Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala
III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk
dilakukan secara tepat. Jenis perdarahan dibagi dalam perdarahan postpartum
dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama dan perdarahan postpartum
lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan postpartum dini antara lain atonia uteri, laserasi jalan lahir,
hematoma, sisa plasenta, ruptur uteri dan inversio uteri. Sedangkan penyebab
utama dari perdarahan potpartum lambat adalah tertinggalnya sebagian besar
plasenta, subinvolusi di daerah insersi plasenta, dan dari luka bekas seksio
sesaria1. Komplikasi perdarahan pascapartum adalah Syok hemoragi
(Hipovolemik) dan kematian dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba dan
perdarahan yang berlebihan2.
Sebagian besar penyebab kematian ibu di seluruh dunia muncul selama
dan setelah persalinan yaitu perdarahan (25%), infeksi (15%), eklampsia
(12%), unsafe abortion (13%), obstruksi (8%), penyebab lainya (27%). Oleh
karena itu mencegah kematian dan kesakitan maternal-neonatal adalah 12
prioritas utama dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak3.

1.2 Tujuan
Mengetahui tentang perdarahan post partum retensio plasenta cara
mendiagnosis serta penatalaksanaannya.

BAB 2
1
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 18 September
2016 pukul 12.49 wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.

Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama : Ny. ID
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan toko
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Sultan Sulaiman, Sambutan
Masuk RS (MRS) :Hari Minggu, 18 September 2016 pukul 12.49
WITA

Identitas suami:
Nama : Tn. MA
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku : Banjar
Alamat : Jl. Sultan Sulaiman, Sambutan

Keluhan Utama:
Plasenta tidak keluar selama 3 jam setelah melahirkan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke RSUD atas rujukan dari bidan, dengan keluhan plasenta tidak
keluar selama 3 jam setelah melahirkan. Pasien melahirkan bayi pada pukul
10.00 WITA di bidan.

2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi
dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ibu pasien menderita diabetes mellitus

Riwayat Haid:
- Menarche usia 11 tahun
- Siklus teratur setiap 28 hari
- Lama haid 7 hari
- Hari Pertama Haid Terakhir : 18 Desember 2015
- Taksiran Persalinan : 25 September 2016

Riwayat Perkawinan:
Pernikahan pertama. Menikah pada usia 23 tahun. Lama menikah dengan
suami sekarang 5 tahun

Riwayat Obstetrik:
Jenis
Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin/
No Penyulit anak
partus Partus kehamilan Persalinan Persalinan Berat
Sekarang
Badan
1. 2016 Hamil ini

Ante Natal Care:


Selama kehamilan ini pasien tidak rutin memeriksakan kandungan di
bidan puskesmas tiap bulan.

Kontrasepsi:
Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

Pemeriksaan fisik:
1. Berat badan 55 kg, tinggi badan 155 cm
3
2. Keadaan Umum : Sedang
3. Kesadaran : Komposmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,2C
5. Status generalis:
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
6. Ekstremitas : Atas: akral hangat
Bawah: edema tungkai (-/-), varices (-/-), refleks patella
(+/+)

Pemeriksaan Tambahan:
Laboratorium
- Hb : 11,5 gr/dl
- Leukosit : 23.800/mm3
- HCT : 35,3 %
- Trombosit : 366.000 / mm3
- Gula darah sewaktu (GDS) : 68 mg/dl
- Ureum : 20 gr/dl
- Creatinin : 0,5 gr/dl
- BT : 3
- CT : 9
- HbsAg : Non Reaktif
- HIV : Non Reaktif

4
- Protein : -

Diagnosis kerja:
P1A0 + Retensio Plasenta

Penatalaksanaan IGD :
IVFD RL 20 tpm

Penatalaksanaan VK :
Menilai perdarahan tidak aktif
Memasang infus RL + oxytocin drip 2 ampul 20 tpm
Memasang DC
Lapor Sp.OG, anjuran :
- Mengobservasi KU dan TTV
KU : Sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2oC
- Melakukan injeksi antibiotik
Injeksi Cefotaxime 3 x 1 gr IV
- Melanjutkan drip oxytocin
- PuAsakan untuk persiapan tindakan kuret
- Melaporkan hasil pemeriksaan

Follow up:
No Tanggal Follow up Lab
1. 18-09-2016 Menerima pasien baru masuk dari IGD,
12.49 WITA dengan diagnosis P1A0 + retensio plasenta
KU : Sedang

5
Kesadaran : Komposmentis
TD: 110/70 mmHg
Tatalaksana di IGD:
- IVFD RL 20 tpm
Tatalaksana di VK :
Menilai perdarahan tidak aktif
Memasang infus RL + oxytocin drip 2 ampul
20 tpm
Memasang DC

Lapor dr.Sp.OG:
- Mengobservasi KU dan TTV
KU : Sedang
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,2oC
- Melakukan injeksi antibiotik
Injeksi Cefotaxime 3 x 1 gr IV
- Melanjutkan drip oxytocin
- Pusakan untuk persiapan tindakan
kuret
- Melaporkan hasil pemeriksaan
2 14.10 WITA Menerima hasil pemeriksaan lab - Hb : 11,5 gr/dl
- Leukosit :
23.800/mm3
- HCT: 35,3 %
- Trombosit :
366.000 / mm3
- GDS : 68 mg/dl
- Ureum: 20 gr/dl
- Creatinin:0,5 gr/dl
- BT : 3
- CT : 9
- HbsAg : Non
Reaktif
- HIV : Non

6
Reaktif
- Protein :-

3 18.15 WITA - advice dr. Sp.OG: persiapan kuret


4 18.30 WITA - Melapor dr. Sp.An:
pasien di antar ke ruang op
7 20.15 WITA Pasien dipindahkan ke ruang mawar (nifas)
S: (-)
O: KU : sedang; Kesadaran: Komposmentis;
TD: 110/72 mmHg, N: 82x/menit, RR:
21x/menit, T: 36oC; anemia (-/-); kontraksi
uterus baik; TFU:1 jari di bawah pusat, DC
(+)
A: P1A0 + PP spontan + post manual plasenta
dan kuretage atas indikasi retensio plasenta
P: Melanjutkan advice dokter untuk terapi
post manual plasenta dan kuretage:
- Drip oksitosin 1 ampul 20 tpm
- Asam mefenamat 3x500mg
- Observasi perdarahan & TTV

8 22.00 WITA Memberi inj. Cefotaxime 1 gr/ IV


9 19/9/2016
08.00 WITA S: Nyeri post kuret (+) menurun
O: KU : baik; TD: 110/80 mmHg, N:
84x/menit, RR: 22x/menit, T: 36,5oC ; anemia
(-/-); kontraksi uterus (+) baik; TFU:1 jari di
bawah pusat
A: P1A0 + PP spontan + post manual plasenta
& kuretage atas indikasi retensio plasenta
P:
-Cefadroxyl 3 x 500 mg caps
-Asam mefenamat 3 x 3500 mg tab
-Biosanbe 1x1 tab
7
-Lepas DC
-Lepas infus venflon

10 20/09/2016 S: Keluhan (-)


08.00 WITA O: KU=Baik, TD=110/80mmHg, anemia(-/-),
kontraksi uterus baik, TFU=2 jari bawah
pusat
A: P1A0 + PP spontan + post manual plasenta
& kuretage atas indikasi retensio plasenta
P:
-Lepas venflon
-cefadroxyl 3 x 500 mg caps
-asam mefenamat 3 x 3500 mg tab
-Biosanbe 1x1 tab
-Pasien diizinkan pulang hari ini

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Perdarahan Post Partum


1. Definisi
Perdarahan post partum yaitu perdarahan pervaginam >500ml, yang
dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang disebut sebagai
perdarahan postpartum primer atau pada masa nifas setelah 24 jam yang
disebut dengan perdarahan post partum sekunder1
Definisi perdarahan post partum yang lebih bermakna adalah kehilangan berat
badan 1% atau lebih karena 1 ml darah beratnya adalah 1 gr. Perdarahan post
partum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal. Sekitar 8 %
seuruh kelahiran mengalami komplikasi perdarahan postpartum2.

8
2. Klasifikasi perdarahan post partum
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage,
atau perdarahan postpartum primer, atau perdarahan pasca persalinan segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam
2 jam pertama.
Perdarahan masa nifas ( perdarahan pos partum sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal4.

3. Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus
setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda
syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan
banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam
waktu yang lama.

4. Diagnosis
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta
belum lahir biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah
plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat
diketahui dengan palpasi uterus. Fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus
lembek, kontraksi uterus tidak baik.Sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum
uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah lengkap
atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput
ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri
dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahum.Laserasi

9
(robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo 8. Penilaian
jumlah pendarahan pasca persalinan dapat dilihat dengan mengkaji dan
mencatat jumlah, tipe dan sisi perdarahan dengan menimbang dan menghitung
pembalut untuk memperkirakan kehilangan darah. Pembalut yang basah
keseluruhannya mengandung sekitar 100 ml darah. Satu gram peningkatan
berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah2.
Faktor faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum

a. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu


Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama
perdarahan akan lebih besar.Perdarahan pascapersalinan yang
mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan
pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.

b. Perdarahan pasca persalinan dan gravida


Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang
termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu
yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini
dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan
pascapersalinan menjadi lebih besar.

c. Perdarahan pasca persalinan dan paritas

10
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian
maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas
yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan
ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas.

d. Perdarahan pasca persalinan dan Ante Natal Care


Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan,
persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta
anak dapat diturunkan.Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang
selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian
maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya
antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.

e. Perdarahan pasca persalinan dan kadar Haemoglobin


Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika
hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

5. Komplikasi perdarahan pasca persalinan


Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi

11
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia,
turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi5.

6. Penanganan perdarahan pasca persalinan


Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah
hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi
infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan
sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi
terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga
pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah
penting.Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun
sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum
sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit, diperiksa
kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin
tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan
untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas
batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post
partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio
plasenta. Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh ampul oksitosin diberikan
intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular.
Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada
presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi
seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan
dengan segera tanpa banyak perdarahan.

12
Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu
bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada
persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang
timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Perdarahan postpartum primer adalah perdarahan yang berlangsung dalam
24 jam pertama dengan jumlah perdarahan 500 cc atau lebih. Perdarahan
postpatum disebabkan oleh :
1. Atonia uteri
2. Retensio plasenta
3. Robekan jalan lahir

3.2 Retensio Plasenta


1. Definisi
Retensio plasenta adalah dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
plasenta:Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari placenta dan sifat
perlekatan placenta pada uterus.Kesalahan manajemen kala tiga persalinan,
seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan
dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik
yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus2.

2. Etiologi terjadinya retensio plasenta adalah :


- Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat
lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas
13
sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat
perlekatannya dibagi menjadi plasenta adhesiva, melekat pada
endometrium, tidak sampai membran basal. Plasenta inkreta, vili
khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium
tetapi belum menembus serosa. Plasenta perkreta, menembus
sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
- Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta
inkarserata). Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik
dimana pada perabaan uterus terasa bulat dan keras, bagian tali pusat
yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan secara tiba-
tiba10.
Cara memastikan lepasnya plasenta adalah Kustner : Tangan kanan
menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat
tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas. Strassman : Tangan
kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika
terasa getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.Ibu disuruh
mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah
panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.Apabila
plasenta belum lahir jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara
langsung dengan perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung
adalah dengan manual plasenta.

3. Tanda-tanda retensio plasenta


a. Perdarahan
b. Plasenta belum lahir atau lahir tidak lengkap 30 menit setelah janin lahir
c. Syok

14
4. Penanganan retensio plasenta
Penanganan retensio plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta.
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implementasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual. Arti dari manual adalah dengan melakukan tindakan invasi dan
manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung ke dalam
kavum uteri. Manual plasenta adalah salah satu dari beberapa tindakan yang
perlu dilaksanakan dalam penatalaksanaan retensio plasenta6.
- Indikasi manual plasenta
a. Retensio plasenta ( plasenta adhesiva)
b. Tali pusat terputus
- Kontraindikasi manual plasenta
a. Plasenta inkreta
b. Plasenta perkreta3
- Prosedur klinik manual plasental
a). Persetujuan Tindakan Medik
b). Persiapan Sebelum Tindakan
1). Pasien
Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah
dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut
bawah
Medikamentosa:
o Analgetik (Pethidin 1-2 mg/ kg BB, ketamin Hcl 0,5 mg/
kg BB, tramadol 1-2 mg/ kg BB)
o Sedativa (Diazepam 19 mg)
o Atropin sulfas 0,25- 0,50 mg/ ml
o Utrotonika (oksitosin, ergometrin, prostagladin)
o Set infus
Larutan antiseptik (providon lodin 10%)
Oksigen dengan regulator
2). Penolong (Operator Dan Asisten)

15
Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan
kacamata pelindung: 3 set
Sarung tangan DTT/ steril : sebaiknya sarung tangan
panjang
Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
Instrumen :
o Kocher : 2, semprit 5 ml dan jarum suntik No. 23 G
o Mangkok logam (wadah plasenta) : 1
o Kateter karet dan penampang air kemih : 1
o Benang kromik 2/0 : 1 rol
o Set partus: 1 set
c). Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
d). Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
1). Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik
melalui karet infus
2). Lakukan kateterisasi kandung kemih
Pastikan kateter masuk ke dalam kandung kemih dengan
benar
Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan
3). Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan tali pusat sejajar
lantai
4). Secara obstetrik memasukkan satu tangan (punggung tangan ke
bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah
5). Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk
memegang kocher, kemudian tangan lain penolong manahan fundus
uteri.
6). Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
7). Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke pangkal jari telunjuk)
e) Melepas Plasenta Dari Dinding Uterus
1). Tentukan implement asi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling
bawah.

16
Bila berada dibelakang, tali pusat tetap di sebelah atas.
Bila di
bagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tali pusat
dengan punggung tangan menghadap ke atas.
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari
tempat
implementasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara
plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
menghadap ke dinding dalam uterus
Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama
(punggung tangan pada dinding kavum uteri) tetapi tali pusat
berada di bawah telapak tangan kanan
2). Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser
ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan.
Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu
(pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit.
f). Mengeluarkan Plasenta
1). Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta
yang masih melekat pada dinding uterus.
2.) Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada
saat plasenta dikeluarkan
3). Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali
pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari
percikan darah)
4). Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan
5). Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke
dorsokranial setelah plasenta lahir. Perhatikan kontraksi uterus dan
jumlah perdarahan yang keluar
g). Dekontaminasi Pancatindakan
h). Cuci Tangan Pascatindakan
i). Perawatan Pascatindakan

17
1). Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan
intruksi apabila masih diperlukan
2). Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom
yang tersedia
3). Buat konstruksi pengobatan lanjutan dan hal hal penting untuk
dipantau
4). Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah
selesai tapi pasien masih memerlukan perawatan
5). Jelaskan pada petugas perawatan apa yang masih diperlukan, lama
perawatan dan apa yang perlu dilaporkan9.

BAB 4

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien Ny. ID usia 28


tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU AWS Samarinda pada 18
Agustus 2016 atas rujukan dari bidan, dengan keluhan plasenta tidak keluar
selama 3 jam setelah melahirkan. Pasien melahirkan bayi pada pukul 10.00
WITA di bidan. Diagnosis masuk dan diagnosis kerja pasien ini adalah P1A0 +
PP spontan + retensio plasenta. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan hasil dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

Anamnesis
Anamnesis
Pasien plasenta tidak keluar selama 3
- Retensio plasenta adalah
jam setelah bayi lahir

18
dimana plasenta belum lahir
dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisik


a. Perdarahan - Plasenta belum lahir selama 3 jam
b. Plasenta belum lahir atau lahir setelah bayi lahir
tidak lengkap 30 menit setelah
janin lahir
c. Syok
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Lab
- Hemoglobin 10 g/dL atau - Hb : 11,5 gr/dl
Hematokrit 30% - Leukosit : 23.800/mm3
- Trombosit 50.000 - HCT : 35,3 %
- Leukosit 3.500/mm3
- Trombosit : 366.000 / mm3
- Gula darah sewaktu (GDS) : 68
mg/dl
- Ureum : 20 gr/dl
- Creatinin : 0,5 gr/dl
- BT : 3
- CT : 9
PENATALAKSANAAN
- manual plasenta - manual plasenta + kuretage

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo J. Et al. (2002). Buku

Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

JNPKKR-POGI.
2. Bobak dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi

4. Jakarta : EGC.
3. Chamberlain G, Ster PH. (2001). Turnbulls Obstetrics. Third

Ed. London: Churchill Livingstone.


4. Lange Medical Book. (2007). Current Diagnosis & Treatment

Obstetric & Gynecology. Edisi 10. Mc-Graw-Hill Companies.


5. Oxorn, H, Forte, W.R. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan

Fisiologi Persalinan. Yogyakarta :Yayasan Essentia Medika.


6. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro H. (2005). Ilmu

Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


7. Taber B. (1999). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan

Ginekologi. Jakarta: EGC.


8. Varney, H.S. (2007). Buku ajar asuhan kebidanan. Edisi 4.

Jakarta : EGC.
20
9. Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo J. Et al. (2002). Buku

Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


10. Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan dalam

kebidanan. Jakarta: TIM.

21

Anda mungkin juga menyukai