DAN GINEKOLOGI
Disusun Oleh:
dr. Yayan Ruhdiyanto
PROGRAM DOKTER
INTERNSIP INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH
BUMIAYU KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
dr. Yayan Ruhdiyanto
Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di RSU Muhammadiyah Siti Aminah Bumiayu, Kabupaten Brebes.
Mengetahui,
Pendamping Internship Pembimbing
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 68kg
Vital signs
Tekanan darah : 115/77 mmHg
Nadi : 77x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,4° C per aksilla
Kepala : Mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut / Hidung: sianosis (-), nafas cuping hidung (-), discharge (-), faring hiperemis (-)
Leher : limfonodi tak teraba, JVP tidak meningkat, deviasi trakea (-)
Thoraks :
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung gravida, TFU 31 cm
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba, defans muskuler (-)
Leopold I : Teraba lunak
Leopold II : Punggung kanan ekstremitas kiri
Leopold III : Belum masuk PAP
Leopold IV :-
Genital
Keluar cairan (+), pembukaan 1 cm, inspekulo terdapat cairan di forniks posterior
Ekstremitas
- Edema :(-/-/-/-) , - Akral dingin : (-/-/-/-)
- Capillary refill : 1-2 detik, - Pucat (-/-/-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
(Laboratorium Darah 26/12/2021)
Hemoglobin : 11.8 L
Leukosit : 10030
Trombosit : 218000
Hematokrit : 32.8 L
Diff Count : 0,2/0,4/72/5,7
GDS : 82
Golongan darah : O rhesus +
CT : 13
BT :3
HbSAg : non reaktif
(SARS-Cov 2 Antigen test)
Negative
EKG 26/12/2021
DIAGNOSIS
- G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu JTHIU preskep dengan ketuban pecah dini 12 jam
TERAPI
- Inf. RL 20 tpm
Konsul Sp.OG
- Oksitosin 10 IU + Methergin 1 amp dalam RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 3x30mg
- Pro SC Cito
- Cek Hb 6 jam post SC
- Mobilisasi bertahap
PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Follow up
Tanggal/Jam S-O-A Planning
27/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi (+), ASI IVFD RL +Oksitosin 10 IU
(+), BAB (+), BAK (+) + Methergin 1 amp 20 tpm
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
TD: 120/70mmhg Inj. Ketorolac 3x30mg
N: 91x/menit Imobilisasi bertahap
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
28/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi berkurang, IVFD RL +Oksitosin 10 IU
ASI (+), BAB (+), BAK (+), sudah + Methergin 1 amp 20 tpm
miring kanan kiri, duduk Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Inj. Ketorolac 3x30mg
TD: 120/70mmhg Imobilisasi bertahap
N: 91x/menit
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
29/12/2022 S: nyeri luka bekas operasi berkurang, BLPL
ASI (+), BAB (+), BAK (+), sudah Cefadroxil 2x500mg
miring kanan kiri, duduk, jalan Metronidazole 3x500mg
O: KU/Kes: Baik/ CM E4M6V5 Ketoprofen 3x1
TD: 120/70mmhg Etabion 1x1
N: 91x/menit Lactanor 3x1
RR: 20x/menot
S: 36,4C
SpO2: 99%
A: P1A0 post SC a/i KPD lama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban (amnion dan korion) tanpa
diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan
preterm. Berdasarkan usia kehamilan apabila keadaan tersebut terjadi pada usia
sedangkan jika usia kehamilan < 37 minggu disebut dengan preterm premature
seluruh kehamilan, dimana kurang lebih dua pertiga dari pasien dengan ketuban
pecah sebelum kehamilan 37 minggu akan bersalin dalam waktu 4 hari dan
Membran selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh
matriks ektraseluler. Lapisan membran ini akan mengelilingi kavum uteri. Selaput
amnion. Amnion terdiri dari komponen epitelial dan mesenkimal. Lapisan sel
endometrium yang dilapisi oleh korion frondosum dan desidua kapsularis. Suplai
darah pada area ini akan mengalami restriksi dan villi akan mengalami
kapsularis akan berhubungan dengan korion, dan akan melapisi seluruh kavum
uteri pada kehamilan trimester kedua. Matriks ekstraseluler tersusun dari protein
fibrosa yang melekat pada gel polisakarida yang akan menyusun struktur dari
amniokorion adalah dari kolagen interstisial tipe I dan III diikuti dengan sejumlah
kecil kolagen tipe V, VI, dan VII. Kolagen tipe IV yang terdapat pada membrana
basalis akan membantu pembentukan dari struktur protein non kolagen yang lain
fibrilar minor, bersama kolagen tipe IV akan menjaga fungsi dari membrana
basalis.7,8
Gambar 1. Hubungan Membran Amniokorion, Desidua, dan Embrio
Dikutip dari Gravet8
proses remodeling ini akan berdampak pada penurunan jumlah kolagen dalam
selaput amnion.9,10,11
Pada kehamilan aterm, kelemahan dari membran janin merupakan salah satu
selaput ketuban, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Faktor risiko terjadinya
Tabel 1. Faktor Risiko Persalinan Preterm Spontan dan Ketuban Pecah Dini
Faktor maternal:
- Riwayat pecah ketuban sebelumnya (angka rekurensi 20-30%,
dibandingkan dengan 4% pada wanita tanpa komplikasi persalinan
sebelumnya)
- Perdarahan pervagianam
- Terapi steroid jangka panjang
- Trauma abdomen langsung
- Persalinan preterm
- Merokok
- Penggunaan kokain
- Sosial ekonomi rendah
- Faktor uteroplasenter
- Anomali uterus
- Solusio plasenta (mungkin terjadi pada 10-15% dari persalinan
preterm)
- Serviks insufisiensi/ serviks inkompeten
- Polihidramnion
- Infeksi intra amnion (korioamnionitis)
- Pemeriksaan vagina berulang
- Senggama
Faktor janin:
- Kehamilan multipel (ketuban pecah dini terjadi pada 7-10% dari
persalinan multipel)
Dikutip dari Wang11
Data dari penelitian in vitro yang telah dilakukan didapatkan bukti yang
dini dan persalinan prematur. Invasi bakteri pada rongga koriodesidua akan
infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sintesis dan pelepasan matrix
dan melembutkannya.12-19
Prostaglandin dehidrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi
Pada janin dengan infeksi, peningkatan aktivasi pada hipotalamus fetus dan
tenderness, takikardia ibu, dan takikardia janin) selain terjadinya ketuban pecah
dini.6,19
cairan amnion. Pada cairan amnion wanita dengan infeksi intrauterin maka akan
didapatkan kadar glukosa yang rendah, jumlah sel leukosit yang tinggi,
dengan cairan amnion dari wanita yang tidak terinfeksi. Namun, deteksi bakteri
atau pengukuran sitokin dan komponen lain dalam cairan amnion memerlukan
tindakan amniosintesis.18-20
Enzim metalloproteinase,
PGE2 dan PGF2α
peroksidase, katepsin B,
katepsin N
Asam arachidonat ↑
IL-1, IL-6, IL-8, TNF
Fosfolipid A2 dan C
korioamnion yang masih utuh dan masuk ke dalam cairan amnion yang
dipergunakan saat ini adalah teori yang menyatakan bahwa invasi bakteri dari
ruang koriodesidua yang memulai terjadinya proses persalinan preterm. Hal ini
bioaktif lainnya.4,5,13,15
hipotalamus janin dan produksi CRH plasenta. Hal ini akan meningkatkan kadar
Partus prematurus imminens juga dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti
infeksi, iskemik pada janin dan distensi uterus. Permukaan plasenta dan
membran amnion banyak mengandung makrofag, bila ada invasi bakteri akan
asam arachidonat yang dipakai untuk mensintesis COX-1 dan COX-2 pada
2.5 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD
berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan
bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia
lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan
perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik. (Lieman JM 2005) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 -
34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik
daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan
signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan
bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.12
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib) Tidak ada
perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding
melakukan persalinan.13
KPD memanjang Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm.
Dibuktikan dengan 22 uji meliputi lebih dari 6000 wanita yang mengalami KPD
preterm, yang telah dilakukan meta-analisis (level of evidence Ia). Terdapat
penurunan signifikan dari korioamnionitis (RR 0,57;95% CI 0,37-0,86), jumlah bayi
yang lahir dalam 48 jam setelah KPD` (RR 0,71; 95% 0,58-0,87), jumlah bayi yang
lahir dalam 7 hari setelah KPD (RR 0,80; 95% ci 0,71-0,90), infeksi neonatal (rr
0,68;95% ci 0,53-0,87), dan jumlah bayi dengan USG otak yang abnormal setelah
keluar dari RS (rr 0,82; 95% ci 0,68-0,98). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan
menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan
kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan
neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak disarankan.
Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik.14 Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam):
Berikut beberapa obat yang di gunakan dalam tatalaksana KPD:
Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:
Untuk efek neuroproteksi Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan infus 2
pada PPROM < 31 minggu gram/ jam untuk dosis pemeliharaan sampai
bilapersalinan persalinan atau sampai 12 jam terapi
diperkirakan dalam waktu
24 jam
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis Jika
sindrom distress Betamethasone tidak tersedia, gunakan
pernapasan deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa 2 gram IV setiap 6 jam dan
laten ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4
dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan
CLINDAMYCIN
300 PO setiap 8 jam selama 5 hari
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada KPD yaitu infeksi, dan persalinan preterm.
masuknya kuman penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti
pada KPD, flora vagina yang normal dapat menjadi patogen dan akan
membahayakan baik ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan
Masalah yang sering timbul pada bayi kurang bulan adalah sindroma gawat nafas
bidang obstetri. Pengelolaan yang optimal dan baku masih belum ada, dan selalu
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan
karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena
partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada
Diagnosis dini dan akurat dari KPD akan memungkinkan untuk penentuan
intervensi yang tepat, dan meminimalisasi komplikasi yang dapat terjadi termasuk
adanya prolaps tali pusat, morbiditas akibat infeksi (korioamnionitis dan sepsis
neonatal). Hasil positif palsu dari metode diagnostik pecah ketuban mungkin akan
persalinan. Sampai saat ini belum ada baku emas untuk pemeriksaan non invasif
dalam penegakan diagnosis ketuban pecah dini. Diagnosis yang tepat dan akurat
1. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pusat data dan informasi kesehatan RI. Jakarta:
Kemenkes RI;
2. Dinkes Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2012.
Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics 24th. New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2015: 193-
4.
4. Parry S, Strauss JF. Premature rupture of the fetal membrane. New Engl J Med
2008;338 (10):663-70.
5. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WA. Intrauterine infection and preterm
delivery. New Eng J Med. 2000;18:1500-08.
6. Kunze M, Klar M, Morfeld CA, Thorns B, Schild RL, Markfeld-Erol F, et al.
2016. Cytokines in noninvasive prediction of histologic chorioamnitis in
women with membranes. American Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol
215(1):96.
7. Lee SE, Romero R, Kim CJ, Shim SS, Yoon BH. 2009. Funisitis in term
pregnancy is associated with microbial invasion of the amniotic cavity and
intra-amniotic inflammation. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal
Medicine. 19(11):693-697.
8. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.
9. Alexander JM, Mclntire DM, Leveno KJ. Chorioamnionitis and the prognosis
of term infant. Obstet Gynecol 2009;94:274-8.
10. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer PJ,
Weiner CP. High risk pregnancy management options. London: WB
Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
11. Tzur T, Adi, Weintraub, Sergienko R, Sheiner E. 2013. Can leukocyte count
during the first trimester of pregnancy predict later gestational complications.
Arch Gynecol Obstet; 287:421-27.
12. Wang Y, Wang LH, Chen J, Sun JX. 2016. Clinical and prognostic value of
combined measurement of cytokines and vascular cell adhesion molecule-1 in
premature rupture of membranes. International Journal of Gynecology and
Obstetrics. 132(1) : 85-88.
13. Tita ATN, Andrew WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis.
Clin Perinat. 2010;37(2):339-54.
14. Gomez LN, Guillbert LJ, Olson DM. 2010. Invasion of the leukocytes inti the
fetal- maternal Interface during pregnancy. Journal of Leukocyte Biology vol
88(4): 625- 630.
15. Hackenhaar AA, Albernaz EP, Fonseca TMV Da. 2014. Preterm Premature
Rupture of The Fetal Membranes: Association With Sociodemographic
Factors and Maternal Genitourinary Infections. J Pediatr (Rio J);90:197–202.
16. Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis- a complex
pathophysiologic syndrome. J Placenta. 2010;31:113-20.
17. Gibbs RS. Premature rupture of membrane. In: Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF,
Nygaar I. Danforth’s obstetrics and gynecology 10th ed. Lippincott
Williams&Wilkins. 2011.p: 186-96.
18. Menon R, Fortunato SJ. Infection and the role of inflammation in preterm
premature rupture of the membranes. Best Practice & Research Clin Obstet
Gynecol. 2007; 21(3): 467-78.
19. Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical
significance, and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion
associated with spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns
Hopkins Hospital: USA. 2010:23:1000-1011.
20. Redline RW. Inflammatory response in acute chorioamnionitis. Seminar in
Fetal & Neonatal med. 2012;17:20-5.
21. Chiesa C, Pellegrini G, Panero A, Osborn JF, Signore F, Assumma M, et al.
C- reactive protein in the immediate postnatal period: influence of illness
severity, risk status, antenatal and perinatal complications, and infection. J
Clin Chem. 2003;49(1):60-8.
22. Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer
PJ, Weiner CP. High risk pregnancy management options. London: WB
Saunders Co Ltd ; 2006: 513-5.
23. Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical
significance, and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion
associated with spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns
Hopkins Hospital: USA. 2010:23:1000-1011.
24. Lohsoonthorn V, Qiu C, Williams M. Maternal serum c-reactive protein
concentrations in pregnancy and subsequent risk of preterm delivery. Clin
Biochem. 2007;40:330-35.