Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
PREEKLAMPSIA BERAT
Disusun Oleh :
Vivi Widianto Tjan 1710029053
Pembimbing :
dr. Gusti Hesty Nuraini, Sp.OG
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Mengetahui teori tentang preeklamsia berat serta kesesuaian antara teori dengan
kasus nyata.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin , 26 November 2018
pukul 09.00 WITA di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas pasien
Nama : Ny. H
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Ahmad Dahlan , Samarinda
Masuk Rumah Sakit : Hari Minggu 25 Oktober 2018 pukul 22.20 wita
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak 2 kali, pernikahan pertama saat berusia 23 tahun,
usia pernikahan kedua selama 1 tahun 10 bulan.
Riwayat Obstetrik
Tahun 2011 – RS – aterm – spontan – dokter – PEB – 1.900gr – hidup – laki-laki
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan 62 kg, tinggi badan 153 cm
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : Composmentis GCS 15
Tanda vital
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Frekuensi nadi : 92 kali/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Suhu : 36,5 oC (per axiller)
Status Generalis
Kepala : Normosefalik
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Thorax :
Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 MCL sinistra
o Perkusi : batas jantung normal
o Auskultasi : S1S2 tunggal regular, mumur (-), gallop (-)
Paru :
o Inspeksi : dinding thoraks simetris, seirama gerakan nafas
o Palpasi : fremitus suara dekstra = sinistra
o Perkusi : sonor
o Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding abdomen cembung, linea nigra (+)
Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, asites (-)
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal, metallic sound (-)
Ekstremitas :
Atas: akral hangat, edema (-/-), kekuatan otot 5
Bawah: akral hangat, pitting edema (+/+), varises (-/-), kekuatan otot 5
Status Obstetri
Inspeksi : abdomen membesar tidak sesuai umur kehamilan, linea nigra (+), striae
gravidarum (-), linea alba (-)
Palpasi :
Tinggi fundus uteri (TFU) 21 cm
Leopold I : Letak bokong
Leopold II : punggung di kanan
Leopold III : Letak kepala
Leopold IV : 5/5
HIS :-
TBJ : 1395 gram
Denyut Jantung Janin: 140x/menit
Vaginal Toucher : Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 25-11-2018
o Darah lengkap :
Leukosit : 14.990/uL
Trombosit : 414.000/uL
Hemoglobin : 8.1 g/dL
Hematokrit : 23,2 %
o Kimia Klinik :
GDS : 84 mg/dL
Ureum : 20.5 mg/dL
Creatinin : 0,5 mg/dL
Natrium : 140mmol/L
Kalium : 4,1mmol/L
Chloride : 103mmol/L
o Imuno-Serologi :
AbHIV : Non Reaktif
HbsAg : Non Reaktif
o Urinalisa :
Berat Jenis : 1.000
Leuko :-
Warna : Kuning
Kejernihan : Agak Keruh
pH : 8.0
Protein : +3
DIAGNOSIS KERJA
G3P1101 A000 gravid 32-33 minggu + Janin Tunggal Hidup Intrauterine + PEB
TATALAKSANA
Penatalaksanaan di IGD :
- O2 Nasal kanul 2 lpm
- Pasang kateter urin
Co. dr.Sp.OG :
- Nifedipin 3x10 mg
- Protap MgSO4 :
a) Bolus MgSO4 10 cc ( 4 gr/IV )
b) Drip MgSO4 15 cc ( 6 gr ) dalam 500cc RL 28 tpm
- Cefadroxil 2x500mg
- Histolan 2x1
- Dexametason 1 amp/6 jam (4x pemberian)
OBSERVASI PASIEN DI RUANG VK
Tanggal Observasi
26-Oktober- S = sakit kepala (+), mual muntah (-)
2018 O=
14.00 - TD = 150/90 mmHg, N= 91x/menit, RR = 20 x/menit, T
= 36,5 0C,
- DJJ: 144x/m, HIS: - , VT tidak dilakukan
A = G3 P1101 A000 gravid 32-33 minggu + Janin Tunggal Hidup
Intrauterine + PEB
- Drip MgSO4 15 cc ( 6 gr ) dalam 500cc RL 20 tpm
- Nifedipin 3x10 mg
- Observasi KU, TTV, DJJ, HIS
2.1. Definisi
Preeklampsia dan eklampsia yang dikenal dengan nama toksemia gravidarum
merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya
hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan
koma lebih mengarah pada kejadian eklampsi (Sumulyo, e.c.t., 2017). Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas
20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia,
beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem
lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien
tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia [POGI], 2016)
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-
kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik (POGI, 2016).
2.3. Etiopatologis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti.
Beberapa penjelasan mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang
saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut.
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan arteri spiralis
dapat berdilatasi. Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler memberi efek
menurunkan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah ke jaringan plasenta & janin sehingga terjadi remodeling arteri spiralis
(Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke lapisan otot
vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan myoepitel tetap keras dan kaku
sehingga tidak terjadi vasodilatasi, bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek
remodeling arteri spiralis yang normal pun tidak terjadi yang kemudian menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan aliran darah uteroplasenta menurun sehingga terjadi
iskemia plasenta (Wiknjosastro, 2009).
Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
i. Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Pada teori invasi tropoblas, hipertensi dalam kehamilan teradi karena kegagalan
“remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia.Plasenta yang
mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan (senyawa penerima
elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan). Salah
satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap membran
sel endotel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel
(Wiknjosastro, 2009).
ii. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan
toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel
endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam
lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan
hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik (Wiknjosastro, 2009).
iii. Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan
gangguan fungsi endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”, yang
mengakibatkan :
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat.
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.
e) Peningkatan faktor-faktor koagulasi (Wiknjosastro, 2009).
Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang merupakan
suatu benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil
konsepsi.HLA-G ini berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural
Killer (NK) ibu.Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas
dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan
matriks di sekitarnya (Wiknjosastro, 2009).
Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Refrakter artinya tidak peka atau dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk
menimbulkan vasokonstriksi (Wiknjosastro, 2009).
Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya
terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap
rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi
sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor (Wiknjosastro, 2009).
Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklmapsia pula,
sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia (Wiknjosastro, 2009).
Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)
Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi
terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terbaru menyebutkan
konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko. Penelitian lainnya juga
menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan, memiliki
resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklampsia lebih rendah
pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya glukosa
(Wiknjosastro, 2009).
Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan
merangsang terjadinya inflamasi.Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun
dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan
masalah.Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada
aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik (Wiknjosastro,
2009).
2) Hipertensi
Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai pada usia kehamilan
20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah
yang tinggi pada preeklamsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkardian
normal. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan
sistolik menggambarkan besarnya curah jantung. Timbulnya hipertensi adalah
akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
selang 6 jam (Wiknjosastro, 2009).
3) Fungsi ginjal
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia mengakibatkan
terjadinya oligouria atau anuria. Berat ringannya oligouria menggambarrakn
berat ringannya hipovolemia.
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Proteinuria dapat terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai
preeklamsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dahulu lahir.
Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka dapat terjadi nekrosis korteks ginjal
yang ireversibel.
Meningkatnya serum asam urat (uric acid serum) akibat penurunan perfusi
ginjal, umumnya meningkat ≥ 5mg/cc. Peningkatan asam urat dapat terjadi
karena iskemia jaringan.
Mengatnya kreatinin plasma akibat hipovelemia dan penurunan perfusi ginjal
(kreatini dapat mencapai ≥ 1mg/cc (Wiknjosastro, 2009).
4) Tekanan osmotik dan koloid plasma
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada usia kehamilan 8 minggu.
Pada preeklamsia tekanan onkotik semakin menurun karena kebocoran protein
dan peningkatan permeabilitas vaskular (Wiknjosastro, 2009).
6) Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma dan molekul makro (fibrinogen
dan hematokrit). Pada preeklamsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer danmenurunnya aliran darah ke organ. Pada
preeklamsia nilai hematokrit akan meningkat akibat keadaan hipovolemia
(Wiknjosastro, 2009).
6) Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan endotel kapiler. Edema
yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau
edema anasarka. Biasanya hal tersebut disertai kenaikan berat badan yang cepat
(Wiknjosastro, 2009).
7) Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar
dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut sebagai subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
ini menimbulkan nyeri di dearah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar
sehingga memerlukan pembedahan (Wiknjosastro, 2009).
8) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
Nyeri kepala yang disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
edema vasogenik.
Gangguan visus yang terjadi akibat spasme arteri retina dan edema retina.
Gangguan visus dapat berupa pandangan kabur, skotoma, amaurosis (kebutaan
tanpa jelas adanya kelainan) dan ablasio retina.
Hiperrefleksia sering dijumpai pada preeklamsia berat
Kejang eklamtik, dimana penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Faktor-
faktor yang menimbulkan kejang eklamtik adalah edema serebri, vasospasme
serebri, dan iskemia serebri.
Perdarahan intrakranial (Wiknjosastro, 2009).
9) Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia
(Wiknjosastro, 2009).
10) Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai resiko besar mengalami edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis (Wiknjosastro, 2009).
11) Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada keadaan janin akibat
penurunan perfusi uteroplasenta, hipovolemia, dan vasospasme, serta kerusakan
sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak preeklamsia berat dan eklamsia
pada janin adalah Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan oligohidramnion,
serta kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung akibat
IUGR, prematuritas, olihidrmanion, dan solusio plasenta (Wiknjosastro, 2009).
2.5. Diagnosis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu (POGI, 2016):
1) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2) Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4) Edema Paru
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Preeklampsia
Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan, karena penderita preeklampsia dan
eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab
dari kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan
terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary capillary wedge
pressure). Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan. Bila
terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan, yaitu dapat
diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan jumlah tetesan
125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc (Wiknjosastro, 2009).
Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam (Wiknjosastro, 2009).
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada pemberian
magnesium sulfat, akan menggeser kalsium yang kerja magnesium sulfat. Magnesium
sulfat menjadi pilihan pertama untuk kejang pada preeklampsia atau eklampsia
(Wiknjosastro, 2009). Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
Cara pemberian magnesium sulfat antara lain sebagai berikut.
Pemberian antihipertensi
Pasien Ny. H usia 31 tahun datang ke IGD RSUD AW. Sjahranie Samarinda pada
hari Minggu, 25 November 2018 pukul 22.20 WITA dengan keluhan utama sakit
kepala. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, berikut dibawah ini uraian kesesuaian
kasus dengan teori yang ada.
KASUS TEORI
Anamesis : Risiko Tinggi
- Sakit kepala - Riwayat preeklampsia
- Kehamilan multipel
- RPD = - riwayat preeklamsia - Hipertensi kronis
pada kehamilan sebelumnya - Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
- Penyakit ginjal
- RPK = - - Penyakit autoimun
Risiko Sedang
- Nulipara
- Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan
- Usia ≥ 35 tahun
- Riwayat khusus pasien (interval kehamilan >
10 tahun
Didapatkan gejala
- neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan
visus
- edema
Pemeriksaan Fisik :
- TD = 170/90 mmHg, N= - Tekanan darah sekurang-kurangnya 160
x/menit, RR = 20 x/menit, T mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
= 36,5 0C, - Edema terjadi karena hipoalbuminemia.
-
Pemeriksaan Penunjang : - Proteinuria (+) jika tidak ada terdapat
- Proteinuria = +3 beberapa gejala lain:
- PLT = 414.000/mikroliter - Trombositopenia: < 100.000 / mikroliter
- Creatinin = 0,5mg/dl - Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL
atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
Pemberian antihipertensi
- Nifedipin 4x10-30mg po
- Nikardipin 5mg/jam, dapat dititrasi 2,5mg/jam
tiap 5 menit max 10mg/jam
- Metildopa 2x250-500mg po
BAB V
PENUTUP
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan/ diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Telah
dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. H yang berusia 31 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan utama perut kencang-kencang, keluhan lain pusing . Tekanan
darah pasien 190/90 mmHg, dengan riwayat preeklamsia pada kehamilan
sebelumnya. Pemeriksaan penunjang didapatkan proteinuria. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan diagnosis
G3 P1101 A000 gravid 32-33 minggu + Janin Tunggal Hidup Intrauterine + PEB. Pada
pasien ini dilakukan tatalaksana pemberian obat anti kejang (sesuai protap MgSO4)
dan obat anti hipertensi. Secara umum penegakkan diagnosis maupun
penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong,C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23 ed.). United States: The McGraw-
Hills Company.
Sumulyo G., Iswari W. A, Pardede T. U., Darus F., Puspitasari B., Santana S., Abidin
F., Endjun J. J. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia Berat Tidak
Tergantung Proteinuria. CDK-255, 44(8), 576-579.