Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
20100310161
BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
20100310161
Mengetahui,
Dokter pembimbing,
STATUS UJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DL
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
perut terasa mual tanpa disertai mutah. Terjadi penurunan nafsu makan dan
minggu yang lalu pasien menstruasi selama 3 hari. Dalam sehari pasien
4. Riwayat Keluarga
C. PEMERIKSAAN FISIK
Berat Badan : 45 kg
Tanda vital
- Suhu : 36,20C
Status general
1. Kepala : normochepale
ikterik (-/-)
2. Leher
bebas.
3. Thorax
Jantung
midclavicula kiri
Paru-paru
4. Abdomen
- Inspeksi : supel
- Palpasi :
(+)
5. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time < 2 detik, edema kaki (-/-)
A = jalan nafas clear, jarak tyromandibula >6,5cm, buka mulut >3 jari,
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Laboratorium
HEMATOLOGI
Eusinofil 8 2–4 %
Basofil 1 0–1 %
Batang 1 2–5 %
Segmen 53 51 – 67 %
Limfosit 30 20 – 35 %
Monosit 7 4–8 %
GOL. DARAH
Golongan darah A
HEMOSTASIS
FUNGSI GINJAL
Ureum 24 17 – 43 mg/dl
DIABETES
ELEKTROLIT
DIABETES
HbsAg Negative negatif
E. DIAGNOSIS KERJA
F. PENATALAKSANAAN ANASTESI
1. Pra Anastesi
2. Anastesi
Premedikasi : Midazolam 2, 5 mg
Fentanyl 50 µg
Induksi : Propofol 100 mg
Obat-obat : Ondansentron 4 mg
Tramadol 100 mg
: 2 x 45 kg = 90 cc
: 8 x 90 cc = 720 cc
: 6 x 45 = 270 cc
- Perdarahan : ±100 cc
- Urin Output :0
3. Post Anastesi
Maintanence anastesi
B5 (Bowel) : BU (-)
B6 (Bone) : Intak
Jam I
Skor Aldrate Jam II Jam III Jam IV
(per 15 mnt)
Kesadaran 1 2
Sirkulasi 2 2
Pernafasan 2 2
Aktifitas 1 1
Warna Kulit 2 2
TOTAL 8 9
- Posisi : Supine
17.00
TINJAUAN PUSTAKA
A. Appendicitis
1. Defisini
penyebab abdomen akut yang paling sering. apendisitis adalah kondisi dimana
terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, ada bayi apendsiks
menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
sekum, di belakang kolon assendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala
simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
3. Fisiologi
Jong, 2011).
ialah IgA. Imunoglubullin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap globulin
4. Epidemiologi
Apendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan biasanya
sebanding, kecuali pada umur 20-20 tahun. insidens lelaki lebih tinggi (De Jong,
2011).
5. Etiologi
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (De Jong, 2011).
6. Patologi
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika
tidak terbentuk abses, apendiksitis akan sembuh dan massa periapidikuler akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat (De Jong,
2011).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
7. Gambaran Klinis
Apendicitis akut sering tampil dengan gejala kahas yang didasari oleh
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan muntah kadang ada
muntah. Umumnya nads makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bwah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, kadang tidak
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk (De Jong, 2011).
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bwah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan periotoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi musculus psoas mayor yang menegang dari
Gejala apendisitis akut pada anak tidak sepsifik. Gejala awalnya sering
hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyeri
muntah dan anak menjadi lemah dan letargis. Karena gejala yang tidak khas tadi,
sering apendicitis diketahui perforasi. Pad abayo 8090% apendisitis baru diketahui
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia
lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
8. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 oC-38,5oC. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar
dan rektal sampai 1oC. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikulaer (De Jong,
2011).
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri diperut kanan
bawah yang disebut sebagai tanda rovsing. Pada apendisitis retrisekal atau
retriileal, diperlukan palapasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri (De
Jong, 2011).
keluhan nyeri pada apendisitis seaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke
kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda
dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri
berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan
berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bikan berasal dari
Peristalsis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya
dicapai dengan jari telunjuk. Misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis
pelvika, tanda perut sering meragukan. Maka kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan
bilamana apendiks yang meradang itu bersentuhan dengan otot obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apensisitis pelvika
9. Diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
lelaki. Hal ini dapat didasari mengingat pada perempuan, terutama yang masih
muda, sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu
berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau
penderit diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1-2 jam. Foto barium
Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan (De Jong, 2011).
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiksl sekum, dan lekuk
App. Mukosa
Perforasi
Appendisitis Supurativa
Appendisitis Gangrenosa
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi selutuh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di selutuh
peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.
Abses rongga peritoneium dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di
suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiagfragma. Adanya massa
dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. USG membantu
dana foto rongen dada akan membantu membedakannya (De Jong, 2011).
a. Appendisitis rekurens
b. Apendisitis kronik
syarat berikut teroenuhi yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah yang
lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang krinik apendiks baik
c. Mukokel apendiks
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
11.Tata Laksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi (De Jong, 2011).
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dilakukan dipilih oleh para
kenyamanan penderita, adalah yang paling cocok. Tindakan berlebihan yang tidak
pada pasien dengan appendisitis salah satunya adalah dengan anestesia umum.
yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot (Jornoerham, 1989).
menjadi 3 yaitu :
a. Parenteral
b. Perektal
singkat.
dekomp.kordis derajat
II – total
b. Relatif
GNA .
1. Stadium Anestesia
letak obat-obatan yang akan kita berikan akan bereaksi. Stadiumnya diantaranya :
Stadium I (analgesia)
Stadium II ( Delirium )
midriasis, takikardi.
sempurna.
Stadium IV (Paralisis) :
2. Premedikasi
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Ada beberapa tujuan
b. Membuat amnesia.
c. Memberikan analgesia
e. Mempermudah/memperlancar induksi
a. Ansiolitik
Obat ini meliputi hipnotik guna memastika waktu tidur malam yang
(Boulton, 2011)
b. Analgesik
c. Sedasi basal
sedasi prabedah yang kuat menjadi tidak diperlukan lagi pada sebagian
besar orang dewasa, dan hanya sedikit diperlukan pada beberapa teknik
d. Antisialagog
e. Vagolitik
jantung yang dihasilkan oleh intubasi trakea dapat juga berkurang setelah
f. Antiemesis
Untk mual pada pembedahan yang lebih hebat, lebih baik dikendalikan
g. Antihistamin
yang rentan (sebagai contoh ibu hamil dan pendeira hiatus hernia)
a. Midazolam
Penting untuk diketahui bahwa obat ini dapat bersifat menjadi larut lemak pada
pH fisiologuis sehingga dapat dengan cepat menembus sawar darah otak dan
di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system
GABAA berurutan seperti berikut lorazepam > midazolam > diazepam. Reseptor
pada reseptor GABA. Midazolam memiliki onset yang lebih cepat, eliminasi
waktu paruh yang lebih pendek (2-4 jam), serta kurva dosis responsif yang lebih
curam daripada benzodiazepin lain yang tersedia. Oleh karena itu, midazolam
operasi. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila
bawah anestesi lokal serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum
pasien, lazimnya diberikan 5 mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05
mg/kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-
10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
remifentanil, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan
deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,
toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah
digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan
analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna
yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil
menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh
efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh
nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat
digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan
untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.
sebagai neurolepanestesia.
c. Sulfas Atropin
sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis
nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus
Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam
pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg
intra vena.
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
d. Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya depresi nafas dan
efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan
atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan
perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas,
sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi
kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan
pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak
histamin.
pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin
dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang
diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg
per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek
e. Ondansetron
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.
basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam
hati.5 Dosis ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8
mg/kgBB. Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang
muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan
dexamethasone
3. Airway Managemen
a. Tipe-tipe LMA :
1. LMA Classic : reusable
2. LMA Unique : disposale version
3. LMA Fastrach, intubaling LMA (ILMA)
4. LMA Flexible
5. LMA ProSeal : bisa digunakan untuk menghisap isi perut
b. Indikasi
1. Jalan napas susah
a. Setelah tidak berhasil di intubasi, LMA bisa sebagai gantinya
b. Pada kasus pasien tidak bisa di intubasi tapi bisa di ventilasi
c. Pada kasus pasien tidak bisa di intubasi atau pun di ventlasi.
Untuk persiapan cricothyroideotomy
2. Cardiac Arrest
a. Tahun 2005, America Heart Association guidlines
mengindikasikan LMA sebagai alternatif tindakan yang bisa
diterima untuk manajemen jalan napas pada pasien henti
jantung (Class IIa)
3. Pada pasien anak-anak
c. Kontra Indikasi
1. Absolut :
a. Tidak bisa membuka mulut
b. Obstruksi total jalan napas bagian atas
2. Relatif :
a. Meningkatnya resiko aspirasi
i. Prolonged bag-valve-mask ventilation
ii. Obesitas
iii. Kehamilan semester dua dan tiga
iv. Perdarahan gastrointestinal bagian atas
b. Abnormalitas anatomi dari supraglotic
4. Induksi
Dalam anestesi umum, agen intravena yang dipilih sebagai agen induksi
menjadi metode yang menjadi pilihan sekarang kecuali pada anak atau penderita
dengan gangguan vena. Cara ini cepat dan menyenangkan bagi penderita karena
stadium kegelisahan, dan polusi atmosfer yang hampir tak terhindarkan dengan
induksi inhalasi, dapat dihindarkan dengan cara tersebut, dan pengaruh agen
intravena yang bekerja cukup lama pada anestesi inhalasi, dapat memudahkan
dosis bagi penderita sehingga menjadi penyulit pada pernapasan dan jantung, atau
bahkan mematikan. Janula intravena harus selalu dipasang, dan infus intrabema
dipasang pada semua kasus kecuali pada pembedahan yang singkat (Boulton,
2011).
kerja anestesinya cepat (20 detik), dan lancar. Obat ini disalurkan
suntikan dan dapat terjadi klonus otot oto dan cegukan. Mula kerja
vena dan arteri lebih kecil. Juga dapat salurkan kembali, tetapi
2011).
mungkin terdapat nyeri pada tempat suntikan. Obat ini paling kecil
kemungkinan dalam timbulnya gangguan kardiovaskular atau
Lama kerjanya 3-4 menit. Rasa nyero terasa pada tenpat suntikan
buruk, tetapi mula kerja lebih lambat, dan dosis lebih besar
panjang dalam praktek anestsi. Iritasi jalan napas adalah salah satu sifat
terpenting dari agen anestesi inhalasi, khuusnya bila kita gunakan untuk
memberikan anestsi dengan satu macam obat dari mulai induksi sampai
Sevoflurance dengan kelarutan dalam darah rendahm dan baru yang tidak
napas, batuk, eksitasi, spasme laring sangat rendah. Penambahan N2O saat
induksi secara nyata mengurangi jeadian eksitasi. Waktu idnuksi akan menjadi
lebih cepat bila Sevoflurance diberikan bersama dengan N2O 66% dimana
waktu induksi hanya 45 detik pada infand dan anak yang lebih tua (Tandjung,
2008).
Adapun dosisn inhalasi adalah :
INHALASI (%)
Halothan 3,5%-4%
Sevoflurance 5^08%
Isoflurance 3,5%-4%
Ethraine 3%-4%
anestesi, dan mengindari apneu, jika terjadi putusnya hubungan dengan peralatan
5. Terapi Cairan
sedang berlangsung, dan kebutuhan cairan dan elektrolit rutin (Trubus, 2012)
Cairan tubuh akan didistribusikan kedalam kompartemen intraseluler,
b. Volume darah
c. Pembuluh darah
a. Pra operasi
obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan cairan untuk
b. Durante operasi
kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari
c. Post operasi
6. Pemulihan
a. Komplikasi respirasi
b. Mual muntah
e. Komplikasi kardiovaskular
f. Hipertemia
g. Hipotermia
h. Oliguria
(Trubus, 2012)
yaitu :
- 4 ekstremitas (2)
- 2 ekstremitas (1)
- 0 esktremutas (0)
b. Respiration
- Apneau (0)
c. Circulation
d. Consciousness
e. Oxigen Saturation
- 90% (0)
anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.
a. Tramadol
sehingga mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu
Indikasi: Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri
pasca pembedahan. Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk
selang waktu 30-60 menit. Dosis maksimum: 400 mg sehari. Dosis sangat
Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,
ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme
laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan
aspirasi Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien
belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan
adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan
nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek
vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat
berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
KESIMPULAN
Pada kasus yang dihadapi pada pasien ini adalah appedicitis kronis yang
pemeriksaan USG menyokong adanya appedicitis kronis yang terjadi pada pasien
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Boulton, Thomas., Blogg, Colin. Anestesiologi Edisi 10. Penerbit Buku
Ohle, R., O'Reilly, F., O'Brien, K. K., Fahey, T., & Dimitrov, B. D. (2011). The
De jong, Wim., Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Penerbit Buku
Utara. Medan:2008
Trubus, Kurnianto. 2012. Anestesiologi dan Terapi Intensif. Anentsia dan Terapi
Trubus, Kurnianto. 2012. Terapi Cairan dan Elektrolit. Anentsia dan Terapi