Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS OBSTETRI

DAN GINEKOLOGI

“G1P0A0 USIA KEHAMILAN 38


MINGGU DENGAN KETUBAN
PECAH DINI”

Disusun Oleh:
dr. Yayan Ruhdiyanto

Pendamping: dr. Nia Tri Mulyani


dr. Jauhar Muhammad

PROGRAM DOKTER
INTERNSIP INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH
BUMIAYU KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH 2022
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN


“G1P0A0 USIA KEHAMILAN 38 MINGGU
DENGAN KETUBAN PECAH DINI”

Oleh:
dr. Yayan Ruhdiyanto

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.

Periode November 2021 - November 2022

Disetujui dan disahkan


Pada November 2022

Mengetahui,
Pendamping Internship Pembimbing

dr. Nia Tri Mulyani dr. Rahmat Santosa Sp.PD


BAB I
PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Yayan Ruhdiyanto
Nama Wahana : RSU Muhammadiyah Siti Aminah, Bumiayu, Brebes
Topik : Hiperglikemia susp. KAD dd HHS
Tanggal (kasus) : 26/12/2021 Presenter : dr. Yayan Ruhdiyanto
Nama Pasien : Ny. BA No. RM : 28-72-93
Tanggal Presentasi : Pendamping :
dr. Nia Tri Mulyani
dr. Jauhar Muhammad
Tempat Presentasi : R. Aula RSU Muhammadiyah Siti Aminah, Bumiayu, Brebes
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka 

 Diagnostik   Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa √  Lansia  Bumil


 Deskripsi :
Seorang dengan keluhan penurunan kesadaran
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien dengan penurunan kesadaran
hiperglikemia
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus   Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi 
Data pasien : Nama : ny. BA No CM : 28-72-
93
Nama RS : RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu Telp : (0289) 432209
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien hamil ke-1 datang ke RS dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 8 jam SMRS.
Keluar cairan dirasakan terus menerus. Keluhan lain yang dirasakan kencang-kencang masih
jarang, keluar lendir dan darah disangkal, mual -, demam -. Awalnya keluhan muncul saat
pasien jalan santai dan kemudian keluar air dari jalan lahir secara mendadak. Pada kehamilan
ini pasien ANC rutin di bidan terdekat tempat pasien tinggal, USG 2 kali di dokter kandungan
dan dinyatakan normal dengan TBJ 2850 gram. Riwayat abortus sebelumnya disangkal,
Riwayat pemakain kontrasepsi disangkal
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat sakit serupa disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
3. Riwayat Pengobatan :
-
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
5. Riwayat Sosial ekonomi:
Pasien adalah merupakan ibu rumah tangga dan tinggal bersama suami. Pembiayaan
menggunakan BPJS non PBI. Kesan social ekonomi menengah ke bawah
6. Lain-lain:
-

PEMERIKSAAN FISIK :
 Keadaan umum : Cukup
 Kesadaran : Komposmentis
 Berat badan : 68kg
 Vital signs
Tekanan darah : 115/77 mmHg
Nadi : 77x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,4° C per aksilla
 Kepala : Mesocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Mulut / Hidung: sianosis (-), nafas cuping hidung (-), discharge (-), faring hiperemis (-)
 Leher : limfonodi tak teraba, JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-)
 Thoraks :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen
Inspeksi : cembung gravida, TFU 31 cm
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba, defans muskuler (-)
Leopold I : Teraba lunak
Leopold II : Punggung kanan ekstremitas kiri
Leopold III : Belum masuk PAP
Leopold IV :-
 Genital
Keluar cairan (+), pembukaan 1 cm, inspekulo terdapat cairan di forniks posterior
 Ekstremitas
- Edema :(-/-/-/-) , - Akral dingin : (-/-/-/-)
- Capillary refill : 1-2 detik, - Pucat (-/-/-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
(Laboratorium Darah 26/12/2021)
Hemoglobin : 11.8 L
Leukosit : 10030
Trombosit : 218000
Hematokrit : 32.8 L
Diff Count : 0,2/0,4/72/5,7
GDS : 82
Golongan darah : O rhesus +
CT : 13
BT :3
HbSAg : non reaktif
(SARS-Cov 2 Antigen test)
Negative
EKG 26/12/2021

DIAGNOSIS
- G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu JTHIU preskep dengan ketuban pecah dini 12 jam

TERAPI
- Inf. RL 20 tpm
Konsul Sp.OG
- Oksitosin 10 IU + Methergin 1 amp dalam RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 3x30mg
- Pro SC Cito
- Cek Hb 6 jam post SC
- Mobilisasi bertahap

PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Follow up
Tanggal/Jam S-O-A Planning
27/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi (+), ASI IVFD RL +Oksitosin 10 IU
(+), BAB (+), BAK (+) + Methergin 1 amp 20 tpm
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
TD: 120/70mmhg Inj. Ketorolac 3x30mg
N: 91x/menit Imobilisasi bertahap
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
28/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi berkurang, IVFD RL +Oksitosin 10 IU
ASI (+), BAB (+), BAK (+), sudah + Methergin 1 amp 20 tpm
miring kanan kiri, duduk Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Inj. Ketorolac 3x30mg
TD: 120/70mmhg Imobilisasi bertahap
N: 91x/menit
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
29/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi berkurang, BLPL
ASI (+), BAB (+), BAK (+), sudah Cefadroxil 2x500mg
miring kanan kiri, duduk, jalan Metronidazole 3x500mg
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Ketoprofen 3x1
TD: 120/70mmhg Etabion 1x1
N: 91x/menit Lactanor 3x1
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban (amnion dan korion) tanpa

diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan

preterm. Berdasarkan usia kehamilan apabila keadaan tersebut terjadi pada usia

kehamilan ≥ 37 minggu disebut premature rupture of membrane (PROM),

sedangkan jika usia kehamilan < 37 minggu disebut dengan preterm premature

rupture of membrane (PPROM). 1,5


Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20% dari

seluruh kehamilan, dimana kurang lebih dua pertiga dari pasien dengan ketuban

pecah sebelum kehamilan 37 minggu akan bersalin dalam waktu 4 hari dan

kurang lebih 90% akan bersalin dalam waktu satu minggu.3,4

2.2 Anatomi Selaput Ketuban

Membran selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh

matriks ektraseluler. Lapisan membran ini akan mengelilingi kavum uteri. Selaput

ketuban ini akan berkembang seiring dengan perkembangan kehamilan, untuk

mengakomodasi peningkatan volume cairan ketuban dan berat janin. Epitel

amnion adalah lapisan terdalam yang berhubungan langsung dengan cairan

amnion. Amnion terdiri dari komponen epitelial dan mesenkimal. Lapisan sel

epitel kuboid atau kolumner akan melapisi kavum amnion.5,6


Korion leave disusun dari blastokista yang berimplantasi pada kavum

endometrium yang dilapisi oleh korion frondosum dan desidua kapsularis. Suplai

darah pada area ini akan mengalami restriksi dan villi akan mengalami

degenerasi, membentuk korion yang avaskular. Amnion akan mengalami fusi

dengan mesoderm dari korion dan akan membentuk amniokorion. Desidua

kapsularis akan berhubungan dengan korion, dan akan melapisi seluruh kavum

uteri pada kehamilan trimester kedua. Matriks ekstraseluler tersusun dari protein

fibrosa yang melekat pada gel polisakarida yang akan menyusun struktur dari

selaput amniokorion. Kekuatan dari membran amniokorion ini tergantung dari

tipe kolagen yang menyusun matrik ekstraseluler tersebut. Kolagen merupakan

penyusun utama struktur dari matriks ekstraseluler. Kekuatan utama selaput

amniokorion adalah dari kolagen interstisial tipe I dan III diikuti dengan sejumlah

kecil kolagen tipe V, VI, dan VII. Kolagen tipe IV yang terdapat pada membrana

basalis akan membantu pembentukan dari struktur protein non kolagen yang lain

(laminin, entacin, dan proteoglikan). Kolagen tipe IV ini berperan dalam

perkembangan matriks ekstraseluler. Kolagen tipe V dan VII merupakan kolagen

fibrilar minor, bersama kolagen tipe IV akan menjaga fungsi dari membrana

basalis.7,8
Gambar 1. Hubungan Membran Amniokorion, Desidua, dan Embrio
Dikutip dari Gravet8

Gambar 2. Struktur Selaput Amnion pada Kehamilan Aterm


Dikutip dari Cunningham3
Komponen non kolagen penyusun matriks ekstraseluler lain adalah laminin,

elastin, proteoglican, microfibril, fibronectin, decorin, plasminogen, dan integrin.

Kolagen pada matriks ekstraseluler akan mengalami remodeling selama proses

kehamilan untuk mengakomodasi peningkatan volume dan tekanan yang

ditimbulkan oleh proses kehamilan tersebut. Dalam 8 minggu terakhir persalinan,

proses remodeling ini akan berdampak pada penurunan jumlah kolagen dalam

selaput amnion.9,10,11

2.3 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Pada kehamilan aterm, kelemahan dari membran janin merupakan salah satu

penyebab terjadinya pecahnya selaput ketuban. Prosedur pemerikaan invasif yang

dilakukan selama persalinan (amniosintesis, chorionic villus sampling, fetoskopi,

dan sirklase) dapat merusak membran ketuban, dan menyebabkan pecahnya

selaput ketuban, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Faktor risiko terjadinya

persalinan preterm spontan diidentifikasikan pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor Risiko Persalinan Preterm Spontan dan Ketuban Pecah Dini
Faktor maternal:
- Riwayat pecah ketuban sebelumnya (angka rekurensi 20-30%,
dibandingkan dengan 4% pada wanita tanpa komplikasi persalinan
sebelumnya)
- Perdarahan pervagianam
- Terapi steroid jangka panjang
- Trauma abdomen langsung
- Persalinan preterm
- Merokok
- Penggunaan kokain
- Sosial ekonomi rendah
- Faktor uteroplasenter
- Anomali uterus
- Solusio plasenta (mungkin terjadi pada 10-15% dari persalinan
preterm)
- Serviks insufisiensi/ serviks inkompeten
- Polihidramnion
- Infeksi intra amnion (korioamnionitis)
- Pemeriksaan vagina berulang
- Senggama
Faktor janin:
- Kehamilan multipel (ketuban pecah dini terjadi pada 7-10% dari
persalinan multipel)
Dikutip dari Wang11

2.4. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Data dari penelitian in vitro yang telah dilakukan didapatkan bukti yang

menyatakan bahwa infeksi bakteri akan menyebabkan terjadinya ketuban pecah

dini dan persalinan prematur. Invasi bakteri pada rongga koriodesidua akan

melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran

janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk tumor necrosis factor,

interleukin-1, interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte

colony-stimulating factor. Sitokin, endotoksin, dan eksotoksin merangsang

sintesis dan pelepasan prostaglandin, mengaktifkan neutrophil kemotaksis,

infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sintesis dan pelepasan matrix

metalloproteinases (MMPs) dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang

kontraksi uterus sedangkan MMPs menyerang membran korioamnion yang

menyebabkan pecah ketuban. MMPs juga meremodeling kolagen dalam serviks

dan melembutkannya.12-19
Prostaglandin dehidrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi

prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai

miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas

dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin

untuk mencapai miometrium.19-20

Pada janin dengan infeksi, peningkatan aktivasi pada hipotalamus fetus dan

produksi corticotropin-releasing hormone (CRH) menyebabkan meningkatnya

sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol

adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol akan menyebabkan meningkatnya

produksi prostaglandin. Ketika fetus terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat

dan waktu persalinan berkurang. Kontribusi relatif kompartemen maternal dan

fetal terhadap respons peradangan secara keseluruhan belum diketahui.15,19

Infeksi intrauterin dapat terjadi kronik dan biasanya asimptomatik hingga

persalinan dimulai atau pecah ketuban. Bahkan selama persalinan, sebagian

besar wanita dengan korioamnionitis yang dibuktikan dengan temuan histologis

dan kultur tidak menunjukkan gejala klinis (demam, leukositosis, uterine

tenderness, takikardia ibu, dan takikardia janin) selain terjadinya ketuban pecah

dini.6,19

Deteksi adanya suatu infeksi intrauterin dapat dilakukan dengan memeriksa

cairan amnion. Pada cairan amnion wanita dengan infeksi intrauterin maka akan
didapatkan kadar glukosa yang rendah, jumlah sel leukosit yang tinggi,

konsentrasi komplemen C3 yang tinggi, dan berbagai sitokin dibandingkan

dengan cairan amnion dari wanita yang tidak terinfeksi. Namun, deteksi bakteri

atau pengukuran sitokin dan komponen lain dalam cairan amnion memerlukan

tindakan amniosintesis.18-20

Penyebab lain Penyebab lain

Ketuban pecah dini

Kontraksi miometrium Kelemahan selaput ketuban

Enzim metalloproteinase,
PGE2 dan PGF2α
peroksidase, katepsin B,
katepsin N

Asam arachidonat ↑
IL-1, IL-6, IL-8, TNF

Fosfolipid A2 dan C

Infeksi sistemik Infeksi/ inflamasi kuman aerob/


anarob pada serviks / vagina

Gambar 3. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini


Dikutip dari Parry S 4
Organisme penyebab infeksi menyebar pertama kali ke dalam ruang

koriodesidual, pada beberapa kasus dapat melintas melalui membran

korioamnion yang masih utuh dan masuk ke dalam cairan amnion yang

menyebabkan infeksi pada fetus. Setiap kehamilan yang diketahui memiliki

korioamnionitis akan membawa faktor risiko lanjut berupa prematuritas dan

ketuban pecah dini. Banyak penelitian yang menghubungkan antara

korioamnionitis dengan persalinan prematur. Teori yang paling banyak

dipergunakan saat ini adalah teori yang menyatakan bahwa invasi bakteri dari

ruang koriodesidua yang memulai terjadinya proses persalinan preterm. Hal ini

dikarenakan pelepasan endoktoksin dan eksotoksin oleh bakteri akan

mengaktivasi desidua dan membran fetus untuk memproduksi beberapa sitokin.

Diantaranya tumor necrosis factor- α (TNF-α), interleukin-1α, interleukin-lβ,

interleukin-6, interleukin-8 dan granulocyte colony-stimulating factor (GCsF).

Seluruh sitokin, endotoksin dan eksotoksin akan menstimulasi sintesa

prostaglandin dan menginisiasi kemotaksis, infiltrasi dan aktivasi netrofil, dan

menyebabkan terjadinya sintesa dan pelepasan metalloprotease dan komponen

bioaktif lainnya.4,5,13,15

Prostaglandin akan menstimulasi kontraksi uterus saat metalloprotease

menginvasi membran korioamnion yang akan menyebabkan pecahnya membran.

Metalloprotease juga akan membentuk kolagen di serviks yang menyebabkan

terjadinya perlunakan serviks. Hipotesis lain mengenai infeksi yang

menyebabkan terjadinya persalinan prematur melibatkan janin sendiri. Pada janin


yang terinfeksi terjadi peningkatan kadar sekresi kortikotropin fetal akibat dari

peningkatan kumulatif Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dari

hipotalamus janin dan produksi CRH plasenta. Hal ini akan meningkatkan kadar

produksi adrenal fetus berupa peningkatan kortisol. Peningkatan kadar kortisol

berhubungan dengan peningkatan kadar prostaglandin.4,5,12,15

Partus prematurus imminens juga dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti

infeksi, iskemik pada janin dan distensi uterus. Permukaan plasenta dan

membran amnion banyak mengandung makrofag, bila ada invasi bakteri akan

dihasilkan produk bakteri seperti Phospholipase A2 (PLA2), endotoksin, dan

collagenase. Peningkatan Phospholipase (PLC, PLA2) akan melepaskan

asam arachidonat yang dipakai untuk mensintesis COX-1 dan COX-2 pada

jalur sintesis prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan produksi

lipoxygenase, cycloxygenase, dan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, TNF). Makrofag

akan mensintesis prostaglandin, enzim protease dan collagenase akan

menyebabkan penipisan serviks dan kontraksi otot miometrium sehingga

menginduksi persalinan prematur.11,12,15

2.5 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD
berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan
bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia
lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan
perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik. (Lieman JM 2005) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 -
34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik
daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan
signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan
bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.12
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib) Tidak ada
perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding
melakukan persalinan.13
KPD memanjang Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm.
Dibuktikan dengan 22 uji meliputi lebih dari 6000 wanita yang mengalami KPD
preterm, yang telah dilakukan meta-analisis (level of evidence Ia). Terdapat
penurunan signifikan dari korioamnionitis (RR 0,57;95% CI 0,37-0,86), jumlah bayi
yang lahir dalam 48 jam setelah KPD` (RR 0,71; 95% 0,58-0,87), jumlah bayi yang
lahir dalam 7 hari setelah KPD (RR 0,80; 95% ci 0,71-0,90), infeksi neonatal (rr
0,68;95% ci 0,53-0,87), dan jumlah bayi dengan USG otak yang abnormal setelah
keluar dari RS (rr 0,82; 95% ci 0,68-0,98). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan
menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan
kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan
neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak disarankan.
Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik.14 Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam):
Berikut beberapa obat yang di gunakan dalam tatalaksana KPD:
Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:
Untuk efek neuroproteksi Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan infus 2
pada PPROM < 31 minggu gram/ jam untuk dosis pemeliharaan sampai
bilapersalinan persalinan atau sampai 12 jam terapi
diperkirakan dalam waktu
24 jam
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis Jika
sindrom distress Betamethasone tidak tersedia, gunakan
pernapasan deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa 2 gram IV setiap 6 jam dan
laten ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4
dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan
CLINDAMYCIN
300 PO setiap 8 jam selama 5 hari

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada KPD yaitu infeksi, dan persalinan preterm.

Selaput ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap

masuknya kuman penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti

pada KPD, flora vagina yang normal dapat menjadi patogen dan akan
membahayakan baik ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan

pengelolaan yang cepat seperti induksi persalinan untuk mempercepat persalinan

dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan risiko terjadinya infeksi.

Masalah yang sering timbul pada bayi kurang bulan adalah sindroma gawat nafas

yang disebabkan belum matangnya paru.5,6,21

Pengelolaan diagnosis KPD merupakan masalah yang masih kontroversial dalam

bidang obstetri. Pengelolaan yang optimal dan baku masih belum ada, dan selalu

berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang

cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan

karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena

partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada

pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.1,12,22

Diagnosis dini dan akurat dari KPD akan memungkinkan untuk penentuan

intervensi yang tepat, dan meminimalisasi komplikasi yang dapat terjadi termasuk

adanya prolaps tali pusat, morbiditas akibat infeksi (korioamnionitis dan sepsis

neonatal). Hasil positif palsu dari metode diagnostik pecah ketuban mungkin akan

menyebabkan intervensi yang berlebihan dan tidak diperlukan pada pasien

tersebut, termasuk perawatan, pemberian antibiotik, kortikosteroid, dan induksi

persalinan. Sampai saat ini belum ada baku emas untuk pemeriksaan non invasif
dalam penegakan diagnosis ketuban pecah dini. Diagnosis yang tepat dan akurat

sangat diperlukan untuk menentukan luaran persalinan.12,21


TINJAUAN PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pusat data dan informasi kesehatan RI. Jakarta:
Kemenkes RI;
2. Dinkes Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2012.
Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics 24th. New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2015: 193-
4.
4. Parry S, Strauss JF. Premature rupture of the fetal membrane. New Engl J Med
2008;338 (10):663-70.
5. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WA. Intrauterine infection and preterm
delivery. New Eng J Med. 2000;18:1500-08.
6. Kunze M, Klar M, Morfeld CA, Thorns B, Schild RL, Markfeld-Erol F, et al.
2016. Cytokines in noninvasive prediction of histologic chorioamnitis in
women with membranes. American Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol
215(1):96.
7. Lee SE, Romero R, Kim CJ, Shim SS, Yoon BH. 2009. Funisitis in term
pregnancy is associated with microbial invasion of the amniotic cavity and
intra-amniotic inflammation. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal
Medicine. 19(11):693-697.
8. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.
9. Alexander JM, Mclntire DM, Leveno KJ. Chorioamnionitis and the prognosis
of term infant. Obstet Gynecol 2009;94:274-8.
10. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer PJ,
Weiner CP. High risk pregnancy management options. London: WB
Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
11. Tzur T, Adi, Weintraub, Sergienko R, Sheiner E. 2013. Can leukocyte count
during the first trimester of pregnancy predict later gestational complications.
Arch Gynecol Obstet; 287:421-27.
12. Wang Y, Wang LH, Chen J, Sun JX. 2016. Clinical and prognostic value of
combined measurement of cytokines and vascular cell adhesion molecule-1 in
premature rupture of membranes. International Journal of Gynecology and
Obstetrics. 132(1) : 85-88.
13. Tita ATN, Andrew WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis.
Clin Perinat. 2010;37(2):339-54.
14. Gomez LN, Guillbert LJ, Olson DM. 2010. Invasion of the leukocytes inti the
fetal- maternal Interface during pregnancy. Journal of Leukocyte Biology vol
88(4): 625- 630.
15. Hackenhaar AA, Albernaz EP, Fonseca TMV Da. 2014. Preterm Premature
Rupture of The Fetal Membranes: Association With Sociodemographic
Factors and Maternal Genitourinary Infections. J Pediatr (Rio J);90:197–202.
16. Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis- a complex
pathophysiologic syndrome. J Placenta. 2010;31:113-20.
17. Gibbs RS. Premature rupture of membrane. In: Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF,
Nygaar I. Danforth’s obstetrics and gynecology 10th ed. Lippincott
Williams&Wilkins. 2011.p: 186-96.
18. Menon R, Fortunato SJ. Infection and the role of inflammation in preterm
premature rupture of the membranes. Best Practice & Research Clin Obstet
Gynecol. 2007; 21(3): 467-78.
19. Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical
significance, and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion
associated with spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns
Hopkins Hospital: USA. 2010:23:1000-1011.
20. Redline RW. Inflammatory response in acute chorioamnionitis. Seminar in
Fetal & Neonatal med. 2012;17:20-5.
21. Chiesa C, Pellegrini G, Panero A, Osborn JF, Signore F, Assumma M, et al.
C- reactive protein in the immediate postnatal period: influence of illness
severity, risk status, antenatal and perinatal complications, and infection. J
Clin Chem. 2003;49(1):60-8.
22. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer
PJ, Weiner CP. High risk pregnancy management options. London: WB
Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
23. Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical
significance, and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion
associated with spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns
Hopkins Hospital: USA. 2010:23:1000-1011.
24. Lohsoonthorn V, Qiu C, Williams M. Maternal serum c-reactive protein
concentrations in pregnancy and subsequent risk of preterm delivery. Clin
Biochem. 2007;40:330-35.

Anda mungkin juga menyukai