,5% setelah pembedahan mayor abdomen dan dihubungkan dengan

15
16

kematian sekitar 10%-45%.9 Dampak dari wound dehiscence diantaranya


meningkatkan stress pada pasien, eviserasi, operasi ulang, gangguan body image,
menurunkan kualitas hidup pasien, meningkatkan lama rawat dan biaya rawat lebih
dari 300%, dan meningkatkan anggaran kesehatan rumah sakit.
Manajemen bedah dengan sistem tekanan negatif atau negative pressure
wound therapy (NPWT) ini dapat menjadi pendekatan baru untuk mengurangi
komplikasi luka seperti wound dehiscence.10 Penelitian penggunaan NPWT
menunjukkan manfaat terapi yang potensial untuk mengurangi komplikasi luka
pada pasien ginekologi onkologi yang menjalani operasi laparatomi dan berisiko
tinggi wound dehiscence.11
RSUP Dr. Hasan Sadikin dapat mencapai kurang lebih 50 operasi setiap
bulannya yaitu sekitar 0,4%-1,13%. Pada tahun 2011 sampai 2014 ditemukan
kurang lebih 252 kasus abdominal wound dehiscence.12

3.3 Etiologi
1) Faktor mekanik yaitu adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan
semakin meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor
mekanik tersebut antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan
hematom serta teknik operasi yang kurang.
2) Faktor metabolik yaitu hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan
keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
3) Faktor infeksi yaitu secara klinis biasanya terjadi pada hari ke 6-9 pasca operasi
dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar
luka.1
Luka dehiscence dapat disebabkan oleh teknik bedah yang buruk seperti
penjahitan yang tidak benar, jahitan lebih diperketat atau jenis yang tidak pantas
dari jahitan. Luka dehiscence juga dapat disebabkan oleh meningkatnya stres
kedaerah luka sebagai akibat dari latihan berat, angkat berat, batuk, tertawa, bersin,
muntah atau bantalan turun terlalu keras dengan gerakan usus. Dalam beberapa
kasus, dehiscence luka bisa menjadi sekunder untuk luka infeksi atau penyembuhan
yang buruk seperti yang terlihat pada pasien dengan penyakit kronis, kurang gizi
17

atau sistem kekebalan tubuh yang lemah. Luka dehiscence sekunder dapat terjadi
pada pasien dengan AIDS, penyakit ginjal, diabetes mellitus dan mereka yang
menjalani kemoterapi atau radioterapi.13

3.4 Klasifikasi
1) Dehisensi luka operasi dini yaitu terjadi kurang dari 3 hari pasca operasi yang
biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak
baik.
2) Dehisensi luka operasi lambat yaitu terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12
hari pasca operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya
infeksi, status gizi dan faktor lainnya.2

3.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dehiscence luka yang jelas dan mudah untuk diidentifikasi
dan dapat ditemukan sebagai salah satu atau lebih dari hal berikut :
1) Luka terbuka
2) Jahitan rusak (Tanpa penyembuhan)
3) Nyeri ditempat luka
4) Luka pendarahan
5) Nanah dan/atau drainase berbusa pada luka yang terinfeksi3

3.6 Patofisiologi
Kata lain dari dehiscence adalah kegagalan mekanik penyembuhan luka
insisi. Insisi pada operasi menstimulasi proses penyembuhan yang melalui empat
fase berbeda dan berkesinambungan yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan
maturasi. Selama hemostasis, trombosit beragregasi, zat pembeku darah mengalami
aktivasi dan degranulasi. Bekuan darah didegradasi, pembuluh kapiler melebar,
cairan memasuki sisi luka, dan aktivasi kaskade komplemen. Makrofag, sel yang
lisis dan neutrofil merupakan sediaan sitokin dan faktor pertumbuhan yang
essensial untuk penyembuhan luka. Pada fase proliferasi terjadi pembentukan
jaringan granulasi yang dimulai pada hari ketiga pasca operasi dan berakhir
beberapa minggu. Terpenting pada fase tersebut fibroblast bergerak kearah luka dan
merespon sintesis kolagen. Fase maturasi dimulai pada hari ketujuh pasca operasi
18

dilanjutkan deposisi jaringan kolagen dan remodelling untuk meningkatkan


kekuatan regangan luka.1,3

3.7 Jenis Luka


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan
luka itu dan menunjukkan derajat luka.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tidak terinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (Inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b) Clean-Contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a) Stadium I : Luka Superfisial “Non-Blanching Erithema” yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka “Full Thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
19

sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fascia tetapi tidak mengenai
otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.2,3

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a) Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.13

Gambar 3.7 Luka Akut13

b) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.13

Gambar 3.7 Luka Kronis13


20

Jenis lain dari luka :


a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang
masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api,
matahari, listrik, maupun bahan kimia.14

3.8 Fase Penyembuhan Luka


Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan
sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan.

1) Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari kelima, pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi,
pengerutan ujung pembuluh yang putus (Retraksi), dan reaksi hemostasis.
21

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah
yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem
dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa
warna kemerahan karena kapiler melebar (Rubor), suhu hangat (Kalor), rasa
nyeri (Dolor), dan pembengkakan (Tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus
dinding pembuluh darah (Diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis.
Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri
dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (Fagositosis). Fase ini
disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan
luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.

Gambar 3.8 Fase Inflamasi2

2) Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
22

aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat
ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada
tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan
normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah
karena ikatan intramolekul dan antar molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari
sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.
Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi kearah yang lebih rendah atau datar, sebab
epitel tidak dapat bermigrasi kearah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan
tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.

Gambar 3.8 Fase Proliferasi2


23

3) Fase Penyudahan (Remodelling)


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan
akhirnya permukaan jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung
berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah
lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal
karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih
diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses
ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah
digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase
ini, permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan
kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3 sampai 6 bulan setelah
penyembuhan.1,2,3

Gambar 3.8 Fase Remodelling2

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah
diterangkan tadi, berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan
kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder
atau sanatio persecundam intentionem (Latin : sanatio = penyembuhan, per =
melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada). Cara ini biasanya
24

makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau
lukanya menganga lebar.
Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio
perprimam intentionem, yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya
dengan bantuan jahitan. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping
atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup
yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan
dibersihkan dan dieksisi (Debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-
7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini
umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. Jika, setelah dilakukan
debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan primer.14

3.9 Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


1) Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.

2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Pasien
memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan
mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Pasien
yang gemuk meningkatkan risiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3) Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
25

4) Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi


Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (Yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka.

5) Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6) Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan leukosit (Sel darah putih), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).

7) Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat
faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

8) Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk kedalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein kalori tubuh.
26

9) Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10) Obat
Obat anti inflamasi (Seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera.
b. Antikoagulan dapat mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.3

3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dehisensi luka dibedakan menjadi penatalaksanaan non
operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif.

a. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif


Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat
tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan penderita
berbaring ditempat tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau
pakaian khusus steril. Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat
dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka operasi terbuka. Selain
perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk mempercepat
penutupan kembali luka operasi. Diberikan pula antibiotik yang memadai untuk
mencegah perburukan dehisensi luka.

b. Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita
dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang
dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka,
mesh repair, vacuum pack, abdominal packing, dan Bogotabag repair.
27

Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan


hingga saat ini. Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan
penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan teknik penjahitan.
Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridement terlebih
dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi.
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi
luka jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu
mengidentifikasi sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi
dilakukan dalam 48-72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi
ditegakkan. Teknik yang sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama
dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus dan dapat
dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika terdapat tanda-
tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan
perawatan luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembapan jaringan
terjaga. Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang
monofilament nonabsorbable yang besar. Jahitan penguat luar diangkat
setidaknya setelah 3 minggu.
Selain rehecting, metode yang biasa dilakukan antara lain mesh
repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk
semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang
terbuka tersebut dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair
menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar
80% pasien dengan mesh repair mengalami komplikasi dengan 23% mengalami
enteric fistulation.
Selain itu digunakan pula vacuum pack. Teknik ini menggunakan
sponge steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu
ditutup dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction dibagian
bawahnya. Teknik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Teknik ini
dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi. Bogota bag adalah
kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi
genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka
28

operasi yang terbuka kembali. Plastik ini dijahit kekulit atau fascia pada dinding
abdomen anterior.1,2,3
BAB IV
ANALISIS KASUS

1) Anamnesis

Pada Kasus Teori


- Pasien berusia 28 tahun Faktor penyembuhan luka :
- Pasien jarang mengkonsumsi 1) Usia
makanan yang tinggi protein Anak dan dewasa penyembuhannya
seperti putih telur dan daging lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis,
penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan
pemakaian pada tubuh. Pasien memerlukan
diet kaya protein, karbohidrat, lemak,
vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn.
Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu
untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Pasien
yang gemuk meningkatkan risiko infeksi
luka dan penyembuhan lama karena supply
darah jaringan adipose tidak adekuat.
3) Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan.
Bakteri sumber penyebab infeksi.
4) Benda asing
Benda asing seperti pasir atau
mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda

29
30

tersebut diangkat. Abses ini timbul dari


serum, fibrin, jaringan sel mati dan leukosit
(Sel darah putih) yang membentuk suatu
cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (Pus).

2) Pemeriksaan Fisik

Pada Kasus Teori


1. Keadaan umum baik 1. Klasifikasi luka : Dehisensi luka
2. Tanda vital dalam batas normal operasi lambat : Terjadi kurang
3. Status internus dalam batas normal lebih antara 7 hari sampai 12 hari
4. Pada status Ginekologi : pasca operasi. Pada keadaan ini
a) Pemeriksaan Luar biasanya dihubungkan dengan
Inspeksi : Permukaan datar, usia, adanya infeksi, status gizi
terdapat luka bekas operasi yang dan faktor lainnya.
terbuka dengan ukuran 20 cm x 2 cm 2. Tanda dan gejala dehiscence
x 2 cm, nanah (+), darah (-) luka yang jelas dan mudah untuk
Auskultasi : Bising usus (+) normal diidentifikasi dan dapat
Palpasi : Nyeri tekan (+) daerah luka ditemukan sebagai salah satu atau
Perkusi : Tidak dilakukan lebih dari hal berikut :
b) Pemeriksaan Dalam 1) Luka terbuka
Inspeksi : Lochea (-), jahitan (-), darah 2) Jahitan rusak (Tanpa
(-) penyembuhan)
Palpasi : Bagian dalam rahim tidak 3) Nyeri ditempat luka
Dilakukan 4) Luka pendarahan
5) Nanah dan/atau drainase
berbusa pada luka yang
terinfeksi
31

3) Pemeriksaan Penunjang

Pada Kasus Teori


Darah rutin didapatkan : Faktor metabolik seperti
1. HB rendah 10,8 g/dL Hipoalbuminemia, diabetes
2. Hematokrit rendah 33,4% mellitus, anemia, gangguan
3. Penurunan kadar Ureum dalam darah 10 mg/dL keseimbangan elektrolit serta
4. Penurunan kadar Creatinin dalam darah 0,5 mg/dL defisiensi vitamin dan protein
dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.

4) Tatalaksana

Kasus Teori
Non-Operatif : Penatalaksanaan :
- IVFD D5% 15 tpm + NaCl 0,9% 15 tpm - Penanganan Non-Operatif/
- Inj. Ceftriaxone 3x1 g konservatif seperti perawatan luka
- Inj. Metronidazole 3x500 mg yang baik, nutrisi adekuat dan
- Inj. Ranitidine 3x1 g pemberian antibiotik
- Inj. Gentamicin 3x80 mg - Penanganan operatif
- Inj. Ketorolac 3x30 mg Rehecting, mesh repair, vacuum
- PO Vit Albumin 3x1 pack, abdominal packing, dan
- R/ Transfusi PRC II Kolf Bogota bag repair

Operatif :
- Re-hecting atau penjahitan ulang luka
operasi
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 28 tahun, datang diantar


keluarganya ke RSUD Raden Mattaher melalui IGD dengan diagnosis Wound
Dehiscence Post Op Miom ec Infeksi Sekunder + Anemia + Low Intake Nutrisi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang dilakukan secara
autoanamnesis, didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan. Pada bekas operasi pasien didapatkan mengeluarkan
nanah sejak ± 2 minggu SMRS. Perut pasien juga terasa kencang, nyeri pada area
bekas luka operasi, demam, mual dan muntah sehingga pasien sulit untuk makan,
pasien jarang mengkonsumsi makanan yang tinggi protein seperti putih telur dan
daging, hasil laboratorium pasien juga didapatkan Hemoglobin rendah 10,8 gr/dL,
Hematokrit rendah 33,4%, Penurunan kadar Ureum dalam darah 10 mg/dL, dan
penurunan kadar Creatinin dalam darah 0,5 mg/dL. Diagnosis didapatkan awalnya
adalah Wound Dehiscence Post Op Miom ec Infeksi Sekunder + Anemia + Low
Intake Nutrisi dan dilakukan tranfusi RBC sebanyak 2 kolf dan dilakukannya
Rehecting sehingga didapatkan diagnosis terbarunya adalah Post Explorasi Toilet
Dehiscence + Rehecting a/i Wound Dehiscence ec Infeksi Sekunder.

32
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Lisa Y. Hasibuan, Hardisiswo Soedjana, Bisono, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarata, 2010; Luka, hal 95-98.
2. Daniel Sampepajung, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarata, 2010; Masa Pulih, hal 358-363.
3. Bisono, David S., Perdanakusuma, E. Mujianto Halimun (alm), Theddeus
O>H> PrasetonoBuku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarata, 2010; Kulit, hal 395-396.
4. http://surgery.about.com/od/aftersurgery/ss/DehiscenceEvisc.htm Khan MA.
Dehiscence of laparatomy wounds in children. JPMI 2009; 23:318-21.
5. Kemenkes RI. (2013). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta :
Kemenkes.
6. Khorgami, Z., Shoar, B., Laghaie, B., Aminian, A., Araghi, N.H., & Soroush,
A. (2012). Prophylactic retention suture in midline laparotomy in high risk for
wound dehiscence : a randomized controlled trial. Journal of Surgical Research,
xxx, E1-E6.
7. Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2010). Post operative nursing wound
management. In Brunner & Suddart's Textbook of medical- surgical nursing
(12th ed.). Philadelphia : J.B. Lippincott Company.
8. Khorgami, Z., Shoar, B., Laghaie, B., Aminian, A., Araghi, N.H., & Soroush,
A. (2012). Prophylactic retention suture in midline laparotomy in high risk for
wound dehiscence : a randomized controlled trial. Journal of Surgical Research,
xxx, E1-E6.
9. Ramshorst, G. H., Nieuwenhuizen., Hop, W.C.J., Arends, P., Boom, J., Jeekel,
J., & Lange, J.F. (2010). Abdominal Wound Dehiscence in Adults :
Development and Validation of a Risk Model. World Journal Surgical, 34, 20–
27. Doi : 10.1007/s00268- 009-0277-y.
10. Schurtz, e., differding, j., jacobson, e., maki, c., & ahmeti, m. (2018). Evaluation
of negative pressure wound therapy to closed laparotomy incisions in acute care
34

surgery. American journal of surgery, 215 (1), 113-115.


Https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.20 17.08.009.
11. Lynam, s., mark, k. S., & temkin, s. M. (2016). Primary placement of incisional
negative pressure wound therapy at time of laparotomy for gynecologic
malignancies. 26 (8), 1525-1529. Https://doi.org/10.1097/igc.0000000
000000792.
12. Djaya, W., Rudiman, R., & Lukman, K. (2012) Efek Oksigen Konsentrat Tinggi
Paskaoperasi Laparatomi terhadap Tingkat Infeksi Luka Operasi. MKBB, 40
(3).
13. Carter RF, Nwomeh B, dan Lanning DA, penyunting. Wound healing. Dalam :
Pediatric surgery textbook forAfrica and developing countries. Spectrum book,
Ibadan, Nigeria; 2011.
14. Keswani SG, Crobleholme TM. Wound Healing: celluler and molecular
mechanisms. Dalam: Oldham KT, Colombani PM, Foglia RP, Skinner MA,
penyunting. Principles and practice of Pediatric Surgery, Lippincott Williams
and Wilkins; 2005. hal. 223-38.

Anda mungkin juga menyukai