Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

TERAPI PADA SARS COV-19

Oleh:

Fahira Nada Safira, S.Ked 04084822124057

Pembimbing:
Dr.dr. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO, MARS

DEPARTEMEN ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOH HOESIN PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
TERAPI PADA SARS COV-19

Oleh:
Fahira Nada Safira, S.Ked 04084822124057

Pembimbing:
Dr.dr. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO, MARS

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP DR.
Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 28 Juni –
14 Juli 2021.

Palembang, 3 Juli 2021

Dr.dr. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO, MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapakan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan telaah
ilmiah yang berjudul “Terapi Pada SARS Cov-19”. Penulisan telaah ilmiah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP DR. Mohammad Hoesin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian telaah ilmiah ini, terutama
kepada yang terhormat Dr.dr. Rose Mafiana, Sp.An, KNA, KAO, MARS atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan dalam pembuatan laporan kasus ini.
Dalam penyusunan telaah ilmiah ini penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan. Hal ini didasarkan atas keterbatasan dan kekurangan
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran
sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga telaah ilmiah ini
dapat memberikan manfaat baik bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan meridhai segala usaha kita.

Palembang, 3 Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB II STATUS PASIEN ................................................................................. 2

BAB III ANALISIS KASUS ............................................................................ 24


BAB IV KESIMPULAN .................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 46

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Pada akhir tahun 2019, dilaporkan kasus infeksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh jenis virus baru. Awalnya penyakit ini dinamakan sebagai 2019
novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian pada Februari 2020 WHO
mengumumngkan nama baru yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang
disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory SyndromeCcoronavirus-2 (SARS
CoV-2).1,2 Proses transmisi antar manusia yang cukup tinggi menyebabkan virus ini
dengan cepat menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dari yang pada
mulanya menjadi wabah di Wuhan, Provinsi Hubei, China. 1,3
Jumlah kasus meningkat pesat dan menyebar ke berbagai negara dalam
waktu singkat. WHO melaporkan 176.785.667 kasus konfirmasi dengan 3.820.907
kematian di seluruh dunia pada tanggal 14 Juni 2021.2 Indonesia melaporkan kasus
COVID-19 pertamanya pada 2 Maret 2020, dan menyatakannya sebagai penyakit
penyebab darurat sehingga memerlukan pencegahan dan pengendalian.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 1.919.547 kasus COVID-
19 yang dikonfirmasi dan 53.116 kematian pada 14 Juni 2021. 3
Sampai saat ini, penularan SARS-CoV-2 diyakini melalui droplets yang
dikeluarkan ketika seseorang yang terinfeksi bersin atau batuk dan kontak. Droplets
tersebut kemudian dapat terhirup secara langsung melalui saluran pernapasan atau
masuk ke saluran napas melalui tangan yang terpapar virus karena menyentuh
permukaan benda yang terdapat virus. Oleh karena itu, WHO (2020)
merekomendasikan serangkaian tindakan pencegahan penularan seperti memakai
masker, menjaga jarak, dan menghindari tempat-tempat ramai, ruang terbatas dan
tertutup dengan ventilasi buruk.1
Selain pencegahan, pemberian terapi pada pasien terkonfirmasi positif COVID-
19 juga perlu diupayakan seoptimal mungkin. Berbagai jenis obat digunakan
sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa pasien, khususnya mereka dengan
tingkat keparahan yang tinggi. Oleh karena itu, sebagai tenaga medis dan
mahasiswa kedokteran sangat penting untuk mampu mengidentifikasi dan

1
mendiagnosis pasien COVID-19 serta mengetahui tatalaksana atau terapi yang
dapat diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan perburukan kondisi
pada pasien dengan COVID-19.

2
3

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. ST
No. RM : 0001209573
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tinggi
Alamat : Perum Jadongan, , Talang Kelapa, Kab. Banyuasin
BB/TB : 65 kg/155 cm
IMT : 27.1 (overweight)
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal MRS : 19 Juni 2021

2.2 SURVEI PRIMER


Tabel 2.1 Survei Primer (19 Juni 2021, pukul 21.04, IGD RSMH P2 Obgyn)

Klinis Masalah Tindakan


Airway Gurgling (-), snoring (-), Tidak terdapat Menjaga patensi
stridor (-), tanda obstruksi jalan napas
cairan/perdarahan (-), saluran nafas
cedera servikal (-)
Breathing RR = 30x/menit, SpO2 = Dispneu Support ventilasi
92% dengan face mask
Circulation Kongjungtiva palpebra Normal Pasang IV line,
pucat (-), akral dingin (-), maintenance
TD : 110/70 mmHg, cairan dengan RL,

HR : 98x/ menit
4

Disability GCS E4M6V5, pupil 3 Normal Pasang kateter


mm isokor, refleks urin
cahaya (+)
0
Environment T= 37 C Normal Selimuti pasien
untuk mencegah
hipotermia

 Pasien dirawat di IGD P2 Obgyn dengan diagnosis G2P1A0 hamil 32 minggu


belum inpartu dengan COVID 19 terkonfirmasi + bekas SC 1x JTH Preskep
Fetal distress.
 Pasien di evaluasi, TD: 110/70 mmHg, HR 98x/menit, RR 28x/menit, SpO2
94%

2.3 SURVEI SEKUNDER


2.3.1 AMPLE
Tabel 2.2 AMPLE

Allergy Riwayat alergi tidak ada


Medication Riwayat dirawat di RS Siti Khodijah selama 6 hari dengan
terapi COVID dan pematangan paru dengan
dexamethasone
Past illness Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi tidak ada


- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat asthma tidak ada

Riwayat Operasi

- Riwayat SC 1x

Last meal -
5

Events - Hamil kurang bulan dengan sesak nafas

2.3.2 ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Juni 2021 (Pukul 21.04 WIB)


Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan sesak nafas

Riwayat Perjalanan Sekarang


± 6 hari SMRS pasien dirawat di RS Siti Khodijah dengan hamil 33-34
minggu, dyspneu e.c COVID 19 terkonfirmasi. Riwayat demam ada, riwayat
batuk ada, nyeri sendi tidak ada, hilang penciuman tidak ada. Riwayat perut
mulas, keluar darah lendir, dan keluar air-air disangkal. Pasien rujukan dari RS
Siti Khodijah dengan alasan pro SC CITO. Pasien mengaku hamil kurang bulan
dengan gerakan janin masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asthma : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat operasi : SC 1x, tahun 2017 a.i kala II lama

Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke RS Siti Khodijah dengan riwayat mengonsumsi obat sebagai
terapi COVID 19 dan pematangan paru berupa:
- Prove D3
- Paracetamol
- Vit. C
- Ceftriaxone
- N Acetyl sistein
6

- CaCO3
- KSR
- Asam Folat
- Uterogestan
- Dexamethasone

Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat asthma disangkal

2.3.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis GCS: 15
Tanda Vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg
Pernapasan : 28x/menit
SpO2 : 95% dengan NRM
Suhu : 37oC
Nadi : 98x/menit, irama reguler, isian cukup
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 65 kg
IMT : 27.1 kg/m2 (overweight)

b. Keadaan Spesifik
Kepala: Normocephali, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Thoraks
COR:
I : iktus cordis tidak terlihat
7

P : iktus cordis tidak teraba


P : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
midclavicularis sinistra ICS V
A : BJ I-II normal reguler, HR: 85 x/m, murmur (-) gallop (-)
Pulmo:
I : statis dan dinamis simetris, kanan sama dengan kiri
P : stem fremitus kanan sama dengan kiri
P : sonor dikedua hemithorax
A : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) di kedua lapang paru, wheezing (-/-)

Abdomen: TFU ½ proc. Xyphoideus-umbilicus (23 cm), tampak scar SC,

situs memanjang, punggung kanan, presentasi kepala, HIS: 2x/10‘/10”DJJ:

110x/menit
Ekstremitas: Edema pretibial (-/-)

2.3.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tabel 2.3 Pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Juni 2021 (Pukul 04:37 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.1* 11.40 – 15.00 g/dL
RBC 3.86* 4.00 – 5.70 x 106/mm3
WBC 18.57* 4.73 – 10.89 x 103 /mm3
Hematokrit 32* 35 – 45 %
PLT 304 189 - 436 x 103/mL
MCV 81.6* 85-95 fL
MCH 26* 28-32 pg
MCHC 32* 33-35 g/dL
RDW-CV 14.60 11-15 %
LED 60* < 20 mm/jam
Hitung Jenis :
8

Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 1-6 %
Netrofil 86* 50-70 %
Limfosit 6* 20-40 %
Monosit 7 2-8 %
FAAL HEMOTASTASIS
PT + INR
Kontrol 15.50
Pasien 11.2 12-18 detik
INR 0.78
APTT
Kontrol 31.9
Pasien 30.9 27-42 detik
Fibrinogen
Kontrol 282.0
pasien 581.0* 200-400 mg/dL
D-dimer 3.68* <0.5 μ/mL
KIMIA KLINIK
Kalsium (Ca) 7.3* 8.8 – 10.2 mg/dL
Ca Koreksi 8.4
Analisis Gas Darah
(arteri)
Temperature 36 ºC
FIO2 50 %
PH 7.402 7.35 – 7.45
PCO2 29.9* 35 – 45 mmHg
pO2 67.8* 83 – 108 mmHg
SO2% 93.7
Hct 35 35-45 %
Hb 11.6 11.7 – 15.5 g/dL
9

Na+ 136.3 136-146 mmol/L


Ca++ 1.18 1.09 – 1.30 mmol/L
K+ 2.97 3.5 – 5.1 mmol/L
Cl- 107.7 98-106 mmol/L
Lactat 2.4 0.7 – 2.5 mmol/L
pHtc 7.416
PCO2tc 28.6
pO2tc 63.4
HCO3 18.7* 21 – 28 mmol/L
TCO2 19.7 22 – 29 mmol/L
BEecf -6,2
BEb -4.4
SBC 20.7
O2CT 15.3
RI 3.8
O2Cap 16.1
A 322.1
A-aDO2 258.7
a/A 0.2
PO2/FIO2 135.7
HATI
Bilirubin Total 0.40 0.1 – 1.0 mg/dL
Albumin 2.6* 3.4 – 4.8 g/dL

AST/SGOT 43* 0-32 U/L


ALT/SGPT 20 0-31 U/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu 118 <200 mg/dL
GINJAL
Ureum 9* 16.6 – 48.5 mg/dL
Kreatinin 0.46* 0.50 – 0.90 mg/dL
10

ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 143 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3.3* 3.5 – 5.5 mEq/L
Klorida (Cl) 108* 96 – 106 mmol/L
IMUNOSEROLOGI
Feritin 55.00 21.81 – 274.66 ng/mL
SARS-CoV-2 RNA Positif (CT Negatif
Terkecil 25.37)

2.3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1. Hasil Foto Thoraks tanggal 20-06-2021


11

Pada pemeriksaan foto thorax AP didapatkan:


COR kesan normal.
Trake di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.
Kedua hilus tidak menebal.
Infiltrat disertai konsolidasi di kedua paru
Diafragma licin, sudut cotophrenicus lancip.
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: Pneumonia

2.4 DIAGNOSIS

G2P1A0 hamil 32 minggu belum inpartu dengan COVID 19 terkonfirmasi +


bekas SC 1x, JTH Preskep Fetal Distress.

2.5 TATALAKSANA

- Observasi TTV, HIS, DJJ


- Cek labor: darah perifer lengkap, glukosa darah, faal hemostasis, fungsi
hati, fungsi ginjal, enzim jantung, elektrolit, analisis gas darah
- Terminasi perabdominam CITO
- Konsul PIE
- Konsul Anestesi
- IVFD RL gtt XX/menit

2.6 MONITORING

Table 2.4 Perawatan hari pertama (20 Juni 2021, Pukul 02.30)

S Nyeri post operasi SC


O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM Hb : 10,1
Pupil isokor 3/3
RBC : 3,86
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 18,57
12

TD : 150/95 mmHg Ht : 32
HR : 83x/m PLT : 304
SpO2 : 96% NRM 10lpm
D-dimer : 3,68
RR : 22x/menit
GIT: NGT (+) Ca : 7,3
GUT: Indwelling Catheter Ca koreksi: 8,4
(+)
GDS: 118
Skor SOFA: 3 Na: 143
K: 3.3
Cl: 108

AGD
pH: 7.402
pCO2 : 29.9
pO2 : 67.8
SO2% : 93.7
HCO3 : 18.7
A Post SC P2A0 ai Fetal distress + COVID 19 terkonfirmasi
P F : Diet Cair (6 x 200 kkal) Medikamentosa
A: Paracetamol (1gr/8jam)
Ceftriaxone 1gr/12 jam IV
S: -
Omeprazole 40 mg/24 jam IV
T: Padua: 5 Improve: 2
Paracetamol 1gr/8 jam IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Ketorolac 30 mg 1x IV
H : Head up 300
Vitamin C 3gr/24 jam IV
U : Omeprazole 40 mg IV
Vitamin D 10.000IU/24 jam NGT
G: Glucose control target 140 -
Vitamin E 400/24 jam NGT
180 mg/dl
Oksitosin 20 IU IV
B: Bowel sound (+)
Remdesivir 200 mg IV
I : Indwelling catether (+)
Metilprednisolone 120 mg IV
D: Ceftriaxone (1gr/12 jam)
Ventolin 1fl Nebul
Heparin 1000U IV
13

Table 2.5 Perawatan hari kedua (21 Juni 2021, Pukul 06.10)

S Nyeri post operasi, sesak


O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM E4M6V5 Hb : 9.9
Pupil isokor 3/3
RBC : 3.82
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 19.08
TD : 100/70 mmHg Ht : 31
HR : 72x/m
PLT : 344
RR : 28x/m
SpO2: 89% D-dimer : 1,76
HFNC flow 50% 50lpm, Ca : 7,1
GIT: Distensi (-)
Ca koreksi: 8,5
GUT: Indwelling Catheter
(+) GDS: 108
Na: 142
Skor SOFA: 4
K: 3.3
Cl: 110

AGD
pH: 7.374
pCO2 : 34.1
pO2 : 82.2
SO2% : 95.6
HCO3 : 20.1
A P2A0 Post SC ai fetal distress + pneumonia COVID 19 terkonfirmasi
14

P F : Diet Cair Medikamentosa


A: Paracetamol (1gr/8jam)
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine
Omeprazole 40 mg/ 24 jam IV
T: Padua: 5 Improve: 2
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Vitamin D 10.000 IU/24 jam NGT
H : Head up 300
Vitamin E 400 / 24 jam NGT
U : Omeprazole 40 mg IV
Cernevit 1 fl/24 jam
G: Glucose control target 140 -
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
180 mg/dl
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
B: Bowel sound (+)
Dexametason 5 gr/24 jam IV
I : Indwelling catether (+)
Albumin 20 gr/ 24 jam IV
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
Dexemedetomidine 0,2-0,7 mg/kgBB
IV
Durogesic

Table 2.6 Perawatan hari keempat (23 Juni 2021, Pukul 07.00)

S Sesak nafas
O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM E4M6V5 Hb : 10.0
Pupil isokor 3/3
RBC : 3.84
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 17.48
TD : 140/90 mmHg Ht : 32
HR : 80x/m
PLT : 526
RR : 19x/m
SpO2: 98% D-dimer : 3.11
HFNC flow 80% 50lpm, Ca : 7,0
GIT: Distensi (-)
Ca koreksi: 8,0
GDS: 97
15

GUT: Indwelling Catheter Na: 142


(+) K: 4.2

Skor SOFA: 4 Cl: 110

AGD
pH: 7.372
pCO2 : 36.4
pO2 : 76.4
HCO3 : 21.3
A P2A0 Post SC ai fetal distress + pneumonia COVID 19 terkonfirmasi
P F : Diet Cair Medikamentosa
A:
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine
Omeprazole 40 mg/ 24 jam IV
T: Padua: 5 Improve: 2
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Vitamin D 10.000 IU/24 jam NGT
H : Head up 300
Vitamin E 400 / 24 jam NGT
U : Omeprazole 40 mg IV
Cernevit 1 fl/24 jam
G: Glucose control target 140 -
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
180 mg/dl
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
B: Bowel sound (+)
Dexametason 5 gr/24 jam IV
I : Indwelling catether (+)
Albumin 20 gr/ 24 jam IV
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
Heparin 10.000 / 24 jam IV
Dexemedetomidine 0,2-0,7 mg/kgBB
IV

Tabel 2.7 Perawatan hari keenam (25 Juni 2021, Pukul 06.00)

S Sesak nafas on HFNC


16

O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM E4M6V5 Hb : 10.8
Pupil isokor 3/3
RBC : 4.22
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 16.62
TD : 130/80 mmHg Ht : 35
HR : 92x/m
PLT : 415
RR : 32x/m on HFNC
SpO2: 94% D-dimer : 8.51
HFNC flow 90% 60lpm, Ca : 7,2
GIT: Distensi (-)
Ca koreksi: 8,1
GUT: Indwelling Catheter
(+) GDS: 97
Na: 141
Skor SOFA: 3
K: 3.6
Cl: 107

AGD
pH: 7.395
pCO2 : 34.1
pO2 : 142.4
HCO3 : 21.1
A P2A0 Post SC ai fetal distress + pneumonia COVID 19 terkonfirmasi
P F : Diet Cair 4 x 300 cc Medikamentosa
A:
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine
Omeprazole 40 mg/ 24 jam IV
T: Padua: 5 Improve: 2
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Vitamin D 10.000 IU/24 jam NGT
H : Head up 300
Vitamin E 400 / 24 jam NGT
U : Omeprazole 40 mg IV
Cernevit 1 fl/24 jam
G: Glucose control target 140 -
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
180 mg/dl
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
B: Bowel sound (+)
Dexametason 5 gr/24 jam IV
17

I : Indwelling catether (+) Albumin 20 gr/ 24 jam IV


D: Meropenem 1 gr / 8 jam Levofloxacin 250 gr/24 jam IV
IVIG 2,5 gr/24 jam IV
Heparin 10.000 / 24 jam IV
Dexemedetomidine 0,2-0,7 mg/kgBB
IV

Tabel 2.8 Perawatan hari kedelapan (27 Juni 2021, Pukul 06.00)

S Sesak nafas on NIV


O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM E4M6V5 Hb : 10.8
Pupil isokor 3/3
RBC : 4.22
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 16.62
TD : 130/80 mmHg Ht : 35
HR : 92x/m
PLT : 415
RR : 40x/m on NIV
SpO2: 93% D-dimer : 8.51
NIV FiO2 90% Ca : 7,2
GIT: Distensi (-)
Ca koreksi: 8,1
GUT: Indwelling Catheter
(+) GDS: 97
Na: 141
Skor SOFA: 4
K: 3.6
Cl: 107

AGD
pH: 7.424
pCO2 : 41.2
pO2 : 65.6
HCO3 : 27.2
A P2A0 Post SC ai fetal distress + pneumonia COVID 19 terkonfirmasi
18

P F : Diet Cair 4 x 300 cc Medikamentosa


A:
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine
Omeprazole 40 mg/ 24 jam IV
T: Padua: 5 Improve: 2
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Vitamin D 10.000 IU/24 jam NGT
H : Head up 300
Vitamin E 400 / 24 jam NGT
U : Omeprazole 40 mg IV
Cernevit 1 fl/24 jam
G: Glucose control target 140 -
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
180 mg/dl
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
B: Bowel sound (+)
Dexametason 5 gr/24 jam IV
I : Indwelling catether (+)
Albumin 20 gr/ 24 jam IV
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
Levofloxacin 250 gr/24 jam IV
IVIG 25 mg /24 jam IV
Heparin 10.000 / 24 jam IV
Dexemedetomidine 0,2-0,7 mg/kgBB
IV

Tabel 2.9 Perawatan hari kesembilan (28 Juni 2021, Pukul 07.30)

S Sesak nafas on NIV


O CNS: Laboratorium :
Sensorium: CM E4M6V5 Hb : 11,2
Pupil isokor 3/3
RBC : 4.22
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 20,81
TD : 126/91 mmHg Ht : 35
HR : 107x/m
PLT : 371
RR : 40x/m on NIV
SpO2: 95% D-dimer : 3,34
NIV PS10 FiO2 90% Ca : 7,7
GIT: Distensi (-)
Ca koreksi: 8,1
GUT: Indwelling Catheter (+)
19

GDS: 107
Skor SOFA: 4
Na: 145
K: 3.6
Cl: 107
SGOT: 40
SGPT: 18

AGD
pH: 6.953
pCO2 : 113.5
pO2 : 50.5
HCO3 : 25.4
A Respiratory Failure on NIV ec pneumonia COVID 19
P F : Diet Cair 4 x 300 cc Medikamentosa Pukul
A: 13.00
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine pasien
Omeprazole 40 mg/ 24 jam
T: Padua: 5 Improve: 2 sedang
IV
Heparin 1000 U/24 jam. terintubasi,
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
H : Head up 300 pasien
Vitamin D 10.000 IU/24
U : Omeprazole 40 mg IV tidak stabil
jam NGT
G: Glucose control target 140 dan sedang
Vitamin E 400 / 24 jam
-180 mg/dl Bagging
NGT
B: Bowel sound (+)
Cernevit 1 fl/24 jam
I : Indwelling catether (+)
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
Dexametason 5 gr/24 jam
IV
Albumin 20 gr/ 24 jam IV
Levofloxacin 750 gr/24 jam
IV
20

IVIG 25 mg/24 jam IV


Heparin 10.000 / 24 jam IV
Dexemedetomidine 0,2-0,7
mg/kgBB IV

Tabel 2.10 Perawatan hari kesepuluh (29 Juni 2021, Pukul 07.30)

S Belum dapat dinilai


O CNS: Laboratorium :
Sensorium: GCS DPO Hb : 9.6
Pupil isokor 3/3
RBC : 3.70
Refleks Cahaya (+/+)
CVS: WBC : 24.67
TD : 103/49 mmHg Ht : 32
HR : 112x/m
PLT : 85
RR : 22x/m on MV
SpO2: 100% D-dimer : 18,68
On ventilator mode A/C Ca : 8,2
PC 20 PEEP 10 FiO2
GDS: 107
100%
GIT: Distensi (-) Na: 155
GUT: Indwelling Catheter K: 3
(+) Cl: 107

AGD
pH: 7.320
pCO2 : 58.2
pO2 : 30.1
HCO3 :30.3
A Respiratory Failure on MV ec pneumonia COVID 19
21

P F : Diet Cair 4 x 300 cc Medikamentosa Hemodinamik


A: relative stabil
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine dengan
Omeprazole 40 mg/ 24
T: Padua: 5 Improve: 2 support dan
jam IV
Heparin 1000 U/24 jam. terpasang
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
H : Head up 300 ventilator,
Vitamin D 10.000 IU/24
U : Omeprazole 40 mg IV rencana
jam NGT
G: Glucose control target pasang CVC
Vitamin E 400 / 24 jam
140 -180 mg/dl
NGT
B: Bowel sound (+)
Cernevit 1 fl/24 jam
I : Indwelling catether (+)
Remdesivir 100 mg/ 24
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
jam
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
Dexametason 5 gr/24 jam
IV
Albumin 20 gr/ 24 jam IV
Levofloxacin 750 gr/24
jam IV
IVIG 25 mg/24 jam IV
Heparin 10.000 / 24 jam
IV
Dexemedetomidine 0,2-
0,7 mg/kgBB IV

Tabel 2.10 Perawatan hari kesebelas (30 Juni 2021, Pukul 07.30)

S Belum dapat dinilai


O GCS E1M1VT Laboratorium :
CVS: Hb : 9.6
22

TD : 137/81 mmHg RBC : 3.70


HR : 112x/m WBC : 24.67
RR : 23x/m on MV
Ht : 32
SpO2: 100%
On ventilator mode A/C PC PLT : 85
20 PEEP 10 FiO2 100% D-dimer : 18,68
GIT: Distensi (-)
Ca : 8,2
GUT: Indwelling Catheter (+)
GDS: 107
Skor SOFA: 10 Na: 155
K: 3
Cl: 107

AGD
pH: 7.320
pCO2 : 58.2
pO2 : 30.1
HCO3 :30.3
A Respiratory Failure on MV ec pneumonia COVID 19
P F : Diet Cair 4 x 300 cc Medikamentosa Keadaan
A: perburukan
Meropenem 1gr / 8 jam IV
S: Dexemedetomidine
Omeprazole 40 mg/ 24 jam
T: Padua: 5 Improve: 2
IV
Heparin 1000 U/24 jam.
Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV
H : Head up 300
Vitamin D 10.000 IU/24
U : Omeprazole 40 mg IV
jam NGT
G: Glucose control target 140
Vitamin E 400 / 24 jam
-180 mg/dl
NGT
B: Bowel sound (+)
Cernevit 1 fl/24 jam
I : Indwelling catether (+)
Remdesivir 100 mg/ 24 jam
D: Meropenem 1 gr / 8 jam
Ventolin 1 fl/8 jam nebul
Dexametason 5 gr/24 jam
23

IV
Levofloxacin 750 gr/24 jam
IV
IVIG 25 mg/24 jam IV
Heparin 10.000 / 24 jam IV
Dexemedetomidine 0,2-0,7
mg/kgBB IV
Propofol 400 mg
Nor-adrenalin 16 mg
Atracurium 50 mg

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
ANALISIS KASUS

Ny. ST, 33 tahun, datang ke IGD RSMH Palembang yang merupakan


rujukan dari RS Siti Khodijah dengan keluhan utama hamil kurang bulan dengan
sesak nafas. Sejak ± 6 hari SMRS pasien dirawat di RS Siti Khodijah dengan hamil
33 minggu dyspnea ec. COVID 19 terkonfirmasi. Riwayat demam ada, riwayat
batuk ada, nyeri sendi tidak ada, hilang penciuman tidak ada. Riwayat perut mulas,
keluar darah lendir, dan keluar air-air disangkal. Pasien rujukan dari RS Siti
Khodijah dengan alasan pro SC CITO. Pasien mengaku hamil kurang bulan dengan
gerakan janin masih dirasakan.
Kemudian dilakukan pemeriksaan primary survey dan didapatkan Airway
dalam batas normal. Pada penilaian breathing didapatkan pasien mengalami
dispneu dengan RR 30x/menit dan desaturasi SpO2 92% dengan udara bebas,
dilakukan pemberian bantuan napas dengan tujuan untuk meningkatkan oksigenasi.
Dari pemeriksaan Circulation ditemukan dalam batas normal. Pasien dilakukan
pemasangan IV line dan maintenance cairan dengan RL. Setelah dilakukan primary
survey, dilakukan pemberian bantuan nafas dengan non-rebreathing face mask, dan
dilakukan observasi tanda-tanda vital dan rencana operasi SC CITO di OK IGD
RSMH.
Menurut buku pedoman tatalaksana COVID-19 oleh PDPI, PERKI, PAPDI,
PERDATIN, dan IDAI, COVID-19 dibedakan berdasarkan beratnya kasus menjadi
tanpa gejala, ringan, sedang, berat, dan kritis.4
1. Tanpa Gejala, kondisi ini merupakan kondisi paling ringan dimana pasien
tidak ditemukan gejala.
2. Ringan, kondisi ini merupakan kondisi pasien dengan gejala tanpa adanya
bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang muncul seperti
demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, dan mialgia. Gejala tidak
spesifik lainnya dapat berupa sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit
kepala, diare, mual muntah, anosmia atau ageusia yang muncul sebelum

24
25

onset gejala pernapasan. Pada pasien usia tua dan immunocompromised


gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun,
diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam dapat ditemukan.
3. Sedang, kondisi ini pada pasien remaja dan dewasa terdapat tanda klinis
pneumonia seperti demam, batuk, sesak, dan napas cepat tetapi tidak ada
tanda pneumonia berat termasuk SpO2  93% dengan udara ruangan.
4. Berat, klasifikasi berat pada pasien remaja atau diwasa dengan tanda klinis
pneumonia berupa demam, batuk, sesak, dan napas cepat ditambah satu
dari: ferukensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 <
93% pada udara ruangan.
5. Kritis, merupakan kondisi pasien dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis.
Kriteria ARDS pada dewasa:
- ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤300 mmHg (dengan PEEP atau
continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O atau yang tidak
diventilasi)
- ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O atau yang tidak diventilasi
- ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤100 mmHg dengan PEEP ≤5 cmH2O atau
yang tidak diventilasi

Pada kasus ini, pasien mengalami sesak napas dengan RR 30 x/menit dan
SpO2 92% dengan udara ruangan, selain itu juga didapatkan gambaran pneumonia
berdasarkan foto toraks pasien sehingga pasien termasuk dalam kategori COVID-
19 berat. Pada pasien dengan COVID-19 kasus berat, terdapat risiko untuk
mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik,
gagal multi-organ, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat
kematian.5 Pasien pada kasus ini adalah pasien terkonfirmasi COVID-19, dimana
menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2020, kasus konfirmasi merupakan
seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-10 yang dibuktikan
26

dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dapat dibagi menjadi


2, yaitu; kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan akasus konfirmasi tanpa
gejala (asimptomatik).
Pemeriksaan penunjang pada COVID-19 dilakukan sesuai dengan
manifestasi klinis, antara lain:5
a. Laboratorium: Darah lengkap/darah rutin, LED, Gula Darah, Ureum,
Creatinin, SGOT, SGPT, Natrium, Kalium, Chlorida, Analisa Gas Darah,
Procalcitonin, PT, APTT, Waktu perdarahan, Bilirubin Direct, Bilirubin
Indirect, Bilirubin Total, pemeriksaan laboratorium RT-PCR, dan/atau
semua jenis kultur MO (aerob) dengan resistensi Anti HIV. 5
b. Radiologi: Foto Thorax AP/PA5

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien ini meliputi


pemeriksaan darah rutin, faal hemostasis, kimia klinik, fungsi hati, metabolisme
karbohidrat, fungsi ginjal, dan elektrolit. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan
leukositosis (18.57 x 103/mm3), pada nilai diff count juga terdapat peningkatan
neutrofil disertai dengan penurunan nilai limfosit. Pada pemeriksaan faal
hemostasis didapatkan peningkatan nilai fibrinogen yaitu dengan hasil 581 (kadar
normal 200-400 mg/dL) dan peningkatan kadar D-dimer dengan hasil 3.68 (kadar
normal <0,5 /mL. Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan penurunan pada
kadar kalsium (Ca), pCO2, pO2, dan HCO3. Pemeriksaan fungsi hati ditemukan
penurunan kadar albumin. Pada pemeriksaan glukosa sewaktu ditemukan hasil
dalam batas normal. Pemeriksaan fungsi ginjal menunjukkan adanya penurunan
kadar ureum dan kreatinin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa terjadi gangguan koagulasi meliputi peningkatan kadar
fibrinogen dan peningkatan konsentrasi D-dimer dan terdapat alkalosis respiratorik
dimana ditemukan pH normal namun >7,40 dan penurunan kadar PCO2 dan HCO3.
Pada pasien COVID-19 kasus berat ditemukan peningkatan kadar D-dimer
yang signifikan. Hal ini menggambarkan keadaan hiperinflamasi dan prokoagulan
pada COVID-19.6 Hiperinflamasi yang terjadi pada COVID-19 menyebabkan
peningkatan aktivasi kaskade koagulasi dan produksi thrombin berlebihan sehingga
27

meningkatkan risiko terjadinya thrombosis dan tromboemboli vena maupun arteri.


Walaupun didominasi oleh manifestasi respiratorik namun pasien COVID-19 berat
seringkali mengalami gangguan koagulasi yang mirip dengan koagulopati sistemik
lain terkait infeksi berat seperti DIC dan thrombosis mikroangiopati, Hal ini
berhubungan dengan peningkatan mortalitas yang signifikan.7 Kriteria DIC
berdasarkan The International Society of Thrombosis Haemostasis (ISTH) dapat
dilihat pada tabel berikut.7

Tabel 2.7 Kriteria DIC berdasarkan ISTH


Kategori Nilai Skor
Jumlah trombosit (/mm3) > 100.000/ml 0
50.000-100.000/ml 1
<50.000 2
D-dimer/FDP < 500 0
500-1000 2
>1000 3
Pemanjangan PT < 3” 0
1
4-6” 2

>6”

Fibrinogen (g/mL) < 100 mg/dL 1


> 100 mg/dL 0
Total skor  5 Overt DIC
< 5 Non-overt DIC

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhai Z dkk melaporkan 40% pasien
COVID-19 yang mendapatkan perawatan, berisiko tinggi mengalamo komplikasi
tromboemboli vena. Oleh karena itu, penghitungan skor prediksi Padua digunakan
untuk menilai risiko tromboemboli vena pada pasien COVID-19 yang dirawat di
28

rumah sakit. Nilai Padua < 4 memiliki risiko rendah, sedangkan nilai Padua  4
berisiko tinggi mengalami tromboemboli vena. 8,9
Tabel 2.8 Faktor Risiko Tromboemboli Vena pada Pasien Medis (modifikasi
PADUA)
Faktor Risiko Nilai
Penyakit kritis 4
Inflammatory Bowel Disease 4
Kanker aktif (metastasis/menjalani kemoterapi/ radioterapi 3
yang sudah berjalan selama 6 bulan)
Riwayat TEV sebelumnya 3
Immobilisasi  3 hari 3
Kondisi trombofilia 3
Riwayat trauma atau tindakan operasi <1 bulan 2
Usia  70 tahun 1
Gagal jantung atau gagal napas 1
Infark miokard akut atau stroke iskemik 1
Infeksi akut atau penyakit rematik 1
Obesitas (IMT  30 kg/m2) 1
Dalam terapi hormonal 1

Tatalaksana Tromboprofilaksis
Pada pasien COVID-19 sedang hingga berat yang dirawat di rumah sakit
jika tidak terdapat kontraindikasi (absolut/relatif) pada pasien (perdarahan aktif,
riwayat alergi heparin atau heparin induced thrombocytopenia, riwayat perdarahan
sebelumnya, gangguan hati berat) dan jumlah trombosit > 25.000/mm3 , maka
pemberian antikoagulan profilaksis dapat dipertimbangkan. Antikoagulan tersebut
dapat berupa heparin berat molekul rendah (low molecular-weight heparin/
LMWH) atau unfractionated heparin (UFH). Sebelum memberikan antikoagulan
harus dievaluasi kelainan sistem/organ dan komorbiditas untuk menilai risiko
terjadinya perdarahan. Penilaian risiko perdarahan dapat dilakukan menggunakan
29

skor IMPROVE. Jika skor IMPROVE <7 risiko terjadinya perdarahan rendah,  7
peningkatan risiko terjadinya perdarahan.
Tabel 2.9 Skor IMPROVE sebagai penilai risiko perdrahan
Faktor Risiko Nilai
Insufisiensi ginjal moderat (CrCl 30-50 mL/menit) 1
Pria 1
Usia 40-84 tahun 1.5
Kanker aktif 2
Penyakit reumatik 2
Pemakaian kateter vena sentral 2
Admisi di ICU/CCU 2.5
Insufisiensi renal berat (CrCl <30mL/menit) 2.5
Insufisiensi liver (INR>1,5) 2.5
Usia  85 tahun 3.5
Trombositopenia < 50.000/UI 4
Riwayat perdarahan dalam 3 bulan terakhir 4
Ulkus gastro-intestinal aktif 4
30

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Koagulasi pada COVID-19 berdasarkan


marker laboratorium sederhana

Pasien melakukan SC CITO pada tanggal 19 Juni pukul 23.00 dan kemudian
pasien masuk ke ICU Covid pada tanggal 20 Juni pukul 01.30 dengan RR 22x/menit
dan SpO2 96% menggunakan NRM 10lpm. Pada tanggal 20 Juni pukul 07.00
pemberian oksigenasi diberikan HFNC (High Flow Nasal Cannule) 50% 50lpm.
Dalam kasus ini pemasangan HFNC (High Flow Nasa Cannule) pada pasien
bertujuan sebagai alat bantu nafas. HFNC merupakan teapi awal O2 jika pasien
tidak respon dengan penggunaan nasal kanul atau face mask. 4 Penggunaan terapi
HFNC dini pada pasien dengan COVID-19 gejala berat dapat memperbaiki
oksigenasi, dan menurunkan frekuensi napas. Penggunaan HFNC dapat
31

menghangatkan dan melembabkan aliran udara sehingga memberikan keuntungan


fisiologis. HNFC juga mengurangi WOB (Work of Breathing) sehingga
menurunkan frekuensi napas. Terapi HFNC juga ditemukan dapat memperbaiki
indeks infeksi pasien (CRP dan hitung jenis leukosit) serta menurunkan lama rawat
ICU.10,11

Prinsip Terapi HFNC (High Flow Nasal Cannule)4


a. Jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis dengan
terapi oksigen sebelumnya (nasal kanul sampai NRM) maka dapat tingkatkan terapi
oksigen dengan menggunakan alat HFNC
b. Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan
kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92-96%.
c. Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95)
d. Titrasi flow secara bertahap 5-10 L/menit diikuti dengan peningkatan fraksi oksigen,
jika:
 Frekuensi nafas masih tinggi ( 35x/menit)
 Target SpO2 belum tercapai (92-96%)
 Work of Breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
e. Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat
memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan
hingga sedang
f. Evaluasi pemberian HFNC setiap 1-2 jam dengan menggunakan indeks ROX

Indeks ROX = (SpO2/FiO2) / laju napas

g. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventulasi aman (indeks ROX
 4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan
ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan
intubasi
h. Jika pada evaluasi (1-2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan
HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk
menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV.
32

Mekanisme Kerja High Flow Nasal Cannula (HFNC)


HFNC adalah nasal kanul khusus yang dapat memberikan kecepatan aliran
udara yang sangat tinggi hingga 60 liter/menit dengan suhu sampai 37 oC,
kelembaban 100% dan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) antara 0,21 – 1%. Kecepatan
aliran udara dan FiO2 dapat dititrasi sesuai kondisi pasien.12
Pemberian oksigen yang dingin dan kering dapat menyebabkan inflamasi
pada jalan napas, meningkatkan resistensi jalan napas, merusak fungsi mukosiliar
dan mengganggu klirens dari sekresi jalan napas. Berbeda dengan alat oksigen
terapi yang standar, HFNC dapat memberikan oksigen yang telah dihangatkan dan
dilembabkan, sehingga dapat menurunkan kebutuhan energy khususnya pada
kondisi gagal napas akut.12
Pada kondisi gagal napas akut, terjadi peningkatan peak inspiratory flows
(PIF) dari kondisi normal 30-60 L/m menjadi 60-120 L/m. Kondisi ini tidak mampu
didukung secara adekuat oleh alat terapi oksigen standar yang hanya dapat
memberikan 15 L/m dengan menggunakan non rebreathing mask. HFNC dapat
memberikan aliran udara hingga 40 L/m sehingga dapat menurunkan work of
breathing (WOB) pada pasien dengan gagal napas akut.12
Manfaar lain dari HFNC adalah penggunaan oksigen dengan aliran udara
yang tinggi secara terus menerus dapat membersihkan dead space daerah faring
yang mengandung udara rendah oksigen dan tinggi CO2, sehingga akan
meningkatkan efisiensi dari pernapasan. Disamping itu, HFNC akan memberikan
kenyamanan yang lebih baik dibandingkan dengan non invasive ventilation.12

HFNC pada Pasien COVID-19


Penggunaan HFNC pada pasien COVID-19 banyak dikhawatirkan terkait
potensi pembentukan aerosol yang dapat ditimbulkannya. Namun ternyata data
menungjukkan tingkat pembentukan aerosol dalam penggunaan HFNC cukup
rendah. Oleh karena itu dari panduan WHO, telah merekomendasikan penggunaan
HFNC sebagai salah satu modalitas terapi dalam penanganan gagal napas akibat
COVID-19.13
33

HFNC direkomendasikan digunakan secara selektif pada pasien COVID 19.


Penelitian di Cina menunjukkan bahwa penggunaan HFNC menurunkan
penggunaan ventilasi mekanik dan mortalitas. Pada pasien dengan kondisi
hiperkapnia, hemodinamik tidak stabil, gagal organ multiple atau penurunan
kesadaran tidak direkomendasikan menggunakan HFNC. 13 Pasien yang
menggunakan HFNC harus dimonitor ketat oleh personil yang berpengalaman
untuk melakukan intubasi endotracheal apabila dalam 1 jam tidak didapatkan
perbaikan. Kegagalan penggunaan HFNC dapat diperdiksi menggunakan ROX
index. 14
Pasien pada tanggal 27 Juni pukul 06.00 pemberian oksigenasi dari HFNC
diganti menjadi NIV dikarenakan terdapat peningkatan RR dan desaturasi pada
pasien. Dalam kasus ini pemasangan non-invasive ventilation pada pasien bertujuan
sebagai alat bantu nafas. Ventilasi noninvasif (NIV) itu sendiri adalah ventilasi
mekanik yang memberikan bantuan nafas tanpa alat bantu nafas yang invasif seperti
intubasi endotrakeal. Pada ventilasi noninvasif, bantuan nafas biasanya diberikan
melalui masker. mengacu pada pengiriman dukungan ventilasi atau tekanan positif
ke paru-paru tanpa jalan napas endotrakeal invasif, biasanya melalui masker.
Teknik ini telah terbukti secara efisien meningkatkan kesembuhan pada kegagalan
pernapasan akut, menghindari komplikasi yang terkait dengan intubasi endotrakeal
dan ventilasi mekanis invasif konvensional, terutama pneumonia terkait dengan
penggunaan ventilator.10

Indikasi dan Kontraindikasi NIV16


Indikasi penggunaan NIV, yaitu gagal napas tipe 1 (hipoksemia), gagal
napas tipe 2 (hiperkapnia), penyapihan ventilator, dan perawatan paliatif pada
pasien yang menolak tindakan intubasi. Kontraindikasi NIV, yaitu pada keadaan
henti jantung atau henti napas, disfungsi organ diluar sistem pernapasan,
ensefalopati berat, ARDS berat, hemodinamik tidak stabil (syok), trauma
maksilofasial, dan pneumothoraks tanpa pemasangan WSD.
34

Keuntungan dan Kerugian NIV


Keuntungan penggunaan ventilasi noninvasif antara lain mengurangi
tindakan intubasi atau pemasangan tabung endotrakeal, waktu perawatan lebih
singkat dan berkurangnya angka kematian pada penderita gagal napas akut.
Keuntungan lain ventilasi noninvasif adalah mekanisme pertahanan jalan napas
tetap utuh dan fungsi menelan tetap dapat dipertahankan. Kekurangan NIV, yaitu
dapat menyebabkan keterlambatan pemasangan ventilasi invasif, risiko aspirasi
yang lebih tinggi, penghisapan lender di trakea tidak dapat dilakukan, dapat
menyebabkan klaustrofobia, efek tekanan pada wajah dan hidung, serta pengenalan
alat baru kepada tenaga medis.16

NIV dan COVID-19


Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa NIV adalah mode terapi yang
berguna pada pasien dengan gagal nafas karena COVID-19. Dari pasien yang
menggunakan NIV, lebih dari setengah dari mereka berhasil untuk menghindari
mendapatkan intubasi. Pasien yang gagal pada terapi dengan NIV dan
membutuhkan intubasi memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi. Penggunaan
NIV ini, terutama dalam hal ketersediaan terbatas untuk fasilitas ventilasi yang
invasif, dapat menghemat sumber daya, menunda atau menghindari intubasi. 17
Perhatian utama yang terdapat dalam penggunaan NIV virus adalah potensi
penyebaran aerosol. Hampir setengah dari pedoman memberikan rekomendasi
tentang masalah keamanan NIV, menekankan bahwa perhatian harus diberikan
pada pembentukan dan penyebaran aerosol. Oleh karena itu, pedoman
menyarankan bahwa NIV harus digunakan di satu ruangan, bangsal tekanan negatif,
atau bangsal yang didedikasikan untuk perawatan pasien yang dikonfirmasi. Lebih
penting lagi, staf medis harus memakai alat pelindung diri lengkap (pelindung mata,
respirator N95 atau lebih tinggi, sarung tangan, dan gaun lengan panjang). 18

Pada tanggal 28 Juni Pukul 13.00 WIB pasien dipasang untubasi


dikarenakan keadaan pasien tidak stabil, dan kemudian dilakukan bagging. Pasien
kemudian menggunakan Ventilasi Mekanik Invasif (Ventilator). Tujuan
35

Mechanical Ventilation adalah untuk memperbaiki oksigenasi, mencapai ventilasi


dan eliminasi CO2 yang adekuat, meringankan gangguan pernapasan – melepaskan
beban kerja otot pernapasan, mencegah penyulit atau cedara pada sistem
pernapasan (Ventilator induced lung injury atau VILI dan ventilator associated
pneumonia atau VAP)

Tatalaksana Pasien Terkonfirmasi COVID-19 Derajat Berat atau Kritis4


1. Non Farmakologis4
a. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
Pemberian terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat dan
pasien yang mengalami distress pernapasan, hipoksemia, atau syok. Semua
pasien dengan ISPA berat dipantau dengan menggunakan pulse oksimetri
dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup
dengan kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.
b. Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup
dengan kantong reservoir) yang terkontaminasi dalam pengawasan atau
terbukti COVID-19. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis
yang mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan
intervensi perawatan suportif secepat mungkin.
c. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan
dan penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi mana yang harus
dilanjutkan dan terapi mana yang harus dihentikan sementara.
Berkomunikasi secara proaktif dengan pasien dan keluarga dengan
memberikan dukungan dan informasi prognostik.
d. Melakukan manajemen cairan secara konservatif pada pasien dengan ISPA
berat tanpa syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian
cairan intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk
oksigenasi, terutama dalam kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi
mekanik.
36

e. Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
f. Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati,
Hemostasis, LDH, D-dimer.
g. Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
h. Antikoagulan LMWH/UFH
i. Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
 Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
 Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
 PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg, 21 21
 Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
 Limfopenia progresif,
 Peningkatan CRP progresif,
 Asidosis laktat progresif.
j. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS
 Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
 Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik
 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut:
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau noninvasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi
paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar
1)
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
37

Gambar 2. Alur Penentuan Alat Bantu Napas Mekanik

2. Farmakologis4
a. Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
b. Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
c. Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,
kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
d. Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
e. Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena koinfeksi bakteri,
pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan
faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus
38

dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus)


patut dipertimbangkan.
f. Antivirus:
 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip
(hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
g. Antikoagulan berdasarkan evaluasi
h. Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid
lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi
oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
i. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
j. Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
k. Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana
syok yang sudah ada:
 Inisiasi resusitasi cairan dan pemberian vasopressor untuk mengatasi
hipotensi dalam 1 jam pertama.
 Resusitasi cairan dengan bolus cepat kristaloid 250 – 500 mL (15 – 30
menit) sambil menilai respon klinis.
 Respon klinis dan perbaikan target perfusi (MAP >65 mmHg, produksi
urine >0,5 ml/kg/jam, perbaikan capillary refill time, laju nadi,
kesadaran dan kadar laktat).
 Penilaian tanda overload cairan setiap melakukan bolus cairan
 Hindari penggunaan kristaloid hipotonik, gelatin dan starches untuk
resusitasi inisiasi
 Pertimbangkan untuk menggunakan indeks dinamis terkait volume
responsiveness dalam memandu resusitasi cairan (passive leg rising,
fluid challenges dengan pengukuran stroke volume secara serial atau
variasi tekanan sistolik, pulse pressure, ukuran vena cava inferior, atau
stroke volume dalam hubungannya dengan perubahan tekanan
intratorakal pada penggunaan ventilasi mekanik)
39

 Penggunaan vasopressor bersamaan atau setelah resusitasi cairan, untuk


mencapai target MAP >65 mmHg dan perbaikan perfusi
 Norepinefrin sebagai first-line vasopressor
 Pada hipotensi refrakter tambahkan vasopressin (0,01-0,03 iu/menit)
atau epinephrine.
 Penambahan vasopressin (0,01-0,03 iu/menit) dapat mengurangi dosis
norepinehrine
 Pada pasien COVID-19 dengan disfungsi jantung dan hipotensi
persisten, tambahkan dobutamin.
 Jika memungkinkan gunakan monitor parameter dinamis
hemodinamik. Baik invasif, seperti PiCCO2, EV1000, Mostcare,
maupun non-invasif, seperti ekokardiografi, iCON, dan NICO2.

Rekomendasi Pasien COVID-19 Rawat Inap yang Membutuhkan Oksigen


dengan HFNC atau NIV 15
Menurut National Institute of Health Amerika Serikat untuk pasien
COVID-19 yang membutuhkan oksigenasi menggunakan HFNC atau NIV harus
diberikan farmakoterapi berupa dexamethasone atau kombinasi dari
dexamethasone dengan remdesivir. Untuk pasien yang memiliki peningkatan
kebutuhan oksigen secara cepat dan terdapat inflamasi sistemik maka dapat
ditambahkan tocilizumab. Berikut ini adalah guideline rekomendasi menurut
National Institute of Health Amerika Serikat untuk pasien COVID-19 berdasarkan
tingkat keparahan penyakit.
40

Gambar 3. Guideline rekomendasi pengobatan berdasarkan tingkat


keparahan penyakit 15
41

Pemberian Suplementasi pada Pasien COVID-19 15


Vitamin C (asam askorbat) adalah vitamin larut air yang dianggap memiliki
efek menguntungkan pada pasien dangan penyakit berat dan kritis. Vitamin C
adalah antioksidan dan pemungut radikal bebas yang memiliki sifat antiinflasi,
mempengaruhi imunitas seluler, integritas pembuluh darah., serta berfungsi
sebagai kofaktor dalam pembentukan katekolamin endogen. Karena manusia
membutuhkan lebih banyak vitamin c pada kondisi stress oksidatif, maka
suplementasi vitamin c telah di evaluasi di berbagai keadaan penyakit, termasuk
infeksi berat dan sepsis. Infeksi SARS-CoV-2 dapat menyebabkan sepsis dan
sindroma distress pernapasan akut (ARDS) maka peran potensial vitamin C dosis
tinggi dalam meredakan perdangan dan cedera vascular pada pasien dengan
COVID-19 masih dalam penelitian.
Vitamin D sangat penting untuk metabolism tulang dan mineral. Karena reseptor
vitamin D diekspresikan pada sel imun seperti Sel B, sel T, dan sel penyaji antigen,
dank arena sel ini dapat mensintesis metabolit vitamin D aktif, vitamin D juga
memiliki potensi untuk memodulasi bawaan dan respon imun adaptif. Dalam studi
observasional, kadar vitamin D yang rendah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penuomonia dalam komunitas orang dewasa dan anak-anak. Pada sebuah uji klinis
metaanalisis, suplementasi vitamin D terbukti melindungi dari infeksi saluran
pernafasan akut. Alasan penggunaan vitamin D sebagai suplementasi pasien
COVID-19 sebagian besar didasarkan pada efek imunomodulator yang berpotensi
melindungi dari infeksi COVID-19 atau mengurangi keparahan penyakit.

Remdesivir sebagai Terapi Antiviral pada Pasien COVID-19 15


Remdesicir adalah obat intravena nukleotida dari analog adenosin.
Remdesivir mengikat virus RNA-dependent RNA polymerase dan menghambat
replikasi virus melalui terminasi premature RNA transkripsi. Remdesivir sudah
disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk mengobati COVID-19
pada pasien dewasa yang di rawat inap dan pasien pediatik dengan usia  12 tahun
dan berat badan  40 kg). Efek samping dari penggunaan remdesivir adalah dapat
menyebabkan gejala GIT seperti mual, meningkatkan level transaminase,
42

meningkatkan prothrombin time, dan mengakibatkan rekasi hipersensitifitas. Pada


pasien sebelum diberikan remdesivir dan selama pemberian remdesivir harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi liber dan prothrombine time terlebih
dahulu. Pemberian remdesivir dapat diberhentikan jika terdapat peningkatan
ALT/SGPT hingga >10 kali dari normal, dan harus diberhentikan juga jika terdapat
peningkatan ALT/SGPT dengan tanda dan gejala dari inflamasi liver.

Terapi Intravenous Immunoglobulin (IVIG) pada pasien COVID-19 di ICU20


IVIG merupakan produk darah yang dimurnikan dari plasma campuran
orang sehat dimana protein merupakan komponen utamanya dan kaya akan
antibody bakteri dan IgG virus. Infus berkelanjutan IVIG dapat meningkatkan kadar
IgG dalam serum, secara efektif dapat menetralkan pathogen di saluran pernafasan
pasien sehingga dapat menyembuhkan penyakit dan memperpendek perjalanan
penyakit.20 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lanza et al, dimana pasien
dengan persistence of respiratory failure, setelah diberikan infus IVIG mengalami
perbaikan gejala klinis, penurunan marker inflamasi, normalisasi fungsi hati, dan
pemulihan fungsi paru. IVIG merupakan terapi yang sangat efektif untuk
pencegahan infeksi yang mengancam nyawa pada pasien dengan defisiensi imun
primer dan sekunder.21 IVIG telah digunakan untuk mengobati infeksi kronis,
seperti infeksi parvovirus dengan komplikasi anemia. Saat ini pengalaman
penggunaan IVIG dalam pengobatan infeksi SARS-CoV-2 sangat terbatas. Adapun
alasan penggunaan IVIG pada infeksi SARS-CoV-2 dengan memodulasi inflamasi.
Beberapa mekanisme IVIG dalam mengurangi respon inflamasi pada infeksi
SARS-CoV-2 yang parah, termasuk adanya antibodi autoreaktif yang mengikat
sitokin.20

Prognosis COVID-19 pada Kasus


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, prognosis pasien sesuai derajat penyakit, derajat ringan berupa infeksi
saluran napas atas umumnya prognosis baik, tetapi bila terdapat Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) prognosis menjadi buruk terutama bila disertai
43

komorbid, usia lanjut dan mempunyai riwayat penyakit paru sebelumnya.19 Pada
kasus, pasien memiliki prognosis yang buruk dikarenakan adanya gagal nafas pada
psien e.c pneumonia COVID-19 kritis. Pemberian oksigenasi pada pasien sudah
menggunakan ventilator mekanik, dimana pasien yang menggunakan ventilator
memiliki angka kemungkinan hidup yang rendah oleh karena terjadi ARDS yang
memiliki angka mortalitas tinggi.19
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Seorang perempuan, berusia 33 tahun, datang ke IGD RSMH yang
merupakan rujukan dari RS Siti Khodijah dengan keluhan utama hamil kurang
bulan dengan sesak nafas. Sejak ± 6 hari SMRS pasien dirawat di RS Siti Khodijah
dengan hamil 33-34 minggu, dyspneu e.c COVID 19 terkonfirmasi. Riwayat
demam ada, riwayat batuk ada, nyeri sendi tidak ada, hilang penciuman tidak ada.
Riwayat perut mulas, keluar darah lendir, dan keluar air-air disangkal. Pasien
rujukan dari RS Siti Khodijah dengan alasan pro SC CITO. Pasien mengaku hamil
kurang bulan dengan gerakan janin masih dirasakan.
Pemeriksaan fisik status generalikus didapatkan peningkatan frekuensi
pernafasan dan penurunan saturasi oksigen. Pada pemeriksaan fisik spesifik
ditemukan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
nilai RBC 3.86, Ht 32, MCV 81.6, hitung jenis 0/1/86/6/7, Fibrinogen 581, PCO2
29.9, pO2 67.8, HCO3 18.7, Albumin 2.6, Ureum 9, Kreatinin 0.46, kalium 3.3, dan
klorida 108. Pada pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks didapatkan kesan
pneumonia.
Pasien dengan diagnosis G2P1A0 hamil 32 minggu belum inpartu dengan
COVID-19 terkonfirmasi + bekas SC 1x, JTH Preskep Fetal Distress melakukan
SC CITO di OK IGD. Setelah melakukan operasi SC pasien mendapatkan assesmen
dari tim PIE dan pasien disarankan untuk rawat intesif di ruang isolasi ICU COVID-
19. Saat di ruang ICU, pasien mendapatkan terapi sesuai dengan terapi COVID-19
dengan pemberian heparin 1000 U/24 jam dan pasien mendapatkan terapi
oksigenasi berupa High Flow Nasal Cannula (HFNC) pada hari pertama masuk
ruang intensif ICU. Pada perawatan hari keenam pasien diberikan terapi
Intravenous Immunoglobulin (IVIG). Kemudian pada perawatan hari kedelapan
pemberian oksigenasi dari HFNC diganti menjadi NIV dikarenakan tidak
tercapainya target saturasi oksigen. Kemudian pasien melanjutkan perawatan di

44
45

ruang ICU dengan terapi COVID-19. Pada perawatan hari kesembilan pasien
dilakukan intubasi dikarenakan keadaan yang tidak stabil, dan kemudian dilakukan
pemasangan ventilator.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sohrabi C, Alsafi Z, O’Neill N, Khan M, Kerwan A, Al-Jabir A, et al. World


Health Organization declares global emergency: A review of the 2019 novel
coronavirus (COVID-19). Int J Surg. 2020;76:71–6. doi:
10.1016/j.ijsu.2020.02.034
2. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and
the virus that causes it [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2020
[cited 2020 March 29]. Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-
causes-it.
3. Kemenkes RI (2020) “Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
hk.01.07/menkes/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian,”
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), 2019.
4. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, dan IDAI (2020) Pedoman Tatalaksana
COVID-19 Edisi 3. Tersedia pada:
https://www.papdi.or.id/pdfs/983/Buku%20Pedoman%20Tatalaksana%20CO
VID-19%205OP%20Edisi%203%202020.pdf
5. Kementrian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19).
6. Lodigiani C, Iapichino G, Carenzo L, Cecconi M, Ferrazi P, Sebastian T, et al.
Venous and arterial thromboembolic complications in COVID-19 patients
admitted to an academic hospital in Milan, Italy. Thromb Res. 2020;191:9-14.
7. Levi M, Thachil J, Iba T, Levy JH. Coagulation abnormalities and thrombosis
in patients with COVID-19. Lancet Haematol. 2020;7(6):e438-e440
8. Zhai Z, Li C, Chen Y, et al. Prevention and Treatment of Venous
Thromboembolism Associated with Coronavirus Disease 2019 Infection: A

46
Consensus Statement before Guidelines. Thromb Haemost. 2020;120(6):937-
948. doi:10.1055/s-0040-1710019
9. Moores LK, Tritschler T, Brosnahan S, et al. Prevention, Diagnosis, and
Treatment of VTE in Patients With Coronavirus Disease 2019. Chest.
2020;(June). doi:10.1016/j.chest.2020.05.559
10. Teng, X-b., Shen, Y., etc. 2020. The Value of High-flow nasal canula oxygen
therapy in treating novel coronavirus pneumonia. Eur J Clin Invest, 00:e13435,
doi: 10.1111/eci.13435
11. Nishimura, M. 2016. High Flow Nasal Cannula Oxygen Therapy in Adults:
Physiological Benefits, Indication, Clinical Benefits, and Adverse Effects.
Respiratory Care Vol 61 No. 4, 529-541
12. Lodeserto F J, Lettich T M, Rexaie S R. High-flow nasal Cannula Oxygen
Improve Outcome in Acute Hypoxemic Respiratory Failure? A Systematic
Review and Metaanalysis. Respiratory Medicine. 2017;131:58-64. Doi:
10.1016/j.rmed.2017.08.005
13. Whittle J, Pavlov I, Sacchetti A, Atwood C, Rosenberg M. Respiratory Support
for Adult Patients with COVID-19. JACEP Open. 2020; 1(2); 95-101. Doi:
10.1002/emp2.12071
14. Roca O, Caralt B, Messika J, Samper M, Sztrymf B. dkk. An Index Combining
Respiratory Rate and Oxygenation to Predict Outcome of Nasal High-Flow
Therapy. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
2019;199(11):1368-76. Doi: 10.1164/rccm.201803-0589OC
15. COVID-19 Treatment Guidelines Panel. 2021. Coronaviruse Disease 2019
(COVID 19) Treatment Guidelines. National Institute of Health United States.
Tersedia di https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/
16. Leksmana Hidayatullah et al. (2019). Faktor risiko kegagalan ventilasi
noninvasif di PICU. 2019. Sari Pediatri, Vol. 21, No. 3, Oktober 2019. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD
Dr. Moewardi, Surakarta

47
17. Bertaina M, Nuñez-Gil IJ, Franchin L, et al.. (2021) Non-invasive ventilation
for SARS-CoV-2 acute respiratory failure: a subanalysis from the HOPE
COVID-19 registry. Emerg Med J 2021;38:359–365.
18. Zhufeng Wanga et al. (2021). The use of non-invasive ventilation in COVID-
19: A systematic review. International Society for Infectious Diseases 106.
Elsevier. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2021.03.078 1201-9712
19. Handayani, Diah, Hadi, Dwi Rendra, Isbaniah, Fathiyah, Burhan, Erlina,
Heidy, Agustin (2020) Penyakt Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi
Indonesia, Majalah Resmi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Vol. 40; No.2,
hal.1-14
20. Ferianto, Suwarman, Sobaryati. 2021. Terapi Intravenous Immunoglobulin
(IVIG) pada Pasien Covid-19 di Intensive Care Unit (ICU). Jakarta. JIK Jilid
15 Nomor 1, Hal. 48-52.
21. Lanza M et al. Successful intravenous immunoglobulin treatment in severe
COVID-19 pneumonia. IDCases 2020; 21:e00794

48

Anda mungkin juga menyukai