Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

PERDARAHAN POST PARTUM

Disusun Oleh:
Siti Anisa Maesura 1110015072
Stevie Alexia G.T 1110015069

Pembimbing:
dr. Handy W, Sp.OG

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Obstetri dan Ginekologi
FK UNMUL
Samarinda
201
6BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala
III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk
dilakukan secara tepat. Jenis perdarahan dibagi dalam perdarahan postpartum
dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama dan perdarahan postpartum
lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan postpartum dini antara lain atonia uteri, laserasi jalan lahir,
hematoma, sisa plasenta, ruptur uteri dan inversio uteri. Sedangkan penyebab
utama dari perdarahan potpartum lambat adalah tertinggalnya sebagian besar
plasenta, subinvolusi di daerah insersi plasenta, dan dari luka bekas seksio
sesaria. Komplikasi perdarahan pascapartum adalah Syok hemoragik
(Hipovolemik) dan kematian dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba dan
perdarahan yang berlebihan.
Sebagian besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia muncul selama
dan setelah persalinan yaitu perdarahan (25%), infeksi (15%), eklampsia
(12%), unsafe abortion (13%), obstruksi (8%), penyebab lainya (27%). Oleh
karena itu mencegah kematian dan kesakitan maternal-neonatal adalah 12
prioritas utama dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.

1.2 Tujuan
Mengetahui tentang perdarahan post partum, cara mendiagnosis serta
penatalaksanaannya.

BAB 2
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 15


Agustus 2016 pukul 08.25 wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie
Samarinda.

Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama : Ny. I
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Angkat batu
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Pramuka
Masuk RS (MRS) : Hari Senin, 15 Agustus 2016 pukul 01.45

Identitas suami:
Nama : Tn.K
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Angkat batu
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Pramuka

Keluhan Utama:
Perdarahan pasca persalinan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke RSUD atas rujukan bidan karena terjadi perdarahan yang
masif setelah melahirkan spontan. Pasien saat itu melahirkan di rumah sendiri
pada pukul 19.00 WITA dengan dibantu oleh dukun dalam proses
persalinannya. Pada saat mengeluarkan plasenta, dukun tersebut tidak berhasil
mengeluarkan plasenta dan terjadi retensio plasenta sehingga masih terjadi
perdarahan yang banyak. Setelah itu dipanggil bidan untuk menolong pasien
dan bidan tersebut melakukan manual plasenta kemudian terjadi perdarahan
yang masif. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD dengan kondisi syok
hipovolemik dengan tekanan darah 90/palpasi.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi
dan penyakit jantung.

Riwayat Haid:
- Menarche usia 14 tahun
- Siklus teratur setiap 28 hari
- Lama haid 4-5 hari
- Hari Pertama Haid Terakhir : Januari 2016
- Taksiran Persalinan : Oktober 2016

Riwayat Perkawinan:
Perkawinan yang kedua, lama menikah dengan suami sekarang adalah 2,5
tahun.

Riwayat Obstetrik:
Jenis
Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin/
No Penyulit anak
partus Partus kehamilan Persalinan Persalinan Berat
Sekarang
Badan
1. 1992 Dukun Aterm Spontan Dukun - L/3000 g Hidup
2. 2000 Dukun Aterm Spontan Dukun - P/2900 g Hidup
3. 2016 Hamil ini - - - - - -

Ante Natal Care:


Selama kehamilan ini pasien tidak rutin memeriksakan kandungan di
bidan puskesmas tiap bulan.
Kontrasepsi:
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

Pemeriksaan fisik:
1. Berat badan 65 kg, tinggi badan 161 cm
2. Keadaan Umum : Sedang
3. Kesadaran : Komposmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x/menit
Frekuensi napas : 19x/menit
Suhu : 36,2C
5. Status generalis:
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
6. Ekstremitas : Atas: akral hangat
Bawah: edema tungkai (-/-), varices (-/-), refleks patella
(+/+)

Pemeriksaan Tambahan:
Laboratorium Darah Lengkap
a. Leukosit : 26.400/mm3
b. Hb : 7,1 gr/dl
c. HCT : 21,8 %
d. Trombosit : 389.000 / mm3
e. Gula darah sewaktu (GDS) : 164 mg/dl
f. Ureum : 25,5 gr/dl
g. Creatinin : 1,5 gr/dl

Diagnosis kerja:
P3A0 + PP spontan + Hemoragik post partum

Penatalaksanaan IGD :
Guyur RL 4 kolf 2 line

Penatalaksanaan VK :
Lapor Sp.OG, anjuran :
- RL 2 line + oksitosin 2ampul 20 tpm (bila TD>100 mmHg)
- Cefotaxime injeksi 3x1gr
- Biosanbe tablet 1x1
- Methergin tablet 3x1
- Asam mefenamat tablet 3x1
- Cek ulang DL, apabila Hb <8 g/dl ditransfusi PRC hingga Hb 10 g/dl

Follow up:
No Tanggal Follow up Lab
1 15-08-2016 Menerima pasien baru masuk IGD, dengan
01.45 diagnosis P3A0 + PP spontan + Hemoragik
post partum.
Keluhan umum : tampak anemis
Kesadaran : komposmentis
TD : 90/palpasi
Kontraksi uterus : baik
TFU : 1 jari di bawah pusat
Tatalaksana di IGD:
- Guyur RL
- Observasi tanda-tanda vital dan
keadaan umum
Post guyur 1000cc RL (I)
TD: 80/60 mmHg
N: 112x/menit
Urin: tidak ada

Post guyur 1000cc RL (II)


TD: 90/60 mmHg
N: 96x/menit
Urin: 3cc

Lapor dr.Sp.OG:
- Acc naik ke VK
- RL 2 line 20 tpm
- Infus RL drip oksitosin 2 ampul 28
tpm bila TD>100 mmHg
- Injeksi cefotaxime 3x1 gr
- Methergin tablet 3x1 gr
- Asam mefenamat tablet 3x1
- Biosanbe tablet 1x1
- Cek ulang DL, apabila Hb <8 g/dl
ditransfusi PRC hingga Hb 10 g/dl
2 08.45 Menerima pasien baru dari IGD rujukan bidan Hasil lab :
dengan diagnosis HPP. Partus di dukun dan - Hb: 9,3 g/dl
- Leukosit:
manual plasenta oleh bidan.
32.900/mm3
S: ibu mengatakan sudah melahirkan dan
- Ht: 28%
sekarang perutnya mules-mules - Trombosit:
O: Perdarahan dalam batas normal; keadaan 369.000/mm3
- BT: 3
umum baik; kesadaran komposmentis, TFU: 3
- CT: 9
jari di bawah pusat. TD: 110/80 mmHg. - GDS: 164 g/dl
- Ureum: 25,5
A: P3A0 PP spontan + HPP
g/dl
P: - observasi tanda vital dan keadaan umum
- Kreatinin: 1,5
- Mengobservasi perdarahan
g/dl
- Natrium: 140
mmol/l
- Kalium: 2,7
mmol/l
- Chloride: 108
mmol/l
HbsAg dan 112: Non
reaktif
3 09.00 Melakukan skin test cefotaxime
4 09.05 Lapor dr.Sp.OG, advice: Hasil lab ke II:
- Transfusi PRC 2 kolf besok - Hb: 7,1 g/dl
- Terapi lain lanjut - Leukosit:
26.400/mm3
- Trombosit:
271.000/mm3

5 09.15 Injeksi cefotaxime 3x1 gr

6 09.30 S: Perdarahan sedikit


O: Kesadaran umum: sedang; kesadaran:
komposmentis; TD: 110/70; N: 80x/menit; T:
36C; RR: 20x/menit
A: P3A0 PP spontan + HPP
P: -observasi kesadaran umum
-drip oksitosin 2 ampul 28 tpm

7 16 Agustus S: Perdarahan tidak lagi dikeluhkan


2016 O: kesadaran umum: sedang; TD: 130/80
mmHg; anemia (-/-); kontraksi uterus baik;
TFU:3 jari di bawah pusat
A: P3A0 PP spontan + HPP
P: -venflon
-injeksi cefotaxime 3x1 gr
-asam mefenamat 3x1 tab
-biosanbe 1x1
-methergin 1x1 tab
-transfusi PRC 2 kolf sampai Hb8 gr/dl
8 Pasien pulang paksa
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perdarahan Post Partum


1. Definisi
Perdarahan post partum yaitu perdarahan pervaginam >500ml, yang
dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang disebut sebagai
perdarahan postpartum primer atau pada masa nifas setelah 24 jam yang
disebut dengan perdarahan post partum sekunder.
Definisi perdarahan post partum yang lebih bermakna adalah
kehilangan berat badan 1% atau lebih karena 1 ml darah beratnya adalah 1 gr.
Perdarahan post partum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
maternal. Sekitar 8 % seuruh kelahiran mengalami komplikasi perdarahan
postpartum.
2. Klasifikasi perdarahan post partum
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,
atau perdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam
2 jam pertama.
Perdarahan masa nifas ( perdarahan pos partum sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

3. Penyebab perdarahan post partum


a. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi
penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi
pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh
darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas
sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan
dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal
kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan.
Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk
angka delapan.Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti
tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan. Atonia uteri
merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan.
Sekitar 50-60% pendarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia
uteri.
Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain:
- Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan
disfungsi instrinsik uterus.
- Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta :
kesalahan paling sering adalah mencoba mempercepat kala
tiga. Dorongan dan pemijatan uterus menganggu mekanisme
fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan
pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan
perdarahan.
- Anasthesi inhalasi yang dalam merupakan faktor yang
sering menjadi penyebab. Terjadi relaksasi miometrium
yang berlebihan, kegagalan kontraksi serta retraksi.atonia
uteri dan perdarahan post partum.
- Kerja uterus yang tidak efektif selama dua kala
persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti
oleh kontraksi serta retraksi miometrium yang jelek pada
kala tiga.
- Uterus yang mengalami distensi yang berlebihan akibat
keadaan seperti bayi yang besar, kehamilan kembar dan
polihidramnion cenderung mempunyai daya kontraksi yang
jelek.
- Kelelahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang
lelah cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan,
tetapi ibu yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap
kehilangan darah.
- Multiparitas : uterus yang telah melahirkan banyak anak
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan
- Mioma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan
mengganggu kontraksi serta retraksi miometrium.
- Melahirkan dengan tindakan, keadaan ini mencakup
prosedur operatif seperti forceps tengah dan versi ekstraksi.

b. Laserasi jalan lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Pada perdarahan yang kontinyu, walaupun
kontraksi uterus pasca partum efisien, jalan lahir harus di inspeksi.
Perdarahan yang kontinyu akibat sebab minor sama berbahayanya dengan
kehilangan sejumlah darah secara tiba-tiba walaupun perdarahan ini sering
kali diacuhkan sampai syok terjadi.
- Robekan vulva : Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang
primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang
biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan
banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
- Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia
suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Tingkat robekan perineum adalah : Tingkat 1: hanya kulit perineum dan
mukosa vagina yang robek. Tingkat 2: dinding belakang vagina dan
jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada
garis tengah terluka.Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan
kadang-kadang dinding depan rektum.Pada persalinan yang sulit, dapat
pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta
hubungannya di garis tengah. Kejadianini melemahkan diafragma pelvis
dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.
- Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang
dijumpai. Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina terjadi sebagai akibat
menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan
cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang
banyak. Apabila perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan
pembukaan ligamentum latum. Jika tidak berhasil maka dilakukan
pengikatan arteri hipogastika.
- Robekan Serviks: Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks,
sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah
melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan
uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik
keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas antara robekan dapat
dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri dapat
mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan tidak
maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau
pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan
seksio secarea jika diketahui bahwa ada distosia servikali Apabila sudah
terjadi pelepasan serviks, biasanya tidak dibutuhkan pengobatan, hanya
jika ada perdarahan, tempat perdarahan di lanjut. Jika bagian serviks yang
terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain, hubungan ini sebaiknya
diputuskan.

c. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1
jam setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta: Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau
serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang
tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.Kelainan dari
placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.Kesalahan manajemen
kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang
tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian
anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab sebab terjadinya Retensio Plasenta adalah :
- Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat
lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas
sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi plasenta adhesiva, melekat pada
endometrium, tidak sampai membran basal. Plasenta inkreta, vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium
tetapi belum menembus serosa.Plasenta perkreta, menembus sampai
serosa atau peritoneum dinding rahim.
- Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta
inkarserata). Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik
dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian tali pusat
yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan secara tiba-
tiba.
Cara memastikan lepasnya plasenta adalah Kustner : Tangan kanan
menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat
tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas. Strassman : Tangan
kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika
terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.Ibu disuruh
mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah
panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.Apabila
plasenta belum lahir jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara
langsung dengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung
adalah dengan manual plasenta.

d. Sisa Plasenta
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab
umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca
persalinan sekunder). Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang
disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta
segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian
plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta
dikeluarkan.Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan
ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa
keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

e. Inversio Uteri
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan
segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada
inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri
bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia
uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau
meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang
merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan
inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi
baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan
selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lnak di atas
serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor
yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada
tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri
setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan
pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.Walaupun inversio
uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap dalam
keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan
gawat dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin
memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

f. Kelainan pembekuan darah


Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi
penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi
mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis,
sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes
laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang
diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan
persalinan, seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor
hemofilik A (carrier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia,
trombopenia dan purpura trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting
dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah purpura trombositopenik dan
hipofibrinogenemia.

4. Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-
tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut
sedikit dalam waktu yang lama.

5. Diagnosis
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah
plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat
diketahui dengan palpasi uterus. Fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus
lembek, kontraksi uterus tidak baik.Sisa plasenta yang tertinggal dalam
kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah
lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta,
sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi
kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan
rahum.Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan
inspekulo. Penilaian jumlah pendarahan pasca persalinan dapat dilihat
dengan mengkaji dan mencatat jumlah, tipe dan sisi perdarahan dengan
menimbang dan menghitung pembalut untuk memperkirakan kehilangan
darah. Pembalut yang basah keseluruhannya mengandung sekitar 100 ml
darah. Satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1
ml kehilangan darah.

Faktor faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum


a. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama
perdarahan akan lebih besar.Perdarahan pascapersalinan yang
mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan
pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.
b. Perdarahan pasca persalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang
termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu
yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini
dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan
pascapersalinan menjadi lebih besar.

c. Perdarahan pasca persalinan dan paritas


Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas
yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan
ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas.

d. Perdarahan pasca persalinan dan Ante Natal Care


Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta
anak dapat diturunkan.Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang
selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian
maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya
antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.

e. Perdarahan pasca persalinan dan kadar Haemoglobin


Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 8%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika
hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

6. Komplikasi perdarahan pasca persalinan


Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi,
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan
fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan
fungsi laktasi.

7. Penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan


Penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah
hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L,
dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian,
terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya
bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah
penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang
baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post
partum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit,
diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam
batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita
anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan
post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen
perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan
solutio plasenta. Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah
sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat
penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Pemberian 10 IU
oksitosin secara intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat
pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg
ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah
bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas
segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri,
plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan.
Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu
bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang
timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan.
BAB 4

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny. I usia 33


tahun datang bersama suaminya ke Instalasi Gawat Darurat RSU AWS
Samarinda pada 15 Agustus 2016 dengan keluhan utama perdarahan yang
banyak setelah melahirkan. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini
adalah P3A0 + PP spontan + hemoragik post partum et causa retensio plasenta.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

Anamnesis
Anamnesis
Pasien mengalami :
- Perdarahan post partum yaitu
Perdarahan yang masif setelah persalinan
perdarahan pervaginam pukul 19.00 WITA tanggal 14 Agustus
>500ml, yang dapat terjadi 2016.
dalam 24 jam pertama setelah
melahirkan yang disebut
sebagai perdarahan postpartum
primer atau pada masa nifas
setelah 24 jam yang disebut
dengan perdarahan post
partum sekunder.
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisis penderita - Tekanan darah 90/palpasi mmHg
perdarahan post partum diperoleh: - Konjungtiva anemis
- Pucat pada wajah, ekstremitas atas
- Pucat
- Sistol <90 mmHg dan bawah serta akral dingin
- Denyut nadi cepat dan kecil
- Ekstremitas dingin
PENATALAKSANAAN
- Hentikan perdarahan dan - RL 2 line + oksitosin 2ampul 20
cegah/atasi syok tpm (bila TD>100 mmHg)
- Ganti darah yang hilang - Cefotaxime injeksi 3x1gr
- Biosanbe tablet 1x1
dengan diberi infus cairan
- Methergin tablet 3x1
(larutan garam fisiologis, - Asam mefenamat tablet 3x1
plasma ekspander, Dextran-L, - Cek ulang DL, apabila Hb <8 g/dl

dan sebagainya) ditransfusi PRC hingga Hb 10 g/dl


- Transfusi darah, kalau perlu
oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo J. Et al. (2002). Buku Acuan

Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

JNPKKR-POGI.

Bobak dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4.

Jakarta : EGC.

Chamberlain G, Ster PH. (2001). Turnbulls Obstetrics. Third Ed. London:

Churchill Livingstone.

Lange Medical Book. (2007). Current Diagnosis & Treatment

Obstetric & Gynecology. Edisi 10. Mc-Graw-Hill Companies.

Oxorn, H, Forte, W.R. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi

Persalinan. Yogyakarta :Yayasan Essentia Medika.

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro H. (2005). Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Taber B. (1999). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:

EGC.

Varney, H.S. (2007). Buku ajar asuhan kebidanan. Edisi 4. Jakarta :

EGC.
Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo J. Et al. (2002). Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dalam kebidanan.

Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai