Anda di halaman 1dari 38

PENYIAPAN FASILITAS PRAKTIK KLINIK BAGI PELATIHAN

BERDASARKAN KOMPETENSI
TINJAUAN UMUM PELATIHAN BERDASARKAN KOMPETENSI

SEBELUM MEMULAI PELATIHAN

Pelatihan klinik yang akan dilakukan ini, menggunakan prinsip belajar bagi orang dewasa
dengan anggapan bahwa peserta mengikuti pelatihan ini, karena :

Tertarik pada topik dan materi pelatihan


Mengetahui apa yang akan diperoleh melalui pelatihan ini atau paling tidak, mereka
dapat menjelaskan mengapa memilih pelatihan ini dan bukan pelatihan yang lain
Menginginkan untuk mempelajari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baru

Atas dasar ini, semua materi pelatihan dipusatkan pada peserta. Sebagai contoh, materi
dan kegiatan pelatihan ditujukan untuk mengembangkan proses belajar, dan peserta
diharapkan terlibat secara aktif dalam semua proses pelatihan. Pelatih akan berusaha
untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mengembangkan semua
kegiatan untuk membantu peserta memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang baru.

Dalam proses belajar, disediakan sekumpulan materi pelatihan yang sama bagi pelatih
dan peserta. Pelatih dengan berbagai jenis dan tingkatan pelatihan sebelumnya, didukung
pula dengan pengalaman melatih pascapelatihan, merupakan seorang pakar dalam
memandu berbagai kegiatan belajar bagi para peserta.

Pelatihan klinik ini, dirancang dan mengacu pada efisiensi sumber daya, diantaranya
dengan penyediaan bahan pelatihan yang murah, aplikasi teknik pelatihan yang
terintegrasi dan penggunaan penuntun belajar dan keterampilan klinik yang rinci (langkah
demi langkah), agar proses belajar menjadi efektif dan peserta mampu untuk menilai
tingkat kemajuan secara mandiri. Kuesioner dan daftar tilik penilaian keterampilan klinik,
dibuat untuk merancang metode pelatihan segera setelah dilakukan penilaian awal, serta
evaluasi tingkat pengetahuan dan keterampilan klinik peserta secara obyektif.

PENDEKATAN PELATIHAN :

Dalam pelatihan keterampilan klinik ini, digunakan proses belajar sambil mengerjakan
(learning by doing). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan klinik petugas kesehatan/klinisi agar lebih teliti, waspada dan efektif dalam
memberikan pelayanan klinik seperti yang diharapkan.
Pendekatan metode pelatihan klinik ini adalah :
Menggunakan metode belajar bagi orang dewasa. Berarti interaktif, praktis dan sesuai
dengan kebutuhan / pekerjaan peserta

Coaching merupakan metode andalan dalam prose alih pengetahuan, keterampilan


dan perilaku hingga peserta latih mencapai kualifikasi yang diinginkan

Menggunakan model anatomi untuk membantu proses belajar

Sistem pelatihan dirancang untuk memperoleh standar kinerja yang tinggi, baik pada
aspek pengetahuan maupun keterampilan

Fokus penilaian adalah keterampilan atau kinerja, bukan berdasarkan jumlah materi
dan hari pelatihan.

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN MELALUI PELATIHAN KLINIK

Pengembangan keterampilan melalui pelatihan, sangat berbeda dengan proses pendidikan


pada umumnya. Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan keterampilan yang sangat
diperlukan bagi para petugas kesehatan dalam mencapai tingkat kinerja yang diinginkan.
Berbeda dengan proses pendidikan yang menekankan penilaian pada informasi apa yang
sudah dipelajari oleh peserta, maka pada pelatihan keterampilan klinik, lebih
ditekankan pada bagaimana setiap peserta melaksanakan prosedur klinik standar
(keterpaduan pengetahuan, nalar klinik, kompetensi keterampilan dan perilaku positif).

Dalam proses pengembangan keterampilan tersebut, berbagai langkah-langkah klinik


yang akan diajarkan, terlebih dulu dibagi dalam beberapa langkah utama. Kemudian,
setiap langkah dianalisis, untuk menentukan cara yang paling efisien dan aman apabila
diterapkan dalam proses pelatihan klinik. Proses ini disebut pembakuan (standardisasi).
Setelah langkah klinik dibakukan, maka penuntun belajar dan daftar tilik penilaian dapat
disusun dan dikembangkan untuk menilai kemajuan dan proses belajar dan menilai
tingkat keterampilan para peserta secara keseluruhan.

Komponen utama dalam pengembangan keterampilan klinik ini adalah penggunaan


teknik bimbingan (coaching) dimana para pelatih klinik memberikan penjelasan
mengenai keterampilan atau prosedur klinik lebih dahulu, kemudian memberikan
peragaan dengan menggunakan model anatomi atau alat bantu yang lain seperti: slide
atau videotape. Setelah melakukan peragaan langkah baku dan membahasnya, maka
pelatih melakukan evaluasi hasil peragaan, berkomunikasi dan membimbing para peserta
dalam mempelajari keterampilan atau kegiatan tersebut, memperhatikan kemajuan belajar
serta mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh para peserta.
Teknik bimbingan (Coaching) menjamin bahwa setiap peserta menerima umpan balik
sesuai dengan kinerja yang ditampilkan:

Sebelum praktek - pelatih dan peserta mengadakan pertemuan sebelum praktek


untuk membahas kembali prosedur atau langkah klinik yang harus diperhatikan dan
dikuasai melalui pelaksanaan praktek

Selama praktek - pelatih mengamati, membimbing dan memberi umpan balik


kepada para peserta pada waktu mereka melaksanakan prosedur atau langkah klinik
seperti yang tercantum di dalam penuntun belajar

Setelah praktek - umpan balik harus diberikan sesegera mungkin atau secepatnya
setelah praktek. Pelatih harus menggunakan penuntun balajar, untuk membahas hasil
praktek, menilai tingkat keterampilan yang telah dicapai dan memberikan berbagai
saran atau masukan untuk perbaikan kinerja.

Apabila pengembangan keterampilan digabung dengan metode belajar bagi orang dewasa
dan perilaku yang dapat diteladani, maka metode ini akan memberi hasil yang sangat
memuaskan dan sangat efektif untuk pencapaian tingkat keterampilan yang diinginkan.
Penggunaan model anatomi dan alat bantu latih yang lain, dapat mengurangi waktu
latihan (dan biaya latihan) secara bermakna.

Penilitian di Thailand telah membuktikan hal tersebut dimana pelatihan IUD dengan
metode pengembangan keterampilan, menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode
konvensional. Peserta yang berlatih dengan model panggul, 70% dari 150 peserta, telah
mencapai tingkat mampu setelah 2 kali melakukan praktek pemasangan pada klien, dan
100% setelah 6 kali pemasangan. Sebaliknya pada 150 peserta yang dilatih tanpa model
panggul, hanya 50% yang mencapai tingkat mampu, setelah rata-rata 6,5 kali
pemasangan dan 10 % tidak pernah mencapai tingkat mampu walaupun telah 15 kali
melakukan praktek pemasangan.

Penggunaan model anatomi pada pelatihan klinik (teknik pelatihan humanistik), akan
memberikan kesempatan kepada para peserta untuk belajar dan berlatih keterampilan
baru secara simulasi (tidak langsung pada klien). Hal ini dapat mengurangi ketegangan
para peserta dan memperkecil risiko serta rasa tidak nyaman pada klien. Dengan
demikian, pelatihan humanistik merupakan komponen yang paling penting dalam
meningkatkan kualitas pelatihan klinik dan pada akhirnya, akan meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pelayanan.

PELATIHAN HUMANISTIK
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa model anatomi merupakan simulasi tubuh
manusia yang dapat digunakan oleh peserta pelatihan untuk mempelajari keterampilan
klinik tingkat awal (Skill Acquisition) dan memungkinkan mereka untuk mencapai
keterampilan klinik tingkat mampu (Skill Competency)

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat keterampilan klinik:

Tingkat awal (Skill Acquisition) : Telah mengetahui kegiatan dan urutan langkah
(apabila diperlukan) suatu prosedur klinik atau
mengerjakan suatu keterampilan baru, tetapi
masih memerlukan bantuan/perbaikan

Tingkat mampu (Skill Competency) : Telah mampu melakukan secara baik dan
benar, berbagai kegiatan dan langkah dalam
suatu prosedur klinik, serta dapat dilaksanakan
sesuai dengan urutannya (apabila diperlukan)

Tingkat mahir (Skill Proficiency) : Telah cukup mahir melakukan kegiatan dan
langkah dalam suatu prosedur klinik, dapat
dilaksanakan sesuai dengan urutannya (apabila
diperlukan) dan dalam selang waktu relatif
singkat (efisien)

Sebagai contoh, sebelum peserta mengerjakan keterampilan klinik pada klien, harus
sudah melalui 2 kegiatan belajar yaitu:

Pelatih sudah memperagakan beberapa kali keterampilan klinik dan interaksi dengan
menggunakan model anatomi dan peralatan pelatihan lainnya seperti slide atau video

Peserta dengan bimbingan pelatih sudah mempraktekkan keterampilan klinik dan


interaksi/komunikasi interpersonal pada model anatomi dengan menggunakan
peralatan yang sebenarnya dan dalam suasana yang dibuat semirip mungkin dengan
situasi yang nyata/realistik.

Setelah peserta mencapai tingkat mampu atau mahir tahap awal pada praktek dengan
model anatomi, baru boleh mengerjakan keterampilan klinik tersebut pada klien.

PAKET PELATIHAN
Pelatihan klinik ini dirancang dalam satu paket yang terdiri dari :

Buku Acuan: berisi informasi esensial yang diperlukan dalam melatih nalar klinik dan
keterampilan yang dibutuhkan

Buku Panduan Pelatihan: berisi kuesioner, prosedur klinik yang rinci dalam penuntun
belajar keterampilan klinik, kegiatan interaktif dan daftar tilik penilaian keterampilan

Bahan-bahan pelatihan, seperti model anatomik dan slide

MENGGUNAKAN PAKET PELATIHAN KLINIK

Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam proses pengembangan keterampilan klinik ini,
metoda yang efektif untuk alih keterampilan tersebut, adalah penggabungan dari berbagai
metode yaitu teknik bimbingan, fasilitasi, humanistik, perilaku panutan dan cara orang
dewasa belajar.

Paket pelatihan, dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suasana akrab dengan
pemakai dan memberi keleluasaan untuk menyesuaikan materi yang akan diberikan
dengan kebutuhan belajar peserta (perorangan maupun kelompok). Sebagai contoh, pada
setiap awal pelatihan diberikan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan
keterampilan klinik peserta. Hasil kuesioner sebelum pelatihan ini dibahas oleh pelatih
dan peserta untuk menyesuaikan materi pelatihan dengan kebutuhan belajar peserta
sehingga pelatihan lebih dipusatkan pada pemberian informasi dan keterampilan baru
yang dibutuhkan saja.

Buku acuan dirancang untuk memberikan semua informasi yang penting selama
pelatihan dan disusun secara sitematis sehingga mudah dimengerti. Buku tersebut
berfungsi sebagai bahan bacaan untuk peserta dan :sumber rujukan untuk pelatih, oleh
karana itu tidak diperlukan buku-buku yang lain. Buku rujukan tersebut hanya berisi
informasi yang berhubungan dengan tujuan pelatihan, oleh karena itu juga merupakan
kelengkapan dari kegiatan didalam kelas, mulai dari memberikan presentasi interaktif
hingga memberikan teknik pemecahan masalah.

Dilain pihak, buku panduan pelatihan mempunyai 2 fungsi. Pertama dan terutama
sekali adalah sebagai pemandu untuk peserta dalam mengikuti setiap tahap pelatihan.
Kedua, buku itu juga berisi silabus pelatihan, uraian jadwal pelatihan dan semua bahan-
bahan yang bisa diperbanyak (kuesioner, matriks kinerja, penuntun belajar dan penilaian
pelatihan) yang diperlukan selama pelatihan.

Untuk menjaga agar filosofi (dasar) pelatihan ini tetap berlangsung, maka semua kegiatan
pelatihan (di kelas atau klinik) harus dilaksanakan dengan cara partisipatif dan interaktif.
Untuk melakukan ini diperlukan pelatih yang mampu menjalankan semua peran selama
pelatihan. Sebagai contoh, pelatih berperan sebagai instruktur pada waktu menyajikan
peragaan dikelas, berperan sebagai pemandu pada waktu mengadakan diskusi kelompok
kecil atau menggunakan permainan peran, menjadi pembimbing pada waktu melakukan
coaching dan berperan sebagai evaluator pada saat melakukan penilaian keterampilan
klinik atau kinerja .

Sebagai ringkasan, gambaran umum proses pengembangan keterampilan ini dapat


dibagi dalam beberapa bagian yang penting.

Pertama, pelatihan ini didasarkan pada prinsip belajar bagi orang dewasa yaitu
mempunyai pengaruh timbal balik, mempunyai hubungan dengan pekerjaannya dan
praktis. Selain itu pelatih lebih berperan sebagai pemandu dalam memasukkan
pengalaman peserta sebagai materi pelatihan, dan bukan sebagai instruktur atau
pembicara tunggal.

Kedua, menggunakan model untuk memudahkan peserta mempelajari langkah baku


suatu keterampilan.

Ketiga, penilaian peserta lebih didasarkan pada bagaimana kinerja (keterampilan)


peserta dalam melaksanakan suatu prosedur klinik, bukan seberapa banyak
pengetahuan yang telah dipelajari oleh peserta.

Keempat, berlatih sesering mungkin pada model anatomi, lakukan penilaian


keterampilan secara berkesinambungan hingga setiap peserta dapat melakukan
langkah klinik dengan baik sebelum praktek pada klien. Inilah penilaian akhir dari
suatu pelatihan klinik

PENDEKATAN PRINSIP DAN PROSES PELATIHAN

Pelatihan klinik Persalinan Normal, juga menggunakan berbagai prinsip dan metode
yang telah diuraikan diatas. Tetapi kegiatan dan proses pelatihan berdasarkan kompetensi
yang akan dilaksanakan, ternyata memerlukan berbagai pendekatan dan sarana yang jauh
lebih kompleks jika dibandingkan dengan pelatihan keterampilan klinik suatu metode
kontrasepsi. Paling tidak, pengertian pelatihan klinik, tidak hanya sekedar mempelajari
keterampilan untuk suatu prosedur klinik atau hanya terfokus pada aspek psikomotor.

Selain pengetahun, keterampilan dan perilaku, pelatihan klinik ini diharapkan mampu
untuk membangun kemampuan nalar klinik (clinical judgment). Oleh karena itu, berbagai
syarat yang bermuara pada kualifikasi kemampuan klinik bagi peserta, menjadi kunci
keberhasilan pelatihan klinik ini.

Beberapa konsiderasi yang harus dipenuhi sebelum berlangsungnya pelatihan klinik ini
adalah:
Kriteria calon peserta pelatihan

Kesiapan tempat dan jaringan pelayanan bagi kebutuhan pelatihan

Jumlah kasus bagi observasi, demonstrasi, coaching dan praktek klinik

Ketersediaan perlengkapan dan pasokan bagi pelayanan yang berkualitas

Sistem pemantapan kompetensi dan kualifikasi

Supervisi fasilitatif

Kesinambungan pelayanan secara mandiri

Perbaikan kualifikasi petugas (provider) dari dua sisi (preservice and inservice)

Adanya sistem yang menjadi jalan masuk bagi berbagai intervensi atau integrasi
program pelayanan kesehatan

Kriteria peserta latih

Berbeda dengan pelatihan keterampilan prosedur klinik maka pelatihan klinik ini harus
menerapkan kriteria yang ketat bagi calon peserta latih. Kriteria bagi calon peserta latih,
telah disebutkan dalam asumsi yang diuraikan pada bagian awal Tinjauan Umum yaitu:

Tertarik dengan topik/materi pelatihan sehingga mereka mempunyai motivasi


yang tinggi terhadap kondisi kinerja saat ini dan tingkat kinerja yang
diharapkannya pada akhir pelatihan. Dengan kata lain, peserta merasa bahwa
pelatihan klinik ini memang merupakan kebutuhan dan upaya yang paling tepat
untuk koreksi terhadap kesenjangan kinerja mereka. Tidaklah pada tempatnya
apabila peserta datang untuk mengikuti pelatihan ini hanya karena ditugaskan
oleh atasannya.

Calon peserta latih dapat memilah pelatihan mana yang sesuai dengan
keinginannnya. Jenis pelatihan mana yang relevan dengan tugasnya dan
mempunyai nilai ungkit yang tinggi bagi prestasi kerja mereka.

Keterbukaan dan kesadaran dalam memilih pelatihan yang sesuai bagi perbaikan
kinerja calon peserta latih akan memberi manfaat yang tinggi terhadap kualitas
pelayanan kesehatan dan memberi makna untuk berperilaku positif

Selain itu, peluang untuk mengikuti pelatihan, terutama harus diberikan pada mereka
yang mempunyai kesempatan yang tinggi untuk mengaplikasikan kemampuan klinik
pascapelatihan dan ditunjang dengan sarana yang memadai bagi terselenggaranya
kualitas pelayanan di tempat kerja mereka.

Pemanfaatan alumnus pelatihan klinik ini bagi kegiatan pelatihan berikutnya, juga
merupakan salah satu kriteria yang ada. Sebaran alumnus sekaligus merupakan perluasan
jaringan pelayanan dan pelatihan sehingga kondisi ini dapat mendukung penyediaan
tempat pelatihan, pelatih pendamping dan kebutuhan terhadap sejumlah klien dalam
proses pelatihan dan pemantapan kompetensi.

Apabila pengembangan pelatihan klinik akan mengarah pada kedua sisi dari petugas
pelaksana (saat pendidikan dan bekerja) maka penegasan kriteria calon peserta (terutama
saat pendidikan), akan menjadi lebih kritis dan memerlukan rumusan baru

PENYIAPAN FASILITAS KLINIK


DAN JARINGAN PELAYANAN BAGI KEBUTUHAN PELATIHAN

Pelatihan klinik tidak dimulai dari mempersiapkan pelatih klinik dalam berbagai jenjang
seperti yang dimaksud dalam Alur Pengembangan Pelatih. Persiapannya justru lebih awal
dari itu, yaitu membakukan pelayanan klinik yang sesuai di fasilitas kesehatan yang akan
disiapkan sebagai tempat pelatihan.

Para pakar klinik dan perancang pelatihan akan mengintegrasikan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan tujuan pelatihan pada fasilitas kesehatan terpilih. Berbagai upaya
pembakuan akan dijalankan sehingga mampu merefleksikan aplikasi materi dan kegiatan
klinik seperti yang diinginkan (standar). Bila kondisi standar telah tercipta dan berjalan
secara reguler maka fasilitas kesehatan ini dikategorikan sebagai fasilitas kesehatan
dengan pelayanan standar (established standardized service site).

Setelah pembakuan selesai dijalankan maka pemeliharaan kualitas pelayanan dan


peningkatan kinerja yang spesifik (misalnya: Asuhan Persalinan Normal) akan
meningkatkan status fasilitas ini menjadi fasilitas kesehatan percontohan (service site
model). Bila kondisi ini dilengkapi dengan penyediaan pelatih (peningkatan proficient
provider menjadi clinical trainer) dan sarana untuk pelatihan maka fasilitas kesehatan ini
akan digolongkan sebagai fasilitas pelatihan klinik (training site health facility). Fasilitas
kesehatan untuk pelatihan klinik tersebut kemudian melatih petugas pelaksana (provider)
dan membantu menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan lain menjadi standardized
service site baru.

Bila beberapa fasilitas tersebut membentuk jaringan pelayanan maka fasilitas tersebut
dapat digunakan untuk tempat praktek klinik dengan pengawasan pelatih dari pusat
pelatihan. Fasilitas baru ini dapat dikembangkan menjadi fasilitas pelatihan baru dengan
jalan melatih para proficient provider menjadi pelatih klinik. Dengan demikian, akan
terjadi perkembangan fasilitas pelayanan standar dan sekaligus fasilitas pelatihan.
Fasilitas-fasilitas pelatihan ini kemudian dapat mengembangkan jaringan pelayanan ke
tingkat yang lebih bawah sehingga terjadi replikasi fasilitas pelayanan standar.

Penyiapan dan pengembangan fasilitas pelayanan/pelatihan akan memberikan berbagai


keuntungan, diantaranya:

Pengembangan pelayanan berkualitas

Peningkatan kapasitas pelatihan klinik

Sosialisasi sarana dan kualitas pelayanan

Efisiensi dan efektifitas proses pelatihan

Menjamin pencapaian kompetensi

Pemantauan dan perbaikan mutu pelayanan dan pelatihan

Terciptanya sistem integrasi dan kesinambungan program pelayanan kesehatan

Jumlah kasus bagi observasi, demonstrasi, coaching dan praktek klinik

Pencapaian kompetensi seperti yang disebutkan dalam sylabus pelatihan dan repetisi
sesuai dengan prinsip orang dewasa belajar, memerlukan praktek pada model anatomi
dan klien. Praktek pada model anatomi, bukanlah masalah besar tetapi praktek klinik
dengan klien, ternyata menjadi masalah utama dalam setiap pelatihan klinik.

Bila pelatihan klinik ini diikuti oleh 15 peserta, paling tidak dibutuhkan 3-5 klien untuk
demonstrasi klinik, 30 klien untuk tahapan akuisisi-kompetensi pada klien serta 30 klien
untuk mencapai tahapan kompetensi awal. Dengan demikian, pada kondisi yang sangat
normal, dibutuhkan sekitar 65 klien untuk mencapai tahap kualifikasi awal bagi petugas
pelaksana. Bila fasilitas pelatihan hanya memiliki 30 kasus yang sesuai untuk pelatihan
dalam waktu satu bulan maka dalam pelatihan klinik yang berlangsung selama 10 hari,
maka hanya dapat dipenuhi 15% dari total kasus yang dibutuhkan.

Dengan gambaran jumlah kasus diatas maka pendekatan yang paling rasional untuk
memenuhi jumlah kasus tersebut adalah dengan memiliki 5 fasilitas pelatihan dengan
kapasitas yang sama atau mencari fasilitas pelatihan dengan 65 kasus dalam waktu
seminggu.

Tampaknya pendekatan pertama yang lebih memungkinkan, tetapi memilki 5 fasilitas


pelayanan untuk satu fasilitas pelayanan adalah juga hal yang sangat sulit atau lebih tepat
bila disebutkan sebagai tidak mungkin. Untuk membuat hal ini menjadi mungkin maka
konsep jaringan pelatihan dan pelayanan seperti yang diuraikan diatas, akan sangat
membantu dalam memenuhi kebutuhan kasus atau klien untuk suatu pelatihan yang
mengacu pada kompetensi dan kualitas.

Pihak penyelenggara pelatihan dan mitra atau pelanggan harus menyepakati 2 hal demi
terlaksananya pelatihan klinik yang berkualitas, yaitu:

Menyiapkan dan menyediakan jaringan pelayanan/pelatihan secara bersama,


dimana pihak penyelenggara pelatihan akan menjamin pencapaian kompetensi
peserta latih dan pihak mitra menjamin terciptanya jaringan tersebut diatas.

Pencapaian kompetensi dan unjuk kinerja yang mencerminkan kualifikasi seperti


yang diharapkan menjadi tolok ukur selesainya suatu pelatihan klinik. Pencapaian
kompetensi peserta latih akan berkaitan langsung dengan kesempatan
memperoleh dan pengulangan praktek klinik sehingga pemenuhan jumlah kasus
bagi kebutuhan pelatihan, merupakan acuan bagi pemilihan fasilitas pelatihan
(memiliki pelatih dan jaringan pelayanan standar yang memadai).

Ketersediaan perlengkapan dan pasokan bagi pelayanan yang berkualitas

Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sarana standar dan pasokan yang memadai
bagi terlaksananya pelayanan kesehatan spesifik yang berkualitas merupakan fasilitas
yang baik bagi kegiatan pelatihan karena:

Merupakan percontohan dalam mempersiapkan dan operasional pelayanan


kesehatan

Panutan perilaku positif petugas pelaksana terhadap standar pelayanan

Mengikuti konsep belajar sambil mengerjakan

Menimbulkan kesan konsistensi antara teori dan praktek di dalam jaringan


pelatihan dan pelayanan

Efisiensi dan efektifitas penyediaan dana bagi sarana dan pelayanan.

Jaminan sarana standar dan pasokan yang memadai juga menjadi syarat di fasilitas
kesehatan tempat peserta latih bekerja, karena apabila hal ini tidak dipenuhi maka dapat
menimbulkan kesenjangan kinerja dan kualitas. Kualifikasi yang sesuai dan kinerja yang
handal tetap tidak dapat dimanfaatkan apabila kebutuhan sarana dan pasokan tidak dapat
dipenuhi oleh instansi/institusi yang memiliki fasilitas kesehatan tersebut.

Hal yang sama juga terjadi apabila peserta latih bekerja di fasilitas kesehatan yang
mereka iliki sendiri. Tanpa sarana dan pasokan yang memadai, hasil pelatihan klinik yang
mereka ikuti, tidak dapat menghasilkan efek seperti yang diharapkan.
Sistem pemantapan kompetensi dan kualifikasi

Pada berbagai pengalaman pelatihan terdahulu tentang keterampilan klinik berbagai


metode kontrasepsi, terbukti bahwa tanpa bimbingan dan supervisi yang baik, hampir
sebagian besar petugas pelaksana tidak dapat melakukan unjuk kinerja standar di tempat
mereka bertugas (Mid-Project Assessment SDES, 1988). Hasil evaluasi kinerja klinik dari
peserta pelatihan klinik (Milestone 35 AusAID, 2000) menunjukkan kesenjangan kinerja
yang jauh lebih parah lagi.

Hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua pelatihan tersebut tidak ditindak-lanjuti
dengan proses pemantapan kompetensi dan bimbingan pascapelatihan yang memadai.
Oleh karena itu, dalam pelatihan klinik ini, pemantapan kompetensi dimasukkan sebagai
bagian dari pelatihan klinik. Setelah pelatihan klinik selesai, peserta latih tetap diikuti
hingga di tempat mereka bekerja. Bimbingan untuk pemantapan kompetensi diberikan
hingga peserta latih benar-benar mencapai tahapan kompetensi yang sesungguhnya.
Setelah tahapan ini tercapai, baru tim pelatih membuat pernyataan tentang kualifikasi
sebagai petugas pelaksana.

Konsep ini tidak menyimpang dari prinsip pelatihan berdasarkan kompetensi yaitu
mastery learning dan competency-based. Pelatihan dianggap selesai apabila peserta latih
telah mampu dan kompeten dalam prosedur atau keterampilan spesifik yang dilatihkan.
Tentang waktu untuk pemantapan ini dapat berbasis jumlah kasus atau waktu yang
dibutuhkan untuk memperoleh jumlah tertentu kasus-kasus yang sesuai. Pada pelatihan
klinik lain (misalnya: Asuhan Pascakeguguran) waktu pemantapan kompetensi tersebut
adalah 1 bulan. Dengan demikian, sertifikat sebagai petugas pelaksana (provider) baru
diberikan setelah peserta latih mencapai tahapan kompetensi penuh.

Supervisi fasilitatif

Setelah petugas pelaksana memiliki kualifikasi sebagai petugas pelaksana dan fasilitas
pelayanan di tempat mereka bertugas telah melengkapi sarana yang dibutuhkan serta
pasokan yang memadai maka pelatih dan pihak instansi akan melakukan supervisi.
Supervisi yang dilakukan adalah supervisi fasilitatif. Beda dengan supervisi tradisional
yang lebih banyak melihat kesalahan dan tertuju pada individu, supervisi fasilitatif lebih
memfokuskan kegiatannya pada pemberdayaan obyek selia dan melihat sistem yang ada
sebagai bahan kajian untuk perbaikan mutu pelayanan.

Kegiatan ini akan membantu obyek selia untuk menyelesaikan masalah mutu (termasuk
unsur kinerja) secara mandiri dan penyelia akan lebih banyak berperan sebagai mediator
di dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada, baik yang terkait dengan hasil dari
suatu pelatihan klinik, infrastruktur instansional dan masalah pasokan.
Dengan supervisi fasilitatif, obyek selia akan menentukan jadwal kunjungan dan sangat
mengharapkan kunjungan ulang karena proses ini membawa perbaikan bagi mereka tanpa
merasa dipersalahkan. Kondisi ini akan memelihara kinerja pascapelatihan dan menjamin
obyek selia bekerja dalam kondisi yang ideal.

Kesinambungan pelayanan secara mandiri

Sebagian besar pelatihan klinik yang dilaksanakan dengan dana bantuan, pada umumnya
akan segera mengalami penurunan aktifitas (mulai dari penjarangan hingga terhenti sama
sekali) apabila pasokan dana tersebut terhenti. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pendekatan baru secara kelembagaan sehingga apabila pasokan tersebut terhenti maka
kegiatan lanjutan diambil alih oleh institusi/instansi induknya.

Pendekatan kesinambungan yang harus dijalankan adalah dengan melakukan integrasi


pelayanan kesehatan dari suatu pelatihan dengan program kesehatan yang ada. Sebagai
contoh, Asuhan Persalinan Normal seharusnya berada (terintegrasi) dalam pelayanan
kesehatan maternal yang dijalankan oleh Departemen Kesehatan RI. Hasil pelatihan
merupakan stimulan bagi aktifasi kegiatan-kegiatan yang ada dalam program KIA.
Setelah terbentuk sistem dan jaringan pelayanan serta hasil pelatihan memberi efek yang
positif terhadap kualitas pelayanan kesehatan maternal maka secara bertahap pelayanan
ini beralih dari kegiatan pascapelatihan menjadi kegiatan pelayanan reguler dari fasilitas
kesehatan yang dimiliki oleh jajaran Dinas Kesehatan.

Apabila proses pengalihan ini berjalan baik maka kesinambungan dan kualitas pelayanan
kesehatan akan terjaga dengan baik pula.

Perbaikan kualifikasi petugas (provider) dari dua sisi (preservice and inservice)

Pelatihan bagi petugas kesehatan yang telah bekerja merupakan upaya koreksi terhadap
kinerja dan kualitas pelayanan yang telah terjadi. Tetapi dilain pihak, dihasilkan pula
tenaga pelaksana dari institusi pendidikan. Bila standar kinerja dan mutu pelayanan ingin
dipelihara mulai dari tahapan yang paling dini maka sudah selayaknya pelatihan klinik
atau kurikulum khusus dapat juga diberikan bagi calon petugas kesehatan yang sedang
mengikuti pendidikan. Menghasilkan kinerja pascapendidikan yang mendekati kinerja
provider yang telah bekerja, merupakan upaya dini dalam menjaga mutu pelayanan.

Adanya sistem yang menjadi jalan masuk bagi berbagai intervensi atau integrasi
program pelayanan kesehatan

Pelatihan sendiri bukan merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan maslah mutu
pelayanan. Pelatihan merupakan pelengkap dari suatu sistem yang terintegrasi yang harus
dijalankan secara komprehensif. Bila ada bagian atau elemen yang hilang dari sistem
tersebut maka akan terjadi berbagai kesenjangan dari proses dan mutu pelayanan.
Secara konseptual, masalah kesehatan yang ada, harus dapat diidentifikasi secara baik
agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat pula. Temuan melalui kajian kebutuhan akan
menghasilkan beberapa alternatif solusi bagi perbaikan atau koreksi masalah kesehatan.
Hanya masalah tertentu saja yang dapat diintervensi atau dikoreksi melalui pelatihan.
Masih banyak masalah-masalah lain yang tak dapat diselesaikan hanya dengan pelatihan
semata. Dengan demikian jelas terlihat perlunya sistem yang akan mensinergikan elemen
pelatihan dengan elemen lain (manajemen, kebijakan, finansial, lingkungan dsb) yang
dapat mengubah atau memecahkan masalah kesehatan yang ada.

Sistem ini harus diciptakan agar upaya atau intervensi lain yang sudah mengarah pada
perbaikan mutu pelayanan dapat diisi dengan berbagai program yang dapat diperbaiki
melalui pelatihan. Bila konsep penyediaan fasilitas pelayanan standar dapat dianggap
sebagai jalan masuk berbagai program kesehatan yang memerlukan pelatihan klinik maka
secara bertahap, pelayanan yang bersifat spesifik akan dilengkapi dengan program lain
yang saling mengisi sehingga menjadi pelayanan yang komprehensif.

Sistem seperti ini yang perlu dikembangkan dan dilembagakan sehingga pemberdayaan
fasilitas pelayanan di berbagai jenjang dapat terwujud dan terstratifikasi dengan baik.
Adanya sistem ini akan membuat para perancang pelatihan mampu menyesuaikan dan
mengembangkan berbagai paket pelatihan sesuai dengan kebutuhan.
PENATAAN KAMAR TINDAKAN
GINEKOLOGI/PERSALINAN

KAMAR TINDAKAN

Setiap petugas kesehatan harus mengetahui dan mengerti tentang aturan yang berlaku di
kamar tindakan/persalinan. Aturan baku tersebut bersifat mutlak dan melekat erat dengan
ketentuan yang berkaitan dengan jenis prosedur yang akan dilakukan, kondisi pasien,
prinsip sterilitas, syarat penggunaan dan pengamanan ruang, kualifikasi dan sertifikasi
tenaga kesehatan, tata krama dan perilaku yang spesifik bagi petugas dan klien, serta
optimalisasi effektifitas dan efisiensi terhadap fungsi kamar tindakan tersebut.

Sikap waspada dan perhatian khusus, telah diperlihatkan sejak dini. Sebaiknya, dimulai
dari saat merancang, membuat konstruksi hingga pemanfaatan dan pemeliharaan lingkup
terapetik. Kondisi ini dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi
pasien yang membutuhkan tindakan operatif atau prosedur manipulatif invasif sehingga
mampu untuk menekan efek samping atau komplikasi yang tidak diinginkan hingga ke
tingkat yang paling rendah.

Pengetahuan tentang prosedur klinik dan penerapan prinsip asepsis dan sterilitas, sangat
diperlukan. Hal ini akan memberikan jaminan bahwa setiap prosedur klinik, akan
memberikan perlindungan yang setinggi-tingginya bagi setiap pasien. Infeksi dapat
menyebabkan perpanjangan waktu perawatan, mengurangi kenyamanan dan menambah
biaya perawatan. Pada kondisi yang sangat berat, dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien atau menimbulkan kecacatan. Rancangan ruang tindakan, lebih ditujukan pada
pemanfaatan fungsi secara maksimal. Namun demikian, pencapaian tujuan tersebut
sangat tergantung dari disiplin yang tinggi dan tanggung jawab petugas kesehatan yang
mengelola fasilitas kesehatan ini.

KETENTUAN KHUSUS

Disamping kesesuaian rancangan kamar tindakan, ketentuan khusus atau aturan formal
yang diberlakukan pada fasilitas khusus ini, akan sangat menentukan keberhasilan upaya
pertolongan terhadap pasien/klien yang membutuhkan prosedur operatif/invasif sebagai
bagian dari tatalaksana penyakit/masalah kesehatan yang dihadapinya.

Salah satu upaya yang cukup penting adalah mencegah perpindahan mikroorganisme dari
luar, ke dalam kamar tindakan. Untuk prosedur klinik terhadap pasien yang bersih
(non-infeksi) dan menjaga sterilitas, hanya petugas kesehatan yang berkompeten dapat
memasuki ruang tersebut. Petugas lain (terutama yang mengenakan pakaian dari luar),
sebaiknya tidak diizinkan masuk ke daerah penyangga, apalagi ke dalam kamar tindakan
yang steril.
Pakaian khusus di dalam kamar tindakan, tidak diperkenankan untuk dipakai berjalan-
jalan di luar. Hanya ruang tindakan bagi pasien yang diduga telah mengalami infeksi atau
sulit dibersihkan, persyaratan bagi kamar tindakan dapat lebih dilonggarkan. Untuk
kamar tindakan yang steril, setiap individu atau petugas yang memasuki daerah koridor,
sudah harus menanggalkan alas kaki yang dipakai di luar. Sebelum masuk daerah
penyangga, petugas pelaksana dan klien, harus berganti pakaian di ruang ganti.

Petugas menggunakan atribut kamar tindakan, mencuci tangan, baru kemudian memasuki
kamar tindakan. Klien berganti pakaian, menggunakan tutup kepala, pemeriksaan ulang
kondisi dan syarat tindakan serta penyiapan daerah operasi di ruang penyangga sebelum
masuk ke dalam kamar tindakan.

Baju dan celana kamar tindakan dan atribut lainnya (topi, masker, alas kaki, gogle dsb)
disimpan dalam lemari khusus di ruang ganti. Pakaian dan sepatu petugas ditinggalkan
dalam ruang ganti. Pengaturan dan pemilihan bahan untuk cuci tangan, pakaian, atribut
dan keperluan lainnya, telah ditentukan sesuai dengan panduan pencegahan infeksi dan
kenyamanan petugas kesehatan.

Ketentuan tersebut diatas sangat berbeda dengan kamar tindakan untuk kasus terinfeksi.
Kondisi ruang tersebut dapat disesuaikan dengan sarana atau struktur fisik yang tersedia,
selama konsep aman tindakan dan lingkungan dapat diterapkan. Paling tidak, ruang
tersebut dalam kondisi yang bersih, mempunyai jenis dan jumlah peralatan yang
memadai, prosedur pencegahan infeksi yang baik, rancang ruang yang sesuai dan tenaga
pelaksana yang trampil.

BAGAN KAMAR TINDAKAN

Keterangan :
1 : Koridor masuk
7 6 2 : Ruang ganti bagi provider
3 : Ruang cuci tangan
4 : Ruang ganti bagi klien
5 : Ruang tindakan
6 : Ruang pulih
7 : Ruang proses instrumen

MejaG inekologi Ruang penyangga adalah ruang 2,3 & 4


5 : alur provider
: alur klien

3 4

2 1
alternatif untuk ruang terbatas :

Keterangan :

5 1 : Koridor masuk dan penyangga


Meja Ginekologi 2 : Ruang ganti petugas pelaksana (provider)
3 : Tempat cuci tangan dan proses instrumen
4 : Ruang ganti klien
5 : Ruang tindakan

: alur petugas pelaksana (provider)


: alur klien
4
3 Ruang penyangga adalah ruang 3,3 & 4
2 : zona khusus (aman)

PERSYARATAN TEKNIS KAMAR TINDAKAN

Kamar tindakan steril seharusnya merupakan area khusus dengan pintu yang selalu
tertutup (dilengkapi dengan peralatan mekanik yang menutup sendiri) dan dapat dikunci
dengan baik. Kamar operasi harus berada jauh dari kesibukan atau lalu lintas pasien-
petugas-keluarga yang ramai. Kondisi kamar yang memenuhi syarat bagi prosedur klinik
adalah sebagai berikut :

Memiliki sistem pencahayaan yang adekuat


Langit-langit kamar, lantai dan dinding keramik yang mudah dibersihkan
Bebas debu dan insekta
Sangat dianjurkan memiliki/dilengkapi dengan alat pengatur suhu (AC)
Memiliki ventilasi yang memadai dan kisi-kisi yang terpaut ketat

Sebagai penunjang untuk kegiatan di kamar tindakan, disyaratkan pula untuk memiliki
fasilitas proses cuci tangan yang baik (persediaan air bersih, sabun dan larutan antiseptik,
bak cuci dengan saluran yang baik dsb). Ruang ganti pakaian bagi petugas harus berada
pada area antara koridor dan tempat cuci tangan.
Kondisi ini memungkinkan staf klinik atau petugas kesehatan dapat mencapai kamar
ganti tanpa melalui bagian yang sibuk dan risiko tinggi terjadinya kontaminasi. Sediakan
wadah khusus dan tertutup rapat, untuk menampung limbah dari kamar tindakan. Kamar
tindakan yang bersih (tidak steril) dapat juga mengikuti rancang ruang seperti yang ada
(lihat diagram diatas) tetapi regulasi sterilitas dapat lebih dilonggarkan. Hal ini
hendaknya tidak diartikan sebagai kelonggaran dalam kualitas pelayanan. Untuk fasilitas
kesehatan yang struktur fisiknya tidak sesuai dengan diagram diatas, tidaklah berarti
bahwa ruang yang ada, tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kamar tindakan
AVM. Yang paling penting adalah bahwa konsep-konsep perancangan ruang dan
penyusunan alat atau instrumen, dapat diterapkan secara adekuat.

ALUR LINTAS DI DALAM KAMAR TINDAKAN

Risiko transmisi penyakit dan kontaminasi di kamar tindakan, berhubungan erat dengan
jumlah khalayak dan aktifitas mereka disana. Upaya untuk menurunkan tingkat risiko
kontaminasi mikrobiologik diantaranya adalah :

Batasi jumlah khalayak dan aktifitas berlebihan di dalam kamar tindakan


Pintu kamar tindakan harus selalu tertutup (dan menutup sendiri) untuk mencegah
masuknya orang yang tidak berwenang, kesibukan dalam ruangan dan sirkulasi udara
Adanya pemisahan instrumen atau bahan yang bersih dari bahan yang terkontaminasi
Jalur khusus bagi pasien untuk menghindarkan kontaminasi terhadap peralatan, bahan
dan area yang steril

PENYIAPAN KLIEN

Karena jaringan kulit yang hidup, sulit untuk diproses hingga tahap steril maka sebelum
klien memasuki kamar operasi, sebaiknya dilakukan pencucian kulit dan mukosa pada
area tindakan. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan, sebaiknya diteliti adanya :

Protokol standar tentang penyiapan klien


Perhatikan jenis upaya dan prosedur penyiapan klien dalam protokol yang ada
Utilisasi bahan dan larutan antiseptik yang tersedia dan akan digunakan
Kondisi kamar mandi, sumber air bersih, toilet dan penyediaan air bersih

PETUGAS KAMAR TINDAKAN

Tim kerja di dalam kamar tindakan terbagi berdasarkan fungsi dan kondisi dari para
anggotanya, yaitu para petugas kesehatan yang melakukan tindakan/prosedur klinik
(scrubbed sterile personnel) dan petugas pembantu kelangsungan prosedur klinik tersebut
(unsrubbed unsterile personnel).
Kamar tindakan steril, dirancang sebagai area yang bersih dan steril sehingga petugas dan
klien harus melaksanakan dan mengikuti ketentuan penggunaan atribut sebagai berikut :

Tim Medik harus menanggalkan dan mengganti pakaian di kamar ganti petugas.
Klien dapat disiapkan sejak di ruang seleksi ulangan atau koridor. Klien yang
melakukan persiapan (sesuai petunjuk klinik) sejak dari rumah, dapat langsung
berganti pakaian di ruang ganti klien.
Petugas mengenakan baju dan celana kamar tindakan, topi, masker, gogle, apron dan
alas kaki sebelum mencuci tangan dan masuk ke kamar operasi
Masker harus menutupi hidung dan mulut. Segera ganti bila lembab atau basah
Topi/penutup kepala harus melingkupi seluruh rambut
Petugas dan klien harus menaggalkan sepatu sebelum memasuki koridor, letakkan
pada tempat yang tersedia, kemudian petugas memakai alas kaki khusus untuk kamar
operasi

Komposisi tim medik adalah operator, asisten operator (surgical assistant) dan asisten
instrumen (instrumentalist). Petugas ini menggunakan pakaian kamar tindakan dan
bekerja langsung pada klien. Instrumen yang digunakan dan kain penutup tubuh pasien,
meja instrumen dan penyangga, setidaknya harus di proses hingga mencapai tingkatan
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT). Petugas pelaksana atau Tim Medik harus melakukan
proses pencegahan infeksi (scrubbing & gloving) sebelum menyentuh peralatan tersebut
atau klien.

Para petugas/staf klinik yang lain, diharapkan dapat membantu tindakan di dalam kamar
tindakan diantaranya mereka yang akan memberi dukungan dan melakukan pemantauan
selama tindakan, pengatur instrumen atau peralatan non-medik atau paramedik sirkulasi.
Walaupun petugas ini tidak memasuki area DTT atau steril tetapi mereka harus tetap
bertanggung jawab untuk menjaga terjadinya kontaminasi atau lingkungan yang aman
selama tindakan berlangsung.

Pada umumnya, tugas pokok dari masing-masing staf klinik adalah :

Tim Medik harus bertanggung jawab terhadap kondisi/diagnosis prabedah, prosedur


bedah dan reaksi medik selama tindakan, termasuk penatalaksanaan pascatindakan
Paramedik sirkulasi menatalaksana kegiatan diluar area steril dan dengan leluasa
bergerak dan membantu memasok keperluan dan memberi dukungan kerja bagi
kelancaran tugas tim operator. Petugas ini juga membuat catatan kondisi vital dan
prosedur klinik.
RUANG OLAH INSTRUMEN

Bagian tergolong penting pada fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan operatif
adalah bagian pengolahan instrumen. Pada rumah sakit yang cukup lengkap, bagian ini
disebut sebagai Bagian Pusat Pasokan (Central Supply and Sterilzation Department) yang
salah satu fungsi pentingnya adalah memperoses instrumen yang telah dipergunakan
hingga aman untuk dipakai kembali. Namun demikian, bukan berarti bahwa pengolahan
instrumen hanya dapat dilakukan pada rumah sakit yang lengkap. Sebaiknya dipahami
tahapan olah instrumen tersebut hingga aman untuk digunakan.

Tahapan tersebut memerlukan integrasi area-area tertentu yang memungkinkan rangkaian


proses tersebut dilaksanakan. Setiap fasilitas kesehatan yang akan memberikan pelayanan
tindakan operatif, dianjurkan untuk memiliki ruang dan tenaga terlatih khusus untuk
mengolah instrumen. Ruang atau area yang diperlukan tersebut adalah :

1. Area penerimaan dan pembersihan


Menerima instrumen
Melepas engsel dan membuka kunci instrumen
Dekontaminasi
Proses pencucian, pembilasan dan pengeringan

2. Area pengamatan ulang dan membuat kemasan/pembungkusan


Pemeriksaan cacat/gangguan fungsi
Pengemasan untuk proses lanjutan (sterilisasi atau DTT)
Pengiriman ke tempat penyimpanan

3. Area penyimpanan instrumen bersih


Laci atau wadah penyimpanan
Pencantuman kode dan pencatatan

4. Area penyimpanan instrumen steril


Penyediaan wadah steril untuk penyimpanan dan transportasi
Penyediaan tromol atau lemari instrumen steril
Pencantuman tanggal kedaluarsa
Pemeriksaan terhadap cacat proses dan kemasan
Menyesuaikan pasokan instrumen dengan pemakai melalui daftar tilik

PENGOLAHAN LIMBAH

Pengolahan limbah cair


Laterine & flushable toilet
Liquid waste treatment
Pengolahan limbah kering
Combustible wastes (insinerator)
Non-combustible wastes (ditanam setelah dekontaminasi)
DAFTAR TILIK KELENGKAPAN SYARAT KAMAR TINDAKAN

Ruang koridor
Hasil pengamatan Standard
Pengamanan sebelum pintu masuk ada
Ukuran 2 X 3 X 1,75 mtr
Ventilasi sirkulasi terbuka
Kebersihan bersih
Pintu masuk 2,5 X 1,5 mtr
Alur ke ruang ganti terpisah dgn alur pasien
Ketentuan kamar operasi Tertulis

Ruang ganti
Hasil pengamatan Standard
Pintu masuk 2,5 X 1,5 mtr
Ukuran 2 X 2 X 1,75 mtr
Ventilasi semi-closed
Kebersihan bersih
Lemari pakaian dan atribut baik dan bersih
Kelengkapan pakaian dan atribut lengkap
Jumlah pakaian dan atribut tersedia & aman
Tempat pakaian luar tersedia & aman
Tempat penyimpanan sepatu tersedia & aman
Alur ke ruang cuci tangan (operator) khusus & terkoneksi
Alur ke kamar tindakan (klien) Khusus & terkoneksi

Ruang cuci tangan


Hasil pengamatan Standar
Lokasi terhadap kamar operasi aman & terkoneksi
Lokasi terhadap ruang ganti aman & terkoneksi
Integrasi dengan olah instrumen aman & terintegrasi
Ukuran 2 X 3 X 1,75 mtr
Kebersihan cukup
Persediaan air bersih cukup
Protokol cuci tangan ada & terpampang
Larutan antiseptik/sabun cukup & beragam
Sikat dan wadahnya cukup & terlindung
Kran air dan bak cuci berfungsi baik & bersih
Alur pembuangan air lancar dan bersih
Penggunaan lain bak cucian khusus cuci tangan
Kamar tindakan
Hasil pengamatan Standar
Pintu masuk 2 (2,5 X 1,75) mtr
Pengamanan alat dan ruang baik & terjamin
Ukuran 4 X 6 X 1,75 mtr
Lantai keramik
Dinding keramik
Langit-langit bahan yg mudah dicuci
Kebersihan bersih
Jadwal pembersihan kamar tindakan ada & dijalankan
Cara pemeliharaan peralatan teratur & baik
Bahan pembersih cukup dan baik
Upaya menjaga sterilitas baik & dilaksanakan
Kondisi meja operasi baik & bersih
Topografi dengan peralatan sekitar baik & benar
Penyimpanan instrumen steril baik & steril
Pencahayaan baik & cukup
Kapasitas penggunaan sesuai
Jumlah khalayak (rata-rata) 5 orang/tindakan
Peraturan dalam kamar tindakan ada & dilaksanakan
Tenaga pengelola khusus tersedia
Kelengkapan instrumen lengkap
Tindakan dan peralatan gawatdarurat tersedia & berfungsi
Alur klien khusus
Alur keluar khusus
Alur ke ruang pulih khusus
Alur ke ruang olah instrumen terintegrasi
Alat pengatur suhu cukup & berfungsi baik
Ventilasi cukup
Akses penanggulangan gawatdarurat baik & berfungsi

Ruang olah instrumen


Hasil pengamatan Standar
Area 1 baik & berfungsi
Area 2 baik & berfungsi
Area 3 baik & berfungsi
Area 4 baik & berfungsi
Ukuran ruang 2 X 3 X 1,75 mtr
Hubungan dengan ruang lain terintegrasi
Ventilasi cukup
Kebersihan bersih
Kualitas olah instrumen sesuai standar

Pengolahan limbah
Hasil pengamatan Standar
Protokol pengolahan limbah cair ada & dilaksanakan
Proses untuk limbah cair ada & dilaksanakan
Alur limbah cair baik & aman
Protokol pengolahan limbah kering ada & dilaksanakan
Proses combustible wastes ada & dilaksanakan
Proses non-combustible wastes ada & dilaksanakan
Pengamanan lingkungan baik & berkualitas
Pencemaran akibat limbah tak ada pencemaran
Area khusus pengolahan limbah baik & aman
Catatan khusus

Kesimpulan dan Rekomendasi

, 2005
Evaluator,

(
)
PENILAIAN FASILITAS PELAYANAN APN/APK
IDENTIFKASI FASILITAS
Nama Fasilitas :
Strata/Tipe RS Tipe A B C PKM RB BP/Klinik
Nomor Identifikasi RS/PKM :
Nomor Klinik KB RS/PKM/RB :
Pemilik Fasilitas Pemerintah Swasta
Departemen .
Yayasan/Organisasi .
ABRI
Polri
Alamat :

Kabupaten/Provinsi :
Kategori Area Urban Semi-urban Rural
Terpencil Terisolasi Mudah diakses
Nomor Telefon :
Nomor Fax :
Kode Pos :
Nomor Kotak Surat :

Nama Direktur
Kualifikasi DR Dokter Umum Dr. Spesialis
S2/Master of
Lain-lain (jelaskan)
Tenaga Kesehatan Lulusan Akper: orang
Lulusan Akbid: orang
Bidan: .. orang
Perawat ,,,,.. orang
Konselor ... orang
Pekerja Sosial: orang
Lain-lain (jelaskan):
Kapasitas Rawat : .. ranjang B.O.R:
Jumlah Ruang :
Luas area Fas.Kes. :
Departemen (RS) Obgin Bedah P.Dalam IKA
THT kardiologi Neurologi Psikiatri
PA Mata Path. Klinik ICU
ICCU Kulit dan Kelamin CSSD
Lain-lain
Seksi (Puskesmas) KIA Gizi P2M KesLing
KB Sanitasi Poliklinik Umum
Lain-lain
Jarak dr Fas.Kes ke Kecamatan: ... Km. Waktu Tempuh .. jam
Pusat Rujukan Kabupaten/Kota.... Km,. Waktu Tempuh.. jam
Provinsi: . Km, Waktu Tempuh....jam

FASILITAS GAWATDARURAT
Unit Rawat Jalan Poliklinik Umum Emergency Poliklinik Khusus
Mampu untuk: Manajemen Awal Stabilisasi Evaluasi Medik
Jam kerja: 4 jam 8 jam 24 jam
Unit Rawat Inap Sesuai Departemen Obgin Gwt. Darurat
Mampu untuk: Manajemen Lengkap Stabilisasi Rehabilitasi
Jam kerja (shift) 8 jam 12 jam 24 jam
Tindakan Transfusi Bedah Laparoskopi
Diagnostik invasif non-invasif Rekonstruksi
Resusitasi Anesthesia Life saving
Rawat Intensif Lain-lain (Jelaskan)

Tenaga Pelaksana Spesialis DU Terlatih Lain-lain ..

SISTEM RUJUKAN
Merujuk ke PKM Pembina RS Kabupaten RS Provinsi
Sistem Berjalan baik Tidak jalan Kadang-kadang
Transportasi Ambulans Klinik Angkutan Umum Mobil Sewa
Transportasi Air Lain-lain ..
Penyedia Layanan Rumah Sakit/Puskesmas Institusi Pemerintah
Transportasi Masyarakat Organisasi Swasta
Yayasan Industri/BUMN
Koperasi ABRI/Polri
Ketersediaan 24 jam 06.00-12.00
13.00-18.00 19.00-24.00
01.00-05.00 AM Berdasarkan Pesanan
Jarak ke Fasilitas 30 km 31-60 km 61-90 km 91 km
Kesehatan Rujukan 30 min. 31-60 min. 61-90 min. 91 min.
Sarana Komunikasi Telefon Umum Handphone Telefon Rumah
SSB Radio Amatir CB
Komunikasi ABRI Komunikasi Polri Telefon Kantor
Intercom Telefon Toko Telefon BUMN
e-mail Fax Penyeranta
Protokol Rujukan Tertulis Tidak ada Tidak Jelas
Pemberitahuan Sebelum Klien Sementara Klien Tanpa
Rujukan dirujuk diperjalanan Pemberitahuan
Pendamping ya tidak tergantung
selama dirujuk kebutuhan
Stabilisasi sebelum/ Dilakukan Tak dilakukan tidak tersedia
selama rujukan cairan/obat
Biaya Rujukan Resmi Negosiasi Subsidi
Untuk pengemudi Untuk BBM Supir & BBM

RUANG TINDAKAN (BERSALIN atau GINEKOLOGI)


Unit Rawat Jalan Umum ObstGinekologi KIA
3 3
Dimensi 4x8x3m 4 x 10 x 3 m 4 x 12 x 3 m3

Layout:
panjang

1
2 12
7

3 l
8 10 11 e
4 b
a
6 r

5 9 12

1: Lampu sorot 2: Cuci & bilas 3: Periksa Jaringan


4: Lemari Instrumen 5: Autoclave 6: Ranjang Ginekologi
7: Kursi Operator 8: Meja Instrumen 9: Set Gawatdarurat
10: Ruang Konseling 11: Rekam Medik 12: Pintu

Instrumentasi Lengkap Tidak lengkap Tidak sesuai


Medikamentosa Tersedia Tidak cukup Tidak tersedia
Set Gawatdarurat Lengkap dan baik Tidak lengkapr Tidak tersedia
Proses/Upaya PI Baik Cukup Buruk
Pengatur Suhu Baik Tidak berfungsi Tidak ada
Sediaan air bersih Cukup-mengalir Kurang Tidak ada
Mengolah limbah Baik & aman Cukup Buruk/risiko tinggi
Kualitas atau standar penilaian mengacu pada Panduan Pelayanan yang ada

DATA POPULASI dan JUMLAH KASUS DI FASILITAS KESEHATAN


Data Data Tertulis Estimasi
Jumlah populasi di dalam wilayah kerja
Jumlah klien dari luar wilayah kerja
Jumlah klien dari wilayah kerja
Jumlah klien rawat jalan
Jumlah klien rawat inap
Jumlah layanan Asuhan Antenatal
Jumlah Persalinan
Jumlah Kelahiran Hidup
Jumlah kasus Perdarahan dlm Kehamilan
Jumlah kasus Abortus
Jumlah Kematian Maternal
Anual atau per tahun

Perbaikan akses layanan Ada bukti Asumsi


Perubahan distribusi usia dlm populasi Laporan resmi Asumsi tak resmi
Upaya pemberiaan akses untuk Oleh Org. Profesi Oleh Pemerintah
populasi tertentu (misalnya: remaja) Oleh komunitas Oleh LSM
Perubahan struktur sistem rujukan Baru rencana Ada dlm kebijakan
kesehatan Telah disetujui Tergantung dana
Rotasi penugasan staf Reguler Selera Pimpinan
Kemungkinan untuk memperbaiki Sangat mungkin Tidak mungkin
struktur fisik fasilitas kesehatan Sedang diusulkan Dalam rencana
Membangun pusat pelayanan sejenis Menjadi saingan Sebagai jaringan
di wilayah kerja Menjadi mitra Memperkuat sistem
Perubahan hukum terhadap pelayanan Mungkin Sulit diubah
kesehatan tertentu yang dijalankan Sedang berjalan Diperdebatkan
Tidak perlu Atas indikasi medik

ALUR PASIEN
Alur pasien Teratur Berbasis prioritas Tidak teratur
Kegiatan selama:
Penerimaan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Pemindahan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Tunggu Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Tindakan Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Ruang Pulih Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Kasir Sangat Efektif Cukup Tidak efektif
Farmasi Sangat Efektif Cukup Tidak efektif

Kondisi Tidak teratur


Lokasi loket Penerimaan Alur pemindahan Ruang tunggu
Ruang Konseling Ruang Tindakan Ruang Pulih
Kasir Farmasi Lainnya
Masalah Penumpukan Protokol kerja Perilaku klien
Budaya kerja staf Sikap tak peduli Mau didahulukan
Kaitan dengan Tdk Terintegrasi Baru inisiatif Belum ada
Program Jaga Mutu Tidak jalan Tidak dipahami Bukan masalah
Tdk koordinatif Tak ada standar Tidak peduli
Prsd Gawatdarurat IGD URJ URI
Sifat Pelayanan Rawat Jalan Rawat Inap Layanan 1 hari
Kedatangan Klien Sulit diramalkan Pada jam kerja Saat Jaga
Upaya menghadapi Telah diantisipasi Tidak siap Tdk ada rencana
kasus berlebih
Upaya pelayanan Rotasi Petugas Tim khusus Kombinasi rotasi
purnawaktu atau (hanya saat ada dan tim khusus
gawatdarurat kasus)

KORDINASI ANTAR UNIT dan FASILITAS


Sistem Kordinasi Ada dan jalan Ada & tidak jalan tidak ada
Kordinasi Dgn semua unit hanya unit terkait Belum ada
Orientasi kerja unit Klien Program Keduanya
Dukungan kordinasi Baik Cukup Buruk
Komitmen kordinasi Baik Cukup Buruk
Komunikasi Baik Cukup Buruk
Mslh. Komunikasi Masalah besar Negotiatif Bukan Masalah
Komunikasi dengan: Baik Ckp Buruk
Departemen lainnya Berjalan Tidak jalan
Pusat Sterilisasi Alat Berjalan Tidak jalan
Farmasi Berjalan Tidak jalan
Perbekalan Berjalan Tidak jalan
Rekam Medik Berjalan Tidak jalan
Laboratorium Berjalan Tidak jalan
Transportasi Berjalan Tidak jalan
Pengolahan Limbah Berjalan Tidak jalan

Peralatan dan Obat untuk Gawatdarurat


Pelayanan Gawatdarurat Tersendiri Terpadu
Sumberdaya Lengkap Tidak lengkap
Instrumen Lengkap Tidak lengkap
Ketersediaan Pasokan Cukup Tdk cukup
Jumlah dan Jenis Pasokan Cukup Tdk cukup
Prosedur Pasokan Baik Buruk
Jadwal Pasokan Reguler Atas Permintaan
Fungsi Peralatan dan Penyimpanan Obat Baik Buruk
Pemeliharaan Peralatan Baik Buruk

Status dan Sumberdaya untuk Komplikasi


Fasilitas di Pusat Rujukan Lengkap & Baik Kurang & Buruk
Tenaga & Peralatan yang diperlukan Lengkap & Baik Kurang
Peralatan Pendukung (life support) lainnya Tersedia Tidak tersedia
Pertolongan terhadap Komplikasi Serius Lengkap & Baik Tidak tersedia
Tindakan Bedah Umum Tersedia Tidak tersedia
Tindakan Bedah Ginekologi Tersedia Tidak tersedia
Status Pusat Rujukan Primer Sekunder

Tipe Peralatan dan Pasokan yang diperlukan


Peralatan Resusitasi Lengkap Tidak lengkap Tidak ada
Untuk evakuasi sisa konsepsi Lengkap Tidak lengkap Tidak ada
Peralatan Bedah Ginekologi Lengkap Tdk lengkap Tidak ada
Medikamentosa Lengkap Tidak lengkap Diresepkan
Pasokan kebutuhan Cukup Tdk cukup Tidak ada
Alat Tindakan Gawatdarurat Lengkap Tidak lengkap Tidak ada
Peralatan Pengganti Tersedia Tidak lengkap Tidak ada
Pendekatan hemat biaya Dilakukan Tak dilakukan Tdk peduli
Pengiriman Pasokan Reguler Non-reguler Bila diminta
Keterbatasan alat & pasokan Tidak ada Terbatas Kadang2
Masalah pengiriman Tidak ada Ada Kadang2
Masalah Pengolahan Limbah Sesuai standar Tdk standar Kadang2
Tenaga terlatih Cukup Tdk cukup Tdk ada
Biaya bahan laboratorium Memadai Tdk memadai Tdk ada
Kesesuaian alat yang diminta Sesuai Tidak sesuai Tidak selalu
persamaannya dicoba sesuai Tgt prioritas
Pemilihan peralatan Profesional Staf Klinik Depkes
Tenaga listrik PLN Generator Tidak ada
Suku cadang peralatan Regularly Irregular Upon request
Cara pengiriman ada protokol non-protokol tidak sesuai
Data permintaan-penerimaan Tercatat Tdk tercatat kadang2
Kondisi tempat penyimpanan Sesuai Tdk sesuai Terlantar
Catatan kedaluarsa Dikontrol Tdk terkontrol Kalau perlu
Suhu Ruang Penyimpanan Dikontrol Tdk terkontrol Kalau perlu
Monitoring Reguler Tdk reguler Kalau perlu

Kebijakan dan Prosedur terkait dengan Peralatan dan Pasokan


Kebijakan penyimpanan dan Ada Tidak ada Sebagian
pemeliharaan peralatan Diikuti Tdk difahami Diabaikan
Kriteria monitoring-evaluasi Ada Tidak ada Sebagian
Daftar peralatan dan obat Ada Tdk ada
Penyesuaian kebijakan pengadaan alat dan pasokan Ada Tdk ada
Sistem pertama masuk-pertama keluar Ada Tdk ada
Protokol pembuangan limbah berbahaya Ada Tdk ada
Menjaga lingkungan yang aman Ada Tdk ada
Tindakan antisipatif bagi peralatan yang tidak berfungsi baik Ada Tdk ada
Pencantuman tanggal proses PI Peralatan Ada Tdk ada
Penyimpanan peralatan DTT/Steril Ada Tdk ada
Pencegahan penyakit menular Ada Tdk ada

Temuan dan Analisis

Temuan dan Analisis

Kesimpulan dan Rekomendasi


., ..2005
Authorized evaluator,

(..)

IDENTITAS DAN KINERJA FASILITAS PELAYANAN APN

Institusi : BPS/PKM/RSB/RS
Strata/Klas : .............................................
Kode Klinik : .............................................
Alamat : .............................................................................................................
Kecamatan : .......................... Kabupaten/Kodya: ...........................
Telp: .............................. ........ Kode Pos: ..........................................

DATA KINERJA
Beri penilaian berdasarkan gradasi berikut: 1: Sangat Baik 2: Baik 3: Cukup
4: Kurang 5: Jelek

Alur Pasien Tampilan Nilai thd Standar


Loket Pendaftaran
Loket Pembayaran Karcis
Ruang Tunggu
Poliklinik
Ruang Konseling Pratindakan/terapi
Ruang Periksa
Laboratorium
Ruang Pengobatan
Ruang Tindakan Klinik
Kamar Obat/Farmasi
Ruang Konseling Pascatindakan/terapi
Loket Pembayaran Tindakan/Pengobatan
Ruang Rekam Medik

FASILITAS dan RUANGAN

RUANG KONSELING Tampilan Nilai thd Standar


Ukuran 1 2 3 4 5
Ventilasi 1 2 3 4 5
Mebelair 1 2 3 4 5
Privasi 1 2 3 4 5
Penerangan 1 2 3 4 5
Kebersihan 1 2 3 4 5
Kelengakapan bahan dan alat peraga 1 2 3 4 5
RUANG PERIKSA dan TINDAKAN Tampilan Nilai thd Standar
Ukuran 1 2 3 4 5
Ventilasi 1 2 3 4 5
Susunan isi ruangan 1 2 3 4 5
Privasi 1 2 3 4 5
Penerangan 1 2 3 4 5
Kebersihan dan Sanitasi Ruangan 1 2 3 4 5
Lemari dan pakaian ruang tindakan 1 2 3 4 5
Tempat dan persediaan alas kaki 1 2 3 4 5
Tempat ganti pakaian 1 2 3 4 5
Persediaan air bersih 1 2 3 4 5
Tempat cuci tangan atau bilas 1 2 3 4 5
Lemari Instrumen 1 2 3 4 5
Kelengkapan Instrumen 1 2 3 4 5
Peralatan resusitasi/gawat darurat 1 2 3 4 5
Persediaan & kelengkapan obat darurat 1 2 3 4 5
Lemari Obat 1 2 3 4 5
Lampu Sorot 1 2 3 4 5
Alat penerangan darurat 1 2 3 4 5
Hubungan dengan ruang terkait 1 2 3 4 5
RUANG PROSES INSTRUMEN Tampilan Nilai thd Standar
Ukuran 1 2 3 4 5
Kebersihan dan Sanitasi 1 2 3 4 5
Persediaan air bersih 1 2 3 4 5
Kondidi dan bentuk tempat Cuci dan Bilas 1 2 3 4 5
Drainase 1 2 3 4 5
Persediaan larutan Dekontaminan 1 2 3 4 5
Persediaan larutan Antiseptik 1 2 3 4 5

PROSES PENCEGAHAN INFEKSI Tampilan Nilai thd Standar


Dekontaminasi
Larutan yang digunakan
Ketersediaan
Cara melakukan
Saat proses dekontaminasi
Lamanya proses
Jenis instrumen
Indikator mengganti larutan
Cuci dan Bilas
Jenis larutan pembersih
Bak cuci-bilas
Ketersediaan air bersih
Cara cuci - bilas
Penyikatan :
Cara
Jenis sikat
Melepas engsel/bagian instrumen
Tempat pembuangan air
Kondisi saluran pembuang
Pengeringan pasca-bilas
Disinfeksi Tingkat Tinggi
Perebusan Kimiawi
Cara melakukan
Kondisi instrumen dalam cairan
Larutan yang digunakan
Cara membuat disinfektan
Ketersediaan
Saat mulai menghitung waktu
Alat perebus Wadah perendaman
Cara mengangkat instrumen
Proses pengeringan
Sterilisasi
Panas
Kering Basah dengan tekanan
Sumber tenaga
Lama pemanasan
Kimiawi
Larutan yang digunakan
Lamanya proses
Kondisi instrumen dalam larutan
Cara membuat sterilan kimia
Ketersediaan larutan
Indikator penggantian larutan
Penyimpanan
Dalam larutan
Dalam wadah DTT Steril
Pembungkusan kertas plastik
Wadah disimpan :
dalam lemari
diatas meja
Batas waktu penyimpanan
Label waktu proses intrumen
Proses ulang (bila belum terpakai)

KINERJA KONSELING Tampilan Nilai thd Standar


Tenaga Konselor :
Jenis
Jumlah
Pelatihan konselor :
Waktu pelatihan
Keterampilan konseling
Materi konseling
Pengalaman sebagai konselor
Tehnik komunikasi
Keterampilan konseling
Saat melakukan konseling
Awal
Informed choice
Informed consent
Pasca-tindakan klinik
Pascaabortus
Pascapersalinan
Sebelum hamil
Selama hamil

ASUHAN PERSALINAN NORMAL Tampilan Nilai thd Standar


Konsep Lima Benang Merah
Asuhan Sayang Ibu dan Bayi
Membuat Keputusan Klinik
Pencegahan Infeksi
Dokumentasi dan Rekam Medik
Rujukan
Kala I Persalinan
Sapa dan sikap hormat
Memastikan inpartu atau belum
Asuhan selama persalinan
Dukungan dan bersahabat
Menjamin cukup asupan
Memberi peluang istirahat dan
rasa nyaman
Berkemih spontan
Memastikan kala I fase aktif
Membuat Partograf
Mencatatkan hasil pemeriksaan
dan analisis kemajuan persalinan
Membuat keputusan klinik kala I
Menyiapkan peralatan dan bahan
Pencegahan infeksi
Kala II Persalinan
Memastikan kala II
Siap Diri
Siap Keluarga
Siap Alat dan Bahan
Siap Tolong
Memimpin Persalinan Bayi
Antisipasi Penyulit
Penilaian Awal BBL
Resusitasi BBL dgn Asfiksia
Asuhan Bayi Baru Lahir
Memotong dan Rawat Tali Pusat
Menjaga Suhu Tubuh dan
Mencegah Hipotermia
Kontak Dini dengan Ibu
Memastikan Pemberian ASI dalam
1 jam pertama
Profilaksis Opthalmia Neonatorum
Pemberian Vit. K
Membersihkan Badan dan
Mengenakan Pakaian BBL
Kala III Persalinan
Uterotonika Setelah Bayi Lahir
Peregangan Tali Pusat Terkendali
Masase/Rangsangan Taktil Uterus
Menentukan Jumlah Perdarahan
Menentukan dan Manajemen
Retensio Plasenta
Pemeriksaan Jalan Lahir
Mengenali akan terjadinya
Perdarahan Pascapersalinan atau
Atonia Uteri
Kemampuan melakukan Kompresi
Bimanual dan Aorta
Pengetahuan tentang berbagai
Uterotonika dan waktu serta cara
penggunaannya
Kala IV Persalinan
Pemeriksaan Tanda Vital pada 1
jam pertama dan selanjutnya
Mengajarkan rangsangan tktil
uterus dan gejala-gejala yang tak
diinginkan
Pengamatan kemungkinan
penyulit lanjutan
Membangun hubungan psikis dan
kasih sayang Ibu dan Anak
Menuntun Posisi dan Cara
Menyusukan Bayi
Memastikan Kondisi Ibu dan Bayi
dalam keadaan baik sebelum
dipindah ke ruang rawat

Catatan khusus:

KOORDINASI PROGRAM KIA Tampilan Nilai thd Standar


Dinas Kesehatan 1 2 3 4 5
Rumah Sakit Umum 1 2 3 4 5
Tim Pelatih P2KP 1 2 3 4 5
Instansi terkait 1 2 3 4 5
Puskesmas sekitar 1 2 3 4 5
Sub Puskesmas/Balai Pengobatan 1 2 3 4 5
Posyandu 1 2 3 4 5
Petugas Lini Lapangan lainnya 1 2 3 4 5
PROGRAM MENJAGA MUTU Tampilan Nilai thd Standar
Protokol Standar 1 2 3 4 5
Kepatuhan terhadap Protokol 1 2 3 4 5
Ketersediaan Bahan Yankes 1 2 3 4 5
Pemeliharaan Kinerja Staf 1 2 3 4 5
Upaya menjaga kualitas 1 2 3 4 5
Data hasil pelayanan 1 2 3 4 5
Wawancara dengan Klien 1 2 3 4 5
Kotak Saran 1 2 3 4 5
Indikator Mutu 1 2 3 4 5
Kriteria Masalah 1 2 3 4 5
Identifikasi Masalah 1 2 3 4 5
Kelompok Kajian Mutu 1 2 3 4 5
Penggalangan Kesepakatan 1 2 3 4 5
Menetapkan Strategi Mutu 1 2 3 4 5
Pelaksanaan Hasil Kajian 1 2 3 4 5
Evaluasi Efektifitas Strategi Mutu 1 2 3 4 5
Upaya Meningkatkan Mutu 1 2 3 4 5

BIMBINGAN DARI PENILAI

REKOMENDASI dan SARAN


., 2005

Tim Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan APN Tanda tangan


1. .................................................. ..............................
2. .................................................. ..............................
3. .

Anda mungkin juga menyukai