BERDASARKAN KOMPETENSI
TINJAUAN UMUM PELATIHAN BERDASARKAN KOMPETENSI
Pelatihan klinik yang akan dilakukan ini, menggunakan prinsip belajar bagi orang dewasa
dengan anggapan bahwa peserta mengikuti pelatihan ini, karena :
Atas dasar ini, semua materi pelatihan dipusatkan pada peserta. Sebagai contoh, materi
dan kegiatan pelatihan ditujukan untuk mengembangkan proses belajar, dan peserta
diharapkan terlibat secara aktif dalam semua proses pelatihan. Pelatih akan berusaha
untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mengembangkan semua
kegiatan untuk membantu peserta memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang baru.
Dalam proses belajar, disediakan sekumpulan materi pelatihan yang sama bagi pelatih
dan peserta. Pelatih dengan berbagai jenis dan tingkatan pelatihan sebelumnya, didukung
pula dengan pengalaman melatih pascapelatihan, merupakan seorang pakar dalam
memandu berbagai kegiatan belajar bagi para peserta.
Pelatihan klinik ini, dirancang dan mengacu pada efisiensi sumber daya, diantaranya
dengan penyediaan bahan pelatihan yang murah, aplikasi teknik pelatihan yang
terintegrasi dan penggunaan penuntun belajar dan keterampilan klinik yang rinci (langkah
demi langkah), agar proses belajar menjadi efektif dan peserta mampu untuk menilai
tingkat kemajuan secara mandiri. Kuesioner dan daftar tilik penilaian keterampilan klinik,
dibuat untuk merancang metode pelatihan segera setelah dilakukan penilaian awal, serta
evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan klinik peserta secara obyektif.
PENDEKATAN PELATIHAN :
Dalam pelatihan keterampilan klinik ini, digunakan proses belajar sambil mengerjakan
(learning by doing). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan klinik petugas kesehatan/klinisi agar lebih teliti, waspada dan efektif dalam
memberikan pelayanan klinik seperti yang diharapkan.
Pendekatan metode pelatihan klinik ini adalah :
Menggunakan metode belajar bagi orang dewasa. Berarti interaktif, praktis dan sesuai
dengan kebutuhan / pekerjaan peserta
Sistem pelatihan dirancang untuk memperoleh standar kinerja yang tinggi, baik pada
aspek pengetahuan maupun keterampilan
Fokus penilaian adalah keterampilan atau kinerja, bukan berdasarkan jumlah materi
dan hari pelatihan.
Setelah praktek - umpan balik harus diberikan sesegera mungkin atau secepatnya
setelah praktek. Pelatih harus menggunakan penuntun balajar, untuk membahas hasil
praktek, menilai tingkat keterampilan yang telah dicapai dan memberikan berbagai
saran atau masukan untuk perbaikan kinerja.
Apabila pengembangan keterampilan digabung dengan metode belajar bagi orang dewasa
dan perilaku yang dapat diteladani, maka metode ini akan memberi hasil yang sangat
memuaskan dan sangat efektif untuk pencapaian tingkat keterampilan yang diinginkan.
Penggunaan model anatomi dan alat bantu latih yang lain, dapat mengurangi waktu
latihan (dan biaya latihan) secara bermakna.
Penilitian di Thailand telah membuktikan hal tersebut dimana pelatihan IUD dengan
metode pengembangan keterampilan, menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode
konvensional. Peserta yang berlatih dengan model panggul, 70% dari 150 peserta, telah
mencapai tingkat mampu setelah 2 kali melakukan praktek pemasangan pada klien, dan
100% setelah 6 kali pemasangan. Sebaliknya pada 150 peserta yang dilatih tanpa model
panggul, hanya 50% yang mencapai tingkat mampu, setelah rata-rata 6,5 kali
pemasangan dan 10 % tidak pernah mencapai tingkat mampu walaupun telah 15 kali
melakukan praktek pemasangan.
Penggunaan model anatomi pada pelatihan klinik (teknik pelatihan humanistik), akan
memberikan kesempatan kepada para peserta untuk belajar dan berlatih keterampilan
baru secara simulasi (tidak langsung pada klien). Hal ini dapat mengurangi ketegangan
para peserta dan memperkecil risiko serta rasa tidak nyaman pada klien. Dengan
demikian, pelatihan humanistik merupakan komponen yang paling penting dalam
meningkatkan kualitas pelatihan klinik dan pada akhirnya, akan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pelayanan.
PELATIHAN HUMANISTIK
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa model anatomi merupakan simulasi tubuh
manusia yang dapat digunakan oleh peserta pelatihan untuk mempelajari keterampilan
klinik tingkat awal (Skill Acquisition) dan memungkinkan mereka untuk mencapai
keterampilan klinik tingkat mampu (Skill Competency)
Tingkat awal (Skill Acquisition) : Telah mengetahui kegiatan dan urutan langkah
(apabila diperlukan) suatu prosedur klinik atau
mengerjakan suatu keterampilan baru, tetapi
masih memerlukan bantuan/perbaikan
Tingkat mampu (Skill Competency) : Telah mampu melakukan secara baik dan
benar, berbagai kegiatan dan langkah dalam
suatu prosedur klinik, serta dapat dilaksanakan
sesuai dengan urutannya (apabila diperlukan)
Tingkat mahir (Skill Proficiency) : Telah cukup mahir melakukan kegiatan dan
langkah dalam suatu prosedur klinik, dapat
dilaksanakan sesuai dengan urutannya (apabila
diperlukan) dan dalam selang waktu relatif
singkat (efisien)
Sebagai contoh, sebelum peserta mengerjakan keterampilan klinik pada klien, harus
sudah melalui 2 kegiatan belajar yaitu:
Pelatih sudah memperagakan beberapa kali keterampilan klinik dan interaksi dengan
menggunakan model anatomi dan peralatan pelatihan lainnya seperti slide atau video
Setelah peserta mencapai tingkat mampu atau mahir tahap awal pada praktek dengan
model anatomi, baru boleh mengerjakan keterampilan klinik tersebut pada klien.
PAKET PELATIHAN
Pelatihan klinik ini dirancang dalam satu paket yang terdiri dari :
Buku Acuan: berisi informasi esensial yang diperlukan dalam melatih nalar klinik dan
keterampilan yang dibutuhkan
Buku Panduan Pelatihan: berisi kuesioner, prosedur klinik yang rinci dalam penuntun
belajar keterampilan klinik, kegiatan interaktif dan daftar tilik penilaian keterampilan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam proses pengembangan keterampilan klinik ini,
metoda yang efektif untuk alih keterampilan tersebut, adalah penggabungan dari berbagai
metode yaitu teknik bimbingan, fasilitasi, humanistik, perilaku panutan dan cara orang
dewasa belajar.
Paket pelatihan, dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana akrab dengan
pemakai dan memberi keleluasaan untuk menyesuaikan materi yang akan diberikan
dengan kebutuhan belajar peserta (perorangan maupun kelompok). Sebagai contoh, pada
setiap awal pelatihan diberikan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan
keterampilan klinik peserta. Hasil kuesioner sebelum pelatihan ini dibahas oleh pelatih
dan peserta untuk menyesuaikan materi pelatihan dengan kebutuhan belajar peserta
sehingga pelatihan lebih dipusatkan pada pemberian informasi dan keterampilan baru
yang dibutuhkan saja.
Buku acuan dirancang untuk memberikan semua informasi yang penting selama
pelatihan dan disusun secara sitematis sehingga mudah dimengerti. Buku tersebut
berfungsi sebagai bahan bacaan untuk peserta dan :sumber rujukan untuk pelatih, oleh
karana itu tidak diperlukan buku-buku yang lain. Buku rujukan tersebut hanya berisi
informasi yang berhubungan dengan tujuan pelatihan, oleh karena itu juga merupakan
kelengkapan dari kegiatan didalam kelas, mulai dari memberikan presentasi interaktif
hingga memberikan teknik pemecahan masalah.
Dilain pihak, buku panduan pelatihan mempunyai 2 fungsi. Pertama dan terutama
sekali adalah sebagai pemandu untuk peserta dalam mengikuti setiap tahap pelatihan.
Kedua, buku itu juga berisi silabus pelatihan, uraian jadwal pelatihan dan semua bahan-
bahan yang bisa diperbanyak (kuesioner, matriks kinerja, penuntun belajar dan penilaian
pelatihan) yang diperlukan selama pelatihan.
Untuk menjaga agar filosofi (dasar) pelatihan ini tetap berlangsung, maka semua kegiatan
pelatihan (di kelas atau klinik) harus dilaksanakan dengan cara partisipatif dan interaktif.
Untuk melakukan ini diperlukan pelatih yang mampu menjalankan semua peran selama
pelatihan. Sebagai contoh, pelatih berperan sebagai instruktur pada waktu menyajikan
peragaan dikelas, berperan sebagai pemandu pada waktu mengadakan diskusi kelompok
kecil atau menggunakan permainan peran, menjadi pembimbing pada waktu melakukan
coaching dan berperan sebagai evaluator pada saat melakukan penilaian keterampilan
klinik atau kinerja .
Pertama, pelatihan ini didasarkan pada prinsip belajar bagi orang dewasa yaitu
mempunyai pengaruh timbal balik, mempunyai hubungan dengan pekerjaannya dan
praktis. Selain itu pelatih lebih berperan sebagai pemandu dalam memasukkan
pengalaman peserta sebagai materi pelatihan, dan bukan sebagai instruktur atau
pembicara tunggal.
Pelatihan klinik Persalinan Normal, juga menggunakan berbagai prinsip dan metode
yang telah diuraikan diatas. Tetapi kegiatan dan proses pelatihan berdasarkan kompetensi
yang akan dilaksanakan, ternyata memerlukan berbagai pendekatan dan sarana yang jauh
lebih kompleks jika dibandingkan dengan pelatihan keterampilan klinik suatu metode
kontrasepsi. Paling tidak, pengertian pelatihan klinik, tidak hanya sekedar mempelajari
keterampilan untuk suatu prosedur klinik atau hanya terfokus pada aspek psikomotor.
Selain pengetahun, keterampilan dan perilaku, pelatihan klinik ini diharapkan mampu
untuk membangun kemampuan nalar klinik (clinical judgment). Oleh karena itu, berbagai
syarat yang bermuara pada kualifikasi kemampuan klinik bagi peserta, menjadi kunci
keberhasilan pelatihan klinik ini.
Beberapa konsiderasi yang harus dipenuhi sebelum berlangsungnya pelatihan klinik ini
adalah:
Kriteria calon peserta pelatihan
Supervisi fasilitatif
Perbaikan kualifikasi petugas (provider) dari dua sisi (preservice and inservice)
Adanya sistem yang menjadi jalan masuk bagi berbagai intervensi atau integrasi
program pelayanan kesehatan
Berbeda dengan pelatihan keterampilan prosedur klinik maka pelatihan klinik ini harus
menerapkan kriteria yang ketat bagi calon peserta latih. Kriteria bagi calon peserta latih,
telah disebutkan dalam asumsi yang diuraikan pada bagian awal Tinjauan Umum yaitu:
Calon peserta latih dapat memilah pelatihan mana yang sesuai dengan
keinginannnya. Jenis pelatihan mana yang relevan dengan tugasnya dan
mempunyai nilai ungkit yang tinggi bagi prestasi kerja mereka.
Keterbukaan dan kesadaran dalam memilih pelatihan yang sesuai bagi perbaikan
kinerja calon peserta latih akan memberi manfaat yang tinggi terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dan memberi makna untuk berperilaku positif
Selain itu, peluang untuk mengikuti pelatihan, terutama harus diberikan pada mereka
yang mempunyai kesempatan yang tinggi untuk mengaplikasikan kemampuan klinik
pascapelatihan dan ditunjang dengan sarana yang memadai bagi terselenggaranya
kualitas pelayanan di tempat kerja mereka.
Pemanfaatan alumnus pelatihan klinik ini bagi kegiatan pelatihan berikutnya, juga
merupakan salah satu kriteria yang ada. Sebaran alumnus sekaligus merupakan perluasan
jaringan pelayanan dan pelatihan sehingga kondisi ini dapat mendukung penyediaan
tempat pelatihan, pelatih pendamping dan kebutuhan terhadap sejumlah klien dalam
proses pelatihan dan pemantapan kompetensi.
Apabila pengembangan pelatihan klinik akan mengarah pada kedua sisi dari petugas
pelaksana (saat pendidikan dan bekerja) maka penegasan kriteria calon peserta (terutama
saat pendidikan), akan menjadi lebih kritis dan memerlukan rumusan baru
Pelatihan klinik tidak dimulai dari mempersiapkan pelatih klinik dalam berbagai jenjang
seperti yang dimaksud dalam Alur Pengembangan Pelatih. Persiapannya justru lebih awal
dari itu, yaitu membakukan pelayanan klinik yang sesuai di fasilitas kesehatan yang akan
disiapkan sebagai tempat pelatihan.
Para pakar klinik dan perancang pelatihan akan mengintegrasikan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan tujuan pelatihan pada fasilitas kesehatan terpilih. Berbagai upaya
pembakuan akan dijalankan sehingga mampu merefleksikan aplikasi materi dan kegiatan
klinik seperti yang diinginkan (standar). Bila kondisi standar telah tercipta dan berjalan
secara reguler maka fasilitas kesehatan ini dikategorikan sebagai fasilitas kesehatan
dengan pelayanan standar (established standardized service site).
Bila beberapa fasilitas tersebut membentuk jaringan pelayanan maka fasilitas tersebut
dapat digunakan untuk tempat praktek klinik dengan pengawasan pelatih dari pusat
pelatihan. Fasilitas baru ini dapat dikembangkan menjadi fasilitas pelatihan baru dengan
jalan melatih para proficient provider menjadi pelatih klinik. Dengan demikian, akan
terjadi perkembangan fasilitas pelayanan standar dan sekaligus fasilitas pelatihan.
Fasilitas-fasilitas pelatihan ini kemudian dapat mengembangkan jaringan pelayanan ke
tingkat yang lebih bawah sehingga terjadi replikasi fasilitas pelayanan standar.
Pencapaian kompetensi seperti yang disebutkan dalam sylabus pelatihan dan repetisi
sesuai dengan prinsip orang dewasa belajar, memerlukan praktek pada model anatomi
dan klien. Praktek pada model anatomi, bukanlah masalah besar tetapi praktek klinik
dengan klien, ternyata menjadi masalah utama dalam setiap pelatihan klinik.
Bila pelatihan klinik ini diikuti oleh 15 peserta, paling tidak dibutuhkan 3-5 klien untuk
demonstrasi klinik, 30 klien untuk tahapan akuisisi-kompetensi pada klien serta 30 klien
untuk mencapai tahapan kompetensi awal. Dengan demikian, pada kondisi yang sangat
normal, dibutuhkan sekitar 65 klien untuk mencapai tahap kualifikasi awal bagi petugas
pelaksana. Bila fasilitas pelatihan hanya memiliki 30 kasus yang sesuai untuk pelatihan
dalam waktu satu bulan maka dalam pelatihan klinik yang berlangsung selama 10 hari,
maka hanya dapat dipenuhi 15% dari total kasus yang dibutuhkan.
Dengan gambaran jumlah kasus diatas maka pendekatan yang paling rasional untuk
memenuhi jumlah kasus tersebut adalah dengan memiliki 5 fasilitas pelatihan dengan
kapasitas yang sama atau mencari fasilitas pelatihan dengan 65 kasus dalam waktu
seminggu.
Pihak penyelenggara pelatihan dan mitra atau pelanggan harus menyepakati 2 hal demi
terlaksananya pelatihan klinik yang berkualitas, yaitu:
Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sarana standar dan pasokan yang memadai
bagi terlaksananya pelayanan kesehatan spesifik yang berkualitas merupakan fasilitas
yang baik bagi kegiatan pelatihan karena:
Jaminan sarana standar dan pasokan yang memadai juga menjadi syarat di fasilitas
kesehatan tempat peserta latih bekerja, karena apabila hal ini tidak dipenuhi maka dapat
menimbulkan kesenjangan kinerja dan kualitas. Kualifikasi yang sesuai dan kinerja yang
handal tetap tidak dapat dimanfaatkan apabila kebutuhan sarana dan pasokan tidak dapat
dipenuhi oleh instansi/institusi yang memiliki fasilitas kesehatan tersebut.
Hal yang sama juga terjadi apabila peserta latih bekerja di fasilitas kesehatan yang
mereka iliki sendiri. Tanpa sarana dan pasokan yang memadai, hasil pelatihan klinik yang
mereka ikuti, tidak dapat menghasilkan efek seperti yang diharapkan.
Sistem pemantapan kompetensi dan kualifikasi
Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua pelatihan tersebut tidak ditindak-lanjuti
dengan proses pemantapan kompetensi dan bimbingan pascapelatihan yang memadai.
Oleh karena itu, dalam pelatihan klinik ini, pemantapan kompetensi dimasukkan sebagai
bagian dari pelatihan klinik. Setelah pelatihan klinik selesai, peserta latih tetap diikuti
hingga di tempat mereka bekerja. Bimbingan untuk pemantapan kompetensi diberikan
hingga peserta latih benar-benar mencapai tahapan kompetensi yang sesungguhnya.
Setelah tahapan ini tercapai, baru tim pelatih membuat pernyataan tentang kualifikasi
sebagai petugas pelaksana.
Konsep ini tidak menyimpang dari prinsip pelatihan berdasarkan kompetensi yaitu
mastery learning dan competency-based. Pelatihan dianggap selesai apabila peserta latih
telah mampu dan kompeten dalam prosedur atau keterampilan spesifik yang dilatihkan.
Tentang waktu untuk pemantapan ini dapat berbasis jumlah kasus atau waktu yang
dibutuhkan untuk memperoleh jumlah tertentu kasus-kasus yang sesuai. Pada pelatihan
klinik lain (misalnya: Asuhan Pascakeguguran) waktu pemantapan kompetensi tersebut
adalah 1 bulan. Dengan demikian, sertifikat sebagai petugas pelaksana (provider) baru
diberikan setelah peserta latih mencapai tahapan kompetensi penuh.
Supervisi fasilitatif
Setelah petugas pelaksana memiliki kualifikasi sebagai petugas pelaksana dan fasilitas
pelayanan di tempat mereka bertugas telah melengkapi sarana yang dibutuhkan serta
pasokan yang memadai maka pelatih dan pihak instansi akan melakukan supervisi.
Supervisi yang dilakukan adalah supervisi fasilitatif. Beda dengan supervisi tradisional
yang lebih banyak melihat kesalahan dan tertuju pada individu, supervisi fasilitatif lebih
memfokuskan kegiatannya pada pemberdayaan obyek selia dan melihat sistem yang ada
sebagai bahan kajian untuk perbaikan mutu pelayanan.
Kegiatan ini akan membantu obyek selia untuk menyelesaikan masalah mutu (termasuk
unsur kinerja) secara mandiri dan penyelia akan lebih banyak berperan sebagai mediator
di dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada, baik yang terkait dengan hasil dari
suatu pelatihan klinik, infrastruktur instansional dan masalah pasokan.
Dengan supervisi fasilitatif, obyek selia akan menentukan jadwal kunjungan dan sangat
mengharapkan kunjungan ulang karena proses ini membawa perbaikan bagi mereka tanpa
merasa dipersalahkan. Kondisi ini akan memelihara kinerja pascapelatihan dan menjamin
obyek selia bekerja dalam kondisi yang ideal.
Sebagian besar pelatihan klinik yang dilaksanakan dengan dana bantuan, pada umumnya
akan segera mengalami penurunan aktifitas (mulai dari penjarangan hingga terhenti sama
sekali) apabila pasokan dana tersebut terhenti. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pendekatan baru secara kelembagaan sehingga apabila pasokan tersebut terhenti maka
kegiatan lanjutan diambil alih oleh institusi/instansi induknya.
Apabila proses pengalihan ini berjalan baik maka kesinambungan dan kualitas pelayanan
kesehatan akan terjaga dengan baik pula.
Perbaikan kualifikasi petugas (provider) dari dua sisi (preservice and inservice)
Pelatihan bagi petugas kesehatan yang telah bekerja merupakan upaya koreksi terhadap
kinerja dan kualitas pelayanan yang telah terjadi. Tetapi dilain pihak, dihasilkan pula
tenaga pelaksana dari institusi pendidikan. Bila standar kinerja dan mutu pelayanan ingin
dipelihara mulai dari tahapan yang paling dini maka sudah selayaknya pelatihan klinik
atau kurikulum khusus dapat juga diberikan bagi calon petugas kesehatan yang sedang
mengikuti pendidikan. Menghasilkan kinerja pascapendidikan yang mendekati kinerja
provider yang telah bekerja, merupakan upaya dini dalam menjaga mutu pelayanan.
Adanya sistem yang menjadi jalan masuk bagi berbagai intervensi atau integrasi
program pelayanan kesehatan
Pelatihan sendiri bukan merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan maslah mutu
pelayanan. Pelatihan merupakan pelengkap dari suatu sistem yang terintegrasi yang harus
dijalankan secara komprehensif. Bila ada bagian atau elemen yang hilang dari sistem
tersebut maka akan terjadi berbagai kesenjangan dari proses dan mutu pelayanan.
Secara konseptual, masalah kesehatan yang ada, harus dapat diidentifikasi secara baik
agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat pula. Temuan melalui kajian kebutuhan akan
menghasilkan beberapa alternatif solusi bagi perbaikan atau koreksi masalah kesehatan.
Hanya masalah tertentu saja yang dapat diintervensi atau dikoreksi melalui pelatihan.
Masih banyak masalah-masalah lain yang tak dapat diselesaikan hanya dengan pelatihan
semata. Dengan demikian jelas terlihat perlunya sistem yang akan mensinergikan elemen
pelatihan dengan elemen lain (manajemen, kebijakan, finansial, lingkungan dsb) yang
dapat mengubah atau memecahkan masalah kesehatan yang ada.
Sistem ini harus diciptakan agar upaya atau intervensi lain yang sudah mengarah pada
perbaikan mutu pelayanan dapat diisi dengan berbagai program yang dapat diperbaiki
melalui pelatihan. Bila konsep penyediaan fasilitas pelayanan standar dapat dianggap
sebagai jalan masuk berbagai program kesehatan yang memerlukan pelatihan klinik maka
secara bertahap, pelayanan yang bersifat spesifik akan dilengkapi dengan program lain
yang saling mengisi sehingga menjadi pelayanan yang komprehensif.
Sistem seperti ini yang perlu dikembangkan dan dilembagakan sehingga pemberdayaan
fasilitas pelayanan di berbagai jenjang dapat terwujud dan terstratifikasi dengan baik.
Adanya sistem ini akan membuat para perancang pelatihan mampu menyesuaikan dan
mengembangkan berbagai paket pelatihan sesuai dengan kebutuhan.
PENATAAN KAMAR TINDAKAN
GINEKOLOGI/PERSALINAN
KAMAR TINDAKAN
Setiap petugas kesehatan harus mengetahui dan mengerti tentang aturan yang berlaku di
kamar tindakan/persalinan. Aturan baku tersebut bersifat mutlak dan melekat erat dengan
ketentuan yang berkaitan dengan jenis prosedur yang akan dilakukan, kondisi pasien,
prinsip sterilitas, syarat penggunaan dan pengamanan ruang, kualifikasi dan sertifikasi
tenaga kesehatan, tata krama dan perilaku yang spesifik bagi petugas dan klien, serta
optimalisasi effektifitas dan efisiensi terhadap fungsi kamar tindakan tersebut.
Sikap waspada dan perhatian khusus, telah diperlihatkan sejak dini. Sebaiknya, dimulai
dari saat merancang, membuat konstruksi hingga pemanfaatan dan pemeliharaan lingkup
terapetik. Kondisi ini dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi
pasien yang membutuhkan tindakan operatif atau prosedur manipulatif invasif sehingga
mampu untuk menekan efek samping atau komplikasi yang tidak diinginkan hingga ke
tingkat yang paling rendah.
Pengetahuan tentang prosedur klinik dan penerapan prinsip asepsis dan sterilitas, sangat
diperlukan. Hal ini akan memberikan jaminan bahwa setiap prosedur klinik, akan
memberikan perlindungan yang setinggi-tingginya bagi setiap pasien. Infeksi dapat
menyebabkan perpanjangan waktu perawatan, mengurangi kenyamanan dan menambah
biaya perawatan. Pada kondisi yang sangat berat, dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien atau menimbulkan kecacatan. Rancangan ruang tindakan, lebih ditujukan pada
pemanfaatan fungsi secara maksimal. Namun demikian, pencapaian tujuan tersebut
sangat tergantung dari disiplin yang tinggi dan tanggung jawab petugas kesehatan yang
mengelola fasilitas kesehatan ini.
KETENTUAN KHUSUS
Disamping kesesuaian rancangan kamar tindakan, ketentuan khusus atau aturan formal
yang diberlakukan pada fasilitas khusus ini, akan sangat menentukan keberhasilan upaya
pertolongan terhadap pasien/klien yang membutuhkan prosedur operatif/invasif sebagai
bagian dari tatalaksana penyakit/masalah kesehatan yang dihadapinya.
Salah satu upaya yang cukup penting adalah mencegah perpindahan mikroorganisme dari
luar, ke dalam kamar tindakan. Untuk prosedur klinik terhadap pasien yang bersih
(non-infeksi) dan menjaga sterilitas, hanya petugas kesehatan yang berkompeten dapat
memasuki ruang tersebut. Petugas lain (terutama yang mengenakan pakaian dari luar),
sebaiknya tidak diizinkan masuk ke daerah penyangga, apalagi ke dalam kamar tindakan
yang steril.
Pakaian khusus di dalam kamar tindakan, tidak diperkenankan untuk dipakai berjalan-
jalan di luar. Hanya ruang tindakan bagi pasien yang diduga telah mengalami infeksi atau
sulit dibersihkan, persyaratan bagi kamar tindakan dapat lebih dilonggarkan. Untuk
kamar tindakan yang steril, setiap individu atau petugas yang memasuki daerah koridor,
sudah harus menanggalkan alas kaki yang dipakai di luar. Sebelum masuk daerah
penyangga, petugas pelaksana dan klien, harus berganti pakaian di ruang ganti.
Petugas menggunakan atribut kamar tindakan, mencuci tangan, baru kemudian memasuki
kamar tindakan. Klien berganti pakaian, menggunakan tutup kepala, pemeriksaan ulang
kondisi dan syarat tindakan serta penyiapan daerah operasi di ruang penyangga sebelum
masuk ke dalam kamar tindakan.
Baju dan celana kamar tindakan dan atribut lainnya (topi, masker, alas kaki, gogle dsb)
disimpan dalam lemari khusus di ruang ganti. Pakaian dan sepatu petugas ditinggalkan
dalam ruang ganti. Pengaturan dan pemilihan bahan untuk cuci tangan, pakaian, atribut
dan keperluan lainnya, telah ditentukan sesuai dengan panduan pencegahan infeksi dan
kenyamanan petugas kesehatan.
Ketentuan tersebut diatas sangat berbeda dengan kamar tindakan untuk kasus terinfeksi.
Kondisi ruang tersebut dapat disesuaikan dengan sarana atau struktur fisik yang tersedia,
selama konsep aman tindakan dan lingkungan dapat diterapkan. Paling tidak, ruang
tersebut dalam kondisi yang bersih, mempunyai jenis dan jumlah peralatan yang
memadai, prosedur pencegahan infeksi yang baik, rancang ruang yang sesuai dan tenaga
pelaksana yang trampil.
Keterangan :
1 : Koridor masuk
7 6 2 : Ruang ganti bagi provider
3 : Ruang cuci tangan
4 : Ruang ganti bagi klien
5 : Ruang tindakan
6 : Ruang pulih
7 : Ruang proses instrumen
3 4
2 1
alternatif untuk ruang terbatas :
Keterangan :
Kamar tindakan steril seharusnya merupakan area khusus dengan pintu yang selalu
tertutup (dilengkapi dengan peralatan mekanik yang menutup sendiri) dan dapat dikunci
dengan baik. Kamar operasi harus berada jauh dari kesibukan atau lalu lintas pasien-
petugas-keluarga yang ramai. Kondisi kamar yang memenuhi syarat bagi prosedur klinik
adalah sebagai berikut :
Sebagai penunjang untuk kegiatan di kamar tindakan, disyaratkan pula untuk memiliki
fasilitas proses cuci tangan yang baik (persediaan air bersih, sabun dan larutan antiseptik,
bak cuci dengan saluran yang baik dsb). Ruang ganti pakaian bagi petugas harus berada
pada area antara koridor dan tempat cuci tangan.
Kondisi ini memungkinkan staf klinik atau petugas kesehatan dapat mencapai kamar
ganti tanpa melalui bagian yang sibuk dan risiko tinggi terjadinya kontaminasi. Sediakan
wadah khusus dan tertutup rapat, untuk menampung limbah dari kamar tindakan. Kamar
tindakan yang bersih (tidak steril) dapat juga mengikuti rancang ruang seperti yang ada
(lihat diagram diatas) tetapi regulasi sterilitas dapat lebih dilonggarkan. Hal ini
hendaknya tidak diartikan sebagai kelonggaran dalam kualitas pelayanan. Untuk fasilitas
kesehatan yang struktur fisiknya tidak sesuai dengan diagram diatas, tidaklah berarti
bahwa ruang yang ada, tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kamar tindakan
AVM. Yang paling penting adalah bahwa konsep-konsep perancangan ruang dan
penyusunan alat atau instrumen, dapat diterapkan secara adekuat.
Risiko transmisi penyakit dan kontaminasi di kamar tindakan, berhubungan erat dengan
jumlah khalayak dan aktifitas mereka disana. Upaya untuk menurunkan tingkat risiko
kontaminasi mikrobiologik diantaranya adalah :
PENYIAPAN KLIEN
Karena jaringan kulit yang hidup, sulit untuk diproses hingga tahap steril maka sebelum
klien memasuki kamar operasi, sebaiknya dilakukan pencucian kulit dan mukosa pada
area tindakan. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan, sebaiknya diteliti adanya :
Tim kerja di dalam kamar tindakan terbagi berdasarkan fungsi dan kondisi dari para
anggotanya, yaitu para petugas kesehatan yang melakukan tindakan/prosedur klinik
(scrubbed sterile personnel) dan petugas pembantu kelangsungan prosedur klinik tersebut
(unsrubbed unsterile personnel).
Kamar tindakan steril, dirancang sebagai area yang bersih dan steril sehingga petugas dan
klien harus melaksanakan dan mengikuti ketentuan penggunaan atribut sebagai berikut :
Tim Medik harus menanggalkan dan mengganti pakaian di kamar ganti petugas.
Klien dapat disiapkan sejak di ruang seleksi ulangan atau koridor. Klien yang
melakukan persiapan (sesuai petunjuk klinik) sejak dari rumah, dapat langsung
berganti pakaian di ruang ganti klien.
Petugas mengenakan baju dan celana kamar tindakan, topi, masker, gogle, apron dan
alas kaki sebelum mencuci tangan dan masuk ke kamar operasi
Masker harus menutupi hidung dan mulut. Segera ganti bila lembab atau basah
Topi/penutup kepala harus melingkupi seluruh rambut
Petugas dan klien harus menaggalkan sepatu sebelum memasuki koridor, letakkan
pada tempat yang tersedia, kemudian petugas memakai alas kaki khusus untuk kamar
operasi
Komposisi tim medik adalah operator, asisten operator (surgical assistant) dan asisten
instrumen (instrumentalist). Petugas ini menggunakan pakaian kamar tindakan dan
bekerja langsung pada klien. Instrumen yang digunakan dan kain penutup tubuh pasien,
meja instrumen dan penyangga, setidaknya harus di proses hingga mencapai tingkatan
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT). Petugas pelaksana atau Tim Medik harus melakukan
proses pencegahan infeksi (scrubbing & gloving) sebelum menyentuh peralatan tersebut
atau klien.
Para petugas/staf klinik yang lain, diharapkan dapat membantu tindakan di dalam kamar
tindakan diantaranya mereka yang akan memberi dukungan dan melakukan pemantauan
selama tindakan, pengatur instrumen atau peralatan non-medik atau paramedik sirkulasi.
Walaupun petugas ini tidak memasuki area DTT atau steril tetapi mereka harus tetap
bertanggung jawab untuk menjaga terjadinya kontaminasi atau lingkungan yang aman
selama tindakan berlangsung.
Bagian tergolong penting pada fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan operatif
adalah bagian pengolahan instrumen. Pada rumah sakit yang cukup lengkap, bagian ini
disebut sebagai Bagian Pusat Pasokan (Central Supply and Sterilzation Department) yang
salah satu fungsi pentingnya adalah memperoses instrumen yang telah dipergunakan
hingga aman untuk dipakai kembali. Namun demikian, bukan berarti bahwa pengolahan
instrumen hanya dapat dilakukan pada rumah sakit yang lengkap. Sebaiknya dipahami
tahapan olah instrumen tersebut hingga aman untuk digunakan.
PENGOLAHAN LIMBAH
Ruang koridor
Hasil pengamatan Standard
Pengamanan sebelum pintu masuk ada
Ukuran 2 X 3 X 1,75 mtr
Ventilasi sirkulasi terbuka
Kebersihan bersih
Pintu masuk 2,5 X 1,5 mtr
Alur ke ruang ganti terpisah dgn alur pasien
Ketentuan kamar operasi Tertulis
Ruang ganti
Hasil pengamatan Standard
Pintu masuk 2,5 X 1,5 mtr
Ukuran 2 X 2 X 1,75 mtr
Ventilasi semi-closed
Kebersihan bersih
Lemari pakaian dan atribut baik dan bersih
Kelengkapan pakaian dan atribut lengkap
Jumlah pakaian dan atribut tersedia & aman
Tempat pakaian luar tersedia & aman
Tempat penyimpanan sepatu tersedia & aman
Alur ke ruang cuci tangan (operator) khusus & terkoneksi
Alur ke kamar tindakan (klien) Khusus & terkoneksi
Pengolahan limbah
Hasil pengamatan Standar
Protokol pengolahan limbah cair ada & dilaksanakan
Proses untuk limbah cair ada & dilaksanakan
Alur limbah cair baik & aman
Protokol pengolahan limbah kering ada & dilaksanakan
Proses combustible wastes ada & dilaksanakan
Proses non-combustible wastes ada & dilaksanakan
Pengamanan lingkungan baik & berkualitas
Pencemaran akibat limbah tak ada pencemaran
Area khusus pengolahan limbah baik & aman
Catatan khusus
, 2005
Evaluator,
(
)
PENILAIAN FASILITAS PELAYANAN APN/APK
IDENTIFKASI FASILITAS
Nama Fasilitas :
Strata/Tipe RS Tipe A B C PKM RB BP/Klinik
Nomor Identifikasi RS/PKM :
Nomor Klinik KB RS/PKM/RB :
Pemilik Fasilitas Pemerintah Swasta
Departemen .
Yayasan/Organisasi .
ABRI
Polri
Alamat :
Kabupaten/Provinsi :
Kategori Area Urban Semi-urban Rural
Terpencil Terisolasi Mudah diakses
Nomor Telefon :
Nomor Fax :
Kode Pos :
Nomor Kotak Surat :
Nama Direktur
Kualifikasi DR Dokter Umum Dr. Spesialis
S2/Master of
Lain-lain (jelaskan)
Tenaga Kesehatan Lulusan Akper: orang
Lulusan Akbid: orang
Bidan: .. orang
Perawat ,,,,.. orang
Konselor ... orang
Pekerja Sosial: orang
Lain-lain (jelaskan):
Kapasitas Rawat : .. ranjang B.O.R:
Jumlah Ruang :
Luas area Fas.Kes. :
Departemen (RS) Obgin Bedah P.Dalam IKA
THT kardiologi Neurologi Psikiatri
PA Mata Path. Klinik ICU
ICCU Kulit dan Kelamin CSSD
Lain-lain
Seksi (Puskesmas) KIA Gizi P2M KesLing
KB Sanitasi Poliklinik Umum
Lain-lain
Jarak dr Fas.Kes ke Kecamatan: ... Km. Waktu Tempuh .. jam
Pusat Rujukan Kabupaten/Kota.... Km,. Waktu Tempuh.. jam
Provinsi: . Km, Waktu Tempuh....jam
FASILITAS GAWATDARURAT
Unit Rawat Jalan Poliklinik Umum Emergency Poliklinik Khusus
Mampu untuk: Manajemen Awal Stabilisasi Evaluasi Medik
Jam kerja: 4 jam 8 jam 24 jam
Unit Rawat Inap Sesuai Departemen Obgin Gwt. Darurat
Mampu untuk: Manajemen Lengkap Stabilisasi Rehabilitasi
Jam kerja (shift) 8 jam 12 jam 24 jam
Tindakan Transfusi Bedah Laparoskopi
Diagnostik invasif non-invasif Rekonstruksi
Resusitasi Anesthesia Life saving
Rawat Intensif Lain-lain (Jelaskan)
Tenaga Pelaksana Spesialis DU Terlatih Lain-lain ..
SISTEM RUJUKAN
Merujuk ke PKM Pembina RS Kabupaten RS Provinsi
Sistem Berjalan baik Tidak jalan Kadang-kadang
Transportasi Ambulans Klinik Angkutan Umum Mobil Sewa
Transportasi Air Lain-lain ..
Penyedia Layanan Rumah Sakit/Puskesmas Institusi Pemerintah
Transportasi Masyarakat Organisasi Swasta
Yayasan Industri/BUMN
Koperasi ABRI/Polri
Ketersediaan 24 jam 06.00-12.00
13.00-18.00 19.00-24.00
01.00-05.00 AM Berdasarkan Pesanan
Jarak ke Fasilitas 30 km 31-60 km 61-90 km 91 km
Kesehatan Rujukan 30 min. 31-60 min. 61-90 min. 91 min.
Sarana Komunikasi Telefon Umum Handphone Telefon Rumah
SSB Radio Amatir CB
Komunikasi ABRI Komunikasi Polri Telefon Kantor
Intercom Telefon Toko Telefon BUMN
e-mail Fax Penyeranta
Protokol Rujukan Tertulis Tidak ada Tidak Jelas
Pemberitahuan Sebelum Klien Sementara Klien Tanpa
Rujukan dirujuk diperjalanan Pemberitahuan
Pendamping ya tidak tergantung
selama dirujuk kebutuhan
Stabilisasi sebelum/ Dilakukan Tak dilakukan tidak tersedia
selama rujukan cairan/obat
Biaya Rujukan Resmi Negosiasi Subsidi
Untuk pengemudi Untuk BBM Supir & BBM
Layout:
panjang
1
2 12
7
3 l
8 10 11 e
4 b
a
6 r
5 9 12
ALUR PASIEN
Alur pasien Teratur Berbasis prioritas Tidak teratur
Kegiatan selama:
Penerimaan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Pemindahan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Tunggu Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Tindakan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Pulih Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Kasir Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Farmasi Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
(..)
Institusi : BPS/PKM/RSB/RS
Strata/Klas : .............................................
Kode Klinik : .............................................
Alamat : .............................................................................................................
Kecamatan : .......................... Kabupaten/Kodya: ...........................
Telp: .............................. ........ Kode Pos: ..........................................
DATA KINERJA
Beri penilaian berdasarkan gradasi berikut: 1: Sangat Baik 2: Baik 3: Cukup
4: Kurang 5: Jelek
Catatan khusus: