Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Hidropneumothoraks

Oleh :

Alfitra Salam (70700120026)

Supervisor :

dr. Irwan Wijaya, Sp.B., M.Kes

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus dengan judul

Hidropneumothoraks

Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui

Pada tanggal ……………………………

Oleh :

Pembimbing Supervisor

dr. Irwan Wijaya, Sp.B., M.Kes

NIP : ………………………….

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG., M.Kes


NIP : 198409052009012011

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................1
BAB I......................................................................................................................................2
LAPORAN KASUS................................................................................................................2
2.1 Identitas pasien.........................................................................................................2
2.2 Anamnesis................................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................................................4
2.5 Diagnosis..................................................................................................................5
2.6 Penatalaksanaan.......................................................................................................5
2.7 Follow Up................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................8
3.1 Definisi.....................................................................................................................8
3.2 Epidemiologi............................................................................................................8
3.3 Etiologi.....................................................................................................................9
3.4 Klasifikasi................................................................................................................9
3.5 Patofisiologi...........................................................................................................11
3.6 Diagnosis................................................................................................................13
3.7 Tatalaksana.............................................................................................................15
3.8 Prognosis................................................................................................................16
3.9 Komplikasi.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................17

1
BAB I

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Nurlianty
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Suku : Makassar
Agama : Islam
Alamat : BTN Gowa Restika Indah
Tgl Pemeriksaan : 24 Agustus 2022
No. RM : 407138

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RS Bhayangkara
dengan keluhan sesak napas sejak 7 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan
semakin memberat 3 hari yang lalu SMRS. Sesak dirasakan terus menerus
bahkan saat berbaring. Keluhan disertai dengan nyeri dada sebelah kanan
terutama saat pasien menarik napas. Riwayat demam tidak ada. Riwayat keringat
malam disangkal. Riwayat batuk tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita
batuk lama tidak ada. Riwayat penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir
namun tidak diketahui secra pasti. Napsu makan dirasakan menurun. Mual dan
muntah tidak ada. BAB dan BAK kesan lancar. Riwayat trauma atau kecelakaan
sebelumnya disangkal. Riwayat konsumsi OAT disangkal. Pasien merupakan
nakes disalah satu puskesmas di Makassar.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
- Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
2
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat HT disangkal
- Riwayat Asma disangkal
- Riwayat kontak dengan pasien TB disangkal
2.3 Pemeriksaan Fisik
TTV
- TD : 100/60 mmHg
- N : 110 x/menit
- P : 28 x/menit
- T : 36,5°C
- SpO2 : 99% (Nasal Canul)
Antropometri
- BB : 50 kg
- TB : 160 cm
- IMT : 19,5 kg/m2
Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut warna hitam dan putih, mudah dicabut (-)
Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga : Otore (-)
Hidung : Rinore (-), perdarahan (-)
Mulut : Stomatitis (-), gigi dan gusi dalam batas normal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simeteris saat statis dan asimetris saat
dinamis, kanan tertinggal.
Palpasi : Fremitus menurun pada seluruh lapang paru kanan
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri, hipersonor pada paru kanan
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, menurun pada lapangan paru kanan ronkhi
(-/-), wheezing (-/-)

3
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi: BJ I/II murni reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi: Peristaltik kesan normal
Palpasi : Tidak ada massa, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-), ikterik (-), CRT < 2s
Inferior : Akral hangat, edema (-), ikterik (-), CRT < 2s

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Darah rutin (22/08/2022)
- WBC : 14,10 x 103/uL
- RBC : 3,57 x 106/uL
- HGB : 10,1 g/dl
- HCT : 32,2 %
- PLT : 486 x 103/uL
Kimia darah (22/08/2022)
- GDS : 130 mg/dl
Immunoserologi (22/08/2022)
- Anti HIV : Non reaktif

4
Radiologi  X-Ray Thoraks AP

Kesan : Hidropneumothoraks Dextra


TB Milier

2.5 Diagnosis
- Hidropneumothoraks
- TB Milier

2.6 Penatalaksanaan
- O2 2-4 L/menit/nasal kanul
- RL 20 tpm
- Ranitidin 50 mg/12j/IV
- Ketorolac 30 mg/8j/IV
- Pemasangan chest tube + WSD

5
Pemasangan WSD

6
2.7 Follow Up
Tanggal SOAP Instruksi

S/ • O2 6-10 L/menit/RM
Sesak napas • RL 20 tpm
O/ • Ranitidin 50 mg/12j/IV
Keadaan umum, sakit berat • Ketorolac 30 mg/8j/IV
Compos mentis • Pemasangan Chest tube
TD : 110/70 mmHg dan WSD
N : 110 x/menit
P : 28 x/menit
S : 36.7°C
23/08/2022
A/
- POH 0 Hidropneumothoraks dextra
- TB Milier
P/
- Penderita diletakkan pada posisi setengah
duduk (±30°)
- Pantau dan Perawatan WSD
- Fisioterapi napas  meniup balon

S/ • Terapi Lanjut
Sesak napas
O/
7
24/08/2022
Keadaan umum, sakit berat
Compos mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 98 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36.4°C
A/
POH 1 Hidropneumothoraks
P/
- Penderita diletakkan pada posisi setengah
duduk (±30°)
- Pantau dan Perawatan WSD
- Fisioterapi napas  meniup balon
- Foto Kontrol X-Ray Thoraks AP

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan
di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Hidropneumotoraks ditandai dengan adanya cairan dan udara yang abnormal dalam
rongga pleura.1,2
3.2 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi pneumothorax bervariasi tergantung tipe pneumothorax.
Pneumothorax traumatik merupakan trauma toraks yang sering terjadi.
Pneumothorax spontan sering terjadi pada 2 kelompok usia, usia muda (15-34 tahun)
untuk pneumothorax spontan primer, dan usia tua (>55 tahun) untuk pneumothorax
spontan sekunder. Di Indonesia, pneumothorax spontan sekunder sering terjadi
terutama pada laki-laki. Mortalitas akibat penyakit ini masih tinggi terutama akibat
gagal napas. Studi epidemiologis di Perancis menunjukan kejadian pneumothorax
spontan sekitar 22,7 kasus/100.000 penduduk. Penderita didominasi pria terutama
pada populasi usia >30 tahun. Kasus pneumothorax spontan primer jauh lebih
banyak dibanding spontan sekunder.3
Studi lain menunjukkan pneumothorax sering dialami penderita usia 15-34
tahun serta usia >55 tahun. Perbedaan kelompok usia tersebut berkaitan dengan pada
tipe pneumothorax. Pneumothorax spontan sering terjadi pada kelompok usia muda.
Pneumothorax sekunder sering kali dialami pada usia tua akibat penyakit paru dasar
yang diderita contohnya penyakit paru obstruktif kronik. Insidensi pneumothorax
traumatik secara global tidak diketahui secara pasti. Trauma toraks sekitar 10% dari
seluruh kasus trauma. Suatu studi terhadap pasien trauma toraks menunjukkan
pneumothorax dialami 20% pasien.4
Studi pada salah satu center rumah sakit menunjukkan pneumothorax
dominan terjadi pada pria. Kasus pneumothorax spontan sekunder lebih banyak
dibanding pneumothorax jenis lainnya. Kebiasaan merokok, penyakit paru seperti

9
pneumonia serta tuberkulosis sering ditemukan pada pasien pneumothorax. Studi
kohort pada salah satu center di Indonesia menunjukkan angka mortalitas yang tinggi
yakni 33,7%. Penyebab utama kematian tersering yaitu akibat gagal napas. Faktor-
faktor yang memperburuk kesintasan meliputi trauma toraks dan penyakit
tuberkulosis. Studi lain menunjukkan bahwa mortalitas pada kelompok tension
pneumothorax lebih tinggi dibanding pneumothorax jenis lainnya.3,4
3.3 ETIOLOGI
Hydropneumothorax dapat terjadi karena beberapa hal :
a. Pneumothorax spontan Spontan primer tanpa penyakit paru yang mendasari
seperti pecahnya bullae maupun spontan sekunder akibat infeksi.
b. Pneumothorax traumatik Di beberapa jurnal disebutkan etiologi dari
hydropneumothorax yakni iatrogenik seperti post thoracosintesis, adanya gas
yang disebabkan oleh organisme seperti bakteri dan trauma.
Etiologi yang lain juga disebutkan seperti adanya penyakit jaringan ikat
seperti : Marfan’s syndromes. Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan
komplikasi dari TB paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura
dari jaringan nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk
rongga pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak
dapat keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.1
3.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumothorax berdasarkan dengan penyebabnya adalah sebagai
berikut :
a. Pneumothorax Spontan
Pneumothorax spontan adalaha setiap pneumthorax yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu :
- Pneumothorax Spontan Primer Keadaan ini disebabkan oleh ruptur kista kecil
udara subpleura di apeks (“bleb”) tetapi jarang menyebabkan gangguan
fisiologis yang signifikan. Biasanya menyerang laki-laki (L:P 5:1) muda (20-40
tahun) bertubuh tinggi tanpa penyakit paru penyebab. Pneumothorax spontan

10
primer merupakan jenis paling sering pada pneumothorax (prevalensi 8/105
/tahun, meningkat sampai 200/105 /tahun pada orang dengan tinggi badan >1,9
m). Setelah Pneumothorax spontan primer kedua, mungkin terjadi rekurensi
(>60%). Pleurodesis untuk menyebabkan fusi pleura viseralis dan parietalis yang
menggunakan tindakan medis (misalnya insersi bleomisin atau talcum ke dalam
pleura) atau pembedahan (misalnya abrasi lapisan pleura ) dianjurkan.5
- Pneumothorax Spontan Sekunder dihubungkan dengan penyakit respirasi
yang merusak arsitektur paru, paling sering bersifat obstruktif (misalnya
penyakit paru obstruktif kronik/PPOK, asma) fibrotik atau infektif (misalnya
pneumonia) dan kadang-kadang gangguan langka atau herediter (misalnya
sindrom Marfan, Fibrosis kistik). Insidensi SPP meningkat seiring bertambahnya
usia dan memberatnya penyakit paru penyebab. Pasien tersebut biasanya perlu
dirawat di rumah sakit karena meskipun pneumothorax sekunder kecil, pada
pasien dengan cadangan respirasi yang berkurang, dapat terjadi komplikasi yang
lebih serius daripada pneumothorax spontan primer besar. Pasien ICU dengan
penyakit paru sangat berisiko mengalami pneumothorax primer karena tekanan
tinggi (“barotraumas”) dan distensi pada alveolar (“volutrauma”) akibat ventilasi
mekanis. Strategis ventilasi “protektif” yang menggunakan ventilasi bertekanan
renah, dengan volume terbatas mengurangi risiko tersebut.5
b. Pneumothorax Traumatik
Pneumothorax tersebut terjadi setelah trauma toraks tumpul (misalnya
kecelakaan lalu lintas) atau tajam (misalnya fraktur iga, luka tusuk). Berdasarkan
kejadiannya pneumothorax traumatik dibagi 2 jenis yaitu :
- Pneumothorax traumatik bukan iatrogenik adalah pneumthorax yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun
tertutup.
- Pneumothorax traumatik iatrogenik adalah pneumthorax yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis, pneumothorax yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasintesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru
perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).

11
Pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam
rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk
terapi tuberkulosis.5
Berdasarkan jenis fistulnya pneumothorax dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Pneumothorax Tension
Pneumothorax tension dapat menyulitkan (menjadi komplikasi)
pneumothorax spontan primer atau pneumothorax sekunder tetapi paling sering
terjadi selama ventilasi mekanis dan setelah pneumothorax traumatik.
Pneumtohorax tersebut terjadi bila udara menumpuk dalam rongga pleura lebih
cepat daripada yang dapat dikeluarkan. Peningkatan tekanan intratoraks
menyebabkan aliran balik vena, dan syok yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung. Keadaan tersebut merupakan kegawatan medis dan fatal jika tidak
dihilangkan secara cepat dengan drainase. Deteksi merupakan suatu diagnosis klinis,
menunggu konfirmasi foto torkas dapat mengancam jiwa. Drainase segera dengan
jarum 14G pada ruang interkosta II di garis mediklavikularis penting dilakukan.
“Desis” khas akibat keluarnya gas mengkonfirmasi diagnosis. Drain toraks
kemudian dimasukkan.1
b. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)
Suatu pneumthorax dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih
tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi
tekanannya masih lebih rendah dan tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan
defek atau luka terbuka dari dinding dada.1
c. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumothorax terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat
inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka.1
3.5 PATOFISIOLOGI
Hidropneomotoraks dapat disebabkan oleh adanya trauma, peradangan,udara,
cairan. Dari penyebab tersebut dapat menyebabkan akumulasi cairan dan udara
dalam rongga pleura yang menyebabkan tekanan dalam rongga dada menja di positif.

12
Akumulasi cairan dan udara menyebabkan paru-paru kolaps, sehingga terjadi
perlengketan antara pleura parietalis dan pleura visceralis karena pergesekan yang
terus menerus yang menyebabkan robekan pada pleura, jadi cairan pleura bisa
merembes masuk kedalam pleura parietalis. Patofisiologi hydropneumothorax dapat
dimulai dari pneumothorax diikuti efusi pleura atau sebaliknya. Apabila dimulai
dengan pneumothorax maka penyebab terjadinya adalah adanya defek baik pada
pleura visceral maupun parietal (pada hubungan dengan dinding dada, mediastinum,
paru-paru atau diafragma) karena suatu kelainan paru-paru yang mendasari atau
karena suatu trauma sehingga terjadi pneumothorax, selanjutnya bisa disertai efusi
pleura yang merupakan komplikasi dari suatu infeksi maupun trauma.1,6
Berikut adalah patogenesis pneumotorax :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagaiclosed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar
dari kavumpleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang
tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi,
tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke
kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara
dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai
open pneumotoraks.
Sedangkan apabila dimulai dengan efusi pleura maka penyebab terjadinya
yakni diantara pleura parietalis dan visceralis dipisahkan oleh selapis tipis cairan
serosa. Lapisan ini memperlihatkan keseimbangan antara transudasi dari kapiler-
kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena visceralis dan parietalis dan saluran getah

13
bening.
a. Cairan akan terkumpul dalam cavum pleura jika terjadi ketidakseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan tekanan
microvasculer (contohnya pada gagal jantung).
b. Berkurangnya tekanan onkotik plasma (contohnya pada hypoproteinemia),
meningkatnya permeabilitas microvasculer (contohnya pada iritasi
pleura/pleurisy)
c. Menurunnya drainase limfatik dalam cavum pleura (contohnya pada limfangitis)
dan pada keadaan dimana terjadi defek diafragma yang menyebabkan cairan
peritoneal masuk ke cavum pleura.7
3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Sebagian besar pasien datang dengan gejala gangguan pernapasan akut yaitu
sesak napas akibat kelainan perfusi ventilasi dan batuk karena keterlibatan pleura.
Namun demam dan gejala konstitusional seperti penurunan berat badan dan
anoreksia juga biasanya terlihat mungkin karena TB adalah etiologi utama. Ini
berkorelasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Gupta et al dan Javaid et al.
dimana sesak napas adalah gejala penyajian paling umum yang terjadi pada
pasien yang berbeda. Sekitar 68% persen kasus hydropneumothorax datang
dengan gejala takipneu dan 61% hipoksemia melalui analisa gas darah.1,8
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat dinding dada asimetris, pergerakan berkurang
(gerakan dinding dada asimetris), dinding dada lebih cembung pada sisi sakit,
ketiga hal ini dapat ditemukan pada inspeksi dada. Pada palpasi akan terasa vokal
fremitus berkurang saat kita meletakkan telapak tangan pada dada penderita.
Suara hipersonor terdengar saat kita mengetuk dinding dada penderita disekitar
batas paru-paru karena adanya udara dalam cavum pleura, dan tes shifting
dullness (+) pada saat pemeriksaan perkusi posisi decubitus. Bunyi pernapasan
menurun atau menghilang karena lapangan paru ditutupi udara dan cairan dalam

14
cavum pleura, dapat terdengar bunyi tambahan pada auskultasi berupa “splash
sound” terutama saat penderita merubah posisi.1,8
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks merupakan perpaduan antara
gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada hidropneumothorax
cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak tampak. Pada
foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairansedikit. Pada foto
tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan. Gambaran
radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat translusen dengan tak
tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih tegas
membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran
semiopak homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam
cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus menumpul Pada foto thorax
posisi tegak, hydropneumothorax memberikan gambaran sebagai lesi berbatas
tegas dimana pada bagian atas lesi tampak bayangan hiperlusen tanpa bayangan
vascular didalamnya (hiperlusen avasculer) yang dapat bersifat lokal maupun
general. Pada bagian bawah lesi tampak perselubungan padat yang menutupi
sinus costophrenicus dengan permukaan yang horizontal memberikan gambaran
air fluid level. Hydropneumothorax yang luas dapat menyebabkan kolaps paru
disekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak tampak lebih padat
dengan densitas seperti bayangan tumor. Biasanya arah kolaps ke medial. Bila
hebat sekali dapat menyebabkan pendorongan jantung, mediastinum dan trachea
ke sisi yang sehat.7
Dengan adanya pesawat MSCT dapat memperlihatkan gambaran pleura dan
dinding dada dengan lebih baik dengan mengurangi artifak karena gerakan
respirasi. Pemeriksaan CT Scan pada pasien hydropneumothorax bertujuan untuk
mengetahui penyakit yang mendasarinya. Gambarannya berupa visceral pleural
split yang memisahkan paru-paru dengan rongga pleura yang lusen (hipodens
dengan densitas udara). Sedangkan efusi pleura akan terlihat sebagai area elips
dengan densitas rendah (hipodens dengan densitas cairan) yang pada posisi supine
menempati bagian caudal dan posteromedial terhadap basis paru-paru. Jika

15
jumlahnya banyak dapat menyebabkan penekanan terhadap lobus bawah paru dan
mendesaknya ke arah antaerior.

Gambar 2.1 X-Ray Posisi PA dan Lateral Hidropneumothoraks

Gambar 2.2 CT-Scan Hidropneumothoraks


3.7 PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi dalam penanganan pneumotoraks/hidropneumotoraks adalah
evakuasi cairan dan udara secepatnya, baik dengan cara aspirasi maupun pemasangan
selang WSD (water sealed drainage) dan pleurodesis. Sedangkan terapi lainnya
tergantung dari penyakit paru yang mendasari atau menyertai. Proses pleurodesis
yakni pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar
secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500mg
tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis

16
kemudian kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang
kemudian dicabut. Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
rekurensi hidropneumotoraks. Tindakan tersebut seperti suplementasi oksigen,
aspirasi, pemasangan chest tube, dan diuretik, thoracostomy dengan pleurodesis,
menutup daerah yang bocor dan bullectomy. Pada pasien yang tidak sadar, dapat
dilakukan tindakan pembedahan seperti thoracotomy, pneumolysis dan drainase efusi
pleura dapat mengembalikan volume dari paru-paru.
a. Chest Tube dan WSD
Water Sealed Drainage (WSD) adalah suatu prosedur untuk
mengeluarkan cairan atau udara dari dalam rongga pleura dengan
menggunakan slang kecil dengan air sebagai katup pembatas. Drainase chest
tube terdiri dari insersi perkutan selang yang kecil atau besar yang biasanya
terbuat dari silikon atau polyurethane ke dalam rongga pleura. Prosedur
Chest Tube Thoracostomy ini dapat dilakukan ketika pasien memiliki
penyakit, seperti pneumonia atau kanker yang menyebabkan efusi pleura,
hemothoraks, pneumothoraks.9,10

Gambar 2.3 Thoracostomy Tube10


Thoracostomy Tube dan Catheters adalah tabung silikon atau
polyvinyl chloride yang memiliki strip radiopak dengan celah yang berfungsi
untuk menandai lubang drainase paling proksimal. Tabung silikon atau

17
polyvinyl chloride lebih disukai daripada tabung karet lateks yang lebih tua
yang memiliki lebih sedikit lubang drainase, tidak terlihat dengan baik pada
radiografi dada, menghasilkan lebih banyak peradangan pleura, dan mungkin
berhubungan dengan alergi lateks.10
b. Pemasangan WSD11
1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).

Gambar 2.4 WSD dengan botol sistem10


2. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek
steril.
3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi
pada daerah kulit sampai pleura.
4. Tempat yang akan dipasang drain adalah :
- Linea axillaris anterior, pada ICS IV-V. Dapat lebih proximal,
bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma tinggi.
- Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit.
6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan

18
side 0.1.
7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung,
jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara
pelan pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti
pleura parietalis sudah terbuka. Catatan : pada hematothoraks akan
segera menyemprot darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang
keluar.
8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut
kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung
drain dijepit dengan klem tumpul, untuk memudahkan
mengarahkan drain.
9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup
dibuat atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya kira-
kira dari jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya.
10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah
lateral sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru (Bulleau).
11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat
berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup
12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke
bawah dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan ronga
toraks.
13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol
penampung, maka harus diklem dahulu.
14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol
penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan
negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan menampung
sekrit yang keluar dari rongga toraks.

3.8 PROGNOSIS
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan tergantung dari ukuran dan cepatnya

19
perkembangan penyakit. Kalau cairan tertimbun dengan perlahan-lahan seperti pada
efusi pleura, maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan berkumpul tanpa
terlalu banyak gangguan fisik yang nyata. Sebaliknya, dekompresi paru-paru yang
cepat akibat pneumothorax massif dapat disertai dengan syok yang timbulnya dengan
cepat sekali. Keadaan ini dapat dipastikan dengan pemeriksaan radiologik.6
3.9 KOMPLIKASI
a. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema.
b. Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum
dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan
kardiak output, sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok
kardiogenik.6

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2016. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Widjaya DP, Amin Z, Suprayitno, Afifi R, Shatri H. Karakteristik dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kesintasan Pasien Pneumothorax di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Ina J Chest Crit and Emerg Med. 2014;1(3): 113-18.
3. Bobbio A, Dechartres A, Bouam S, Darnotte D, Rabbat A, Regnard JF, et al.
Epidemiology of spontaneous pneumothorax: gender related differences. Thorax.
2015;70(7): 653-8.
4. Yoon JS, Choi SY, Suh JH, Jeong JY, Lee BY, Park YG, et al. Tension
pneumothorax, is it a really life threatening condition?. Journal of Cardiothoracic
Surgery 2013, 8:197
5. Garry Lee YC. Pneumothorax in adults: Epidemiology and etiology. In: UptoDate,
Broaddus VC., Muller NL (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2022. (Accessed on
September 22, 2022
6. Vasunethra Kasargod, Nilkanth Tukaram Awad. 2016. Clinical profile, etiology, and
management of hydropneumothorax: An Indian experience. Indian Chest Society.
3:278-80.
7. Herring, W., 2015, Learning Radiology, Recognizing the Basics 3rd Edition,
Elsevier, Philadelpia.
8. Garry Lee YC. Clinical Presentation and Diagnosis of Pneumothorax. In: UptoDate,
Broaddus VC., Muller NL (Ed), UpToDate, Waltham, MA, 2022. (Accessed on
September 22, 2022
9. American Thoracic Society. Chest Tube Thoracostomy. Am J Respir Crit Care Med
Vol. 170, 2020.
10. Huggin JT., Carr SR., Woodward GA. Thoracostomy Tube and Catheters. In:
UpToDate, Wolfson AB., Stack AN., Bulger EM., Collins KA (Ed), UpToDate,
Waltham, MA, 2022. (Accessed on September 22, 2022)
11. Departemen Ilmu Bedah. Pemasangan Pipa Intratorakal atau Water Sealed Drainase
(WSD). Universitas Sumatera Utara, 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai