Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

RUPTUR MOLA INVASIF

OLEH :
Intan Triana Sahputri, S.Ked.
K1A1 12 045

PEMBIMBING :
dr. Indra Magda Tiara, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Intan Triana Sahputri, S.Ked

Stambuk : K1A1 12 045

Judul Kasus : Ruptur Mola Invasif

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juni 2021


Mengetahui
Pembimbing

dr. Indra Magda Tiara, Sp.OG (K)


BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kab. Muna
Agama : Islam
Suku : Muna
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
No. RM : 58-49-88
Tanggal perawatan : 7 - 11 Juni 2021

B. Anamnesis

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 8 Juni 2021

Keluhan utama : Nyeri perut sejak 1 bulan SMRS

Anamnesis terpimpin : Pasien rujukan dari Rumah Tiara Sentosa dengan


G6P4A2 + Anemia berat (5,4 gr/dl) + Riw. Molahidatidosa + Ruptur mola
invasiv datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri perut dirasakan hilang timbul dan semakin memberat.
Keluhan disertai mual (+), muntah (+), penglihatan kabur (-), nyeri ulu hati
(-), kejang (-). Keluhan lain seperti demam (+), batuk (-), pilek (-), sesak (-).
Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat kuret karena molahidatidosa pada bulan


12 tahun 2020 dan bulan 2 tahun 2021 di RS Raha. Riwayat penyakit lain
seperti hipertensi (-), kejang (-), DM (-), asma (-), Alergi makanan dan obat –
obatan (-).

Riwayat pengobatan : Sebelumnya pasien dirawat di Rumah Sakit Umum


Raha karena mual muntah dan nyeri perut.

Riwayat Obstetrik : G6P4A2

I : Tahun 2000, laki-laki, Aterm 39 minggu, normal, melahirkan dirumah


ditolong dukun dan bidan, BBL 3000 gram, PBL dilupa pasien.
II : Tahun 2003, Perempuan, Aterm 38 minggu, normal, melahirkan ditolong
bidan, BBL 2900 gram, PBL 48 cm.
III : Tahun 2007, Perempuan, Aterm 38 minggu, normal, melahirkan dirumah
ditolong dokter, BBL 3100 gram, PBL 50cm.
IV : Tahun 2009, Laki-laki, Aterm 40 minggu, normal, melahirkan ditolong
ditolong dokter, BBL 3000 gram, PBL 51cm.
V : Mola hidatidosa
VI : Mola hidatidosa

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadara : Compos mentis
1. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/87 mmHg
b. Nadi : 112 x/menit
c. Pernapasan : 20 x?menit
d. Suhu : 36,2 °C /axillar

2. Status Generalisata
a. Kepala : Normosefal
b. Mata : Exoftalmus (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-/-)
c. Leher : Pembesaran kelenjar (-/-), JVP dalam batas normal
d. Thoraks : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kanan – kiri
Auskultasi : Napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
e. Jantung : Bunyi jantung I dan II murni regular, bising (-), batas
jantung kesan normal.
f. Abdomen : Inspeksi : Cembung ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+), TFU tidak teraba, massa (-)
Perkusi : Timpani (+)
g. Alat genitalia : Darah (-), lender (-), air-air (-)
h. Ekstremitas : Ekstremitas superior : Edema (-/-)
Ekstremitas inferior : (-/-), varises (-/-)
i. Reflks : Fisiologis (+/+), patologis (-/-)
3. Status Obstetrik
a. Pemeriksaan Luar
Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Dalam Vagina
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah rutin , tanggal 7/6/2021

Parameter Hasil Nilai Rujukan


WBC 8,30 [10^3/ul] 4.0 - 10.0
RBC 5.16 [10^6/ul] 4.00 - 6.00
HB 6,2 [g/dl] 12.0 - 16.0
HCT 21.2 % 37.0 – 48.0
MCV 98.1 fL 80.1 – 97.0
MCH 28.7 pg 26.5 – 33.5
MCHC 29,2 g/L 31.5 – 35.5

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah, Tanggal 7/6/2021

Parameter Hasil Nilai Rujukan


SGPT 6 U/l <31
SGOT 18 U/L <31
GDS 86 [mg/dl] 70 - 180
Ureum Darah 16 [mg/dl] 15 – 40
Kreatinin Darah 0,7 [mg/dl] 0,5 – 1,0

Hasil pemeriksaan Imunoserologi, Tanggal 7/6/2021

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Antigen SARS-Cov-2 Non reaktif Non reaktif
Anti HIV 1 Non reaktif Non reaktif

Anti HIV 2 Non reaktif Non reaktif

Anti HIV 3 Non reaktif Non reaktif

HBsAG Non reaktif Non reaktif


E. Resume Medis
Pasien rujukan dari Rumah Tiara Sentosa dengan G6P4A2 + Anemia
berat (5,4 gr/dl) + Riw. Molahidatidosa datang dengan keluhan nyeri perut
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan hilang timbul
dan semakin memberat. Keluhan disertai mual (+), muntah (+). Keluhan lain
seperti demam.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat kuret karena molahidatidosa pada bulan
12 tahun 2020 dan bulan 2 tahun 2021 di RS Raha.
Riwayat pengobatan : Pada bulan Mei pasien dirawat di Rumah Sakit
Umum Raha karena mual muntah dan nyeri perut.

Riwayat Obstetrik : G6P4A2

I : Tahun 2000, laki-laki, Aterm 39 minggu, normal, melahirkan dirumah


ditolong dukun dan bidan, BBL 3000 gram, PBL dilupa pasien.
II : Tahun 2003, Perempuan, Aterm 38 minggu, normal, melahirkan ditolong
bidan, BBL 2900 gram, PBL 48 cm.
III : Tahun 2007, Perempuan, Aterm 38 minggu, normal, melahirkan dirumah
ditolong dokter, BBL 3100 gram, PBL 50cm.
IV : Tahun 2009, Laki-laki, Aterm 40 minggu, normal, melahirkan ditolong
ditolong dokter, BBL 3000 gram, PBL 51cm.
V : Mola hidatidosa
VI : Mola hidatidosa

HPHT : 3 - 6 - 2021. Riwayat menggunakan alat kotrasepsi (+). Jenis


kontrasepsi yang digunakan adalah Pil.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 130/87 mmHg, Nadi
92x/menit, regular, pernapasan 20x/menit, suhu 36,2°C/axillar. Mata
konjungtiva anemis (+/+). Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan diregio
supra pubik.
Hasil laboratorium darah rutin HB 6,2 g/dL.Pemeriksaan
imunoserologi HBsAg: Non-reaktif, anti HIV: Non-reaktif, Antigen Sars-Cov
2: Non-reaktif.

F. Diagnosis Kerja
G6P4A2 + Anemia berat + Riwayat molahidatidosa + Ruptur mola invasiv
G. Perencanaan
1. Observasi tanda – tanda vital
2. Transfusi PRC
3. Rencana operasi histerectomi total

H. Foto Klinis
I. Follow Up Pasien

Hari/Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi


Senin, 7 Juni S : Pasien rujukan dari RS Tiara R/
2021 Sentosa dengan KET + Anemia
19:00 berat - Observasi TTV
O: - Transfusi PRC 1
TD : 145/87 mmHg sack
N : 112x/m - Rencana Operasi
P : 20x/m laparatomi
S : 36,2
A : KET
Selasa, 8 Juni S : Pusing (+) R/
2021 O: - Observasi TTV
06:00 TD : 105/71 mmHg - Transfusi PRC
N : 98 x/m sack ke 2
P : 20x/m
S : 36,6°C
A : PH0 + Riw. Molahidatidosa
14:00 S : Pusing (+), Nyeri luka post op R/
O: - IVFD RL 28 tpm
TD : 110/70 mmHg - Ketorolac
N : 94 x/m 30mg/12 J/IV
P : 20x/ - Kaltrofen 100mg
S : 36,5°C sup
A : Post Operasi Histerectomi - As. Traneksamat
total + Rupture Mola Invasif 100mg/12J/IV

Rabu, 9 Juni S : Nyeri post Operasi R/


2021 O: - IVFD RL 28 tpm
06:00 TD : 140/90 - As. Traneksamat
N : 105 x/m 100mg/12J/IV
P : 20x/m - Antrain
S : 36,3°C 500mg/12J/IV
A : POH1 + Ruptur Mola Invasif
Kamis, 10 S: Nyeri luka post operasi R/
Juni 2021 O: - IVFD RL 28 tpm
06:00 TD : 140/90 mmHg - As. Traneksamat
N : 88x/m 100mg/12J/IV
P : 20x/m - Antrain
S : 36,3 500mg/12J/IV
A : POH2 + Ruptur Mola Invasif
Jumat, 11 Juni S : - R/
2021 O: - Aff Infus
06:00 TD : 125/78 mmHg - Pasien
N : 81x/m dibolehkan
P : 20x/m pulang
S : 36,4°C
A : POH3 + Ruptur Mola Invasif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Mola hidatidosa termasuk dalam PTG lesi molar berdasarkan
pembaharuan dari WHO oleh International Federation of Gynecology and
Obstetric (FIGO) pada tahun 2002 yang disempurnakan oleh American College of
Obstetrics and Gynecology pada tahun 2004. Mola hidatidosa adalah tidak
ditemukan pertumbuhan janin dimana hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidrofobik sehingga terlihat seperti sekumpulan
buah anggur. Keadaan ini tetap menghasilkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa.Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi
ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai
variasi.1
Gejala klinis ini berhubungan dengan adanya proliferasi sel
sinsitiotrofoblas berlebih, karakteristik risiko tinggi yang dapat diamati pada
gambaran histopatologi dan memiliki efek sekunder ukuran uterus melebihi umur
kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan karakteristik risiko tinggi lainnya pula yaitu terdapat kista lutein
pada ovarium. 4
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan
1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi
sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1
pada 1000 -1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada
1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45
tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan
menderita mola akan lebih besar. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung
mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.1

B. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dan
tidak sempurna dengan adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga
menunjukan berbagai ukuran trofoblas ploriferatif abnormal.
Mola invasif adalah tumor jinak yang berasal dari invasi mola hidatidosa
kemiometrium dengan perluasan langsung melalui jaringan atau saluran vena.
Invasi vili korion hidropik ke miometrium disertai proliferasi sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas.

C. EPIDEMIOLOGI

Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika Utara, Australia, Selandia


Baru, dan Eropa telah menunjukkan kejadian mola hidatidosa berkisar 0,57-1,1
per 1000 kehamilan, sedangkan penelitian di Asia Tenggara dan Jepang setinggi
2,0 per 1000.6
Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1:85 kehamilan. Biasanya
dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara.
Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih
besar. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke
1,2.
arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma.
Kurang lebih 10 – 17 % mola hidatidosa akan menjadi mola invasif, dan sekitar
15 % akan bermetastase ke paru-paru atau vagina.

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab dari penyakit ini bermacam–macam termasuk berbagai


kombinasi dari faktor lingkungan dan genetik. Usia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi dimana mola biasanya muncul pada pasien yang berusia
muda (< 20 tahun) dan usia yang lebih tua yaitu >35 tahun, namun karena
sebagian besar kehamilan terjadi pada wanita muda maka kasus mola hidatidosa
terjadi pada wanita dibawah 35 tahun.8,9
Adapun faktor risiko terjadinya mola hidatidosa sebagai berikut :12

1. Riwayat GTD sebelumnya - wanita dengan riwayat kehamilan mola


memilikisekitar 1% kemungkinan kekambuhan pada kehamilan
berikutnya (dibandingkan dengan0,1% pada populasi umum). Tingkat
kekambuhan jauh lebih tinggi setelah dua kehamilan mola (16-28%).

2. Etnis Asia

3. Merokok

4. Golongan darah ibu AB, A atau B

5. Riwayat infertilitas

6. Nulliparitas

7. Penggunaan kontrasepsi oral (namun kontrasepsi oral tidak meningkatkan


risiko mengembangkan GTD post-molar)

8. Kelas ekonomi sosial tingkat bawah.

E. PATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI


Kehamilan mola muncul dari kelainan kromosom saat fertilisasi (Bagan
1). Mola komplit kebanyakan memiliki komposisi kromosom diploid. Biasanya
46XX dan dihasilkan dari androgenesis, yang berarti bahwa kedua set kromosom
berasal dari paternal. Kebanyakan mola komplit dihasilkan dari fertilisasi ovum
kosong oleh sperma haploid yang kemudian menduplikasikan kromosomnya
sendiri setelah miosis , memperbaiki jumlah kromosom diploid (mola
monospermik monozigous). Kromosom dari ovum dapat tidak ada atau tidak
teraktivasi. Jarang, pola kromosom berupa 46XY atau 46XX dan akibat
fertilisasi oleh dua sperma yaitu fertilisasi dispermic atau dispermy.15,17

Mola parsial biasanya memiliki kariotip triploid (69XXX, 69XXY atau


yang paling jarang 69XYY). Pola ini masing-masing disusun oleh 2 set paternal
haploid dari kromosom yang berikan oleh dispermi dan satu set maternal haploid.
Bagan 1. Patogenesis dari Mola Hidatidosa.

Normalnya ketika blastocyst (embrio awal) menjadi stadium 58 sel pada


rentang usia kira-kira 4-5 hari akan berubah menjadi dua tipe sel: trophoectoderm
yang tumbuh menjadi sel trofoblas yang akan menjadi prekursor plasenta dan inner
cell mass yang akan membentuk embrio yang layak. Sel trofoblastik awal membantu
transfer nutrisi antara endometrium maternal dan embrio. Trofoblas kemudian
berkembang menjadi bentuk fungsional dari plasenta dan bekerja sebagai tempat
pertukaran oksigen dan nutrien. Pada hari ke delapan fertilisasi, trofoblast terbagi
menjadi dua lapis, syncitiotrophoblast dan cytotrophoblast. Proliferasi dari
syncitiotrophoblast berperan dalam peningkatan β-hCG yang khas pada mola
hidatidosa.8
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of Gynecology
and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan parsial (PTG
benigna) dan mola invasif (PTG maligna).6
1. Mola Hidatidosa Komplit: merupakan hasil kehamilan tidak normal
tanpa adanya embrio-janin, dengan pembengkakan hidrofik vili plasenta
dan seringkali memiliki hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan.
Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna sentral disertai
penekanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan
pembuluh darah. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA
paternal sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal
ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom 23X melakukan
fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak
aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XY dan 46XX
heterozigot. Secara makroskopik pada kehamilan trimester dua
berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan
secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan
mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan
banyak pembuluh darah.
2. Mola Hidatidosa Parsial: merupakan triploid yang mengandung dua set
kromosom paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid
akibat dua set kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa
parsial. Seringkali terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah
merah berinti pada pembuluh darah vili.
3. Mola Invasif: neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala adanya vili
korialis disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel trofoblas.
Jaringan mola invasif melakukan penetrasi jauh ke miometrium,
kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di
sekitarnya atau dinding vagina.
Mola invasif terjadi pada sekitar 15% pasien pascaevakuasi mola
hidatidosa komplit.

F. MANIFESTASI KLINIK
1) Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Perdarahan juga sering disertrai pengeluaran jaringan mola.
Darah yang keluar berwarna kecoklatan.

2) Ukuran Uterus Bisa Lebih Besar atau Kecil (Tidak Sesuai Usia Kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat dari
pada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Adapula beberapa kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam
hal ini perkembangan trofoblast tidak terlalu aktiv sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama bagi wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut dibawah dinding perut
yang kaku. Pembesaran perut karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaan dengan pembesaran uterus biasa.
3) Tidak Adanya Aktivitas Janin
Walaupun pembesaran uterus mencapaibagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat
plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan,
sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang,
mungkin terdapat mola inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup.
4) Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklamsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum
usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya, preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
5) Hiperemesis dan Amenorea
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.

6) Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi penelitian lain menemukan angka lebih tinggi yaitu
7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hodatidosa berhubungan erat
dengan besarnya uterus. Makin besar uterus, makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada tiap kasus moal hidatidosa
dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
7) Kadar Gonadotropin Korion Serum Lebih Tinggi dari yang diperkirakan
untuk Usia Kehamilan. 910,11,12
Selain itu terdapat gejala klinis seperti, amenorrhoe dan tanda – tanda
kehamilan, perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten
selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi, uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak
sesuai dengan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan
janin maupun ballotement, hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan
muntah yang cukup berat, preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24,
keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti, dan
tirotoksikosis.910,11,12,15

Dibawah ini kriteria yang telah disepakati untuk diagnosis Gestational


Tropoblastic Neoplasma (GTN) oleh Federasi Ginekologi dan Obsetri (FIGO) pada
september 2000.10
Kriteria diagnosa setelah GTN :
1. Ketika peningkatan hCG berlangsung selama 4 bulan, pengukuran
dilakukan selama periode 3 minggu atau lebih yaitu pada hari ke
1,7,14,21.
2. Ketika ada peningkatan hCG pada 3 pengukuran mingguan atau lebih
yaitu pada hari ke 1,7,14.
3. Jika ada diagnosis histologi koriokarsinoma.
4. Ketika tingkat hCG tetap meningkat selama 6 bulan atau lebih.

G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia
kehamilan 6-16 minggu. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak
teratur, berwarna merah kecoklatan.
b. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan biasa,
c. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan
diagnosis pasti.
d. Kadang kala timbul gejala preeklampsia.3
2. Pemeriksaan Fisis
a. Inspeksi: wajah dan badan kadang pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face), selain itu bila gelembung mola keluar
dapat terlihat jelas.
b. Palpasi
1). Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2). Tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.
3). Adanya fenomena harmonika, darah dan gelembung mola keluar,
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

c. Auskultasi : tidak terdengan bunyi denyut jantung janin.

d. Pemeriksaan dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,


terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis.

e. Uji sonde : Sonde dimasukkan kedalam kanalis servikalis secara pelan dan
hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan
mola.3
4. Pemeriksaan Penunjang

Lindholm et al, melaporkan bahwa temuan ultrasonography dan


pemeriksaan makroskopis membantu diagnosa Mola Hidatidosa Komplt
hingga 80% dan Mola Hidatidosa Parsial hingga 30%.15,16
a. Pemeriksaan Kadar B-hCG
Beta HCG urin lebih dari 100.000 mlU/ml dan dalam serum lebih
dari 40.000 IU/ml. Klinis mungkin akan terkecoh dengan kehamilan
miltiple yang juga menghasilkan B-hCG yang tinggi pada awal
kehamilan. Untuk itu tidak disarankan membuat diagnosis hanya
menggunakan pemeriksaan B-hCG. Hasil terbaik akan diperoleh melalui
kombinasi pemeriksaan level B-hCG dan ultrasound. Misalnya diagnosis
GTD didukung kuat jika level B-hCG melebihi 800.000 mIU/mL dan
pencitraan ultrasound menunjukan material echogenik intrauterin dan
tidak adanya denyut jantung bayi. Setelah diagnosis kehamilan molar
tegak maka harus segera dilakukan terminasi. Pada pasien saat pertama
kali kontrol ke poliklinik obstetri ginekologi didapatkan hasil B-
hCG>225.000 mIU/mL (normal < 5 mIU/mL).8
b. Pemeriksaan Kadar T3/T4
B-hCG 300.000 mIU/mL mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktivitas hormon-hormon tiroid meningkat. Terjadi
gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningka
tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis
hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskuler, toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium dan
koma.15
c. Histopatologi
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya neoplasma
selanjutnya yang mengikuti kehamilan molar merupakan hal yang
penting. Sehingga, mola harus diberdakan dengan tipe kegagalan
kehamilan lainnya yang memiliki degenerasi plasenta hidrofik, yang
mana dapat menyerupai perubahan vili pada molar.
Pada kehamilan kurang dari 10 minggu, perubahan molar klasik
mungkin saja tidak terlihat karena vili dapat tidak mengalami pelebaran
dan stroma molar tidak edema dan avaskular. Pemeriksaan histopatologi
dapat ditingkatkan interpretasinya dengan pewarnaan imunogistokimiawi
terhadap ekspresi p57 dan dengan menggunakan genotipe molekular.

Diagnosa dari mola hidatidosa dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi.


Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of Gynecology
and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan parsial (PTG
benigna) dan mola invasif (PTG maligna).6
1. Mola Hidatidosa Komplit: merupakan hasil kehamilan tidak normal
tanpa adanya embrio-janin, dengan pembengkakan hidrofik vili plasenta
dan seringkali memiliki hiperplasia trofoblastik pada kedua lapisan.
Pembengkakan vili menyebabkan pembentukan sisterna sentral disertai
penekanan jaringan penghubung matur yang mengalami kerusakan
pembuluh darah. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA
paternal sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal
ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom 23X melakukan
fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak
aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XY dan 46XX
heterozigot. Secara makroskopik pada kehamilan trimester dua
berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan
secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan
mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan
banyak pembuluh darah.
2. Mola Hidatidosa Parsial: merupakan triploid yang mengandung dua set
kromosom paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid
akibat dua set kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa
parsial. Seringkali terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah
merah berinti pada pembuluh darah vili.
3. Mola Invasif: neoplasia trofoblas gestasional dengan gejala adanya vili
korialis disertai pertumbuhan berlebihan dan invasi sel-sel trofoblas.
Jaringan mola invasif melakukan penetrasi jauh ke miometrium,
kadang-kadang melibatkan peritoneum, parametrium di
sekitarnya atau dinding vagina. Mola invasif terjadi pada sekitar 15%
pasien pascaevakuasi mola hidatidosa komplit.

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Perdarahan juga sering disertrai pengeluaran jaringan mola.
Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
2. Ukuran Uterus Bisa Lebih Besar atau Kecil (Tidak Sesuai Usia Kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat dari
pada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Adapula beberapa kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam
hal ini perkembangan trofoblast tidak terlalu aktiv sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama bagi wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut dibawah dinding perut
yang kaku. Pembesaran perut karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaan dengan pembesaran uterus biasa.
3. Tidak Adanya Aktivitas Janin
Walaupun pembesaran uterus mencapaibagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat
plasenta ganda dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan,
sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang,
mungkin terdapat mola inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup.
4. Preeklampsia dan Eklampsia
Preeklamsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum
usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya, preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
5. Hiperemesis dan Amenorea
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
6. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi penelitian lain menemukan angka lebih tinggi yaitu
7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hodatidosa berhubungan erat
dengan besarnya uterus. Makin besar uterus, makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada tiap kasus moal hidatidosa
dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
7. Kadar Gonadotropin Korion Serum Lebih Tinggi dari yang diperkirakan
untuk Usia Kehamilan. 910,11,12
Selain itu terdapat gejala klinis seperti, amenorrhoe dan tanda – tanda
kehamilan, perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten
selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi, uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak
sesuai dengan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan
janin maupun ballotement, hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan
muntah yang cukup berat, preeklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24,
keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti, dan
tirotoksikosis.910,11,12,15
Dibawah ini kriteria yang telah disepakati untuk diagnosis Gestational
Tropoblastic Neoplasma (GTN) oleh Federasi Ginekologi dan Obsetri (FIGO) pada
september 2000.10
Kriteria diagnosa setelah GTN :
1. Ketika peningkatan hCG berlangsung selama 4 bulan, pengukuran
dilakukan selama periode 3 minggu atau lebih yaitu pada hari ke
1,7,14,21.
2. Ketika ada peningkatan hCG pada 3 pengukuran mingguan atau lebih
yaitu pada hari ke 1,7,14.
3. Jika ada diagnosis histologi koriokarsinoma.
4. Ketika tingkat hCG tetap meningkat selama 6 bulan atau lebih.

G. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
e. Perdarahan pervaginam, paling sering biasanya terjadi pada usia
kehamilan 6-16 minggu. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, tidak
teratur, berwarna merah kecoklatan.
f. Terdapat gejala hamil muda yang sering lebih nyata dari kehamilan biasa,
g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan yang merupakan
diagnosis pasti.
h. Kadang kala timbul gejala preeklampsia.3
2. Pemeriksaan Fisis
c. Inspeksi: wajah dan badan kadang pucat kekuning-kuningan, yang
disebut muka mola (mola face), selain itu bila gelembung mola keluar
dapat terlihat jelas.
d. Palpasi
1). Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2). Tidak teraba bagian-bagian janin dan gerakan janin.
3). Adanya fenomena harmonika, darah dan gelembung mola keluar,
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.

c. Auskultasi : tidak terdengan bunyi denyut jantung janin.

d. Pemeriksaan dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,


terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis.

e. Uji sonde : Sonde dimasukkan kedalam kanalis servikalis secara pelan dan
hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan
mola.3

3. Pemeriksaan Penunjang
Lindholm et al, melaporkan bahwa temuan ultrasonography dan
pemeriksaan makroskopis membantu diagnosa Mola Hidatidosa Komplt
hingga 80% dan Mola Hidatidosa Parsial hingga 30%.15,16
b. Pemeriksaan Kadar B-hCG
Beta HCG urin lebih dari 100.000 mlU/ml dan dalam serum lebih
dari 40.000 IU/ml. Klinis mungkin akan terkecoh dengan kehamilan
miltiple yang juga menghasilkan B-hCG yang tinggi pada awal
kehamilan. Untuk itu tidak disarankan membuat diagnosis hanya
menggunakan pemeriksaan B-hCG. Hasil terbaik akan diperoleh melalui
kombinasi pemeriksaan level B-hCG dan ultrasound. Misalnya diagnosis
GTD didukung kuat jika level B-hCG melebihi 800.000 mIU/mL dan
pencitraan ultrasound menunjukan material echogenik intrauterin dan
tidak adanya denyut jantung bayi. Setelah diagnosis kehamilan molar
tegak maka harus segera dilakukan terminasi. Pada pasien saat pertama
kali kontrol ke poliklinik obstetri ginekologi didapatkan hasil B-
hCG>225.000 mIU/mL (normal < 5 mIU/mL).8
b. Pemeriksaan Kadar T3/T4
B-hCG 300.000 mIU/mL mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktivitas hormon-hormon tiroid meningkat. Terjadi
gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningka
tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis
hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskuler, toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium dan
koma.15
c. Histopatologi
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya neoplasma
selanjutnya yang mengikuti kehamilan molar merupakan hal yang
penting. Sehingga, mola harus diberdakan dengan tipe kegagalan
kehamilan lainnya yang memiliki degenerasi plasenta hidrofik, yang
mana dapat menyerupai perubahan vili pada molar.
Pada kehamilan kurang dari 10 minggu, perubahan molar klasik
mungkin saja tidak terlihat karena vili dapat tidak mengalami pelebaran
dan stroma molar tidak edema dan avaskular. Pemeriksaan histopatologi
dapat ditingkatkan interpretasinya dengan pewarnaan imunogistokimiawi
terhadap ekspresi p57 dan dengan menggunakan genotipe molekular.
Diagnosa dari mola hidatidosa dikonfirmasi oleh pemeriksaan histologi.

d. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG memiliki peran penting pada penegakan diagnosis
mola hidatidosa baik kompliy maupun parsial. Hampir semua pasien mola
hidatidosa didiagnosis dengan USG. Pada kehamilan mola, bentuk
karakteristik yang ada berupa gambaran seperti sarang lebah (honey comb)
atau badai salju (snow strom) dengan atau tanpa disertai kantong gestasi atau
janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki ukuran
uterus yang lebih besar dari pada usia kehamilannya.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II
gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi masa
ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-
10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
atau badai salju.15

Gambar 2. USG menunjukan gambaran badai salju


(snow storm appearance)15

Gambar 3. Gambaran klinik mola hidatidosa komplit15


H. DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan anembrionik
Kehamilan anembrionik, secara spesifik blighted ovum dapat datang
dengan gejala klinis dan temuan sonografi yang mirip dengan mola
hidatidosa. Blighted ovum menandakan penghentian perkembangan dari sel
preembrionik atau embrionik disk sebelum terbentuknya embrio hidup.
Walaupun memiliki gambaran sonografi dan patologi yang mirip dengan
mola komplit, secara genetik mereka memiliki perbedaan, yaitu blighted ova
memiliki baik kromosom maternal maupun paternal, sedangan mola
hidatidosa komplit hanya memiliki kromosom paternal saja.
2. Tumor fibroid atau ovarium dengan kehamilan
Kondisi ini kadang sulit dibedakan dengan molahidatidosa karena
keduanya menyebabkan ukuran uterus lebih besar dibandingkan periode
gestasi.
3. Kehamilan multiple
Mola hidatidosa komplit dapat mirip dengan kehamilan multiple
karena kedua kondisi ini dikaitkan dengan onset dari dari preeklampsia yaitu
sebelum usia 20 minggu.15

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu: 13,14,15
1. Perbaikan Keadaan Umum
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan
umum penderita harus distabilkan. Tergantung pada bentuk penyulit,
kepada penderita dapat diberikan:

a. Transfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemia

b. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada eklampsia/preeklampsia

c. Obat antitiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam.

2. Evakuasi Jaringan Mola


Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera
diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yakni kuretase dan histerektomi.
a. Kuretase
Kuretase merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500ml NaCL atau RL dengan kecepatan
40-60 tpm. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan. Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian risiko
perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus maka kanalis
servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis
belum terbuka, sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis
dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati
dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua
dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak
diyakini bersih. Kuret kedua dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah
kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih
besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan engan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau
mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrikabilateral bila terjadi
perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan
persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan
masif selama kuretase berlangsung.12,13
b. Histerektomi
Sebelum kuretase digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien
dengan ukuran uterus diluar 12-14 minggu. Namun, histerektomi tetap
merupakan pilihan pada wanita yang sudah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur
tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya
keganansan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup
tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan
dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan
sudah ditinggalkan. Walaupun histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-
sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan
penyakit ini.14
3. Terapi Profilaksis dengan Sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan dibawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi
yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau
Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah
kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat
yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis
dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L
praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan kearah keganasan,
pertimbangan untuk memberikan methotrexate 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM
dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen
kemotrapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen
kemotrapi.14
Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca MH adalah sebagai
berikut:
a. Kadar HCG yang meningkat progresif pasca evakuasi
b. Kadar HCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000IU/L,
urin >30.000 IU/24 jam)
c. Kadar HCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca evakuasi
d. Kadar HCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otaak,
renal, hepar, traktus gastrointestinalis, atau paru-paru.
4. Pemeriksaan Tindak Lanjut (Follow Up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan.Setiap periksa ulang, penting diperhatikan :
1) Gejala klinik : keadaan umum, perdarahan dan lain-lain
2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo tentang keadaan
serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak dan lain-lain.
3) Reaksi biologis atau imunologisair seni, 1 kali seminggu sampai hasil
negatif, 1 X 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1 X sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1 X 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer
tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat
timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa.10,14
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun,
mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa
(20%). Gejala-gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah
dilakukan kuretase mla : perdarahan yang terus-menerus involusi rahim
tidak terjadi, terkadang malah nampak metastasis di vagina berupa tumor-
tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.10,14
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis
kadar B-hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah
dengan pemeriksaan B-hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika
masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblast yang aktif.
Cara yang umum di pakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay
terhadap B-hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar B-hCG diselenggarakan
setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis
di paru-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu,
bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dilakukan foto toraks.10,14
Penilaian tindak lanjut dan memenuhi kriteria untuk dilakukann kemoterapi
pada pasien GTN. Pasien risiko rendah dengan skor 6 dan risiko tinggi dengan skor 7
atau lebih.10

FIGO Skor 0 1 2 3

Umur <40 ≥40

Kehamilan Mola Aborsi Lahir


sebelumnya

Interval < 4 bulan 4-≤7 7 - < 13 ≥ 13


bulan dari
indeks
kehamilan

Pre- < 103 103 < 104 104 - < 105 ≥ 105
pengobatan
serum hCG
(IU/I)

Besar ukuran < 3cm 3 - < 5cm ≥ 5cm


tumor
(termasuk
tumor uterus)

Metastasis Paru – paru Lien, Ginjal GIT Otak, Hati


Jumlah 0 1–4 5–8 >8
metastasis

Gagal 1 obat ≥ 2 obat


kemoterapi
sebelumnya

Catatan :
1. Interval bulan sejak kehamilan dari saat kehamilan berakhir (tidak dimulai)
2. Skor untuk metastasis tidak aditif, skor organ dianggap skor tertinggi (mis. Pasien
A dengan skor metastasis GIT dan Otak 4, bukan 6)
3. Metastasis paru dinilai dari CXR bukan CT-Scan dada.
J. KOMPLIKASI
1. Mola hidatidosa rekuren (MHR)
Mola hidatidosa rekuren didefinisikan sebagai kejadian kehamilan
mola sebanyak dua sampai tiga kali pada pasien yang sama. MHR dapat
bersifat sporadic, terjadi secara individual pada satu keluarga atau bersifat
familial sebagai mola biparental (BiCHM) yang mana terdapat kontribusi baik
maternal maupun paternal. Pada wanita dengan episode kehamilan mola
kurang lebih dua kali, assisted reprodutive technology dapat membantu
fertilisasi normal dari oosit. Namun, bahkan embrio yang datang dari teknik
standar pembuahan in vitro (IVF) dapat menjadi mola hidatidosa dan gagal
mencapai kehamilan normal.17
Sejauhnya ini ada 3 gen maternal yang berpengaruh pada kejadian
mola hidatidosa rekuren, yaitu NLRP7, KHDC3L, dan PADI6.18

2. Mola Invasif
Mola invasif secara histologis merupakan kondisi yang dihasilkan oleh
invasi abnormal trofoblas ke dalam miometrium. Juga dapat berkembang
akibat embolisasi jaringan mola yang melalui pleksus vena pelvic. Sekitar
15% pasien dengan mola invasif berkembang menjadi metastase, paling
umum di dalam vagina dan paru-paru.
3. Koriokarsinoma gestasional
Juga dikenal sebagai korioblastoma;tumor trofoblastik.
Koriokarsinoma gestasional adalah tumor metastasis yang melebar yang
tersusun atas cel trofoblastik maligna, yang mana muncul dari jaringan
trofoblastik kehamilan, yang berasal dari kehamilan ektopik dan abortus
spontan atau provokatif. Paru-paru adalah daerah yang paling sering terkena
metastasis, daerah lain yang juga dapat terkena adalah metastase ke otak,
hepar, ginjal, dan saluran cerna.
4. Placental Site Trophoblastic Tumor
PSTT adalah tampilan yang jarang dari tumor trofoblastik gestasional
yang mana tumbuh pada bagian implantasi plasenta. Tumor ini biasanya
berasal dari sel trofoblastik intermediate. Karena kurangnya jaringan
sinsitiotrofoblas, level hCG serum hanya sedikit meningkat pada PSTT.15

K. PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir
tidak ada lagi. Akan tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat setelah
jaringannya dikeluarkan, akan tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudia
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.

BAB III
ANALISA KASUS

KASUS TEORI
Anamnesis : (Keluhan Utama) Gejala anemia sering dijumpai terutama
Pasien datang dengan anemi berat dan pada wanita malnutrisi biasa disebabkan
mual dan muntah terus menerus. oleh perdarahan pervaginam. Efek dilusi
dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar.
Pada molahidatidosa terjadi peningkatan
Hormon hCG dapat menstimulus
ovarium memproduksi hormon estrogen.
Tingginya hormon estrogen diketahui
berkorelasi dengan munculnya mual-
muntah pada wanita, sehingga semakin
tinggi kadar hCG, semakin besar
kemungkinan terjadi mual muntah.
Riwayat obstetric : G6P4A2 Riwayat GTD sebelumnya, wanita
I : Tahun 2000, laki-laki, Aterm 39 dengan riwayat kehamilan mola memiliki
minggu, normal, melahirkan dirumah
sekitar 1% kemungkinan kekambuhan
ditolong dukun dan bidan, BBL 3000
gram, PBL dilupa pasien. pada kehamilan berikutnya
II : Tahun 2003, Perempuan, Aterm 38
(dibandingkan dengan 0,1% pada
minggu, normal, melahirkan ditolong
bidan, BBL 2900 gram, PBL 48 cm. populasi umum). Tingkat kekambuhan
III : Tahun 2007, Perempuan, Aterm 38
jauh lebih tinggi setelah dua kehamilan
minggu, normal, melahirkan dirumah
ditolong dokter, BBL 3100 gram, mola (16-28%).
PBL 50cm.
Biasanya dijumpai lebih sering pada
IV : Tahun 2009, Laki-laki, Aterm 40
minggu, normal, melahirkan ditolong multipara. Sekitar 10% dari seluruh kasus
ditolong dokter, BBL 3000 gram,
akan cenderung mengalami transformasi
PBL 51cm.
V : Mola hidatidosa ke arah keganasan, yang disebut sebagai
VI : Mola hidatidosa
gestational trophoblastic neoplasma.
Kurang lebih 10 – 17 % mola hidatidosa
berulang akan menjadi mola invasif, dan
sekitar 15 % akan bermetastase ke paru-
paru atau vagina.

Pemeriksaan Fisik :  Inspeksi: wajah dan badan kadang


Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pucat kekuning-kuningan, yang
keadaan umum sakit sedang, kesadaran
disebut muka mola (mola face).
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital
tekanan darah 130/87 mmHg, Nadi  Palpasi
92x/menit, regular, pernapasan
20x/menit, suhu 36,2°C/axillar. Mata 1). Uterus membesar tidak sesuai
konjungtiva anemis (+/+). Palpasi dengan tuanya kehamilan,
abdomen didapatkan nyeri tekan diregio
supra pubik. teraba lembek
2). Tidak teraba bagian-bagian
janin dan gerakan janin.
3). Adanya fenomena harmonika,
darah dan gelembung mola
keluar, fundus uteri turun, lalu
naik lagi karena terkumpulnya
darah baru.
Pemeriksaan laboratorium : Gejala anemia sering dijumpai terutama
Hasil laboratorium darah rutin HB 6,2 pada wanita malnutrisi biasa disebabkan
g/dL.
oleh perdarahan pervaginam. Efek dilusi
Pemeriksaan imunoserologi HBsAg:
Non-reaktif, anti HIV: Non-reaktif, dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar.
Diagnosis Kerja Pada pasien ini didapatkan tanda dan
G6P4A2 + Anemia berat + Riwayat gejala dari mola ivasiv.
molahidatidosa + Ruptur mola invasiv Hal ini didukung oleh tanda dan
gejalayang didapatkan pada anamnesis,
yaitu mual muntah terus menerus namun
tidak didapatkan tanda kehamilan.
Kemudia pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital
tekanan darah 145/87 mmHg, Nadi
92x/menit, regular, pernapasan
20x/menit, suhu 36,2°C/axillar. Mata
konjungtiva anemis (+/+). Palpasi
abdomen didapatkan nyeri tekan diregio
supra pubik.
Hasil laboratorium darah rutin HB 6,2
g/dL.
Perencanaan 1. Perbaikan Keadaan Umum
1. Transfusi PRC Sebelum dilakukan tindakan evakuasi
2. Rencana operasi histerectomi jaringan mola, keadaan umum penderita
harus distabilkan. Tergantung pada
bentuk penyulit, kepada penderita dapat
diberikan:
a. Transfusi darah, untuk mengatasi syok
hipovolemia
b. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada
eklampsia/preeklampsia
c. Obat antitiroid, bekerja sama dengan
penyakit dalam.
2. Histerektomi tetap merupakan pilihan
pada wanita yang sudah cukup umur dan
cukup mempunyai anak. Alasan untuk
melakukan histerektomi ialah karena
umur tua dan paritas tinggi karena hal
tersebut merupakan predisposisi
timbulnya keganansan. Batasan yang
dipakai adalah umur 35 tahun dengan
anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada
sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologi sudah tampak
adanya tanda-tanda mola invasif.

Daftar Pustaka

1. Purba, Y.S., Munir, M.A., Saranga, D. 2019. Mola Hidatidosa. Jurnal Medical
Profession (MedPro) 1 (1) : 79-86.
2. Kusuma, A.I., Pramono, B.A. 2017. Karakteristik Mola Hidatidosa Di RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro 6 (2) : 319-327.
3. Syafii,dkk. 2006.Kadar β-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan
Sesudah Kuretase. Indonesian Journal Of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. Volume 13 Nomor 1:1-3
4. Harjito, V.N., Hidayat, Y.M., Amelia, I. 2017. Hubungan antara
Karakteristik Klinis Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi
Pascaevakuasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. JSK 3 (1) : 25-31.
5. Rauf, S., dkk. 2011.Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dari Ilmu
Kandungan Ed. 3. Editor Mochammaad Anwar dkk. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
6. Paputungan, T.V., Wagey, F.W., Lengkong, R.A. 2016. Jurnal e-Clinic (eCl)
4 (1) : 215-222.
7. Olivia, F.C. 2016. Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola Hidatidosa
Komplet. Majority 5 (2) : 142-147
8. Santaballa, A., dkk. 2018. SEOM clinical guidelines in gestational
trophoblastic disease. Clin transl Oncol.
9. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kebidanan. P.T BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWOROHARDJO: Jakarta. Hal: 488.
10. Nzgtd guidelines. 2018. Gestational trophoblastic disease.
11. Pradjatmo, H., Dasuki, D., Dwianingsih, E.K., Triningsih, E. 2015.
Malignancy Risk Scoring of Hydatidiform Moles.Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, Vol 16 : 2441-2445.
12. Chohan, B., 2019. Management of gestational trophoblastic disease (GTD)
GL1058. NHS Foundation Trust.
13. Prawiro, RS., Mongan, SP., Laihad, JB. 2019. Aspek Medis Pada Tata
Laksana Abortus Mola Hidatidosa Parsial (Laporan Kasus). Universitas Sam
Ratulangi Manado. E-poster Vol. 27 Hal: 108.
14. Mayura, I.G.N., Saraswati, M.R. 2016. Seorang wanita dengan penyakit
trofoblas gestasional dan krisis tiroid. e-ISSN:2540-8321 p-ISSN 2540-8321
47 (3).
15. Saxena, R. 2014. Bedside Obstetric and Gynecology second edition. Jaypee
Brother Medical Publisher: India. Hal: 300-322.
16. Iriyama T, Wang G, Yoshikawa M, Mimura N, Matsu H, Sayama S, et al.
2019. Increased LIGHT leading to sFLT-1 elevation between hydatidiform
mole and preeclampsia. Scientific report. Hal: 1-7.
17. Kalogianidis I, Kalinderi K, Kalinderis M, Miliaras D, Tarlatzis B,
Athanasiadis A. 2018. Reccurent Complete Hydatidiform Mole: where we
are, is there a safe gestational horizon? Opinion and mini review. Journal of
Assisted Reproduction and Genetics. Hal: 967-973.
18. Fallahi J, Razban V, Momtahan M, Jahromi MA, Jahromi BN, Anvar Z, et al.
2019.A Novel Mutation in NLRP7 related to reccurent hydatidiform mole and
reproductive failure. International Journal of Fertility and Sterility. Hal: 135-
138.

Anda mungkin juga menyukai