Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

REFLEKSI KASUS
STATUS GINEKOLOGI

Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2017


Ruangan : Kebidanan RSUD UNDATA
Jam : 09.00 WITA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. F Nama suami : Tn. A
Umur : 42 tahun Umur : 45 Tahun
Alamat : Jln. Monginsidi Alamat : Jln. Monginsidi
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1

II ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Perut membesar dan nyeri.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan perutnya membesar disertai
nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut hanya nyeri biasa namun
lama kelamaan teraba benjolan di perut dan membuat perut membesar.
Benjolan kemudian menyebabkan nyeri yang tembus sampai ke
belakang. Karena nyeri, pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Keluhan disertai dengan perdarahan dari kemaluan sejak satu bulan
terakhir. Pasien mengaku memiliki haid yang tidak teratur. Apabila haid
pasien mengaku merasa nyeri yang hebat. Tidak ada keluhan
perdarahan pervaginam. Keluhan lain seperti mual, muntah, pusing dan
sakit kepala tidak ditemukan. BAB dan BAK baik dan lancar.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Pasien sebelumnya sudah pernah ke praktek dokter swasta dan


melakukan pemeriksaan, dari hasil USG menurut dokter praktek swasta
pasien mengalami kista ovarium dan dianjurkan untuk dilakukan
tindakan operasi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-). DM (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi, DM, dan asma disangkal oleh pasien. Pasien memiliki
riwayat alergi terhadap obat-obatan golongan Penisilin.

E. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari, tetapi sejak 2015 tidak teratur
Lama haid : 5-7 hari
Banyak : 2-3x ganti pembalut
Dismenorrhea : (+)

F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan dengan suami sekarang 15 tahun

G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:


P 2 A0
1. Anak pertama lahir tahun 2002, lahir normal, BBL: 3.200 gram.
2. Anak kedua lahir tahun 2004, lahir normal, BBL: 3.300 gram.
H. Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
(-) Pil KB (-) Suntik KB 3 bulanan (-) IUD
(-) Susuk KB (-) Lain-lain

I. Riwayat Operasi : Belum pernah.

J. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TB : 150cm BB : 68kg
Tanda Vital : TD : 120 / 90 mmHg
N : 92 x / menit
RR : 22 x / menit
Suhu : 36,5 C
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan putih (uban)
Mata : Conjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Edema palpebra (-/-)
Thorax :
Mammae : Simetris
Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -
Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lihat status ginekologi
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

B. STATUS GINEKOLOGI
Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (-),
linea nigra (-), luka bekas SC (-)
Palpasi : TFU tidak teraba, nyeri tekan pada perut bawah, teraba
massa pada regio suprapubic
Auskultasi : DJJ (-)

ANOGENITAL
o Inspeksi : tidak ada pengeluaran
o Bimanual : tidak dilakukan
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium :
Hematologi lengkap tanggal 28 082017
Pemeriksaaan Hasil Range
Hb 9,4 gr/dL 11.0-15.0
Hct 34,2 % 36.0-48.0
Eritrosit 4,60 x 106 uL 3.50-5.50
MCV 74 fL 80.0-99.0
MCH 23,2 pg 26.0-32.0
MCHC 31,1 g/dl 32.0-36.0
Trombosit 403.000/ uL 150.000-390.000
Leukosit 10,8 ribu/uL 4.0-10.0
GDP 66 mg/dl 70 126
GD 2 jam PP 87 mg/dl 70 140
Ureum 20 mg/dl 8 53
Kreatinin 0,5 mg/dl 0,6 1,2
SGOT 10 u/L 8 33
SGPT 15 u/L 4 36
CT 730 4 10
BT 5 1 5
Rapid Test Non Reaktif
HBsAg Non Reaktif
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Urine rutin tanggal 28 82017


Pemeriksaaan Hasil Range
pH 6,0 Asam
Berat Jenis 1.025 1.000
Protein (+/-) (-)
Glukosa (-) (-)
Keton (-) (-)
Bilirubin (-) (-)
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit (-) (-)
Lekosit (+3) (-)
Eritrosit (-) (-)
Sedimen:
-Leukosit (+) penuh 0-2
-Eritrosit 25 0-3
-Silinder (-) (-)
-Epitel (++) (+)
-Kristal (-) (-)

2. Foto Thoraks PA
Kesan:
a. Bronchitis
b. Besar Cor Normal
c. Tulang-tulang intak.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

3. USG

Tampak ovarium kiri dan kanan membesar berukuran:


a. Kanan : 67,3 mm x 76,6 mm
b. Kiri : 58,5 mm x 48,6 mm
Kesan: kista ovarium

4. EKG

Kesan : Cardiac stabil, tidak ada kontraindikasi dilakukan operasi


BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

V. RESUME
Pasien wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan perutnya
membesar disertai nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut hanya nyeri
biasa namun lama kelamaan teraba benjolan di perut dan membuat perut
membesar. Benjolan kemudian menyebabkan nyeri yang tembus sampai ke
belakang. Karena nyeri, pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Keluhan disertai dengan perdarahan dari kemaluan sejak satu bulan terakhir.
Pasien mengaku memiliki haid yang tidak teratur. Apabila haid pasien
mengaku merasa nyeri yang hebat. Tidak ada keluhan perdarahan
pervaginam. Keluhan lain seperti mual, muntah, pusing dan sakit kepala tidak
ditemukan. BAB dan BAK baik dan lancar. Pasien sebelumnya sudah pernah
ke praktek dokter swasta dan melakukan pemeriksaan, dari hasil USG
menurut dokter praktek swasta pasien mengalami kista ovarium dan
dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tanda vital; TD 120/90 mmHg, N 92 x/menit, R
22x/menit, S: 36,5oC. Konjungtiva; anemis -/-.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi perut tampak
buncit, dan palpasi didapatkan nyeri tekan pada perut bawah serta teraba
massa pada regio suprapubic.
Pemeriksaan laboratorium: WBC 10,8 x103/L, RBC 4,60 x106/L,
Hb 9,4 g/dL, PLT 403 x103/L, CT 7 menit 30 detik, BT 5 menit, GDP 66
mg/dL, SGOT 10 u/L, SGPT 15 u/L, Protein urin (+/-). Pemeriksaan USG
didapatkan adanya kista ovarium bilateral.

VI. PERMASALAHAN
1. Kurangnya pemahaman keluarga terhadap gejala yang dialami oleh
pasien sehingga baru membawa pasien ke rumah sakit setelah 3
bulan setelah gejala muncul
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

2. Kurangnya kunjungan pemeriksaan oleh pasien ke bidan maupun


dokter pada saat timbul gejala, sehingga tidak mengetahui secara
pasti riwayat kesehatan pasien.

VII. DIAGNOSIS
Kista Ovarium + Anemia

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Observasi keadaan umum dan vital sign
2. Rencana transfuse darah 2 bag PRC
3. Inj. Ketorolac/8 jam/IV
4. Rencana Laparatomi
5. Konsul Dokter Penyakit Dalam

IX. FOLLOW UP

Tgl S O A P
29/8/17 Perut Ku / Kes : Sakit sedang Kista - Observasi KU
membesar dan / CM ovarium + +TTV
terasa nyeri Conj. Anemis -/- Anemia - Konsul dokter
perut bagian St. Generalis : penyakit dalam,
bawah T : 120 / 90 mmHg tidak ada
N : 80x/mnt kontraindikasi
S : 36,5 dilakukan

P : 20 x/mnt operasi.

St. ginekologi : - Rencana

Teraba massa pada operasi tanggal

regio suprapubic 24/1/2017.

Laboratorium :
Hb post transfuse 10,7
g/dl
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Tgl S O A P
30/8/17 Perut Ku / Kes : Sakit sedang Kista - Observasi KU
membesar dan / CM ovarium + +TTV
terasa nyeri Conj. Anemis -/- Anemia - Rencana
perut bagian St. Generalis : laparatomi hari
bawah T : 120 / 80 mmHg ini
N : 82x/mnt
S : 36,5
P : 20 x/mnt
St. ginekologi :
Teraba massa pada
regio suprapubic
Laboratorium :
Hb post transfuse 10,7
g/dl

Tanggal 30 Agustus 2017, pukul 10.25 WITA dilakukan Laparatomi


Lapooran tindakan laparatomi:
Posisikan pasien posisi supinasi di bawah pengaruh anastesi spinal.
Desinfeksi area operasi dengan kasa steril dan betadine.
Memasang duk steril.
Insisi abdomen dengan metode Pfannenstiel, lapis demi lapis menembus
secara tajam dan tumpul, kontrol perdarahan.
Insisi SBR lapis demi lapis menembus secara tajam dan tumpul, control
perdarahan.
Eksplorasi cavum abdomen, tampak ovarium kanan membesar, ukuran 10
cm.
Eksplorasi cavum abdomen, tampak ovarium kiri membesar disertai mioma
ukuran 10 cm.
Dilakukan kistektomi bilateral, miomektomi sinistra dan ooferektomi
dextra.
Eksplorasi cavum abdomen, dilakukan tubectomy bilateral.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Membersihkan cavum abdomen dengan NaCl.


Jahit abdomen lapis demi lapis, kontrol perdarahan.
Bersihkan luka dan tutup luka menggunakan kasa steril dan betadine.
Operasi selesai.

Dokumentasi Operasi:

Kista ovarium dextra


BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Kista ovarium sinistra dan mioma pada uterus

Ooferektomy dextra

Instruksi post operasi :


Observasi KU, TTV dan perdarahan
IVFD RL : Futrolit : Dex 5% (1:1:1) 28 tpm
Inj. Anbacim 1 gr/8 jam/IV
Inj. Santagesik 1 gr/8 jam/IV
Metronidazole drips/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/IV
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV
Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam/IV
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam/IV
Transfusi 1 labu PRC
Puasa 2 3 jam, makan makanan lunak
Cek Hb 8 jam post transfusi.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Tgl S O A P
31/8/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Observasi KU
(+), mual (+), / CM Laparatomy +TTV
muntah 1 x, St. Generalis : H1 a/i Kista - Lanjutkan
sakit kepala Conj. Anemis -/- ovarium + terapi post
(+), flatus (+), T : 110 / 70 mmHg mioma uteri operasi
BAK (+), BAB N : 74x/mnt subserosa
(-) S : 36,3
P : 20 x/mnt

Laboratorium :
Hb post transfuse 11,5
g/dl
WBC: 18,0
PLT: 237

Tgl S O A P
1/9/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Observasi KU
(+), mual (-), / CM Laparatomy +TTV
muntah (-), St. Generalis : H2 a/i Kista - Af f infus
sakit kepala (-), Conj. Anemis -/- ovarium + - Terapi oral:
flatus (+), T : 120 / 70 mmHg mioma uteri Cefadroxyl
BAK (+), BAB N : 84x/mnt subserosa 2x1
(-) 2 hari. S : 36,5 PCT 3 x1
P : 20 x/mnt Hemafort
1x1
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Tgl S O A P
2/9/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Terapi oral:
(+), mual (-), / CM Laparatomy Cefadroxyl
muntah (-), St. Generalis : H3 a/i Kista 2x1
sakit kepala (-), Conj. Anemis -/- ovarium + PCT 3 x1
flatus (+), T : 120 / 80 mmHg mioma uteri Hemafort
BAK (+), BAB N : 88x/mnt subserosa 1x1
(-) 3 hari. S : 36,0 - Boleh rawat
P : 20 x/mnt jalan
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus obstetri yang


harus dilakukan terhadap pasien adalah anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis didapatkan pasien wanita usia 42 tahun datang dengan
keluhan perutnya membesar disertai nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut
hanya nyeri biasa namun lama kelamaan teraba benjolan di perut dan membuat
perut membesar. Benjolan kemudian menyebabkan nyeri yang tembus sampai ke
belakang. Karena nyeri, pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Keluhan
disertai dengan perdarahan dari kemaluan sejak satu bulan terakhir. Pasien
mengaku memiliki haid yang tidak teratur. Apabila haid pasien mengaku merasa
nyeri yang hebat. Tidak ada keluhan perdarahan pervaginam. Keluhan lain seperti
mual, muntah, pusing dan sakit kepala tidak ditemukan. BAB dan BAK baik dan
lancar. Pasien sebelumnya sudah pernah ke praktek dokter swasta dan melakukan
pemeriksaan, dari hasil USG menurut dokter praktek swasta pasien mengalami kista
ovarium dan dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis. Tanda vital; TD 120/90 mmHg, N 92 x/menit, R 22x/menit, S:
36,5oC. Konjungtiva; anemis -/-. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi
perut tampak buncit, dan palpasi didapatkan nyeri tekan pada perut bawah serta
teraba massa pada regio suprapubic. Pemeriksaan laboratorium: WBC 10,8
x103/L, RBC 4,60 x106/L, Hb 9,4 g/dL, PLT 403 x103/L, CT 7 menit 30 detik,
BT 5 menit, GDP 66 mg/dL, SGOT 10 u/L, SGPT 15 u/L, Protein urin (+/-).
Pemeriksaan USG didapatkan adanya kista ovarium bilateral.
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan Pasien masuk RS
dengan keluhan perut membesar dan terasa nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya
perut hanya nyeri biasa namun lama kelamaan teraba benjolan di perut dan
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

membuat perut membesar. Benjolan kemudian menyebabkan nyeri yang tembus


sampai ke belakang. Karena nyeri, pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Berdasarkan teori, kista ovarium ada umumnya tidak bergejala tetapi gejala
seperti nyeri ataupun gangguan siklus menstruasi dapat terjadi akibat pecahnya
dinding kista, penekanan pada organ sekitar, maupun mengarah pada keganasan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen tampak cembung, dan teraba
massa kistik, konsistensi kenyal, dan nyeri tekan. Dari hasil pemeriksaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa ukuran tumor berukuran besar dan berisi cairan karena
konsistensinya lunak dan timpani pada saat diperkusi. Hal ini juga didukung oleh
hasil pemeriksaan USG yaitu kista ovarium. Pada kasus ini untuk penanganan
gejala awalnya diberikan injeksi ketorolak. Seperti yang diketahui ketorolak atau
ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid, yang
masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara struktur
kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia
obat tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi
aksi nosiseptif dari opioid. Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah
menghambat sistesa prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif
dari enzim siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS
pada umumnya, ketorolak merupakan penghambat COX non selektif.
Berdasarkan klasifikasi kista ovarium, jenis kista dapat berukuran besar
adalah kistadenoma ovari serosum. Namun untuk menegakkan diagnosis jenis kista
ini, perlu pemeriksaan histopatologi. Tumor ovarium ini terbanyak ditemukan
bersama-sama dengan kistadenoma ovari musinosum dan dijumpai pada golongan
umur yang sama. Kista ini sering ditemukan bilateral (10-20%) daripada
kistadenoma musinosum. Tumor serosa dapat membesar sehingga memenuhi ruang
abnomen, tetapi lebih kecil dibanding dengan ukuran kistadenoma musinosum.
Permukaan tumor biasanya licin, tetapi dapat juga lobulated karena kista serosum
pun dapat berbentuk multikolur, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista
putih keabuan.
Ciri khas dari kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga
kista sebesar 50% dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista cair,
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

kuning dan kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak jarang, kistanya
sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid
papiloma).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sulit membedakan gambaran
makroskopis kistadenoma serosum papileferum yang ganas dari yang jinak, bahkan
pemeriksaan rnikroskopis pun tidak selalu mernberikan kepastian.
Pada pemeriksaan mikroskopis terdapat dinding kista yang dilapisi epitel
kubik atau torak yang rendah, dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar
dan gelap warnanya. Karena tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal epithelum), maka bentuk epitel pada papil dapat beraneka ragam, tetapi
sebagian besar terdiri atas epitel bulu getar seperti epitel tuba. Pada jaringan papiler
dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya yang dinamakan
psamoma. Adanya psamoma menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma
ovarium serosum papiliferum, tetapi bukan ganas.
Tidak ada gejala klasik yang menyertai tumor serosa
proliferatif. Kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan rutin dari pelvis. Kadang-
kadang pasien mengeluh rasa ketidaknyamanan daerah pelvis dan pada
pemeriksaan ditemukan massa abdomen atau pun ascites. Kelainan ekstra abdomen
jarang ditemukan pada keganasan ovarium kecuali pada stadium terminal.
Apabila ditemukan pertumbuhan papiler, proliferasi dan stratifikasi epitel,
serta anaplasia dan mitosis pada sel-sel, kistadenoma serosum secara makroskopik
digolongkan ke dalam kelompok tumor ganas. 30-35% dari kistadenoma serosum
mengalami perubahan keganasan. Bila terdapat implantasi pada peritoneum disertai
dengan ascites, prognosis penyakit adalah kurang baik. Meskipun
diagnosis histopatologis pertumbuhan tumor tersebut mungkin jinak
(histopathologically benign), tetapi secara klinis harus dianggap sebagai neoplasma
ovarium ganas (clinicaly malignant).
Terapi pada umumnya adalah pengangkatan tumor. Tetapi oleh karena
berhubung dengan besarnya kemungkinan keganasan perlu dilakukan pemeriksaan
yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

diperiksa sediaan yang dibekukan (frozen section) pada saat operasi, untuk
menentukan tindakan selanjutnya pada waktu operasi.

Kista Ovarium Serosum


Tumor ini lazimnya berbentuk multilokuler. Pada tumor yang besar tidak
lagi dapat ditemukan jaringan varium yang normal. Tumor biasanya unilateral akan
tetapi dapat juga ditemui yang bilateral.
Pada kasus ini, penanganan kista yaitu dilakukan kistektomi bilateral.
Kantong kista berwarna putih keabu-abuan dan isinya berupa cairan berwarna
kuning kecoklatan. Bila dibandingkan dengan jenis kista yang telah dijelaskan
diatas, maka kista yang ada pada kasus ini mendekati dari jenis kistadenoma ovari
serosum. Namun hal ini perlu dibuktikan secara histologis. Maka dari itu anjuran
pemeriksaan Patologi Anatomi perlu dilakuan. Tapi pada pasien ini pemeriksaan
patologi anatomi tidak dilakukan karena pasien tidak mampu membayar biaya
pemeriksaan yang tergolong mahal.
Setelah operasi, pasien ini diberikan obat obatan :
Anbacim, berisi kandungan cefuroxime, merupakan golongan obat sefalosporin
generasi kedua. Biasanya diberikan untuk mengobati infeksi atau mencegah
infeksi pasca tindakan operatif. Seperti golongan sefalosporin lainnya, meski
sebagai generasi kedua, itu kurang rentan terhadap beta-laktamase. Oleh karena
itu, mungkin memiliki aktivitas yang besar terhadap Haemophillus influenza,
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Neisseria gonorrhoeae, dan penyakit Lyme. Tidak seperti kebanyakan


sefalosporin generasi kedua lainnya, cefuroxime dapat melewati sawar darah
otak. Beberapa efek samping dari antibiotik ini adalah pusing, sakit kepala,
mual dan bahkan diare.
Santagesik: Komposisi Metamizole Na, golongan obat NSAID, yang
diindikasikan untuk terapi nyeri akut atau kronik berat seperti nyeri pasca
operasi atau nyeri berat yang berhubungan dengan spasme otot polos (akut atau
kronik) misalnya spasme otot atau kolik yang mempengaruhi Gastro Intestinal
Tract.
Metronidazole : diindikasikan untuk mencegah infeksi bakteri anaerob yang
terjadi sebelum dan setelah operasi.
Rantidine : Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi
sekresi asam lambung. Selain itu, ranitidine juga berfungsi mencegah efek
samping dari ketorolac yaitu peptic ulcer
Ketorolac : Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi
penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti
inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti
morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.
Transamin/asam tranexamat : Asam traneksamat merupakan golongan obat
anti-fibrinolitik. Obat ini dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan
pada sejumlah kondisi, misalnya pendarahan pascaoperasi.
Ondancentrone : Ondansetron termasuk kelompok obat Antagonis serotonin 5-
HT3, yang bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5-
hydroxytriptamine (5HT3) berikatan pada reseptornya yang ada di CTZ
(chemoreseceptor trigger zone) dan di saluran cerna.
Berdasarkan teori, pada pasien ini harusnya diberikan Hormone
replacement therapy atau yang diterjemahkan sebagai terapi sulih hormon
didefinisikan sebagai pemberian hormon (estrogen, progesteron atau keduanya)
pada wanita pascamenopause atau wanita yang ovariumnya telah diangkat, untuk
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

menggantikan produksi estrogen oleh ovarium. Terapi menggunakan estrogen atau


estrogen dan progesteron yang diberikan pada wanita pascamenopause atau wanita
yang menjalani ovarektomi, untuk mencegah efek patologis dari penurunan
produksi estrogen. Jenis, dosis hormone serta saat dan lamanya pemberian
merupakan hal yang sangat penting dalam menangani jenis gangguan pada alat
sistem reproduksi seorang wanita. Setiap pemberian hormone akan memberikan
efek perifer maupun efek sentral. Efek perifer baru akan memberi hasil setelah
pemberian jangka panjang dengan dosis yang kecil, sedangkan efek sentral baru
akan dicapai pada pemberian jangka pendek dengan dosis yang tinggi.
Beberapa kemungkinan penggunaan hormone sebagai terapi adalah :
a) Terapi substitusi
Substitusi ialah penggantian hormone yang tidak dibentuk oleh
penderita, dengan hormone dari luar. Pemberian secara ini bukanlah
penyembuhan, melainkan hanya untuk menghilangkan keluhan yang ada.
Pemberian cara ini lama, malahan dapat berlangsung seumur hidup. Contoh :
pengobatan siklik estrogen saja atau progesterone- estrogen pada wanita muda
yang mengalami menopause buatan atau pada wanita yang mengalami
menopause alamiah.
Cara pemberian terapi substitusi adalah diberikan E (estriol) saja
selama 3 minggu, dengan 1 minggu istirahat. Pada setiap masa istirahat dilihat
apakah keluhan hilang atau masih tetap ada. Bila keluhan hilang pengobatan
dapat dihentikan atau bila dipakai untuk tujuan pencegahan, maka estriol dapat
diberikan terus dengan dosis yang tetap atau diteruskan dengn/tanpa
menaikkan dosis. Tetapi mengingat pemberian estrogen jangka panjang
meskipun yang digunakan estrogen lemah akan timbul bahaya terjadinya
kanker paudara ataupun endometrium, maka terapi substitusi dengan estrogen
harus selalu dikombinasikan dengan progesteron. Estrogen diberikan selama
30 hari, sedangkan progesteron diberikan dari hari 20-30 siklus haid. Pada
penggunaan cara pemberian obat diatas umumnya setelah obat dihentikan,
wanita akan mengalami haid. Pada wanita-wanita yang tidak menginginkan
haid atau menganggap haid yang terjadi merupakan gangguan seperti pada
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

wanita pasca menopause, maka dapat diberi terapi secara terus menerus dengan
menggunakan sediaan kombinasi seperti pil KB.
b) Terapi Stimulasi
Stimulasi adalah memacu alat tubuh untuk meningkatkan produksi
hormonnya. Cara ini tidak hanya dipakai untuk keperluan pengobatan, akan
tetapi juga dipakai untuk diagnosis (tes fungsional). Contoh : pemberian
hormone gonadotropin untuk keperluan diagnosis dan terapi dengan
merangsang ovarium, sehingga alat tersebut membentuk hormone estrogen dan
progesterone.
c) Terapi Inhibisi
Inhibisi ialah pemberian hormone pada hiperfungsi suatu kelenjar
endokrin atau menekan fungsi yang tidak diinginkan. Contoh : inhibisi ovulasi
dengan memberikan kombinasi estrogen-progesteron pada kontrasepsi dengan
pil.
Perlu diperhatikan bahwa terapi hormonal secara substitusi, stimulasi atau
inhibisi dapat berakibat sebaliknya. Inhibisi dapat menyebabkan stimulasi pada
penghentian pemberian hormone, misalnya pada fenomena rebound. Inhibisi
system hipotalamus-hipofisis oleh pemberian estrogen progesterone dosis tinggi
dapat menyebabkan pengeluaran hormone gonadotropin yang meningkat sebagai
reaksi terhadap penghentian hormone steroid tersebut. Pada fenomena escape
terdapat peningkatan hormone gonadotropin walaupun system hipotalamus-
hipofisis ditekan oleh pemberian hormone steroid terus-menerus. Keadaan ini
disebabkan oleh densibilisasi system hipotalamus.
Hormon estrogen dan atau progesteron dapat diberikan secara oral,
parenteral, topikal berupa krem, pesarium, transdermal berupaplester (koyok), atau
pun berupa penanaman pellet (implants). Hormon Gn-RH dapat diberikan secara
sublingual, intranasal (spray), intravena, per infus, per rektal, atau berdenyut
(pulsatif).
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Karena dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak ditemukan tanda-tanda
keganasan dari kista, yang menandakan kista ovarium pada kasus ini termasuk
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

dalam kategori jinak dan pada umumnya kista ovarium yang jinak memiliki
prognosis yang baik. Namun keganasan pada kasus ini juga perlu pembuktian dari
hasil Patologi Anatomi.
Pada saat dilakukan tindakan operasi pada pasien ini ditemukan bahwa
pasien ini mengalami mioma uteri. Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium
uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul,
tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan fibromioma
uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan
dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut
kemungkinan karena umur paien yang sudah 42 tahun dan sudah memiliki gejala
sejak 3 bulan yang lalu, dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun. Diperkirakan ada korelasi antara hormone esterogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri ini muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Faktor predisposisi
lain yang kemungkinan ada pada pasien ini adalah karena berat badan pasien yang
mencapai 68 kg dan IMTnya yang menunjukkan obesitas, dimana resiko terjadinya
mioma uteri bertambah besar seiring dengan peningkatan berat badan dan IMT. Hal
ini berhubungan juga dengan hormone estrogen.
Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada pasien ini, didapatkan beberapa faktor
resiko, tanda dan gejala terkait kejadian mioma uteri, diantaranya:

Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
Paritas
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
Diagnosa mioma uteri pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil operasi
yang ada. Gejala yang timbul sangat bergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Sebagian besar kasus mioma uteri tidak menunjukkan
gejala khas, bahkan kadang-kadang mioma yang besar pada penderita gemuk tidak
terdeteksi. Gejala yang timbul tergantung pada lokasi, ukuran, adanya komplikasi
dan status kehamilan penderita. Adapun gejala klinik yang sering adalah perdarahan
uterus abnormal, nyeri, adanya gejala akibat penekanan, infertilitas dan abortus
spontan. Namun pada pasien ini gejala yang ditimbulkan yaitu nyeri tanpa adanya
gejala yang lain seperti perdarahan uterus abnormal.
Pasien juga mengaku terdapat nyeri perut saat menjelang haid. Kepustakaan
menyebutkan bahwa mioma jarang menimbulkan keluhan nyeri, kecuali bila terjadi
gangguan vaskularisasi seperti penyumbatan pembuluh darah, infeksi dan torsi
mioma bertangkai atau karena tumor masuk kerongga pelvis dan menekan saraf
lumbosakral sehingga menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau
ekstremitas bawah.
Namun, pada saat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan USG pada
pasien ini didapatkan gambaran kista ovarium, belum diketahui secara pasti
mengapa mioma pada pasien ini tidak dapat ditemukan pada saat dilakukan
pemeriksaan USG.
Secara umum penanganan kasus mioma uteri adalah penanganan konservatif,
operatif, sinar/radiasi dan medikamentosa. Penanganan operatif dilakukan
tergantung usia penderita, paritas, besarnya mioma uteri, beratnya keluhan yang
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

ditimbulkan serta fungsi reproduksi. Tindakan operatif dapat berupa miomektomi


atau histerektomi yang dapat dilakukan transabdominal, perlaparaskopi ataupun
transvaginal. Miomektomi dilakukan bila fungsi reproduksi masih diperlukan
(masih menginginkan anak) serta keadaan mioma memungkinkan. Histerektomi
dilakukan bila fungsi reproduksi sudah tidak diperlukan, pertumbuhan tumor cepat
dan terdapat perdarahan yang membahayakan penderita.
Untuk penatalaksanaan pasien ini dilakukan miomektomi, miomektomi
adalah pengambilan jaringan myoma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi
ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat myoma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi laparotomi
adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani
dengan segera. Namun, resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska
operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi
dilakukan terhadap myoma submukosum yang terletak pada kavum uteri.
Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding
uterus, ketidakseimbangan elektrolit, dan perdarahan. Miomektomi juga dapat
dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Myoma yang bertangkai diluar
kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Myoma subserosum
yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini.
Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari.
Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Dimana tindakan lain
yang bias dilakukan untuk tatalaksana mioma uteri adalah histerektomi.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alas an mencegah akan timbulnya
karsinoma servisis uteri.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam dimana waktu pemeriksaan
dalam ditemukan adanya massa yang membesar ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm,
permukaan berbenjol, nyeri tekan tidak ada sehingga kemungkinan adalah tumor
jinak. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi. Ciri-ciri
dari gambaran histopatologi mioma uteri menunjukkan gambaran jaringan yang
menyusun saling berpotongan memberikan gambaran pusaran air (spindel). Hanya
saja pemeriksaan histopatologi pada pasien ini tidak dilakukan karena pasien tidak
mampu membayar biaya pemeriksaan yang tergolong mahal. Pemeriksaan
histopatologi penting dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan terhadap
beberapa penyebab dengan perdarahan lain seperti contohnya adenomiosis,
keganasan endometrium maupun endoserviks, seharusnya diperlukan pengambilan
dan pemeriksaan pada lebih banyak sampel, misalnya sampel dapat diambil pada
bagian miometrium, endometrium, dan serviks.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba IBG, Tumor Jinak pada Alat-Alat Genital,Ilmu Kebidanan, Penyakit


Kandungan & Keluarga Berencana, EGC,Jakarta.
Moeloek,F.A.,Hudono,S.TJ., Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, Jakarta.
Prawihardjo,Sarwono., Ilmu Kandungan Edisi 3, Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo,Jakarta.
Santon, R., Duenhoelter,J.H.,Massa Pelvis,Gynecology,EGC,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai