Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:

Zaitin Nur

I4061202028

Dokter Pembimbing:

DR. dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)Fer

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD DR. SOEDARSO
PONTIANAK
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui Referat dengan judul:

“Ketuban Pecah Dini”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu
Kesehatan Wanita

Pontianak, Juni 2021

Pembimbing, Disusun oleh :

DR. dr. Pinda Hutajulu, Sp.OG(K)Fer Zaitin Nur


NIM. I4061202028

2
BAB I
PENYAJIAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. HM. Suwignyono
Pekerjaan : Karyawan Swasata
Nama Suami : Tn. ZB
Umur Suami : 46 Tahun
Masuk RS : Tanggal 21 Oktober 2020 Pukul 08.07 WIB

1.2. Anamnesis
1.2.1. Keluhan Utama
Pengeluaran air sejak jam 04.00

1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G4P3A0M0 38 tahun hamil 40 minggu datang dengan keluarnya air dari
jalan lahir sejak jam 04.00 dan mengatakan mules jarang terjadi. Keluhan tidak di sertai
keluarnya darah. Pasien mengatakan merasa adanya gerakan janin. Pasien tidak
mengalami benturan pada perutnya. Ibu mengeluhkan sesak dan demam beberapa hari
yang lalu.

1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat sesak
atau asma, serta riwayat alergi disangkal oleh pasien.

3
1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat sesak
atau asma, serta riwayat alergi pada keluarga disangkal

1.2.5. Riwayat Sosio-Ekonomi


Pasien sudah menikah dan merupakan seorang karyawan swasta.

1.2.6. Riwayat Menstruasi


Pasien menarche usia 12 tahun, lama haid tiap siklus sekitar 6 hari dan teratur.
Hari Pertama Haid Terakhir 19 Januari 2020.

1.2.7. Riwayat Pernikahan


Pasien menikah 1 kali, 8 tahun.

1.2.8. Riwayat Kontrasepsi


Pasien menggunakan pil KB selama setelah kelahiran anak keduanya.

1.2.9. Riwayat Operasi


Pada kehamilan pertama dan ke dua pasien melahirkan secara Seksio cesarea.

1.2.10. Riwayat Antenatal Care


Pasien memeriksakan kehamilannya ke dokter sebanyak 2x

1.2.11. Riwayat Obstetri


Pasien adalah seorang wanita G3P2A0 dengan usia kehamilan 40 minggu. Anak
pertama pasien perempuan usia 6 tahun lahir secara seksio cesarea. Anak kedua
perempuan usia 4 tahun lahir secara seksio cesarea.

4
1.3. Pemeriksaan Fisik
1.3.1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 131/68 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
SPO2 : 98%
Suhu : 36,5 oC
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 90 kg

1.3.2. Status Generalis


Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-)
Telinga : Sekret (-/-), Aurikula hiperemis (-/-)
Mulut : Bibir Sianosis (-), bibir kering (-)
Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP
meningkat (-)
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Paru : Inspeksi : gerakan dinding dada simetris
Palpasi : fremitus taktil kanan=kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba

5
Perkusi : Batas jantung atas di SIC II linea
midklavikula sinistra, batas jantung kanan di
SIC II linea parasternalis dextra, batas jantung
kiri di SIC V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen : TFU:27cm
Ekremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

1.3.3. Status Obstetri


Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : 27 cm
Genitalia : Darah(-), air(+)
Detak Jantung Janin : 148x/menit

Pemeriksaan Dalam:
Vaginal Toucher : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, Pembukaan Ø 3
cm, portio lunak, presentasi kepala, kepala turun di Hodge I.

1.4. Pemeriksaan Penunjang


21 Oktober 2020

Parameter Hasil Nilai Normal

WBC 10,28 (10^3/uL) 4,5 – 11,0


RBC 3,68 (10^6/uL) 4,2 – 5,4
HGB 11,8 (g/dL) 11,7 – 15,5
HCT 36,2 (%) 38 – 47
MCV 98,4 (fL) 80,0 – 99,0
MCH 32,1 (pg) 27,0 – 32,0
MCHC 32,6 (g/dL) 32,0 -36,0

6
PLT 179 (10^3/uL) 150 – 440
RDW-CV 14,0(%) 11,5 – 14,5
RDW-SD 47,7(fL) 36 – 47
PDW 16,4(fL) 9,0 – 13,0
MPV 12,0(fL) 7,2 – 11,1
P-LCR 41,7(%) 15,0 – 25,0

Parameter Hasil
HbsAg (chro) (-) Non reaktif
Anti HIV (-) Non reaktif
Bleeding Time 2 menit 30 detik
Clotting Time 8 menit 00 detik
Swab PCR POSITIVE

Pemeriksaan Foto Thorax PA


Kesan: Pneumonia

1.5. Diagnosis
Pasien G4P3A0M0 38 tahun hamil 40 minggu dengan ketuban pecah dini dan
terkonfirmasi COVID-19

1.6. Tata Laksana


A. Tatalaksana Bedah
seksio sesarea transperitoneal profunda
B. Tatalaksana Medikamentosa
a. cefotaxime 3x 1
b. kaltrofen supp 3 x1

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KPD
1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD; Premature Rupture of the membrane = PROM;
Amniorrhexis) ialah robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan
mulai atau sebelum inpartu (Abrar, 2016). Keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
effacement atau dilatasi serviks, atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-
tanda awal persalinan. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm
prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur
rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut
prolonged PROM ( Hofmeyr, 2014).

2. Epidemiologi
Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh
kehamilan, dan 25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah
dini preterm diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dimana menurut
Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang
lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin
dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun
bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan

8
mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis
neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini lebih daripada 24
jam(Meller 2018; Hofmeyr, 2014).
Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh
kehamilan. Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah
dini. Cox dkk. mendapatkan 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia
kehamilan 24-34 minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal5.
Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai
31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah
sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328
kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran
prematur lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi
menengah ke atas(Hofmeyr, 2014).

3. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik.
Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam
selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari
kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-
9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-

9
1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini
adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari
kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.
a) Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban3.Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban

10
pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh
sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin
juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen
pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan
konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada
fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan
menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang
lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon
relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara
lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas
hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat
aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
b) Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan
selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis
melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat
terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses

11
degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme
regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
c) Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari
sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban(Rohmawati, 2018).

4. Diagnostik
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama,
dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air,
jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan
baunya.
Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut(POGI, 2016):
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan
keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan
amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis).
Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine
kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna
hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.

12
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan
menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit
rumit dan tidak dilakukan secara luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal
swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU
dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan
fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan
berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume
cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein,
dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih
tepat adanya ketuban pecah dini.
- Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat mejadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan kalau KPD sudah dalam proses persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan dalam
mendiagnosa KPD yaitu(Hofmeyr, 2014):
a) Pemeriksaan laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa:
warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini
kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu
hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes
Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

13
menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan
infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Mikroskopik (tes
pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan gambaran daun pakis.
b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam cavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidramnion

5. Tatalaksana
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan prosedur
tetap RSUP Sanglah adalah:
- Penanganan dirawat di RS.
- Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari.
- Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang dari
35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im).
- Observasi di kamar bersalin:
a) Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri.
b) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam dan bila ada kecenderungan
meningkat atau sama dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera
- Di ruang obstetri:
a) Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam.
b) Dikerjakan pemeriksaan laboratorium: leukosit dan LED setiap 3 hari.
- Tata cara perawatan konservatif:
a) Dilakukan sampai janin viable.
b) Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam.
c) Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaaan USG untuk
menilai air ketuban. Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila
kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.

14
- Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran tidak
boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina, segera kembali ke RS bila
ada keluar air lagi.
- Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat
pemeriksaan lab. Bila terdapat leukositosis/peningkatan LED, lakukan terminasi.
- Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu) Jika umur
kehamilan kurang bulan tidak dijumpai tandatanda infeksi pengelolaannya bersifat
konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi.
Penderita perlu dirawat dirumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak
perlu pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu. Obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga dengan tujuan menunda proses persalinan.5 Tujuan dari
pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikostreroid agar tercapainya
pematangan paru. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah
dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejaidan RDS. The National Institutes
of Health (NIH) telah merkomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm
KPD pada kehamilan 30-32 mingggu yang tidak ada infeksi intraamnion. Sedian
terdiri atas betametason 2 dosis masingmasing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam (Nili, 2003).

6. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi dari kehamilan. Prognosis untuk ibu tergantung pada ketepatan
diagnosis awal dan penatalaksanaan.Prognosis untuk janin tergantung
pada(Saifuddin, 2002; Saifuddin, 2010) :
a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek disbanding bayi lebih besar.
b. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya jika bayinya premature.
c. Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin.

15
d.
Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, semakin
tinggi insiden infeksi hingga sepsis.

B. Corona virus 19
1. Definisi
Novel coronavirus 2019 (2019-nCoV) atau virus corona sindrom pernafasan
akut 2 yang parah (SARS-CoV-2) menyebar dengan cepat dari Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Cina ke seluruh dunia. Coronavirus adalah virus RNA sense
positif yang dilapisi dengan diameter mulai dari 60 nm hingga 140 nm dengan
tonjolan seperti paku di permukaannya sehingga memberikan tampilan seperti
mahkota di bawah mikroskop elektron; oleh karena itu diberi nama virus corona.
Empat virus corona yakni HKU1, NL63, 229E dan OC43 telah beredar pada
manusia, dan umumnya menyebabkan penyakit pernapasan ringan(Singhal, 2020).

2. Gejala klinis
Gejala COVID-19 setiap individu berbagai macam, mulai dari infeksi
asimptomatik, sesak nafas hingga gagal napas berat (He, 2020). Berdasarkan
survei epidemiologi saat ini, inkubasi Novel Coronavirus Pneuomoni (NCP)
adalah 1-14 hari, dan sebagian besar 3-7 hari. Gejala yang paling umum adalah
demam, batuk kering, dan lemas. Hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan,
muntah, dan diare ditemukan dalam beberapa kasus. Pasien yang parah mengalami
dispnea dan/atau hipoksemia setelah 1 minggu dan dapat berkembang dengan
cepat menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), syok septik, asidosis
metabolik refrakter, koagulopati, kegagalan organ multipel, dan sebagainya. Tidak
ada data klinis tentang infeksi virus corona baru pada orang tua. Namun, gejala
klinis pneumonia pada pasien usia lanjut seringkali atipikal, sehingga jika pasien
usia lanjut mengalami dyspnea, ARDS, atau gejala sistemik yang tidak dapat
dijelaskan, seperti kelelahan, syok, gangguan koagulasi, atau gejala lainnya,
kemungkinan infeksi coronavirus baru harus diwaspadai (Chen, 2020).

16
3. Diagnosis
Tes RNA dapat mengkonfirmasi diagnosis kasus SARS-CoV-2 (COVID-19)
dengan RT-PCR. Saat ini, teknik deteksi asam nukleat, seperti RT-PCR, dianggap
sebagai metode yang efektif untuk memastikan diagnosis dalam kasus klinis
COVID-19. Specimen yang digunakan yaitu spesimen nasal swab, aspirasi trakea
atau bronchoalveolar.
CT dada adalah alat diagnostik yang ideal untuk mengidentifikasi pneumonia
virus. Manifestasi awal pneumonia COVID-19 mungkin tidak terlihat pada foto
rontgen dada. Dalam situasi seperti itu, pemeriksaan CT dada dapat dilakukan,
karena dianggap sangat spesifik untuk pneumonia COVID-19. Pasien yang
menderita pneumonia COVID-19 akan menunjukkan opasitas ground-glass yang
khas pada gambar CT dada mereka. Abnormalitas pencitraan CT dada yang terkait
dengan pneumonia COVID-19 juga telah diamati bahkan pada pasien tanpa gejala.
Abnormalitas ini berkembang dari fokal unilateral awal menjadi kekeruhan
ground-glass bilateral difus dan selanjutnya akan berkembang menjadi atau hidup
berdampingan dengan perubahan konsolidasi paru dalam 1 sampai 3 minggu.
Meskipun CT dada dianggap sebagai alat diagnostik penting untuk COVID-19,
penggunaan CT secara ekstensif untuk tujuan skrining pada individu yang
dicurigai mungkin terkait dengan rasio risiko-manfaat yang tidak proporsional
karena peningkatan paparan radiasi serta peningkatan risiko cross- infeksi. Oleh
karena itu, penggunaan CT untuk diagnosis dini infeksi SARS-CoV-2 pada
kelompok berisiko tinggi harus dilakukan dengan sangat hati-hati(Dhama, 2020)

C. Hubungan Covid 19 dengan KPD


Pada wanita hamil memiliki risiko tinggi penularan infeksi pernafasan
yang dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Anatomi dan
fisiologi sistem pernapasan serta imunologis dan hormonal yang berubah selama
kehamilan berperan penting terhadap kerentanan infeksi tertentu, termasuk SARS
CoV 2. Anatomi dan fisiologi yang berubah pada ibu antara lain relaksasi ligament
costae, elevasi diafragma dan penurunan kapasitas residu fungsional (Functional

17
Recidual Capacity/ FRC) akibat efek progesterone dan karena nya pembersihan
jalan napas tidak efektif (Zhao X, 2020)
Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan 8% ketuban pecah dini. Penelitian
yang dilakukan diriba pada tahun 2020 dari 1316 wanita hamil yang terinfeksi viris
covid 19, 9,2% mengalami KPD. SARS-CoV-2 tampaknya menjadi faktor risiko
yang cukup besar untuk ketuban pecah dini. Pada Infeksi peningkatan IL-6 oleh
aktivasi makrofag yang dapat menyebabkan peningkatan sitokin dan prostaglandin
dalam cairan amnion akibat pengaruh peningkatan produksi sitokin pro inflamasi,
seperti IL-I, IL-6, dan tumor necrosis serta faktor TNF alfa (TNF-α) (Sulistyowati,
2021; diriba 2020; zhu, 2020)

18
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien G4P3A0M0 38 tahun hamil 40 minggu datang dengan keluarnya air


dari jalan lahir sejak jam 04.00 dan mengatakan mules jarang terjadi. Keluhan tidak di
sertai keluarnya darah. Pasien mengatakan merasa adanya gerakan janin. Pasien tidak
mengalami benturan pada perutnya. Pasien mengalami ketuban pecah dini.
Dari pemeriksaan fisik, tandat-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan
fisik head to toe dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetric didapatkan Tinggi
Fundus Uterus 27 cm. Pada pemeriksaan genitalia didapati pengeluaran air. Pada
pemeriksaan dalam teraba dinding vagina dalam batas normal, tidak teraba adanya
massa, porsio teraba lunak Ø 3 cm, persentasi kepala, kepala turun di Hodge I. Pada
pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksan darah lengkap dengan hasil dalam batas
normal. Pemeriksaan foto rontgen dada didapatkan hasil kesan pneumonia.
Pemeriksaan rutin berupa swab nasofaring juga dilakukan, menggunakan metode RT-
PCR didapatkan hasil positif COVID-1.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis pada pasien, yaitu G4P3A0 hamil 40 minggu dengan dengan
ketuban pecah dini dan terkonfirmasi COVID-19. Hal ini bersesuaian dengan teori
bahwa Ketuban Pecah Dini (KPD; Premature Rupture of the membrane = PROM;
Amniorrhexis) ialah robeknya selaput ketuban pada setiap saat sebelum persalinan
mulai atau sebelum inpartu (Abrar, 2016). Pasien juga terkonfirmasi COVID-19
melalui pemeriksaan swab nasofaring menggunakan teknik RT-PCR. Pasien memiliki
gejala saluran pernapasan seperti sesak. Hal ini dapat terjadi sesuai dengan teori bahwa
perjalanan infeksi COVID-10 dapat mengalami sesak(He, 2020).
Berbagai etiologi dapat menyebabkan terjadinya Ketuban pecah dini, diikuti
dengan faktor risiko yang mendukung. Faktor yang berperan pada kasus ini adalah
faktor infeksi. Pada pasien ini, didapati hasil swab nasofaring dengan metode RT-PCR
positif COVID-19. Pada pasien ini ditemukan gejala yang mengarah ke kelainan
saluran pernapasan, berupa demam beberapa hari yang lalu, sesak napas (He, 2020).

19
Pada pemeriksaan penunjang foto thorax tampak pneumonia. Pasien yang menderita
pneumonia COVID-19 akan menunjukkan opasitas ground-glass yang khas pada
gambar CT dada mereka (Dharma, 2020).
Hubungan antara infeksi COVID-19 dan kejadian KPD masih di teliti hingga
saat ini. Pada Infeksi peningkatan IL-6 oleh aktivasi makrofag yang dapat
menyebabkan peningkatan sitokin dan prostaglandin dalam cairan amnion akibat
pengaruh peningkatan produksi sitokin pro inflamasi, seperti IL-I, IL-6, dan tumor
necrosis serta faktor TNF alfa (zhu, 2020).
Tatalaksana bedah yang dilakukan pada pasien ini adalah adalah SC karena
adanya riwayat SC 2 kali sebelumnya. Tatalaksana medikamentosa yang diberikan
pada pasien adalah cefotaxime, dan kaltrofen. Pemberian cefotaxime bertujuan sebagai
antibiotic profilaksis untuk tindakan pembedahan. Pemberian kaltrofen sebagai anti
nyeri. Prognosis untuk ibu tergantung pada ketepatan diagnosis awal dan
penatalaksanaan

20
BAB IV
KESIMPULAN

G4P3A0 hamil 40 minggu dengan dengan ketuban pecah dini dan terkonfirmasi
COVID-19. Penegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana diberikan secara bedah, yaitu SC dan tatalaksana
non bedah untuk pemberian antibiotic profilaksis. Prognosis pada pasien ini adalah
bonam.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abrar NM, Handono B, Rukmana GIT. 2016. Characteristic of Pregnancy


Outcome with Premature Rupture of Membrane.
Chen Q, Wang L, Yu W, Huan Xi3| Qiang Zhang4|Xinyu Chen5. 2020. National
Center of Gerontology. Recommendations for the prevention and treatment
of the novel coronavirus pneumonia in the elderly in China. Aging
medicine Wiley.
Dhama K, Khan S, Tiwari R, Sircar S, Bhat S, Malik YS. 2020. Coronavirus
Disease 2019–COVID-19. American Society for Microbiology.
Diriba K, Awulachew E, Getu E. 2020. The effect of coronavirus infection (SARS-
CoV-2, MERS-CoV, and SARS-CoV) during pregnancy and the
possibility of vertical maternal–fetal transmission: a systematic review and
meta-analysis. European Journal of Medical Research. Vol 20: 25-39
He F, Deng Y, Li W, 2020. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): What we
know? J Med Virol.
Hofmeyr GJ, Eke AC, Lawrie TA. 2014. Amnioinfusion for third trimester
preterm premature rupture of membranes. Cochrane Database of
Systematic Reviews
Meller CH, Carducci ME, Cernadas JMC, Otaño L. 2018. Preterm Premature
Rupture of Membranes. Arch Argent Pediatr. Aug 1;116(4):e575–81.
Nili F., Ansaari A.A.S. 2003. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] Vol 41. No.3
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2020, Pedoman Tatalaksana
Covid19, Ed 2.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia,Himpunan 2016. Kedokteran
Feto Maternal Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran KETUBAN
PECAH DINI.Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Rohmawati N, Fibriana AI. 2018. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum
Daerah Ungaran. Higeia J Public Heal Res Dev.;2(1):23–32.

22
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
& Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Singhal T. 2020. Review of Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). The Indian
Journal of Pediatrics
Sulistyowati S, Anggraini NWP. 2021. Skin manifestations of COVID-19 in a
pregnant woman with premature rupture of membranes: A case report.
Indonesian Journal of Medicine and Health.
Zhao X, Jiang, Y, Zhao, Y, Xi, H, Liu, C, Qu, F, Feng, X, 2020, Analysis of the
susceptibility to COVID-19 in pregnancy and recommendations on
potential drug screening. Eur. J. Clin. Microbiol. Infect. Dis.
Zhu, H., Wang, L., Fang, C., Peng, S., Zhang, L., Chang, G., Xia, S., & Zhou, W.
2020. Clinical analysis of 10 neonates born to mothers with 2019-nCoV
pneumonia. Translational Pediatrics, 9(1), 51.

23

Anda mungkin juga menyukai