OLEH :
Intan Triana Sahputri, S.Ked.
K1A1 12 045
PEMBIMBING :
dr. Indra Magda Tiara, Sp.OG (K)
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kab. Muna
Agama : Islam
Suku : Muna
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
No. RM : 58-49-88
Tanggal perawatan : 7 - 11 Juni 2021
B. Anamnesis
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadara : Compos mentis
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/87 mmHg
b. Nadi : 112 x/menit
c. Pernapasan : 20 x?menit
d. Suhu : 36,2 °C /axillar
2. Status Generalisata
a. Kepala : Normosefal
b. Mata : Exoftalmus (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-/-)
c. Leher : Pembesaran kelenjar (-/-), JVP dalam batas normal
d. Thoraks : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kanan – kiri
Auskultasi : Napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
e. Jantung : Bunyi jantung I dan II murni regular, bising (-), batas
jantung kesan normal.
f. Abdomen : Inspeksi : Cembung ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+), TFU tidak teraba, massa (-)
Perkusi : Timpani (+)
g. Alat genitalia : Darah (-), lender (-), air-air (-)
h. Ekstremitas : Ekstremitas superior : Edema (-/-)
Ekstremitas inferior : (-/-), varises (-/-)
i. Reflks : Fisiologis (+/+), patologis (-/-)
3. Status Obstetrik
a. Pemeriksaan Luar
Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Dalam Vagina
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah rutin , tanggal 7/6/2021
F. Diagnosis Kerja
G6P4A2 + Anemia berat + Riwayat molahidatidosa + Ruptur mola invasiv
G. Perencanaan
1. Observasi tanda – tanda vital
2. Transfusi PRC
3. Rencana operasi histerectomi total
H. Foto Klinis
I. Follow Up Pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Mola hidatidosa termasuk dalam PTG lesi molar berdasarkan
pembaharuan dari WHO oleh International Federation of Gynecology and
Obstetric (FIGO) pada tahun 2002 yang disempurnakan oleh American College of
Obstetrics and Gynecology pada tahun 2004. Mola hidatidosa adalah tidak
ditemukan pertumbuhan janin dimana hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidrofobik sehingga terlihat seperti sekumpulan
buah anggur. Keadaan ini tetap menghasilkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa.Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi
ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai
variasi.1
Gejala klinis ini berhubungan dengan adanya proliferasi sel
sinsitiotrofoblas berlebih, karakteristik risiko tinggi yang dapat diamati pada
gambaran histopatologi dan memiliki efek sekunder ukuran uterus melebihi umur
kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan karakteristik risiko tinggi lainnya pula yaitu terdapat kista lutein
pada ovarium. 4
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan
1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi
sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1
pada 1000 -1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada
1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45
tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan
menderita mola akan lebih besar. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung
mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.1
B. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dan
tidak sempurna dengan adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga
menunjukan berbagai ukuran trofoblas ploriferatif abnormal.
Mola invasif adalah tumor jinak yang berasal dari invasi mola hidatidosa
kemiometrium dengan perluasan langsung melalui jaringan atau saluran vena.
Invasi vili korion hidropik ke miometrium disertai proliferasi sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas.
C. EPIDEMIOLOGI
2. Etnis Asia
3. Merokok
5. Riwayat infertilitas
6. Nulliparitas
F. MANIFESTASI KLINIK
1) Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Perdarahan juga sering disertrai pengeluaran jaringan mola.
Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
2) Ukuran Uterus Bisa Lebih Besar atau Kecil (Tidak Sesuai Usia Kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat dari
pada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Adapula beberapa kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam
hal ini perkembangan trofoblast tidak terlalu aktiv sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama bagi wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut dibawah dinding perut
yang kaku. Pembesaran perut karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaan dengan pembesaran uterus biasa.
3) Tidak Adanya Aktivitas Janin
Walaupun pembesaran uterus mencapaibagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat
plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan,
sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang,
mungkin terdapat mola inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup.
4) Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklamsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum
usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya, preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
5) Hiperemesis dan Amenorea
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
6) Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi penelitian lain menemukan angka lebih tinggi yaitu
7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hodatidosa berhubungan erat
dengan besarnya uterus. Makin besar uterus, makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada tiap kasus moal hidatidosa
dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
7) Kadar Gonadotropin Korion Serum Lebih Tinggi dari yang diperkirakan
untuk Usia Kehamilan. 910,11,12
Selain itu terdapat gejala klinis seperti, amenorrhoe dan tanda – tanda
kehamilan, perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten
selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi, uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak
sesuai dengan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan
janin maupun ballotement, hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan
muntah yang cukup berat, preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24,
keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti, dan
tirotoksikosis.910,11,12,15
G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia
kehamilan 6-16 minggu. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak
teratur, berwarna merah kecoklatan.
b. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan biasa,
c. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan
diagnosis pasti.
d. Kadang kala timbul gejala preeklampsia.3
2. Pemeriksaan Fisis
a. Inspeksi: wajah dan badan kadang pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face), selain itu bila gelembung mola keluar
dapat terlihat jelas.
b. Palpasi
1). Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2). Tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.
3). Adanya fenomena harmonika, darah dan gelembung mola keluar,
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
e. Uji sonde : Sonde dimasukkan kedalam kanalis servikalis secara pelan dan
hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan
mola.3
4. Pemeriksaan Penunjang
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Perdarahan juga sering disertrai pengeluaran jaringan mola.
Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
2. Ukuran Uterus Bisa Lebih Besar atau Kecil (Tidak Sesuai Usia Kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat dari
pada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Adapula beberapa kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam
hal ini perkembangan trofoblast tidak terlalu aktiv sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama bagi wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut dibawah dinding perut
yang kaku. Pembesaran perut karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaan dengan pembesaran uterus biasa.
3. Tidak Adanya Aktivitas Janin
Walaupun pembesaran uterus mencapaibagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat
plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan,
sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang,
mungkin terdapat mola inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup.
4. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklamsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum
usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya, preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
5. Hiperemesis dan Amenorea
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
6. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi penelitian lain menemukan angka lebih tinggi yaitu
7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hodatidosa berhubungan erat
dengan besarnya uterus. Makin besar uterus, makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada tiap kasus moal hidatidosa
dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
7. Kadar Gonadotropin Korion Serum Lebih Tinggi dari yang diperkirakan
untuk Usia Kehamilan. 910,11,12
Selain itu terdapat gejala klinis seperti, amenorrhoe dan tanda – tanda
kehamilan, perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten
selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi, uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak
sesuai dengan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan
janin maupun ballotement, hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan
muntah yang cukup berat, preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24,
keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti, dan
tirotoksikosis.910,11,12,15
Dibawah ini kriteria yang telah disepakati untuk diagnosis Gestational
Tropoblastic Neoplasma (GTN) oleh Federasi Ginekologi dan Obsetri (FIGO) pada
september 2000.10
Kriteria diagnosa setelah GTN :
1. Ketika peningkatan hCG berlangsung selama 4 bulan, pengukuran
dilakukan selama periode 3 minggu atau lebih yaitu pada hari ke
1,7,14,21.
2. Ketika ada peningkatan hCG pada 3 pengukuran mingguan atau lebih
yaitu pada hari ke 1,7,14.
3. Jika ada diagnosis histologi koriokarsinoma.
4. Ketika tingkat hCG tetap meningkat selama 6 bulan atau lebih.
G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
e. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia
kehamilan 6-16 minggu. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak
teratur, berwarna merah kecoklatan.
f. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan biasa,
g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan
diagnosis pasti.
h. Kadang kala timbul gejala preeklampsia.3
2. Pemeriksaan Fisis
c. Inspeksi: wajah dan badan kadang pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face), selain itu bila gelembung mola keluar
dapat terlihat jelas.
d. Palpasi
1). Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2). Tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.
3). Adanya fenomena harmonika, darah dan gelembung mola keluar,
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
e. Uji sonde : Sonde dimasukkan kedalam kanalis servikalis secara pelan dan
hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan
mola.3
3. Pemeriksaan Penunjang
Lindholm et al, melaporkan bahwa temuan ultrasonography dan
pemeriksaan makroskopis membantu diagnosa Mola Hidatidosa Komplt
hingga 80% dan Mola Hidatidosa Parsial hingga 30%.15,16
b. Pemeriksaan Kadar B-hCG
Beta HCG urin lebih dari 100.000 mlU/ml dan dalam serum lebih
dari 40.000 IU/ml. Klinis mungkin akan terkecoh dengan kehamilan
miltiple yang juga menghasilkan B-hCG yang tinggi pada awal
kehamilan. Untuk itu tidak disarankan membuat diagnosis hanya
menggunakan pemeriksaan B-hCG. Hasil terbaik akan diperoleh melalui
kombinasi pemeriksaan level B-hCG dan ultrasound. Misalnya diagnosis
GTD didukung kuat jika level B-hCG melebihi 800.000 mIU/mL dan
pencitraan ultrasound menunjukan material echogenik intrauterin dan
tidak adanya denyut jantung bayi. Setelah diagnosis kehamilan molar
tegak maka harus segera dilakukan terminasi. Pada pasien saat pertama
kali kontrol ke poliklinik obstetri ginekologi didapatkan hasil B-
hCG>225.000 mIU/mL (normal < 5 mIU/mL).8
b. Pemeriksaan Kadar T3/T4
B-hCG 300.000 mIU/mL mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktivitas hormon-hormon tiroid meningkat. Terjadi
gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningka
tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis
hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskuler, toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium dan
koma.15
c. Histopatologi
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya neoplasma
selanjutnya yang mengikuti kehamilan molar merupakan hal yang
penting. Sehingga, mola harus diberdakan dengan tipe kegagalan
kehamilan lainnya yang memiliki degenerasi plasenta hidrofik, yang
mana dapat menyerupai perubahan vili pada molar.
Pada kehamilan kurang dari 10 minggu, perubahan molar klasik
mungkin saja tidak terlihat karena vili dapat tidak mengalami pelebaran
dan stroma molar tidak edema dan avaskular. Pemeriksaan histopatologi
dapat ditingkatkan interpretasinya dengan pewarnaan imunogistokimiawi
terhadap ekspresi p57 dan dengan menggunakan genotipe molekular.
Diagnosa dari mola hidatidosa dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi.
d. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG memiliki peran penting pada penegakan diagnosis
mola hidatidosa baik kompliy maupun parsial. Hampir semua pasien mola
hidatidosa didiagnosis dengan USG. Pada kehamilan mola, bentuk
karakteristik yang ada berupa gambaran seperti sarang lebah (honey comb)
atau badai salju (snow strom) dengan atau tanpa disertai kantong gestasi atau
janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki ukuran
uterus yang lebih besar dari pada usia kehamilannya.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II
gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi masa
ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-
10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
atau badai salju.15
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu: 13,14,15
1. Perbaikan Keadaan Umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan
umum penderita harus distabilkan. Tergantung pada bentuk penyulit,
kepada penderita dapat diberikan:
FIGO Skor 0 1 2 3
Pre- < 103 103 < 104 104 - < 105 ≥ 105
pengobatan
serum hCG
(IU/I)
Catatan :
1. Interval bulan sejak kehamilan dari saat kehamilan berakhir (tidak dimulai)
2. Skor untuk metastasis tidak aditif, skor organ dianggap skor tertinggi (mis. Pasien
A dengan skor metastasis GIT dan Otak 4, bukan 6)
3. Metastasis paru dinilai dari CXR bukan CT-Scan dada.
J. KOMPLIKASI
1. Mola hidatidosa rekuren (MHR)
Mola hidatidosa rekuren didefinisikan sebagai kejadian kehamilan
mola sebanyak dua sampai tiga kali pada pasien yang sama. MHR dapat
bersifat sporadic, terjadi secara individual pada satu keluarga atau bersifat
familial sebagai mola biparental (BiCHM) yang mana terdapat kontribusi baik
maternal maupun paternal. Pada wanita dengan episode kehamilan mola
kurang lebih dua kali, assisted reprodutive technology dapat membantu
fertilisasi normal dari oosit. Namun, bahkan embrio yang datang dari teknik
standar pembuahan in vitro (IVF) dapat menjadi mola hidatidosa dan gagal
mencapai kehamilan normal.17
Sejauhnya ini ada 3 gen maternal yang berpengaruh pada kejadian
mola hidatidosa rekuren, yaitu NLRP7, KHDC3L, dan PADI6.18
2. Mola Invasif
Mola invasif secara histologis merupakan kondisi yang dihasilkan oleh
invasi abnormal trofoblas ke dalam miometrium. Juga dapat berkembang
akibat embolisasi jaringan mola yang melalui pleksus vena pelvic. Sekitar
15% pasien dengan mola invasif berkembang menjadi metastase, paling
umum di dalam vagina dan paru-paru.
3. Koriokarsinoma gestasional
Juga dikenal sebagai korioblastoma;tumor trofoblastik.
Koriokarsinoma gestasional adalah tumor metastasis yang melebar yang
tersusun atas cel trofoblastik maligna, yang mana muncul dari jaringan
trofoblastik kehamilan, yang berasal dari kehamilan ektopik dan abortus
spontan atau provokatif. Paru-paru adalah daerah yang paling sering terkena
metastasis, daerah lain yang juga dapat terkena adalah metastase ke otak,
hepar, ginjal, dan saluran cerna.
4. Placental Site Trophoblastic Tumor
PSTT adalah tampilan yang jarang dari tumor trofoblastik gestasional
yang mana tumbuh pada bagian implantasi plasenta. Tumor ini biasanya
berasal dari sel trofoblastik intermediate. Karena kurangnya jaringan
sinsitiotrofoblas, level hCG serum hanya sedikit meningkat pada PSTT.15
K. PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir
tidak ada lagi. Akan tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat setelah
jaringannya dikeluarkan, akan tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudia
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.
BAB III
ANALISA KASUS
KASUS TEORI
Anamnesis : (Keluhan Utama) Gejala anemia sering dijumpai terutama
Pasien datang dengan anemi berat dan pada wanita malnutrisi biasa disebabkan
mual dan muntah terus menerus. oleh perdarahan pervaginam. Efek dilusi
dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar.
Pada molahidatidosa terjadi peningkatan
Hormon hCG dapat menstimulus
ovarium memproduksi hormon estrogen.
Tingginya hormon estrogen diketahui
berkorelasi dengan munculnya mual-
muntah pada wanita, sehingga semakin
tinggi kadar hCG, semakin besar
kemungkinan terjadi mual muntah.
Riwayat obstetric : G6P4A2 Riwayat GTD sebelumnya, wanita
I : Tahun 2000, laki-laki, Aterm 39 dengan riwayat kehamilan mola memiliki
minggu, normal, melahirkan dirumah
sekitar 1% kemungkinan kekambuhan
ditolong dukun dan bidan, BBL 3000
gram, PBL dilupa pasien. pada kehamilan berikutnya
II : Tahun 2003, Perempuan, Aterm 38
(dibandingkan dengan 0,1% pada
minggu, normal, melahirkan ditolong
bidan, BBL 2900 gram, PBL 48 cm. populasi umum). Tingkat kekambuhan
III : Tahun 2007, Perempuan, Aterm 38
jauh lebih tinggi setelah dua kehamilan
minggu, normal, melahirkan dirumah
ditolong dokter, BBL 3100 gram, mola (16-28%).
PBL 50cm.
Biasanya dijumpai lebih sering pada
IV : Tahun 2009, Laki-laki, Aterm 40
minggu, normal, melahirkan ditolong multipara. Sekitar 10% dari seluruh kasus
ditolong dokter, BBL 3000 gram,
akan cenderung mengalami transformasi
PBL 51cm.
V : Mola hidatidosa ke arah keganasan, yang disebut sebagai
VI : Mola hidatidosa
gestational trophoblastic neoplasma.
Kurang lebih 10 – 17 % mola hidatidosa
berulang akan menjadi mola invasif, dan
sekitar 15 % akan bermetastase ke paru-
paru atau vagina.
Daftar Pustaka
1. Purba, Y.S., Munir, M.A., Saranga, D. 2019. Mola Hidatidosa. Jurnal Medical
Profession (MedPro) 1 (1) : 79-86.
2. Kusuma, A.I., Pramono, B.A. 2017. Karakteristik Mola Hidatidosa Di RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro 6 (2) : 319-327.
3. Syafii,dkk. 2006.Kadar β-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan
Sesudah Kuretase. Indonesian Journal Of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. Volume 13 Nomor 1:1-3
4. Harjito, V.N., Hidayat, Y.M., Amelia, I. 2017. Hubungan antara
Karakteristik Klinis Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi
Pascaevakuasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. JSK 3 (1) : 25-31.
5. Rauf, S., dkk. 2011.Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dari Ilmu
Kandungan Ed. 3. Editor Mochammaad Anwar dkk. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
6. Paputungan, T.V., Wagey, F.W., Lengkong, R.A. 2016. Jurnal e-Clinic (eCl)
4 (1) : 215-222.
7. Olivia, F.C. 2016. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola Hidatidosa
Komplet. Majority 5 (2) : 142-147
8. Santaballa, A., dkk. 2018. SEOM clinical guidelines in gestational
trophoblastic disease. Clin transl Oncol.
9. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kebidanan. P.T BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWOROHARDJO: Jakarta. Hal: 488.
10. Nzgtd guidelines. 2018. Gestational trophoblastic disease.
11. Pradjatmo, H., Dasuki, D., Dwianingsih, E.K., Triningsih, E. 2015.
Malignancy Risk Scoring of Hydatidiform Moles.Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, Vol 16 : 2441-2445.
12. Chohan, B., 2019. Management of gestational trophoblastic disease (GTD)
GL1058. NHS Foundation Trust.
13. Prawiro, RS., Mongan, SP., Laihad, JB. 2019. Aspek Medis Pada Tata
Laksana Abortus Mola Hidatidosa Parsial (Laporan Kasus). Universitas Sam
Ratulangi Manado. E-poster Vol. 27 Hal: 108.
14. Mayura, I.G.N., Saraswati, M.R. 2016. Seorang wanita dengan penyakit
trofoblas gestasional dan krisis tiroid. e-ISSN:2540-8321 p-ISSN 2540-8321
47 (3).
15. Saxena, R. 2014. Bedside Obstetric and Gynecology second edition. Jaypee
Brother Medical Publisher: India. Hal: 300-322.
16. Iriyama T, Wang G, Yoshikawa M, Mimura N, Matsu H, Sayama S, et al.
2019. Increased LIGHT leading to sFLT-1 elevation between hydatidiform
mole and preeclampsia. Scientific report. Hal: 1-7.
17. Kalogianidis I, Kalinderi K, Kalinderis M, Miliaras D, Tarlatzis B,
Athanasiadis A. 2018. Reccurent Complete Hydatidiform Mole: where we
are, is there a safe gestational horizon? Opinion and mini review. Journal of
Assisted Reproduction and Genetics. Hal: 967-973.
18. Fallahi J, Razban V, Momtahan M, Jahromi MA, Jahromi BN, Anvar Z, et al.
2019.A Novel Mutation in NLRP7 related to reccurent hydatidiform mole and
reproductive failure. International Journal of Fertility and Sterility. Hal: 135-
138.