Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

P3A0 Post Sectio Caesarean dengan Preeklampsia Berat


dan multiple kongenital

Disusun oleh :
Yogi Rahman Saputra
030.15.007

Pembimbing :
dr. Hendrian widjaja, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD KARDINAH TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 2 Desember 2019 – 8 Februari 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul


P3A0 Post Partum Sectio Caesarean dengan Preeklampsia Berat dan
multiple kongenital

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepanitraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
di RSU Kardinah Tegal 2 Desember 2019 – 8 Februari 2020

Disusun oleh :
Yogi Rahman S
030.15.007

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Hendrian, SpOG selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU Kardinah Tegal

Tegal, 17 Januari 2020


Mengetahui,

dr. Hendrian widjaja, SpOG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah S.W.T dan Baginda Rasulullah
Muhammad S.A.W karena berkah dan ridhonya-Nya yang begitu besar sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul “P3A0
Post Partum Sectio Caesarean dengan Preeklampsia Berat dan multiple
kongenital” pada kepaniteraan klinik departemen ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan di RSUD Kardinah.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr.Hendrian, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga makalah laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa laporan
kasus ini masih belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik penulis
harapkan untuk menyempurnakan laporan kasus ini di kemudian hari. Terlepas dari
segala keterbatasan yang ada penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.

Tegal, 1 febuari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

BAB I. Pendahuluan ........................................................................................... 1

BAB II. Status pasien .......................................................................................... 3

BAB III. Tinjauan pustaka ...................................................................................

Preeklampsia ..................................................................................................... 13
Definsi preeklampsia ................................................................ 13
Klasifikasi preeklampsia ........................................................... 13
Epidemiologi preeklampsia ...................................................... 14
Etiologi dan faktor risiko preeklampsia .................................... 15
Patogenesis preeklampsia ......................................................... 16
Penegakan diagnosis preeklampsia ........................................... 17
Tatalaksana preeklampsia berat ................................................ 19
Pencegahan preeklampsia ......................................................... 23
Hidrosefalus ...................................................................................................... 24

BAB IV. Pembahasan ....................................................................................... 29

BAB V. Kesimpulan ......................................................................................... 36

Daftar pustaka ................................................................................................... 37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan
berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklamsi
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema, dan dijumpai proteinuria > 300 mg per
24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstik) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urine sewaktu.1,2

Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara


maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan.1 Tingginya angka kematian ibu (AKI)
masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas
pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas.1 AKI di Indonesia masih
merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan
infeksi (12%).1

Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Preeklampsia/


eklampsia dengan keadaan berat dapat dilihat dari keadaan klinik maupun hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium tersebut dapat berupa
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, dan indeks trombosit.Trombosit
memiliki peran penting dalam trombogenesis dan aterogenesis. Ukuran trombosit,
ketika diukur sebagai mean platelet volume (MPV), merupakan indikator dari
aktivitas trombosit. Vasospasme yang terjadi pada eklampsi menginduksi agegrasi

1
platelet dan kerusakan endotel yang menambah konstribusi dalam mempertahankan
disfungsi platelet dan memicu terpakainya platelet.2

Trombositopenia, didefinisikan sebagai jumlah trombosit darah di bawah


150.000 / μL dan merupakan penyebab utama kedua kelainan darah pada kehamilan
setelah anemia. Keadaan ini menyulitkan 7 hingga 10% dari semua kehamilan.
Trombositopenia yang berhubungan dengan penyakit hipertensi (preeklampsia,
eklampsia, sindrom HELLP, fatty liver akut pada kehamilan) merupakan penyebab
utama kedua trombositopenia pada kehamilan. Trombositopenia yang terjadi dalam
konteks ini adalah tanda keparahan gangguan hipertensi. Namun,Level jarang jatuh
di bawah 20.000 / μL.3
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab penting morbiditas,
kecacatan jangka panjang, dan kematian pada ibu dan bayi. Mayoritas kematian
akibat pre-eklampsia dan eklampsia dapat dihindari melalui pemberian perawatan
yang tepat waktu dan efektif bagi wanita yang mengalami komplikasi ini.
Mengoptimalkan perawatan kesehatan untuk mencegah dan mengobati wanita
dengan gangguan hipertensi tersebutlangkah yang diperlukan untuk mencapai
Millennium Development Goals.4

2
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Tanggal Lahir : 01 juni 1979
Alamat : lebenteng 05/02, tarub
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 17 Januari 2020

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 20-01-2020 di Ruang Mawar 1
RSUD Kardinah Tegal.
1. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian luka bekas operasi dan kaki bengkak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 17 januari 2020
jam 10.30 WIB, pasien mengaku datang karena di rujuk dari poliklinik dr.
Hendrian SpOG karena tekanan darah yang tinggi dan kaki pasien
bengkak, saat itu kehamilan ke 3, melahirkan 2x semuanya hidup, anak
terkecil umur 11 tahun lahir normal dengan berat badan 3.900 gram
panjang badan (-) anc rutin di praktek dan bidan dan saat ini usia
kehamilan memasuki 37 minggu.

Pasien belum merasakan kencang-kencang, gerak janin aktif, riwayat


alergi tidak ada, riwayat penyakit dahulu dan keluarga tidak ada, keadaan
umum baik, tekanan darah: 150/80 mmhg, rr: 22x/m, nadi :84x/m, suhu:
36,30 dan diberikan mgs04 20% 1gr/jam, injeksi dexametason 2x2
ampul.

3
Pada tanggal 18 januari 2020 pasien merasakan tangan terasa kebas,
pusing tidak ada dan pandangan jelas, keadaan umum baik,
TD:170/90mmhg, rr:22x/m, nadi:91x/m, suhu:36,50 dan terapi
dilanjutkan dan rencana SC senin pada tanggal 20 januari 2020. Pada
tanggal 19 januari 2020 pasien merasakan kesemutan pada tangan,
pusing tidak ada, pandangan jelas, kenceng-kenceng tidak ada dan gerak
janin aktif, keadaan umum baik, TD: 140/80, rr: 21x/m, nadi: 89x/m,
suhu: 36,60, hb:10,9 ,leu:8,7 ,ht: 33, tromsit:380, akan dilakukan operasi
SC oleh dr.Hendrian SpOG dan berkolaborasi dengan dr.Soemartono
SpAn pada tanggal 20 januari 2020 paisen disuruh puasa dari jam 00.00.

Pada tanggal 20 januari 2020 jam 09.30 pasien melahirkan anaknya


dengan sectio sesarea bayi lahir menangis laki-laki dengan berat badan
1.900 gram dan panjang badan 42cm. Saat ini pasien merasa kaki sulit
digerakan dan badan terasa dingin.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki penyakit hipertensi, kencing manis,
asma, alergi penyakit paru, jantung, ginjal dan hati.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya penyakit hipertensi, kencing manis,
penyakit paru, jantung, ginjal dan hati dalam keluarga. Ibu pasien
menyangkal riwayat hipertensi pada kehamilan.
5. Riwayat Menstruasi
Menarke di usia (-), siklus haid teratur 28 hari, biasanya
berlangung selama 6 hari, jumlah ganti pembalut yaitu 3-4 kali sehari,
selalu disertai nyeri saat haid, HPHT 18-05-2019, HPL 25-02-2020
6. Riwayat Pernikahan
Menikah tahun 2003, merupakan pernikahan pertama, telah
berlangsung selama 16 tahun.
7. Riwayat Kehamilan
ANC rutin di praktek dan bidan
8. Riwayat Obstetrik
Merupakan kehamilan ke 3, melahirkan anak pertama dan kedua normal
9. Riwayat Ginekologi
Riwayat penyakit pada saluran reproduksi dan pengobatannya
disangkal.

4
10. Riwayat kontrasepsi
Riwayat penggunaan alat kontrasepsi suntik 3 bulan
11. Riwayat pengobatan
Pasien biasa mengkonsumsi vitamin
12. Riwayat Kebiasaan
Makan 3-4 kali sehari, nafsu makan baik. Menu makanan bervariasi,
sesekali makan sayur, daging, dan disertai dengan makan buah. Pasien
tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok, dan jarang berolahraga.
13. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan ibu rumah tangga. Sumber penghasilan
didapatkan dari suami, suami bekerja bedagang. Pasien menggunakan
Asuransi BPJS.

C. PEMRIKSAAN FISIK
(Pemeriksaan tanggal 20-01-2020)

Keadaan Kesadaran: compos mentis


Umum Kesan sakit: tampak sakit sedang

Tanda Vital Tekanan darah: 160/100


mmHg Nadi: 89x/menit
Pernapasan: 22x/menit
Suhu: 36,7oC

Antropometri Berat badan:63 kg Tinggi badan: 148cm (Berat badan sebelum


hamil: 51kg)

Kepala Normosefali, tidak terdapat jejas


Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-
Telinga: deformitas (-), hiperemis (-), edema (-), serumen (-),
nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-)
Hidung: deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Tenggorokan: Uvula di tengah, arkus faring simetris, T1/T1,
hiperemis (-), post nasal drip (-)
Mulut: sianosis (-), mukosa kering (-), karies (-), gusi berdarah
(-), lidah kotor (-), bercak kemerahan pada mukosa (-),
strawberry tounge (-)

Leher Tidak terdapat pembesaran KGB, pembesaran tiroid, dan tidak


ada peningkatan JVP

5
Toraks Paru-paru:
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, pemakaian otot
bantu pernafasan (-), retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-
), kelainan kulit (-), tipe pernapasan torako-abdominal
Palpasi: gerak dinding simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-),
vocal fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang
paru.
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru hepar dan
paru lambung dalam batas normal.
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/- mengi -/-

Jantung:
Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal
Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-
)

Abdomen Terba supel, tinggi fundus uteri 2 jari diatas pusat, nyeri pada
sekitar luka bekas operasi
Genitalia Inspeksi : tidak ada rembes air ketuban, tidak ada lendir darah
Ekstremitas Ekstremitas Atas:
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat +/+, edema +/+, clubbing finger (-), flapping tremor (-/-
), ptekie (-), kuku putih (-/-), papul (-) vesikel (-)

Ekstremitas Bawah:
Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral
hangat (+/+), edema (+/+), ptekie (-), jejas (-/-), papul (-)
vesikel (-), reflex patella (+/+)

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 21/12/2019

JENIS NILAI
HASIL SATUAN NORMAL
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

Leukosit 13,9 ribu/uL 4,4 – 11,3

Eritrosit 4.37 juta/uL 4,1 – 5,1

Hemoglobin 12,5 g/dL 11,2 – 15,7

Hematokrit 37 % 37 - 47

Trombosit 411 ribu/uL 150 – 521

MCV 85,4 fL 80 – 96

MCH 28,6 Pg 28 – 33

MCHC 33,5 g/dL 33 – 36

RDW 14,4 % 11,5 – 14,5

KIMIA KLINIK

GDS 91 mg/dl 82 - 115


SGOT 16,2 U/L <34 u/l
SGPT 12,4 U/L <34 u/l
Ureum 11,2 mg/dl 15.0-40
Kreatinin 0,70 mg/dl 0.60-1.10
SERO IMUNOLOGI

HIV 3 TEST

HIV (Rapid test) Non Non reaktif


ONCOPROBE reaktif
HBsAg Negatif Negatif

7
URIN

Urinalisis Laboratorium

Makroskopis

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Agak Jernih


keruh
Kimia Urin

pH 7,0 6.0 – 9.0

Protein (3+) Negative

Reduksi Negative Negative

Mikroskopis (Sedimen)

Leukosit 4-5 /lpb +1/<4, +2/5-9,


+3/10-29, +4/

Eritrosit 8-10 /lpb +1/<4, +2/5-9,


+3/10-29, +4/

Epitel POS (2+) +1/<4, +2/5-9,


+3/10-29, +4

Silinder Negative

Bakteri POS (+1) Negative

Kristal + (AMORF)

Jamur Negative Negative

Khusus

Berat jenis 1,015 1,005 – 1,030

Bilirubin Negative Negative

Urobilinogen Negative Negative

Keton Negative Negative

Nitrit Negative Negative

Eritrosit 2+ (++)/25 Negative


Ery/uL

8
Leukosit 2+ (++)/75 Negatif
Leu/uL

Tanggal 23/12/2019 (post SC 2 jam)

JENIS NILAI
HASIL SATUAN NORMAL
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

Leukosit 13,1 ribu/uL 4,4 – 11,3

Eritrosit 4.06 juta/uL 4,1 – 5,1

Hemoglobin 12,1 g/dL 11,2 – 15,7

Hematokrit 34 % 37 - 47

Trombosit 102 ribu/uL 150 – 521

MCV 84,2 fL 80 – 96

MCH 29,8 Pg 28 – 33

MCHC 35,4 g/dL 33 – 36

RDW 15,0 % 11,5 – 14,5

E. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 21 Desember 2019 jam
22.00 WIB, pasien mengaku datang karena di rujuk dari RS Dera Asyifa karena
tekanan darah yang tinggi dan hasil laboratorium yang menyatakan trombosit
rendah. Pasien sudah merasakan kencang-kencang sejak jam 06.00 WIB
disertai keluar lendir darah. Belum ada rembes air ketuban. Tidak pusing,
pandangan jelas, tidak nyeri ulu hati, dan tidak ada demam. Pasien menyangkal
adanya darah yang keluar dari hidung dan gusi. Pada tanggal 22 desember 2019
pasien masih merasakan kencang-kencang yang lebih sakit dan lebih sering,
pasien tidak pusing dan pandangan jelas. Pada 23 desember 2019 pukul 07.00
pasien melahirkan anaknya dengan section sesarea. Saat ini yang pasien
rasakan adalah lemas, nyeri disekitar luka bekas operasi dan kebas dikedua

9
kaki nya. Bayi lahir jenis kelamin laki-laki dengan berat 3100gram dan Panjang
badan 49cm.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis,
tampak sakit sedangm tekanan darah 130/90 mmHG, nadi 90x/menit, suhu
36,oC, pernapasan 22x/menit. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi
fundus uteri sepusat, nyeri disekitar luka bekas operasi. Didapatkan kedua kaki
edema.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan
trombosit 85ribu u/L yang berarti trombositopenia. Hasil pemeriksaan
urinalisis didapatkan protein urin (+1), bakteri (+1), jamur (+1) eritrosit (+2),
leukosit (+2), dan kristal amorf, keton (+3).

F. DIAGNOSIS
P1A0 Post Sectio Caesarean dengan Preeklampsia Berat dan sindrom HELLP
parsial
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
 IVFD RL
 Injeksi MgSO4 20% 4 gram 15 menit pertama dilanjutkan 1 gram/jam
 Injeksi Dexamethasone 1 ampul/8 jam
 Nifedipin tablet 10mg
 Oxytocyn 5IU
Nonmedikamentosa
 Observasi keadaan umum dan tanda vital, DJJ, HIS
 Persalinan section sesarea
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

10
I. FOLLOW UP
S O A P
24/12 Nyeri luka KU : baik, CM P1A0 Post partum  injeksi cefotaxime
/2019 operasi, TD : 100/70 mmHg SC 1 hari dengan 1gr 2x1
08.00 belum N: 85x/mnt R:24x/mnt PEB dan sindrom  injeksi
o
BAB, tidak S:36,8 C HELLP parsial dexamethasone
ada mual, Abdomen : TFU 2x1ampul
muntah, sepusat, kontraksi uterus  injeksi kalnex
pandangan keras, 500mg
jelas. ASI Genitalia : perdarahan  injeksi ketorolac
keluar pervaginam ± 5 cc 30mg
lancar.

25/12 Nyeri luka KU : baik, CM P1A0 Post partum  tablet asam


/2019 operasi, TD : 110/80 mmHg SC 1 hari dengan mefenamat
08.00 sudah N: 82x/mnt R:22x/mnt PEB dan sindrom 3x500mg
BAB, tidak S:36,oC HELLP parsial  tab Etabion 2x1
ada mual, Abdomen : TFU setinggi  tablet
muntah, pusat, kontraksi uterus metylegometrin
pandangan keras 3x1
jelas. ASI Genitalia : perdarahan  tablet cefadroxil
keluar pervaginam ± 10 cc 2x1
lancar.  pasien boleh
pulang

11
Pemeriksaan penunjang: darah rutin sebelum pasien pulang

Tanggal 25/12/2019

JENIS NILAI
HASIL SATUAN NORMAL
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

Leukosit 10,8 ribu/uL 4,4 – 11,3

Eritrosit 3.57 juta/uL 4,1 – 5,1

Hemoglobin 10,4 g/dL 11,2 – 15,7

Hematokrit 31 % 37 - 47

Trombosit 117 ribu/uL 150 – 521

MCV 86 fL 80 – 96

MCH 29,1 Pg 28 – 33

MCHC 33,9 g/dL 33 – 36

RDW 14,9 % 11,5 – 14,5

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 PREEKLAMPSIA
Preeklampsia ialah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah (140/90
mmHg) yang disertai oleh proteinuria.

Epidemiologi Preeklampsia
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam
kehamilan masih merupakan salah satu dari limapenyebab utama kematian
ibu di dunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan
bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3% dari seluruh
kehamilan. Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar
3-10% dan eklampsia 0,3-0,7% kehamilan. Di Indonesia, preeklampsia
menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian ibu setelah
perdarahan.
Etiologi
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui
penyebabnya, tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat
terjadi pada kelompok tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai
faktor penyabab dari dalam diri seperti umur karena bertambahnya usia
juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan
menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena
kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat
preeklampsia (Sitomorang dkk, 2016). Penyebab pasti preeklampsia masih
belum diketahui secara pasti. Menurut Angsar (2009) beberapa faktor
risiko terjadinya preeklampsia meliputi riwayat keluarga pernah
preeklampsia/eklampsia, riwayat preeklampsia sebelumnya, umur ibu
yang ekstrim (35 tahun), riwayat preeklampsia dalam keluarga, kehamilan
kembar, hipertensi kronik.

13
Manifestasi klinis

Preeklamsi merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan


yang di tandai dengan hipertensi dan odem. Gambaran klinik preeklampsia
mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan,
kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria. Tanda gelaja yang
biasa di temukan pada preeklamsi biasanya yaitu sakit kepala hebat. Sakit
di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau
sakit karena perubahan pada lambung dan gangguan penglihatan, seperti
penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-kadang pasien buta. Gangguan
ini disebabkan penyempitan pembuluh darah dan edema.

patofisiologi

Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis


uterus, mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak
jaringan elastis medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum
trimester kedua kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh
sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium
atau bagian superfisial dari miometrium. Proses remodeling arteri spiralis
uteri menghasilkan pembentukan sistem arteriolar yang rendah tahanan
serta mengalami peningkatan suplai volume darah yang signifikan untuk
kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia, invasi arteri spiralis
uteri hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai
dengan 50% arteri spiralis dari placental bed luput dari proses remodeling
trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri tersebut secara
anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari
arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali lebih
kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon
adekuat terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang
terjadi selama kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh
sitotrofoblas ekstravilli mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya
remodeling arteri yang terjadi pada preeklampsia.Kegagalan invasi
trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi

14
progresif selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan
preeklampsia menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan
perubahan morfologi yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas
yang tidak normal. Bukti empiris lain yang mendukung gagasan bahwa
plasenta merupakan etiologi dari preeklampsia adalah periode
penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan.Jaringan endotel
vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di antaranya adalah
fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan substansi
vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan, anti
platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini
menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta
yang merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada
sirkulasi maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel
sebagai patogenesis awal preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut
kemungkinan merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari
gangguan kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia,
faktor gangguan kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti
hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor
predisposisi atas kerusakan endotel maternal yang lebih lanjut.

Klasifikasi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat


terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia
dapat dibagi menjadi preekiampsia ringan dan preeklampsia berat. 5
· Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan
dengan menumnnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Diagnosis
preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipenensi
disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.5
· Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik  160 mmHg dan tekanan darah diastolik  110 mnHg
disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.5

15
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu
atau lebih gejala sebagai berikut;5
• Tekanan darah sistolik  160 mmHg dan tekanan
darah diastolik  110 mmHg.Tekanan darah ini
tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menl'alani tirah baring.
• Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam
pemeriksaan kualitatif.
• Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
• Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral: penunrnan kesadaran,
nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.
• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson)
• Edema pam-paru dan sianosis.
• Hemolisis mikroangiopatik.
• Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mml arau
penunlnan trombosit dengan cepat.
• Gangguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase
• Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

Penegakan Diagnosis
Sesuai definisi nya, diagnosis pre-eklampsia berat ditegakan bila
didapatkan tekanan darah sistolik tekanan darah sistolik  160 mmHg dan
tekanan darah diastolik  110 mnHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.
Preeklampsia juga digolongkan berat bila mencakup satu atau lebih dari
kriteria yang telah dijabarkan sebelumnya. American College of
Obstetricians and Gynecologist (ACOG) pada 2013 mengeluarkan kriteria
diagnosis untuk preeklampsia berat / preeclampsia with severe features
yaitu onset baru dari hipertensi terjadi pada kehamilan  20 minggu disertai
setidaknya satu dari gejala berat berikut.5

16
Tabel 2. kriteria diagnosis preeklampsia berat berdasarkan ACOG 2013

Penegakan diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan penunjang. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium dimaksudkan untuk menentukan dan menentukan tingkat
keparahan preeklampsia. Pada anamnesis perlu ditanyakan adanya Sakit
kepala, tinitus, phosphene signals, gangguan visual, kontraksi uterus,
perdarahan vaginam, muntah, nyeri epigastrik, dan sesak napas. Perlu
ditanyakan juga apakah sudah terjadi kejang sebelumnya. Eclampsia,
komplikasi neurologis utama pre-eklampsia, didefinisikan sebagai episode
kejang atau tanda lain dari perubahan kesadaran yang timbul dalam
pengaturan pre-eklampsia, dan yang tidak dapat dikaitkan dengan kondisi
neurologis yang sudah ada sebelumnya. Pemeriksaan fisik harus mencakup
pengukuran tekanan darah saat istirahat dengan menggunakan manset yang
sesuai, dan skrining untuk penambahan berat badan, edema (termasuk tanda
edema paru akut dan edema serebral), kardiomiopati, dan gagal ginjal akut,
juga refleks tendon. Janin harus dinilai dengan elektrokardiotokografi.11,12
Tes laboratorium meliputi: hitung darah lengkap dengan trombosit,
haptoglobin, dan laktat dehidrogenase; apusan darah untuk menguji
schistocytes; bilirubin, aspartate transaminase, dan alanine transaminase

17
untuk mengidentifikasi potensi sindrom helpp; penilaian elektrolit, urea,
dan kreatinin untuk memeriksa apa ada gagal ginjal akut atau uremia;
Proteinuria 24 jam; protrombin, waktu trombin teraktivasi, dan fibrinogen
(anemia hemolitik mikroangiopatik); golongan darah; dan skrining antibodi
tidak teratur. Pemeriksaan lainnya termasuk USG janin dengan velokimetri
Doppler dari arteri umbilikal, otak, dan uterus, estimasi berat janin,
penilaian kesejahteraan janin.5,6
1) Tatalaksana preeklampsia berat

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk


rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke saru sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria OIeh karena itu, monitoring input cairan
(melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat
penting. Harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairanyang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-
tanda edema pam, segera dilakukan tindakan koreksi. 6

Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose atau


cairan garam faali jumlah tetes- an: < 1.25 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose
5 7o yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60 - 125
cc/jam) 500 cc.Dipasang Foley catbeter untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 5A0
cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga
bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangar asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam. Pre-eklampsia berat membutuhkan perawatan dengan dua tujuan,
yaitu mencegah efek berbahaya dari peningkatan tekanan darah ibu dan
mencegah eklampsia.5

18
Saat masuk dan setiap hari sesudahnya, pemeriksaan fisik,
kardiotokografi, laboratorium, dan USG diperlukan untuk mendeteksi
tingkat keparahan pre-eklampsia dan manajemen yang sesuai.Prinsip
perawatan pada preeklampsia adalah berdasarkan usia kehamilan dan
keparahan preeklampsia.Terlepas dari tingkat keparahan pre-eklampsia,
tidak ada keuntungan melanjutkan kehamilan ketika pre-eklampsia
ditemukan setelah 36-37 minggu.Manajemen konservatif juga tidak
dibenarkan untuk pre-eklampsia berat sebelum 24 minggu, mengingat risiko
komplikasi ibu yang tinggi dan prognosis neonatal yang buruk.13

Pada 34-37 minggu, manajemen tergantung pada keparahan pre-


eklampsia. Manajemen konservatif dimungkinkan untuk pre-eklampsia
ringan untuk membatasi risiko kelahiran prematur yang diinduksi, tetapi
untuk pre-eklampsia berat, persalinan tetap menjadi pilihan karena
meningkatnya risiko komplikasi ibu dan janin Demikian pula, pada 24-34
minggu, manajemen tergantung pada tingkat keparahan preeklampsia.
Kehadiran satu atau lebih dari tanda-tanda berikut menunjukkan perlunya
persalinan segera: hipertensi berat yang tidak terkontrol (tidak responsif
terhadap terapi ganda), eklampsia, edema paru akut, abruptio placentae,
hematoma hati subkapsular, atau trombositopenia, 50.000 / mm3.
Persalinan setelah terapi kortikosteroid untuk pematangan paru diperlukan
jika ada kriteria berikut ini: nyeri epigastrium persisten, tanda-tanda
eklampsia (sakit kepala atau gangguan visual persisten), de novo creatinine
.120 μmol / L, oliguria di bawah 20 mL / jam, sindrom HELLP progresif,
perlambatan atau deselerasi variabilitas yang para dengen short-term
variability kurang dari 3 milliseconds Ketika persalinan darurat tidak
diperlukan, persalinan dapat dipacu oleh pematangan serviks.13

Manajemen Anti Kejang


Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah
magnesium sulfat (MgSO+7HzO)7 Pemberian magnesium sulfat sebagai
antikejang lebih efektif dibanding fenitoin; berdasar Cochrane Review

19
terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eclampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara
ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah
dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat
ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada pre- eklampsia atau
eklampsia. Banyak cara pemberian Magnesium sulfat.14
Kegunaan MgSO4 dalam pengurangan komplikasi ibu dan bayi dari
eklampsia sudah diketahui. Ini diberikan secara intravena, pertama dengan
dosis pemuatan 4 g selama 15-20 menit, yang dapat diulangi dengan dosis
setengah (2 g) jika kejang berulang, dan kemudian dengan dosis
pemeliharaan 1 g / jam selama 24 jam atau diberikan 4 atau 5 gram i.m.
Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6
jam.Pengobatan MgSO4 harus dipantau di unit perawatan intensif karena
kegagalan organ dapat terjadi. Pemantauan ini didasarkan pada pemeriksaan
berulang untuk skor Glasgow 15, refleks tendon, frekuensi pernapasan lebih
dari 12 per menit, dan diuresis 0,30 mL / jam. Manifestasi overdosis
memerlukan penghentian infus, mempertimbangkan injeksi kalsium
glukonat, dan mengukur kadar magnesium darah.14
Manajemen Anti hipertensi
Antihipertensi lini pertama adalah Nifedipin dengan dosis 10 -20
mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Antihipertensi lini kedua Sodium nitoprusside;0,25 pg i.v./kg/menit, infus;
ditingkatkan 0,25 pg i.v./kg/ 5 menit, Diazohside:30 - 60 mg i.v./5 menit;
atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi. Nifedipin Dosis awal: 1,0 - 20 mg,
diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.15

20
Manajemen Post-partum

Meskipun persalinan adalah satu-satunya pengobatan yang efektif


untuk pre-eklampsia, dan meskipun fakta bahwa gejala klinis dan kelainan
laboratorium biasanya mengalami kemunduran dalam beberapa jam
setelahnya, risiko komplikasi tetap ada selama beberapa waktu setelah
persalinan. Pre-eklampsia dikaitkan dengan morbiditas jangka panjang dan
mortalitas. Sekitar 20% wanita dengan pre-eklampsia mengalami hipertensi
atau microalbuminuria selama pemantauan jangka panjang, dan risiko
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular berikutnya meningkat dua kali
lipat pada wanita dengan preeklampsia dan hipertensi gestasional
dibandingkan dengan kontrol yang disesuaikan dengan usia. Sebuah studi
epidemiologi prospektif baru-baru ini dengan durasi tindak lanjut rata-rata
30 tahun memberikan bukti bahwa pre-eklampsia adalah penanda
peningkatan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular.16

Pemantauan hemodinamik, neurologis, dan laboratorium diperlukan


setelah melahirkan untuk pasien dengan preeklampsia berat. Pemantauan
hemodinamik mencakup pengukuran tekanan darah yang sering untuk
memungkinkan penyesuaian pengobatan anti-hipertensi dan pemantauan
sering diuresis dan berat sesuai asupan (oliguria harus mendorong progresif
resusitasi cairan dan terkadang penggunaan diuretik). Pemantauan
neurologis terdiri dari memeriksa tanda-tanda eklampsia yang akan segera
terjadi, termasuk sakit kepala, sinyal fosfen, tinitus, dan refleks tendon
cepat. Pemantauan klinis harus dilakukan beberapa kali sehari selama
seminggu setelah melahirkan, periode yang dianggap berisiko tinggi untuk
komplikasi.17

Pemantauan laboratorium harus dilakukan beberapa kali sehari


dalam 72 jam pertama setelah melahirkan dan setelah itu diadaptasi sesuai
dengan perkembangan indeks. Ini harus mencakup hitung darah lengkap,
tes fungsi hati, dan pengukuran laktat dehidrogenase. Pemulangan dari

21
rumah sakit tidak dapat dipertimbangkan sampai semua indeks klinis dan
laboratorium telah kembali normal, dan pemantauan rutin oleh dokter
umum pasien diperlukan jika pengobatan untuk hipertensi akan dilanjutkan
setelah dipulangkan.16

2) Pencegahan Preeklampsia
Pencegahan dengan nonmedikal
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak
memberikan obat. Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah
baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang
mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring
tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan men- cegah persalinan
preterm. Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a) minyak
ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA,
(b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQro, N-Asetilsistein,
asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium. 5
Pencegahan dengan medikal
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun
belum ada bukti yang kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti
mencegah tejadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia.
Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen
pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan
zinc 2OO mg/hari, mag- nesium 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang
dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata
di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat
antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQro, N-
Asetilsistein, asam lipoik. 5

22
Daftar Pustaka

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Diagnosis dan


Tatalaksana Preeklampsia. POGI. 2016.
2. Utami, Nurul. Ayu, Putu Ristyaning. Puspitasari, Ratna Dewi. Graharti,
Risti. Indeks Trombosit Pada Penderita Preeklampsia di RSUD DR. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.Jurnal Kedokteran Unila.
2018;2(2):102-6.
3. Panaitescu, Anca. Thrombocytopenia in Pregnancies. Medica – a Journal of
Clinical Medicine. 2016;1(5):55-60.
4. World Health Organization. Prevention and treatment of pre-eclampsia-
eclampsia. WHO. 2015.
5. Angsar, Muh Dikman. Hipertensi Dalam Kehamilan. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawiriharjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2011. h. 530-561.
6. Uzzan, Jennifer. Carbonnel, Marie. Piccone, Olivier. Asmar, Ronald. Etc.
Pre-eclampsia:pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular
Health and Risk Management 2011:7 467–474
7. Khalil, Gibran. Hameed, Ashfan. Preeclampsia: Pathophysiology and the
maternal-fetal risk. Journal of Hypertension and Management. 2017;3(1):1-
5.
8. AhmedA.Newinsightsintotheetiologyofpreeclampsia:identification of key
elusive factors for the vascular complications. Thromb Res. 2011;127(Suppl
3):S72–S75.
9. FisherSJ,McMasterM,RobertsM.Theplacentainnormalpregnancy and
preeclampsia. In: Chesley’s Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Amsterdam, the Netherlands: Academic Press, Elsevier; 2009.
10. Mutze S, Rudnik-Schoneborn S, Zerres K, Rath W. Genes and the
preeclampsia syndrome. J Perinat Med. 2008;36:38–58.

23
11. Report of the National High Blood Pressure Educa- tion Program Working
Group on high blood pressure in pregnancy. Am J Obstet Gynecol.
2000;133:S1–S22.
12. Multidisciplinary management of severe pre-eclampsia (PE). Experts’
guidelines 2008. Société française d’anesthésie et de réanimation. Collège
national des gynécologues et obstétriciens français. Société française de
médecine périnatale. Société française de néonatalogie. Ann Fr Anesth
Reanim. 2009;28:275–281.
13. American college of obsteticians and Gynecologists. Gestational
Hypertension and Preeclampsia. ACOG. 2019;133(1):1-25.
14. Duley L, Henderson-Smart J, Meher S. Drugs for treatment of very high
blood pressure during pregnacy. Cochrane Database Syst Rev.
2006;(3):CD001449.
15. Pryde PG, Mittendorf R. Contemporary usage of obstetric magnesium
sulfate: indication, contraindication, and relevance of dose. Obstet Gynecol.
2009;114:669–673.
16. Tan LK, de Swiet M. The management of postpartum hypertension. BJOG.
2002;109:733–736
17. . Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Pre-eclampsia – study
group consensus statement. Available from: http://www.rcog.
org.uk/womens-health/clinical-guidance/pre-eclampsia-study-group-
consensus-statement.
18. Haram, Khell. Svendsen, Einar. Abildgaard, Ulrich. The HELLP syndrome:
Clinical issues and management. A review. BMC Pregnancy and Child
birth. 2009; 9(8):1-15
19. Aydin, Serdar. Ersan, Firat. Ark, Cemal. Aydin, cagr. Partial HELLP
syndrome: maternal, perinatal, subsequent pregnancy and long-ter, maternal
outcome.The Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2014;40(4):932-40.
20. American college of obsteticians and Gynecologists. Thrombocytopenia in
Pregnancy. ACOG. 2019;133(3):1-25.

24
21. Martin JN Jr, Rose CH, Briery CM: Understanding and managing

HELLP syndrome: the integral role of aggressive glucocorti- coids for


mother and child. Am J Obstet Gynecol 2006, 195:914-934.

25

Anda mungkin juga menyukai