Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh :

Thiufatin Terezky Brilyanti, S.Ked

K1A1 15 045

PEMBIMBING

dr. Lianawati, M.Kes, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Thiufatin Terezky Brilyanti, S. Ked
Judul Kasus :Kehamilan Ektopik Terganggu
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Bagian Ilmu Kebidanan dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2020


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Lianawati , M.Kes., Sp.OG

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas

Nama pasien : Ny. VFH

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa,Tolaki

Nomor RM : 107 12 49

RS dirawat : RS Dr.R. Ismoyo

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ahmad Yani

TMRS : 22/10/2019 (Pukul: 18.50)

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Nyeri perut kiri bawah

2. Anamnesis Terpimpin

Pasien baru masuk datang dengan keluhan nyeri perut bawah

terutama bagian kiri, yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, yang

diperberat 2 hari yang lalu SMRS. Nyeri bersifat hilang timbul tanpa dengan

intensitas nyeri yang masih bisa ditahan oleh pasien. Pasien juga

mengeluhkan keluar bercak darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu

berwarna merah kecoklatan bercampur lendir, dan terkadang disertai

3
gumpalan yang dialami terus menerus namun sedikit-sedikit. Keluhan lain

yakni lemas (+), mual (+), muntah (+) berisi makanan, NUH (+), sakit

kepala (-), nafus makan menurun (-), Ada riwayat PID dan ISK pada tahun

2016. Riwayat asma (-), hipertensi (-), DM (-). Riwayat alergi obat dan

makanan (-). Riwayat penyakit sama dalam keluarga (-). Riwayat trauma pa

da perut (-), riwayat mengurut perut (-). Riwayat Haid: Haid teratur siklus

28 hari dengan durasi lama 3-4 hari. Riwayat pernikahan: pernikahan

pertama sejak tahun 2020. Riwayat pemerikasaan: Plano test 2 minggu lalu

dan hasil (+). Riwayat ANC dan pemeriksaan USG : (-) .Riwayat

penggunaan KB : belum pernah.

Riwayat obstetri : G1P0A0

1. I / 2020/ Kehamilan sekarang

HPHT : 02/10/2020

TP : 09/07/2021

UK : ± 3 minggu

Riwayat ANC : (-)

Suntik TT : (-)

USG : (-)

Riwayat KB : (-)

C. Pemeriksaan Fisis

1. Status Generalis

- Keadaan umum : Sakit sedang

- Kesadaran : Composmentis

4
- Tanda Vital

TekananDara : 110/70 mmHg

h
Nadi : 80 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36,8oC/axillar
2. Pemeriksaan fisik

- Kepala : Normocephal, deformitas (-).


- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)Edema

palpebra (-)
- Hidung : Septum deviasi -/-, sekret -/-
- Telinga : Liang telinga lapang, serumen -/-
- Mulut : Bibir pucat (-), stomatitis (-), caries (-)
- Leher : KGB tidak membesar,deviasi trakea (-)
- Tenggorok : Hiperemis (-), Tonsil T1/T1
- Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular
- Paru : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
- Abdomen :

- Inspeksi : Perut cembung, ikut gerak napas

- Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal

- Palpasi: TFU tidak teraba, nyeri tekan (+) regio

iliac sinistra dan hipogastrika, massa (-) ,defans

muskuler (+)

- Perkusi : Timpani (+)


- Alat genital : Fluksus (+) darah (+)
- Ekstremitas : Edema (-/-), pucat (-/-)
3. Pemeriksaan obstetri

- Pemeriksaan Luar : TFU tidak teraba, abdomen cembung, nyeri tekan

(+) perut kiri bawah, tidak teraba massa, defans muskuler (+)

- Pemeriksaan dalam :

Vulva : Dalam batas normal


Vagina : Dalam batas normal

5
Portio : Lunak-tebal, nyeri goyang portio (slinger pain)(+)
OUE/OUI : Tertutup
Uterus : Sulit dinilai
Adneksa : Massa (-)
Cavum douglasi : Menonjol
Pelepasan : Darah(+), Lendir (+)

4. Pemeriksaan penunjang

a) Plano test (+)

b) Laboratorium

1) Pemeriksaan darah rutin (22-10-2020) : 19:39

Parameter Hasil Nilai rujukan

Hemoglobi 10,8 g/dl 11-16

n
Hematokrit 32,8 % 36-48
WBC 9.800 /uL 4.000 – 10.000
6
RBC 4.11 10 /uL 3.50-5.50
PLT 375.000 /uL 150.000 – 400.000
2) Pemeriksaan Imunoserologi (22-10-2020) :

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
3) Pemeriksaan Kimia Klinik (22-10-2020) :

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


GDS 153 mg/dL <140

C) USG

6
Gambar 1. Pemeriksaan USG

Gambar 2. Pemeriksaan USG

D. Diagnosa

7
- Pre Operatif : G1P0A0 + Gravid preterm (3W) + KET (Kehamilan Ektopik

Terganggu)

- Post Operatif : Kehamilan Ektopik Terganggu (Tuba Fallopi Pars

Ampullaris Sinistra)

E. Penatalaksanaan

1) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

2) IVFD RL 28 tpm

3) Cek Lab

4) Rencana cito laparotomy

5) Siapkan darah 1 sak PRC

6) Inj. Ondansentron 1 amp/iv

7) Inj. Asam tranexamat 1 amp/iv

F. Dokumentasi Operasi

8
Gambar 3. Dokumentasi post operasi

G. Prosedur Operasi

1. Spinal Anestesi

2. Asepsis dan antisepsis

3. Insisi medial ± 10 cm, buka otot dan peritoneum.

4. Evakuasi bekuan darah.

5. Tampak kehamilan tuba pars ampullaris sinistra.

6. Tindakan salphingektomi sinistra.

7. Jahit dnding abdomen

9
H. Terapi Post Operasi
- IVFD RL 28 tpm

- Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv

- Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam/iv

- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/iv

- Pasang metronidazol 1 kolf/8jam/iv

- Pasang kaltrofen supp II/ rectal/6jam

I. Perkembangan Pasien
Hari / Tgl Perjalanan Penyakit Planning (P):
Kamis, S : Pasien datang dengan keluhan - IVFD RL 28 tpm
22/10/2020 nyeri perut yang disertai pengeluaran - Cek Lab
(18.50 darah dari jalan lahir yang dialami - Rencana cito
WITA) sejak 2 hari yang lalu. Keluhan lain laparotomy
  yakni lemas (+), mual (+), muntah - Siapkan darah 1
  (+) berisi makanan, NUH (+) sak PRC
  O: KU: Baik -Inj. Ondansentron
  - TD:110/70 mmHg 1 amp/iv
  - N : 80 x/m - Inj. Asam
  - P: 20 x/m tranexamat 1
- S: 36,8 ˚C/axillar amp/iv
- BAB : (-)
- BAK : DBN
- TFU belum teraba
- Nyeri tekan bagian kiri bawah
abdomen
- PDV :
Vulva : dalam batas normal
Vagina : dalam batas normal
Portio: kenyal, nyeri goyang (+)
OUE/OUI : tertutup
Uterus: sulit dinilai
Adneksa: massa(-)
Cavum douglasi : menonjol
Pelepasan : darah (+), lendir (+)
Darah Rutin (22/10/2020)

10
WBC : 9.8 x 103/uL
RBC : 4.11 x 106/uL
HGB: 10.8 g/dL
HCT: 32.8 %
PLT: 375 x 103/uL
Assessment (A) :
G1P1A0 + KET
Kamis, S : Pasien tiba di ruang bersalin - IVFD RL 28 tpm
22/10/2020 dalam keadaan sadar. Nyeri luka - Inj. Cefotaxime 1
(23.00 bekas operasi (+) gr/12 jam/iv
WITA) O: KU: Baik - Inj. Ranitidine 1
  - TD:110/70 mmHg amp/8 jam/iv
  - N : 80 x/m - Inj. Ketorolac 1
  - P: 20 x/m amp/8 jam/iv
  - S: 36,7 ˚C/axillar - Pasang
  - BAB : (-) metronidazol 1
  kolf/8jam/iv
BAK : DBN
- Pasang kaltrofen
- Verban : kering
supp II/ rectal/6jam
- Fluksus : darah minimal
- Bed rest
Assessment (A) :
POH1 + Post laparotomy e.c KET
Jumat, S : Nyeri luka bekas operasi - Observasi Lanjut
23/10/2020 berkurang (+) - IVFD RL 28 tpm
(09.00 O: KU: Baik - Inj. Cefotaxime 1
WITA) - TD:100/70 mmHg gr/12 jam/iv
  - N : 80 x/m - Inj. Ranitidine 1
  - P: 20 x/m amp/8 jam/iv
  - S: 36,6˚C/axillar - Inj. Ketorolac 1
  - BAB : (-) amp/8 jam/iv
  - BAK : DBN - Pasang
  - Verban : kering metronidazol 1
- Fluksus : darah minimal kolf/8jam/iv
Assessment (A) : - Pasang kaltrofen
POH1 + Post laparotomy e.c KET supp II/ rectal/6jam
- Bed rest

Sabtu, S : Tidak ada keluhan - Aff infus


24/10/2020 O: KU: Baik - Pasien bisa pulang
(06.15 - TD:100/70 mmHg
WITA) - N : 80 x/m
  - P: 20 x/m
  - S: 36,6 ˚C/axillar
  - BAB : (-)
  - BAK : DBN
  - Verban : kering

11
  - Fluksus : darah minimal
Assessment (A) :
POH2 + Post laparotomy e.c KET

BAB II

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur

yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum

uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus)

maka disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).

Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang

sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersedat sehingga

embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya

akan tumbuh di luar rongga Rahim. Sebagian besar kehamilan ektopik

berlokasi di tuba fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang

terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan

intraligamenter.1,5

Gambar 4.Perbedaan Kehamilan normal dan ektopik

B. Epidemologi

13
Secara epidemiologi, kehamilan ektopik terjadi pada sebagian besar

wanita yang berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.

Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan

sosio-ekonomi rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya 2008-2011 didapatkan kelompok usia terbanyak KE ada

pada kelompok usia 21–30 kemudian baru diikuti kelompok usia 31-40 pada

urutan kedua. Penelitian Cunningham di Amerika Serikat melaporkan

bahwa kehamilan ektopik terganggu (KET) lebih sering dijumpai pada

wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit

peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi

kehamilan ektopik terganggu yang berulang berkisar 1-14,6%.2,5,6,7

C. Faktor Resiko Penyebab

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara

patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak

pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar

endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke

endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang

disebutkan adalah sebagai berikut.5,9

1. Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan

saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi

14
silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi

rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan

ektopik. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba

atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di

sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang

menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi

etiologi kehamilan ektopik.

2. Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka

zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian

terhenti dan tumbuh di saluran tuba.

3. Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang

kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih

panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

4. Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik

5. Faktor lain

Termasuk pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul

pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya

kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua (usia ≥ 40

15
tahun) dan faktor merokok (≥ 20 batang/hari) juga sering dihubungkan

dengan terjadinya kehamilan ektopik.

D. Patomekanisme

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai

endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran

tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan

pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk

pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa

perubahan dalam bentuk berikut ini :10,11

1) Hasil konsepsi mati dini dan direabsorpsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati

karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total.

Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya

terlambat untuk beberapa hari.

2) Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah

oleh vili korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat

melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama robeknya

pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau

seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila

pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba

pars abdominalis.

16
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah,

sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung

terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan

(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut

melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di cavum douglasi dan

akana membentuk hematokel retrouterina.

3) Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars

interstitial terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama

yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis ke dalam

lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi

secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam

rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai

menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah,

maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir

ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.

17
Gambar 5. Proses Rupture Dinding Tuba
Bila pada aborus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur

sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis

oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari

tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil

konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus

menerus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia

atau syok karena hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut

akan mengalir ke kavum douglasi yang makin lama makin banyak dan

akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak

dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin

bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila

janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya, bila besar

kelak dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari

tuba dengan masih diselubungi oleh kantung amnion dan dengan

18
plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh uterus dalam rongga perut,

sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk

mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan

meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian

uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

E. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5

berikut ini :5

a. Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas : Pars ampularis

(55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%) dan pars pars interstitial

(2%).

b. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus,

ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering

merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana semua merupakan

kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari

ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian

embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di cavum abdomen,

misalnya dimenterium/mesovarium atau di omentum.

c. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit. Kehamilan ini

berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang

terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya

melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat

hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses

19
kehamilan ini serupa dengan kehmilan abdominal sekunder karena

keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.

d. Kehamilan heterotopic merupakan kehamilan ganda dimana satu janin

berada di cavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan

ektopik. Kejadian sekitar per 15.000-40.000 kehamilan.

e. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun

sangat jarang terjadi.

Gambar 6. Beberapa tempat implantasi pada Kehamilan Ektopik


Terganggu.3

F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan

penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan

dalam kehamilan, sampai teriadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Beberapa
(5,10,12,13,14)
gejala dan tanda yang terdapat pada kehamilan ektopik, antara lain

20
1. Nyeri

Gejala yang berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik sudah

pecah. Gejala yang paling sering dialami adalah nyeri panggul dan perut.

Gejala pencernaan dan pusing atau berkunang-kunang juga sering terjadi,

terutama setelah ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi

diafragma oleh perdarahan.

2. Haid Abnormal

Sebagian besar wanita melaporkan amenorea dengan bercak-

bercak perdarahan per vagina. Perdarahan uterus yang terjadi pada

kehamilan tuba sering disangka sebagai haid sejati. Perdarahan ini

biasanya sedikit, berwarna cokelat tua, dan mungkin intermitten atau

terus menerus. Pada kehamilan tuba jarang terjadi perdarahan

pervaginam yang hebat.

3. Nyeri tekan abdomen dan panggul

Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan vagina,

terutama saat serviks digerakkan, dijumpai pada lebih dari tiga perempat

wanita dengan rupture kehamilan tuba. Akan tetapi, nyeri tekan ini

mungkin tidak ada sebelum terjadi ruptur.

4. Perubahan uterus

Pada kehamilan tuba, uterus dapat tumbuh selama 3 bulan pertama

karena pengaruh hormone plasenta. Konsistensi uterus juga mungkin

serupa dengan yang dijumpai pada kehamilan normal. Uterus dapat

terdorong kesamping oleh massa ektopik, atau jika ligamentum latum

21
terisi oleh darah, uterus dapat sangat terdesak. Silinder desidua uterus

terbentuk pada 5 hingga 10% wanita dengan kehamilan ektopik.

Keluarnya struktur ini mungkin disertai oleh rasa kram yang serupa

dengan yang dialami saat abortus spontan.

5. Tekanan darah dan nadi

Sebelum pecah, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon awal

terhadap ruptur dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda-tanda vital

hingga peningkatan ringan tekanan darah, atau respon vasovagus disertai

bradikardia dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan nadi meningkat

hanya jika perdarahan berlanjut dan terjadi hipovolemia.

6. Suhu

Setelah perdaraha akut, suhu mungkin normal atau bahkan rendah.

Suhu dapat meningkat hingga 38 oC, tetapi tanpa infeksi suhu jarang

melebihi angka tersebut.

7. Massa panggul
Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba suatu massa di panggul
pada 20% pasien. Massa tersebut hampir selalu terletak di posterior atau
lateral uterus. Massa biasanya lunak dan elastis.

Gambar 7. Perdarahan pada rupture tuba darah mengalir ke rongga

22
perut memenuhi cavum douglas melalui ostium tuba
G. Diagnosa

1. Anamnesis

Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang

cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu

diagnostik seperti kuldosentesis, ultrasonografi, dan laparoskopi masih

diperlukan. Melalui anamnesis, dapat ditemukan manifestasi klinis

berupa haid yang biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-

kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian

bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam

terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.5,9

2. Pemeriksaan Fisik

Sekitar 5% wanita dengan kehamilan ektopik terganggu memberikan

tampilan klinis berupa pucat, takikardia, dan hipotensi. Kondisi tersebut

memberikan gambaran adanya perdarahan abdomen yang masif.8

3. Pemeriksaan Ginekologi

Pada kehamilan ektopik terganggu, ditemukan pada pemeriksaan

vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa

nyeri, yang disebut dengan nyeri goyang(+) atau slinger pijn. Demikian

pula kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena

terisi darah. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum

douglasi.5

4. Pemeriksaan Penunjang

23
a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin, Hematokrit dan Hitung Leukosit

Setelah perdarahan, volume darah yang berkurang

dikembalikan ke arah normal oleh hemodilusi yang berlangsung

dalam satu atau beberapa hari. Oleh karena itu, pemeriksaan

hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya

memperlihatkan sedikit penurunan. Pada kehamilan ektopik

terganggu, derajat leukositosis sangat bervariasi. Pada sekitar

separuh wanita, dapat ditemukan leukositosis hingga

30.000/µL.12

2. Pemeriksaan urine untuk kehamilan

Pemeriksaan urine yang tersering digunakan adalah

pemeriksaan latex agglutination inhibition (hambatan

penggumpalan lateks) menggunakan slide dengan sensitivitas

untuk gonadotropin korion (hCG) dalam kisaran 500 hingga 800

mIU/mL. Pada kehamilan ektopik, kemungkinan positif

hanyalah 50 hingga 60 persen. Jika digunakan tabung, deteksi

hCG adalah kisaran 150 hingga 250 mIU/mL, dan uji ini positif

pada 80 hingga 85 persen kehamilan ektopik. Uji yang

menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

sensitive hingga 10 sampai 50 mIU/mL dan positif pada 95

persen kehamilan ektopik.12

3. Pemeriksaan β-hCG serum

24
Radioimmunoassay dengan sensitivitas 5 sampai 10

mIU/mL merupakan metode paling tepat untuk mendeteksi

kehamilan. Karena satu kali hasil pemeriksaan serum yang

positif tidak menyingkirkan kehamilan ektopik, maka

dirancanglah beberapa metode yang menggunakan nilai serum

kuantitatif serial untuk menegakkan diagnosis. Metode ini sering

digunakan bersama dengan sonografi.12

4. Kombinasi β-hCG serum plus sonografi

Jika pada seorang wanita yang hemodinamiknya stabil,

dicurigai terdapat kehamilan ektopik, maka penatalaksanaan

selanjutnya bergantung pada kadar β-hCG serum dan

ultrasonografi. Jika kadar β-hCG kurang dari 1500 mIU/mL dan

pada sonografi uterus kosong, maka tidak dapat ditegakkan

diagnosis pasti. Terdapat selang 20 hari antara deteksi

laboratoirum dan kemungkinan identifikasi kehamilan dengan

ultrasound. Selama periode ini, dapat terjadi abortus,

melanjutkna kehamilannya dan membentuk kantong gestasi

normal atau memperlihatkan tanda-tanda kehamilan ektopik.

Pada wanita dengan kehamilan normal, rerata waktu untuk hCG

dalam serum meningkat dua kali lipatnya adalah sekitar 48 jam.

Kegagalan mempertahankan kecepatan peningkatan produksi β-

hCG ini, disertai oleh kosongnya uterus, mengisyaratkan

25
kehamilan ektopik. Peningkatan serum β-hCG dapat dilihat pada

tabel berikut:

Interval Pengambilan Peningkatan dari


Sampel (Hari) kadar awal (%)
1 29
2 66
3 114
4 175
5 255
Tabel 1: Batas bawah normal untuk peningkatan presentase β-
hCG serum selama kehamilan uterus dini.12,14
5. Progesterone serum

Satu kali pengukuran progesterone sering dapat digunakan

untuk memastikan kehamilan berkembang normal. Nilai yang

melebihi 25 ng/mL menyingkirkan kemungkinan kehamilan

ektopik dengan sensitivitas 97,5 persen. Nilai yang kurang dari 5

ng/mL mengisyaratkan bahwa mudigah-jann telah meninggal,

tetapi tidak menunjukkan lokasinya. Kadar progesterone antara

5 sampai 25 ng/mL bersifat inkonklusif.12,14

b. Pemeriksaan USG

Pada kehamilan normal struktur kantong gestasi intrauterin dapat

dideteksi mulai kehamilan 5 minggu, di mana diameternya sudah

mencapai 5 - 10 mm. Bila dihubungkan dengan kadar Human

Chorionic Gonadotropin (hCG), pada saat itu kadarnya sudah

mencapai 6.000 - 6.500 mlU/ml. Dari kenyataan ini bisa juga

diartikan bahwa bila pada kadar hCG yang lebih dari 6500 mlU/ml

26
tidak dijumpai adanya kantong gestasi intrauterin, maka

kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan.

Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung

pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur,

abortus), serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen.

Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan

bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang letaknya

di luar kavum uteri. Namun, gambaran ini hanya dijumpai pada 5 - 10

% kasus.

Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran

yang spesifik. Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami

sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua.

Kavum uteri sering berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel

desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin

anekoik yang disebut kantong gestasi palsu (Pseudogestational sac).

Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi

Palsu letaknya simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan

struktur cincin ganda.

Seringkali dijumpai massa tumor di daerah adneksa, yang

gambarannya sangat bervariasi. Mungkin terlihat kantong gestasi

yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin hanya berupa massa

ekogenik dengan batas ireguler, ataupun massa kompleks yang terdiri

27
atas sebagian ekogenik dan anekoik. Gambaran massa yang tidak

spesifik ini mungkin sulit dibedakan dari gambaran yang disebabkan

oleh peradangan adneksa, tumor ovarium, ataupun massa

endometrioma. Pada 15 - 20 % kasus kehamilan ektopik tidak

dijumpai adanya massa di adneksa.

Perdarahan intraabdomen yang terjadi akibat kehamilan ektopik

terganggu juga tidak memberikan gambaran spesifik, bergantung

pada banyak dan lamanya proses perdarahan. Gambarannya dapat

berupa massa anekoik di kavum douglasi yang mungkin meluas

sampai ke bagian atas rongga abdomen. Bila sudah terjadi bekuan

darah, gambaran berupa massa ekogenik yang tidak homogen.

Gambaran perdarahan akibat kehamilan ektopik sulit dibedakan dari

perdarahan atau cairan bebas yang terjadi oleh sebab lain, seperti

endometriosis pelvik, peradangan pelvik, asites, pus, kista pecah, dan

perdarahan ovulasi.5

Gambar 8: USG transvaginal kehamilan intrauterin (IUP) dan kehamilan ektopik.


(A) Kehamilan intrauterin pada 6 minggu. Area gelap sentral adalah kantung

28
kehamilan intrauterin dan di dalam kantung adalah struktur lingkaran yang
merupakan kantung kuning telur. Struktur oval kecil di bawah kantung kuning telur
adalah janin. (B) Kehamilan ektopik. Di sebelah kanan gambar adalah rahim
14
normal dan di sebelah kiri rahim adalah kehamilan ektopik berbentuk donat.

Gambar 9 : (a) Kehamilan tuba kanan pada minggu ke 6, dengan tanda gumpalan
dan sinyal ultrasonografi Doppler melingkar, (b) Kehamilan tuba kiri pada minggu
ke 6, dengan kantung yolk sac dan embrio berukuran 2 mm, (c) Kehamilan tuba
kanan pada minggu ke 5, dengan tanda bagel, perhatikan perbedaan echogenisitas
dibandingkan dengan cystic corpus luteum, (d) Kehamilan tuba kanan dalam

hematosalfing berupa cairan bebas berlimpah menunjukkan hematoperitoneum .15

c. Kuldosintesis

Kuldosintesis adalah suatu teknik sederhana untuk

mengidentifikasi hemoperitoneum. Serviks ditarik kearah simfisis

dengan sebuah tenaculum dan dimasukkan sebuah jarum panjang

ukuran 16 atau 18 melalui forniks posterior ke dalam cul-de-sac.

Potongan bekuan darah lama yang mengandung cairan, atau cairan

mengandung darah yang tidak membeku, sesuai dengan diagnosis

hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik. Jika darah yang disedot

29
membeku, maka darah tersebut mungkin berasal dari pembuluh

darah yang tertusuk dan bukan dari perdarahan pada kehamilan

ektopik. Tidak adanya cairan yang tersedot, tidak menyingkirkan

diagnosis kehamilan ektopik.10

Gambar 10. Teknik kuldosintesis.5

Gambar 11. Alur diagnosis kehamilan ektopik16


H. Diagnosa Bedah

30
1) Kuretase

Diferensiasi antara abortus iminens atau inkomplit dengan kehamilan

tuba pada banyak kasus dapat dilakukan dengan kuretase rawat jalan.

Kuretase pada kasus yang dicurigai abortus inkomplit versus

kehamilan ektopik, bila progesteron serum kurang dari 5ng/ml, kadar

β-hCG meningkat abnormal (kurang dari 2000 mU/ml), dan

kehamilan uterus tidak terlihat dengan menggunakan sonografi

transvaginal. 10,17

2) Laparoskopi.

Keuntungan laparoskopi diagnostik antara lain adalah :

a. Diagnosis definitif pada kebanyakan kasus

b. Sekaligus untuk mengangkat massa ektopik dengan laparoskopi

operatif

c. Menyuntikkan agen kemoterapi ke dalam massa ektopik secara

langsung

Visualisasi pelvis secara lengkap mungkin tidak dapat

dilakukan bila ada radang pelvis atau perdarahan aktif. Kadang-

kadang, identifikasi kehamilan tuba dini yang tidak ruptur sulit

dilakukan, sekalipun tubanya dapat terlihat dengan jelas. 10,17

3) Laparotomi

Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik

tidak stabil, atau kalau tidak mungkin dilakukan laparoskopi.

Laparotomi hendaknya tidak ditunda saat melakukan laparoskopi pada

31
seorang wanita yang jelas mengalami perdarahan abdominal yang

memerlukan terapi definitif segera. Laparoskopi lebih murah, dan

masa pemulihannya pascaoperasi lebih singkat. 10,17

I. Penatalaksanaan

Manajemen pengelolaan kehamilan ektopik pada umumnya berupa

tindakan operasi laparotomi atau laparoskopi, meskipun demikian terapi

medikamentosa dengan metotreksat juga dapat dipertimbangkan. Sampai

saat ini perawatan bedah konvensional dengan laparotomi masih merupakan

modalitas pengobatan yang paling banyak digunakan.13

Penatalaksanaan yang tepat dan cepat dapat mencegah kematian ibu

karena kehamilan ektopik. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 56

pasien, 3 (5,4%) memiliki kehamilan tuba yang tidak rusak, 27 (48%) telah

pecah kehamilan ektopik dan 26 (46,3%) memiliki kehamilan ektopik

kronis. Dengan laparotomi, salpingektomi dilakukan pada 21 (37,4%)

pasien, salpingoooforektomi pada 26 (46,3%), pemotongan tanduk rahim

rudimenter pada 4 (7,1%), reseksi dan end-to-end anastomosis di 1 (1,8%)

dan total histerektomi abdominal pada 4 (7,1%). Dan tidak ada kematian ibu

yang terjadi.13

1. Tindakan Operasi

Tujuan utama dari tindakan operasi adalah mengangkat jaringan

trofoblas. Laparoskopi masih merupakan standar baku emas tindakan

bedah untuk kehamilan ektopik. Laparotomi dilakukan hanya jika

laparoskopi tidak dimungkinkan karena alasan teknis, logistik, atau

32
medis. Keuntungan dari laparoskopi dibandingkan laparotomi adalah

akses yang lebih cepat ke perut, pembedahan yang lebih pendek, lebih

sedikit kehilangan darah, perlekatan pasca operasi yang lebih luas,

pemulihan yang lebih cepat, dan biaya rawat inap dan rehabilitasi yang

lebih rendah.15

Indikasi untuk tindakan bedah pada kehamilan ektopik tercantum

pada gambar dibawah ini:

33
Gambar 12. Terapi bedah dan obat-obatan pada kehamilan ektopik,

dimodifikasi oleh pisarka, et al.15

Gambar 13. Algortima tindakan laparoskopi pada kehamilan ektopik.15

Pembedahan tuba untuk kehamilan ektopik dianggap konservatif jika

tuba diselamatkan. Contohnya adalah salpingostomy, salpingotomy dan

ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria. Pembedahan radikal

dilakukan jika diperlukan salpingektomi.

Salpingostomi merupakan tindakan yang digunakan untuk

mengeluarkan kehamilan kecil yang biasanya panjangnya kurang dari 2

34
cm dan terletak di sepertiga distal tuba falopii. Pada prosedur ini dibuat

sebuah insisi linear dengan panjang 10 sampai 15 mm atau kurang, di tepi

antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik.Setelah insisi hasil

konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.

Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan

elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali)

untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan

laparotomi maupun laparoskopi. Pada dasarnya prosedur salpingotomi

sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi

dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba

pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi. 11

Gambar 14. (A) Salfingostomi linier untuk mengeluarkan sebuah


kehamilan tuba kecil di sepertiga distal tuba fallopi,
(B)insisi tidak dijahit.12

Salpingektomi merupakan tindakan reseksi tuba yang dapat

dilakukan melalui laparoskop operatif dan dapat digunakan baik pada

kehamilan ektopik terganggu atau belum terganggu. Saat mengangkat

tuba falopii, dianjurkan untuk membuat sayatan baji tidak melebihi

sepertiga luar bagian interstisium tuba. Reseksi kornu ini dilakukan

35
sebagai upaya memperkecil kemungkinan (walaupun jarang)

kekambuhan kehamilan di kantong tuba.

Reseksi segmental dan anastornosis kadang-kadang dilakukan untuk

kehamilan ismus yang belum ruptur. Pendekatan ini digunakan untuk

menghindari pembentukan jaringan parut dan penyempitan yang

ditimbulkan oleh salpingostomi. Setelah segmen tuba dipajankan,

mesosalping di bawah tuba disayat, dan ismus tuba yang mengandung

massa ektopik direseksi. Mesosalping dijahit sehingga puntung tuba

menyatu. Segmen tuba kemudian dijahit lapis demi lapis dengan Vicryl

7-0 interuptus. Prosedur ini paling baik dilakukan dengan teknik bedah

mikro dan pembesaran lapangan operasi.12

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1)

kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak

menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4)

telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien

meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,

7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa

gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Metode ini lebih dipilih daripada

salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut

dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.

36
Gambar 15. (A) kehamilan ektopik tuba kiri melalui laparoskopik, (B)
kehamilan ektopik tuba setelah dilakukan tindakan
salpingektomi.13
2. Medikamentosa

Terapi kehamilan ektopik secara medikamentosa dapat

dipertimbangkan untuk indikasi tertentu dan hanya ketika kondisi pasien

aman. Penggunaan metotreksat bermanfaat untuk menurunkan nilai hCG

yang terus meningkat setelah dilakukan operasi konservatif. Metotreksat

merupakan antagonis asam folat yang aktivitasnya terutama dalam sel-sel

yang berproliferasi cepat di tempat implantasi, khususnya trofoblas.

Tingkat keberhasilan pengobatan metotreksat dilaporkan bervariasi,

dengan tingkat mulai dari 63% hingga 97%. Namun demikian, ini

tergantung pada level ß-HCG. Semakin rendah level serum pada awal

terapi, semakin tinggi tingkat keberhasilannya. Metotreksat dapat

diberikan secara lokal atau sistemik dengan injeksi intramuskular 1 mg /

kg atau 50 mg / m2. Wanita dengan hematokrit di bawah 35% harus

minum 325 mg besi sulfat dua kali sehari karena mereka dapat berdarah

selama pengangkatan laparoskopi dan sesudahnya. Jika kadar ß-hCG

tidak menurun setidaknya 15% setelah 7 hari, dosis kedua metotreksat

harus diberikan. Protocol penggunaan metotreksat dapat dilihat pada

gambar berikut:

37
Gambar 16. Algoritma protocol penggunaan metotreksat.17
Penggunaan metotreksat secara selektif dapat sama efektifnya

dengan operasi walaupun efek sampingnya mungkin terjadi, seperti

penekanan sumsum tulang, peningkatan enzim hati, ruam, alopecia,

38
stomatitis, mual, diare, dan pada tingkat yang lebih rendah pleuritis,

dermatitis, konjungtivitis, gastritis dan enteritis.17

Adapun syarat pemberian metotreksat, antara lain yaitu kehamilan

ektopik dengan GS < 3 cm, tidak terdapat perdarahan aktif atau darah

pada cavum douglasi < 100cc, kadar hCG < 1500 mIU/ml. Dengan dosis

pemberian metotreksat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 17. Dosis pemberian metotreksat.10


J. Komplikasi

Komplikasi paling umum dari kehamilan ektopik adalah ruptur,

yang terjadi pada 15% -20% kehamilan ektopik. Ini dapat menyebabkan

perdarahan yang mengancam jiwa dan seringkali membutuhkan

pembedahan segera. Pada pasien dengan tes kehamilan positif,

hemoperitoneum sedang atau besar tanpa visualisasi IUP normal sangat

mencurigakan untuk kehamilan ektopik yang pecah.16,17

K. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun

dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Akan tetapi, bila

pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.Risiko kematian

39
akibat kehamilan di luar uterus lebih besar daripada kehamilan yang

memberi hasil lahir hidup atau yang diberhentikan secara sengaja. Selain

itu kemungkinan untuk kembali hamil dengan baik akan berkurang setelah

kehamilan ektopik. Namun, dengan diagnosis yang lebih dini, baik

kelangsungan hidup ibu maupun konservasi kapasitas reproduksi dapat

ditingkatkan.3

BAB III
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Kasus Teori
- Pasien wanita usia 27 tahun Secara epidemiologi
sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun.
Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukanoleh
Santoso di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya 2008-2011 didapatkan
kelompok usia terbanyak KE ada
pada kelompok usia 21–30
kemudian baru diikuti kelompok
usia 31-40 pada urutan kedua.
Penelitian lain di Amerika Serikat
oleh Cunningham melaporkan
bahwa kehamilan ektopik
terganggu (KET) lebih sering
dijumpai pada wanita kulit hitam
dari pada kulit putih karena
prevalensi penyakit peradangan
pelvis lebih banyak pada wanita
kulit hitam. Frekuensi kehamilan
ektopik terganggu yang berulang
1-14,6%.
- Pasien baru masuk datang Gambaran klinik kehamilan tuba
dengan keluhan nyeri perut yang belum terganggu tidak khas,
bawah terutama bagian kiri, dan penderita maupun dokternya

40
yang dirasakan sejak 2 biasanya tidak mengetahui
minggu yang lalu, yang adanya kelainan dalam
diperberat 2 hari yang lalu kehamilan, sampai teriadinya
SMRS. Nyeri bersifat hilang abortus tuba atau ruptur tuba.
timbul tanpa dengan intensitas Adapun beberapa gejala dan
nyeri yang masih bisa ditahan tanda yang terdapat pada
oleh pasien. Pasien juga kehamilan ektopik, antara lain
mengeluhkan keluar bercak
gejala yang berkaitan dengan
darah dari jalan lahir sejak 2
apakah kehamilan ektopik sudah
hari yang lalu berwarna merah
kecoklatan bercampur lendir, pecah yaitu nyeri panggul dan
dan terkadang disertai atau perut. Gejala pencernaan
gumpalan yang dialami terus dan pusing atau berkunang-
menerus namun sedikit- kunang juga sering terjadi,
sedikit. Keluhan lain yakni terutama setelah ruptur. Nyeri
lemas (+), mual (+), muntah dada pleuritik dapat terjadi akibat
(+) berisi makanan, NUH (+), iritasi diafragma oleh perdarahan.
sakit kepala (-), nafus makan Gangguan haid abnormal ditandai
menurun (-) dengan menstruasi yang sangat
bervariasi diikuti oleh sedikit
pendarahan vagina atau bercak.
Perdarahan uterus yang terjadi
pada kehamilan tuba sering
disangka sebagai haid sejati.
Perdarahan ini biasanya
berwarna cokelat tua, dan
mungkin intermitten atau terus
menerus. Pada kehamilan tuba
jarang terjadi perdarahan
pervaginam yang hebat.

B. Pemeriksaan fisik
Kasus Teori
- Dari hasil pemeriksaan fisik Nyeri tekan abdomen dan
didapatkan tanda vital ; dan pemeriksaan vagina,
Tekanan darah 110/70 mmHg, terutama saat serviks digerakkan,
suhu tubuh 36,8oC/axillar, nadi dijumpai pada lebih dari tiga
80x/m, pernapasan 20 x/menit. perempat wanita dengan rupture
- Pemeriksaan abdomen kehamilan tuba. Pemeriksaan
didapatkan perut cembung, ginekologi pada kehamilan
ikut gerak nafas, tidak teraba
ektopik terganggu, ditemukan
TFU dan didapatkan nyeri
pada pemeriksaan vaginal bahwa
tekan pada regio iliac sinistra

41
dan hipogastrika, defans usaha menggerakkan serviks uteri
muscular (+) menimbulkan rasa nyeri, yang
- Pada pemeriksaan dalam disebut dengan nyeri goyang(+)
vagina ditemukan portio lunak atau slinger pain. Demikian pula
tebal,nyeri goyang porsio, kavum douglasi menonjol dan
cavum douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena
tidak ada pembukaan serta terisi darah. Hematokel
pelepasan berupa darah dan
retrouterina dapat diraba sebagai
lendir.
tumor di kavum douglasi. Akan
tetapi, nyeri tekan ini mungkin
tidak ada sebelum terjadi ruptur.
Sebelum pecah, tanda-tanda
vital umumnya normal. Respon
awal terhadap ruptur dapat
berkisar dari tanpa perubahan
tanda-tanda vital hingga
peningkatan ringan tekanan darah,
atau respon vasovagus disertai
bradikardia dan hipotensi.
Tekanan darah akan turun dan
nadi meningkat hanya jika
perdarahan berlanjut dan terjadi
syok hipovolemik.

C. Pemeriksaan penunjang
Kasus Teori
Pada kasus telah dilakukan Secara teori, kehamilan tuba
pemeriksaan penunjang berupa biasanya tidak dapat mencapai
plano tes dan didapatkan hasil cukup bulan, biasanya berakhir
yang positif, pemeriksaan pada minggu ke 6-12 dan paling
laboratorium yang di lakukan sering antara minggu ke 6-8.
menunjukan adanya penuruan Berakhirnya kehamilan tuba ada
konsentrasi hemoglobin yakni dua cara, yaitu: abortus tuba dan
10,8 g/dl. rupture tuba. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan USG: tampak massa yang tersering digunakan adalah
di adneksa kiri pemeriksaan latex agglutination
inhibition (hambatan
penggumpalan lateks)
menggunakan slide dengan
sensitivitas untuk gonadotropin
korion (hCG) dalam kisaran 500
hingga 800 mIU/mL. Pada
kehamilan ektopik, kemungkinan
positif hanyalah 50 hingga 60

42
persen. Jika digunakan tabung,
deteksi hCG adalah kisaran 150
hingga 250 mIU/mL, dan uji ini
positif pada 80 hingga 85 persen
kehamilan ektopik. Uji yang
menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA)
sensitive hingga 10 sampai 50
mIU/mL dan positif pada 95
persen kehamilan ektopik.Pada
gambaran USG, sebagian besar
kehamilan ektopik tidak
memberikan gambaran yang
spesifik. Gambar USG kehamilan
ektopik sangat bervariasi
bergantung pada usia kehamilan,
ada tidaknya gangguan kehamilan
(ruptur, abortus), serta banyak dan
lamanya perdarahan
intraabdomen. Diagnosis pasti
kehamilan ektopik secara USG
ditegakkan bila terlihat kantong
gestasi berisi mudigah/janin hidup
yang letaknya di luar kavum uteri.
Namun, gambaran ini hanya
dijumpai pada 5 - 10 % kasus.
Gambaran lainnya berupa ukuran
uterus mungkin besarnya normal,
atau mengalami sedikit
pembesaran yang tidak sesuai
dengan usia kehamilan.
Endometrium menebal ekogenik
sebagai akibat reaksi desidua.
Kavum uteri sering berisi cairan
eksudat yang diproduksi oleh sel-
sel desidua, yang pada
pemeriksaan terlihat sebagai
struktur cincin anekoik yang
disebut kantong gestasi palsu
(Pseudogestational sac). Berbeda
dengan kantong gestasi yang
sebenarnya, kantong gestasi Palsu
letaknya simetris di kavum uteri
dan tidak menunjukkan struktur
cincin ganda.

43
D. Penatalaksanaan
Kasus Teori
Rencana terapi yang akan di Hal ini sesuai dengan
lakukan yakni : kepustakaan dimana, manajemen
1) Observasi keadaan umum pengelolaan kehamilan ektopik
pada umumnya berupa tindakan
dan tanda-tanda vital operasi laparotomi atau
laparoskopi. Meskipun demikian,
2) IVFD RL 28 tpm terapi medikamentosa dengan
metotreksat juga dapat
3) Cek Lab
dipertimbangkan. Terlepas dari
4) Rencana cito laparotomy berbagai kemajuan terbaru dalam
pengelolaan kehamilan ektopik,
5) Siapkan darah 1 sak PRC perawatan bedah konvensional
dengan laparotomi masih
6) Inj. Ondansentron 1 amp/iv merupakan modalitas
pengobatan yang paling banyak
7) Inj. Asam tranexamat 1 digunakan. Pembedahan tuba
untuk kehamilan ektopik
amp/iv dianggap konservatif jika tuba
diselamatkan. Pembedahan
radikal dilakukan jika diperlukan
salpingektomi.Salpingektomi
merupakan tindakan reseksi tuba
yang dapat dilakukan melalui
laparoskop operatif dan dapat
digunakan baik pada kehamilan
ektopik terganggu atau belum
terganggu.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Risilwa dan Dewi. Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan

Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 17, No. 1, Hal. 26-32, 2017.

2. Christina., Widjajahakim. Kehamilan Ektopik Terganggu di Abdomen.

Universitas Kristen Krida Wacana

3. Augustin, goran. Acute Abdomen During Pregnancy 2nd Edition. Springer.

2018

4. Lamboan PS., dkk. 2015. Gambaran Kehamilan Ektopik Terganggu di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2012 - 31

Desember 2013. Jurnal e-Clinic. Vol. 3. No. 2.

5. Prawirohardjo,Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.


2008.
6. Santoso, B. Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik. JurnalNers.
Volume 6(2).

45
7. O, Ziegner. Extrauterine Abdominal Pregnancy. Swiss Society Of

Neonatology. 2013.

8. Institute of Obstetricians and Gynecologists. Clinical Practice Guideline


the Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. Royal College of
Physicians of Ireland, 2017. Hal : 4-10.
9. Barash, JH, Buchanan, EM dan Hillson, Christina. Diagnosis and
Management of Ectopic Pregnancy. Thomas Jefferson University,
Philadelphia, Pennsylvania, July 1, 2014, Volume 90, Number 1. Hal : 34-39.
10. Cunningham et al. Ectopic Pregnancy dalam Williams Obstetri 23th

Editon. McGraw-Hill Companies. 2010

11. Krisnadi, SR. 2005. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 16-23.
12. Leveno, KJ dkk. 2004. Obstetr William: Panduan Ringkas, Edisi 21.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 66-75.
13. Abdulkareem, TA dan Eidan, SM. Ectopic Pregnancy: Diagnosis,
Prevention and Management. Published by Intech, 2017. Hal : 49-59.
14. Sivalingam, VN dkk. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.

JFam Plann Reprod Health Care. 2011; 37(4): 231–240.

15. Taran, FA dkk. The Diagnosis and Treatment of Ectopic Pregnancy.


Department of Gynecology and Obstetrics, University Hospital Tübingen.
Deutsches Ärzteblatt International, Dtsch Arztebl Int 2015; 112: 693–704.
16. Lee, Robert dkk. Diagnosing Ectopic Pregnancy in the Emergency Setting.
Department of Radiology, University of Massachusetts Medical School,
Worcester, MA, USA, 2018 January: 37 (1): 78-86.
17. Alkatout, Ibrahim dkk. Diagnostic and Treatment Modalities for All

Localizations of Ectopic Pregnancy. International Journal of Women’s

Health and Reproduction Sciences, Vol. 5, No. 2, April 2017, 82-89.

46

Anda mungkin juga menyukai