REFLEKSI KASUS
STATUS GINEKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. F Nama suami : Tn. A
Umur : 42 tahun Umur : 45 Tahun
Alamat : Jln. Monginsidi Alamat : Jln. Monginsidi
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
II ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Perut membesar dan nyeri.
E. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari, tetapi sejak 2015 tidak teratur
Lama haid : 5-7 hari
Banyak : 2-3x ganti pembalut
Dismenorrhea : (+)
F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan dengan suami sekarang 15 tahun
J. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
B. STATUS GINEKOLOGI
Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (-),
linea nigra (-), luka bekas SC (-)
Palpasi : TFU tidak teraba, nyeri tekan pada perut bawah, teraba
massa pada regio suprapubic
Auskultasi : DJJ (-)
ANOGENITAL
o Inspeksi : tidak ada pengeluaran
o Bimanual : tidak dilakukan
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
2. Foto Thoraks PA
Kesan:
a. Bronchitis
b. Besar Cor Normal
c. Tulang-tulang intak.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
3. USG
4. EKG
V. RESUME
Pasien wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan perutnya
membesar disertai nyeri sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya perut hanya nyeri
biasa namun lama kelamaan teraba benjolan di perut dan membuat perut
membesar. Benjolan kemudian menyebabkan nyeri yang tembus sampai ke
belakang. Karena nyeri, pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
Keluhan disertai dengan perdarahan dari kemaluan sejak satu bulan terakhir.
Pasien mengaku memiliki haid yang tidak teratur. Apabila haid pasien
mengaku merasa nyeri yang hebat. Tidak ada keluhan perdarahan
pervaginam. Keluhan lain seperti mual, muntah, pusing dan sakit kepala tidak
ditemukan. BAB dan BAK baik dan lancar. Pasien sebelumnya sudah pernah
ke praktek dokter swasta dan melakukan pemeriksaan, dari hasil USG
menurut dokter praktek swasta pasien mengalami kista ovarium dan
dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis. Tanda vital; TD 120/90 mmHg, N 92 x/menit, R
22x/menit, S: 36,5oC. Konjungtiva; anemis -/-.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi perut tampak
buncit, dan palpasi didapatkan nyeri tekan pada perut bawah serta teraba
massa pada regio suprapubic.
Pemeriksaan laboratorium: WBC 10,8 x103/L, RBC 4,60 x106/L,
Hb 9,4 g/dL, PLT 403 x103/L, CT 7 menit 30 detik, BT 5 menit, GDP 66
mg/dL, SGOT 10 u/L, SGPT 15 u/L, Protein urin (+/-). Pemeriksaan USG
didapatkan adanya kista ovarium bilateral.
VI. PERMASALAHAN
1. Kurangnya pemahaman keluarga terhadap gejala yang dialami oleh
pasien sehingga baru membawa pasien ke rumah sakit setelah 3
bulan setelah gejala muncul
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
VII. DIAGNOSIS
Kista Ovarium + Anemia
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Observasi keadaan umum dan vital sign
2. Rencana transfuse darah 2 bag PRC
3. Inj. Ketorolac/8 jam/IV
4. Rencana Laparatomi
5. Konsul Dokter Penyakit Dalam
IX. FOLLOW UP
Tgl S O A P
29/8/17 Perut Ku / Kes : Sakit sedang Kista - Observasi KU
membesar dan / CM ovarium + +TTV
terasa nyeri Conj. Anemis -/- Anemia - Konsul dokter
perut bagian St. Generalis : penyakit dalam,
bawah T : 120 / 90 mmHg tidak ada
N : 80x/mnt kontraindikasi
S : 36,5 dilakukan
P : 20 x/mnt operasi.
Laboratorium :
Hb post transfuse 10,7
g/dl
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Tgl S O A P
30/8/17 Perut Ku / Kes : Sakit sedang Kista - Observasi KU
membesar dan / CM ovarium + +TTV
terasa nyeri Conj. Anemis -/- Anemia - Rencana
perut bagian St. Generalis : laparatomi hari
bawah T : 120 / 80 mmHg ini
N : 82x/mnt
S : 36,5
P : 20 x/mnt
St. ginekologi :
Teraba massa pada
regio suprapubic
Laboratorium :
Hb post transfuse 10,7
g/dl
Dokumentasi Operasi:
Ooferektomy dextra
Tgl S O A P
31/8/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Observasi KU
(+), mual (+), / CM Laparatomy +TTV
muntah 1 x, St. Generalis : H1 a/i Kista - Lanjutkan
sakit kepala Conj. Anemis -/- ovarium + terapi post
(+), flatus (+), T : 110 / 70 mmHg mioma uteri operasi
BAK (+), BAB N : 74x/mnt subserosa
(-) S : 36,3
P : 20 x/mnt
Laboratorium :
Hb post transfuse 11,5
g/dl
WBC: 18,0
PLT: 237
Tgl S O A P
1/9/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Observasi KU
(+), mual (-), / CM Laparatomy +TTV
muntah (-), St. Generalis : H2 a/i Kista - Af f infus
sakit kepala (-), Conj. Anemis -/- ovarium + - Terapi oral:
flatus (+), T : 120 / 70 mmHg mioma uteri Cefadroxyl
BAK (+), BAB N : 84x/mnt subserosa 2x1
(-) 2 hari. S : 36,5 PCT 3 x1
P : 20 x/mnt Hemafort
1x1
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Tgl S O A P
2/9/17 Nyeri luka op Ku / Kes : Sakit sedang Post op - Terapi oral:
(+), mual (-), / CM Laparatomy Cefadroxyl
muntah (-), St. Generalis : H3 a/i Kista 2x1
sakit kepala (-), Conj. Anemis -/- ovarium + PCT 3 x1
flatus (+), T : 120 / 80 mmHg mioma uteri Hemafort
BAK (+), BAB N : 88x/mnt subserosa 1x1
(-) 3 hari. S : 36,0 - Boleh rawat
P : 20 x/mnt jalan
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
BAB IV
PEMBAHASAN
kuning dan kadang-kadang coklat karena bercampur darah. Tidak jarang, kistanya
sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid
papiloma).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sulit membedakan gambaran
makroskopis kistadenoma serosum papileferum yang ganas dari yang jinak, bahkan
pemeriksaan rnikroskopis pun tidak selalu mernberikan kepastian.
Pada pemeriksaan mikroskopis terdapat dinding kista yang dilapisi epitel
kubik atau torak yang rendah, dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar
dan gelap warnanya. Karena tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal epithelum), maka bentuk epitel pada papil dapat beraneka ragam, tetapi
sebagian besar terdiri atas epitel bulu getar seperti epitel tuba. Pada jaringan papiler
dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya yang dinamakan
psamoma. Adanya psamoma menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma
ovarium serosum papiliferum, tetapi bukan ganas.
Tidak ada gejala klasik yang menyertai tumor serosa
proliferatif. Kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan rutin dari pelvis. Kadang-
kadang pasien mengeluh rasa ketidaknyamanan daerah pelvis dan pada
pemeriksaan ditemukan massa abdomen atau pun ascites. Kelainan ekstra abdomen
jarang ditemukan pada keganasan ovarium kecuali pada stadium terminal.
Apabila ditemukan pertumbuhan papiler, proliferasi dan stratifikasi epitel,
serta anaplasia dan mitosis pada sel-sel, kistadenoma serosum secara makroskopik
digolongkan ke dalam kelompok tumor ganas. 30-35% dari kistadenoma serosum
mengalami perubahan keganasan. Bila terdapat implantasi pada peritoneum disertai
dengan ascites, prognosis penyakit adalah kurang baik. Meskipun
diagnosis histopatologis pertumbuhan tumor tersebut mungkin jinak
(histopathologically benign), tetapi secara klinis harus dianggap sebagai neoplasma
ovarium ganas (clinicaly malignant).
Terapi pada umumnya adalah pengangkatan tumor. Tetapi oleh karena
berhubung dengan besarnya kemungkinan keganasan perlu dilakukan pemeriksaan
yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
diperiksa sediaan yang dibekukan (frozen section) pada saat operasi, untuk
menentukan tindakan selanjutnya pada waktu operasi.
wanita pasca menopause, maka dapat diberi terapi secara terus menerus dengan
menggunakan sediaan kombinasi seperti pil KB.
b) Terapi Stimulasi
Stimulasi adalah memacu alat tubuh untuk meningkatkan produksi
hormonnya. Cara ini tidak hanya dipakai untuk keperluan pengobatan, akan
tetapi juga dipakai untuk diagnosis (tes fungsional). Contoh : pemberian
hormone gonadotropin untuk keperluan diagnosis dan terapi dengan
merangsang ovarium, sehingga alat tersebut membentuk hormone estrogen dan
progesterone.
c) Terapi Inhibisi
Inhibisi ialah pemberian hormone pada hiperfungsi suatu kelenjar
endokrin atau menekan fungsi yang tidak diinginkan. Contoh : inhibisi ovulasi
dengan memberikan kombinasi estrogen-progesteron pada kontrasepsi dengan
pil.
Perlu diperhatikan bahwa terapi hormonal secara substitusi, stimulasi atau
inhibisi dapat berakibat sebaliknya. Inhibisi dapat menyebabkan stimulasi pada
penghentian pemberian hormone, misalnya pada fenomena rebound. Inhibisi
system hipotalamus-hipofisis oleh pemberian estrogen progesterone dosis tinggi
dapat menyebabkan pengeluaran hormone gonadotropin yang meningkat sebagai
reaksi terhadap penghentian hormone steroid tersebut. Pada fenomena escape
terdapat peningkatan hormone gonadotropin walaupun system hipotalamus-
hipofisis ditekan oleh pemberian hormone steroid terus-menerus. Keadaan ini
disebabkan oleh densibilisasi system hipotalamus.
Hormon estrogen dan atau progesteron dapat diberikan secara oral,
parenteral, topikal berupa krem, pesarium, transdermal berupaplester (koyok), atau
pun berupa penanaman pellet (implants). Hormon Gn-RH dapat diberikan secara
sublingual, intranasal (spray), intravena, per infus, per rektal, atau berdenyut
(pulsatif).
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Karena dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tidak ditemukan tanda-tanda
keganasan dari kista, yang menandakan kista ovarium pada kasus ini termasuk
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
dalam kategori jinak dan pada umumnya kista ovarium yang jinak memiliki
prognosis yang baik. Namun keganasan pada kasus ini juga perlu pembuktian dari
hasil Patologi Anatomi.
Pada saat dilakukan tindakan operasi pada pasien ini ditemukan bahwa
pasien ini mengalami mioma uteri. Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium
uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudokapsul,
tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan fibromioma
uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan
dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut
kemungkinan karena umur paien yang sudah 42 tahun dan sudah memiliki gejala
sejak 3 bulan yang lalu, dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun. Diperkirakan ada korelasi antara hormone esterogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri ini muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Faktor predisposisi
lain yang kemungkinan ada pada pasien ini adalah karena berat badan pasien yang
mencapai 68 kg dan IMTnya yang menunjukkan obesitas, dimana resiko terjadinya
mioma uteri bertambah besar seiring dengan peningkatan berat badan dan IMT. Hal
ini berhubungan juga dengan hormone estrogen.
Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada pasien ini, didapatkan beberapa faktor
resiko, tanda dan gejala terkait kejadian mioma uteri, diantaranya:
Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
Paritas
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
Diagnosa mioma uteri pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil operasi
yang ada. Gejala yang timbul sangat bergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Sebagian besar kasus mioma uteri tidak menunjukkan
gejala khas, bahkan kadang-kadang mioma yang besar pada penderita gemuk tidak
terdeteksi. Gejala yang timbul tergantung pada lokasi, ukuran, adanya komplikasi
dan status kehamilan penderita. Adapun gejala klinik yang sering adalah perdarahan
uterus abnormal, nyeri, adanya gejala akibat penekanan, infertilitas dan abortus
spontan. Namun pada pasien ini gejala yang ditimbulkan yaitu nyeri tanpa adanya
gejala yang lain seperti perdarahan uterus abnormal.
Pasien juga mengaku terdapat nyeri perut saat menjelang haid. Kepustakaan
menyebutkan bahwa mioma jarang menimbulkan keluhan nyeri, kecuali bila terjadi
gangguan vaskularisasi seperti penyumbatan pembuluh darah, infeksi dan torsi
mioma bertangkai atau karena tumor masuk kerongga pelvis dan menekan saraf
lumbosakral sehingga menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau
ekstremitas bawah.
Namun, pada saat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan USG pada
pasien ini didapatkan gambaran kista ovarium, belum diketahui secara pasti
mengapa mioma pada pasien ini tidak dapat ditemukan pada saat dilakukan
pemeriksaan USG.
Secara umum penanganan kasus mioma uteri adalah penanganan konservatif,
operatif, sinar/radiasi dan medikamentosa. Penanganan operatif dilakukan
tergantung usia penderita, paritas, besarnya mioma uteri, beratnya keluhan yang
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam dimana waktu pemeriksaan
dalam ditemukan adanya massa yang membesar ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm,
permukaan berbenjol, nyeri tekan tidak ada sehingga kemungkinan adalah tumor
jinak. Namun hal ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi. Ciri-ciri
dari gambaran histopatologi mioma uteri menunjukkan gambaran jaringan yang
menyusun saling berpotongan memberikan gambaran pusaran air (spindel). Hanya
saja pemeriksaan histopatologi pada pasien ini tidak dilakukan karena pasien tidak
mampu membayar biaya pemeriksaan yang tergolong mahal. Pemeriksaan
histopatologi penting dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan terhadap
beberapa penyebab dengan perdarahan lain seperti contohnya adenomiosis,
keganasan endometrium maupun endoserviks, seharusnya diperlukan pengambilan
dan pemeriksaan pada lebih banyak sampel, misalnya sampel dapat diambil pada
bagian miometrium, endometrium, dan serviks.
BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO
RSUD UNDATA PALU
DAFTAR PUSTAKA