Anda di halaman 1dari 40

Case Report I

AORTIC DISSECTION IN MARFAN SYNDROME

A DIAGNOSTIC APPROACH

Oleh:

dr. Robby Gusneidi Adam

Pembimbing:

dr. Aussie Fitriani Ghaznawie, Sp.JP (K)

Dr. dr. Abdul Hakim Alkatiri, Sp. JP (K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTASKEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………… iii

DAFTAR SINGKATAN......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL.................................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

BAB II ILUSTRASI KASUS ................................................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 10

RINGKASAN ........................................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 31

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Foto klinis pasien ...................................................................................................... 4

Gambar 2. 2 Hasil elektrokardiografi.............................................................................................. 4

Gambar 2. 3 Foto thoraks ............................................................................................................... 5

Gambar 2. 4. Transtorakal Echocardiografi memperlihatkan regurgitasi aorta ................................. 6

Gambar 2. 5. Transtorakal Echocardiografi memperlihatkan dilatasi root aorta ............................... 6

Gambar 2. 6. Transtorakal Echocardiografi dengan intimal flap pada arkus aorta dan false lumen

pada aorta desenden ....................................................................................................................... 6

Gambar 2. 7. Hasil MSCT thoraks.................................................................................................. 8

Gambar 3. 1. Kriteria Ghent untuk Sindrom Marfan ..................................................................... 13

Gambar 3. 2. Target terapi farmakologis ...................................................................................... 18

iii
DAFTAR SINGKATAN

MFS : Marfan Syndrome


AoD : Aortic Dissection

BBs : Beta Blockers

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

ACE-I : Angiotensin Converting Enzime-Inhibitor

LV : Left Ventricular
CV : Columna Vertebrae

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Laboratorium…………………………………………………………5

v
BAB I

I. PENDAHULUAN

Sindrom Marfan (MFS) merupakan penyakit jaringan ikat multisistemik dominan

autosomal, yang terkakit dengan mutasi fibrin pada TGFBR1 atau TGFBR2.1 Manifestasi

klinis meliputi sistem kardiovaskuler, okular dan muskuloskeletal.2 Prevalensi kasus

Sindrome Marfan diperkirakan 1 per 5.000 populasi dan 26% tidak memiliki riwayat

penyakit yang sama dalam keluarga.3 Tidak ada perbedaan angka kejadian pada laki-laki

dan perempuan.4 Patologi dalam sistem kardiovaskular termasuk dilatasi akar aorta dan

Diseksi Aorta (AoD) merupakan penyebab kematian utama pada pasien MFS.5 Angka

kematian pada MFS yang disebabkan Aod sekitar 1-3%.6 Ciri khas gambaran klinis MFS

termasuk deformitas dada bagian depan, jari tangan lebih panjang, dilatasi Akar aorta dan

Aod, dislokasi lensa dan myopia. Gejala klinis yang kurang spesifik termasuk palatum

lebih tinggi, gigi lebih rapat dan striae kulit.5

Penanganan medis mungkin tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi

anatomi dan fisiologi seperti semua, tetapi dapat menurunkan perkembangan dan

keparahan dari gejala. Beta Blocker (BBs) merupakan terapi standar, yang dapat

menurunkan stres tegangan pada aorta dan menurunkan denyut jantung. Diagnosisnya

menggunakan kriteria Ghent and pemeriksaan fisik klinis. 7 Diagnosis awal yang baik,

penanganan medis serta tindakan bedah dapat meningkatkan harapan hidup dari 40 menjadi

70 tahun.

Pada laporan kasus ini akan dilaporkan seorang laki-laki berusia 33 tahun dengan

diagnosis Congestive Heart Failure New York Heart Association III, Sindrom Marfan,

Diseksi Aorta Stanford A tipe I yang menolak untuk tindakan operatif. Dalam diskusi kasus

ini akan dibahas mengenai terapi medis secara optimal dan edukasi aktifitas fisik.

1
BAB II
II. ILUSTRASI KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 33 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang

dirasakan 1 bulan, bertambah berat 1 minggu terakhir, sesak nafas dirasakan hilang timbul,

berkurang dengan istirahat, Dyspneu on Effort ada, Orthopnea ada, Paroxysmal Nocturnal

Dyspneu ada, riwayat sesak nafas ada sejak 1 tahun yang lalu. Dada terasa panas, terasa

tidak nyaman dan rasa menyempit sejak 1 minggu yang lalu, riwayat nyeri dada

sebelumnya tidak ada. Berdebar tidak ada, riwayat berdebar tidak ada. Demam tidak ada,

riwayat demam tidak ada. Batuk kering ada apabila cuaca dingin, riwayat batuk

sebelumnya tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada. Pasien post dirawat inap di Rumah

Sakit Ibnu Sina dengan keluhan yang sama dan muntah-muntah seminggu yang lalu selama

10 hari. Riwayat didiagnosis MFS sejak 2019, rutin berobat sejak 2019 mendapatkan terapi

Bisoprolol 2.5 mg per 12 jam, Ramipril 2.5 mg per 24 jam, Furosemid 40 mg per 24 jam,

Spironolacton 25 mg per 24 jam. Riwayat hipertensi ada sejak 2019. Riwayat diabetes

mellitus tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat penyakit kardiovaskular dalam

keluarga ada yaitu paman pasien meninggal di usia 40 tahun dengan postur tubuh tinggi.

Riwayat dengan penyakit mata dengan silinder 2D dan minus 1D.

2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak kurus dengan

berat badan 65.5 kg dan tinggi badan 185 cm. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan

tekanan darah 115/58 mmHg, nadi 102 kali permenit, napas 24 kali permenit, dan suhu

36.7 celcius, SpO2 99%.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik.

Pada pemeriksaan jugular venous pressure R+3 centi meter air raksa. Pada pemeriksaan paru

pergerakan dada simetris, suara paru vesikuler, ronki basah halus di basal bilateral, tidak ada

wheezing. Pada pemeriksaan jantung suara jantung S1 dan S2 tunggal, didapatkan adanya

murmur diastole derajat ¾ di ICS 2 para sternal kiri atas. Tidak didapatkan edema

ektremitas dan ektremitas teraba hangat.

3
Gambar 2. 1. Foto klinis pasien

Gambar 2. 2 Hasil elektrokardiografi

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan gambaran irama sinus takikardi

dengan laju jantung 110 kali permenit, reguler, dengan deviasi aksis jantung ke kiri,

hipertrofi ventrikel kiri, tidak ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.

4
Gambar 2. 3 Foto thoraks

Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan cardiomegaly disertai dilatation et

elongation aortae, scoliosis thoracalis dextroconvex.

Hasil
Laboratorium
Wbc 8800 103/mm3 4-10x103/mm3
Neut/Lymph/Mono/Eo/Baso 76.7/16.8/5.0/0.8/0.7 %
HGB 15.1 g/dl 12-16
PLT 283 103/mm3 150-
400x103/mm3
HCT 45 % 37-48%
PT 13.7 Second 10-14
INR 1.30
APTT 27.1 Second 22.0-30.0
GDS 114 Mg/dl 114
SGOT 36 U/L <38
SGPT 27 U/L <41
Ureum 45 Mg/dl 10-50
Creatinin 1.40 Mg/dl <1.3
eGFR 68.1 mL/min/1.73m2 >90
Natrium 131 Mmol/l 136-5.1
Kalium 4.7 Mmol/l 3.5-5.1
Klorida 102 Mmol/l 97-111
Tabel 1. Hasil Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan nilai Creatinin

yaitu 1.4 mg/dl dan penurunan kadar Natrium yaitu 131 Mmol/l. Sedangkan hasil

laboratorium lainnya masih dalam batas normal.

5
Gambar 2. 4. Transtorakal Echocardiografi memperlihatkan regurgitasi aorta

Gambar 2. 5. Transtorakal Echocardiografi memperlihatkan dilatasi root aorta

Gambar 2. 6. Transtorakal Echocardiografi dengan intimal flap pada arkus aorta dan
false lumen pada aorta desenden

Pada pemeriksaan ekokardiografi yang dilakukan tanggal 17 November 2022

didapatkan mitral: mild mitral regurgitation, with conccentric jet, regurgitant jet length

6
area < 25% of LA (MR VC 0.3 cm, MR ERO 0.1 cm2, MR RV 13 ml). Aorta: 3 cuspis,

calcification (-). Carpentier functional classification type 1a. Moderate aortic

regurgitation (AR PHT 265 ms, AR VC 0.4 ms) with eccentric jet, Aortic root

measurement (Annulus Aorta 2.2 cm, Sinus Valsava 3.0 cm, Sinotubular Juction 2.1 cm,

Aorta Ascendens 3.8 cm). Tricuspid: mild tricuspid regurgitation with eccentric jet,

regurgitant jet length area > 20% of RA (TR Vmax 2.93 m/s, TR Max PG 34.29 mmHg,

TR VC 0.4 cm), with intermediate probability of PH. Pulmonal: mild pulmonary

regurgitation, regurgitant jet width < 1/3 RVOT (PvAcct 179 ms, PR PHT 219 ms, PASP

42.33 mmHg, MPAP 27.82 mmHg). LA: normal, LA mayor 6.0 cm, LA minor 4.5 cm.

LAVI 34.31 ml/m2. LV: dilatasi, LVIDd 5.8 cm, LVIDs 4.5 cm. LV SEC (+). RA:

normal, RA mayor 5.1 cm, RA minor 4.3 cm. RA area 16.8 cm2. RV: normal, RVDB

2.7 cm, RVDM 2.8 cm, RVDL 7.6 cm. Aorta: dilatasi, Ao 4.7 cm, LA 2.3 cm, LA/Ao

0.48 cm. Severely abnormal LV systolic function, EF 25% (BIPLANE). Normal RV

systolic function, TAPSE 1.9 cm, S’lat 10 cm/s. Eccentric left ventricle hypertrophy (+):

(LVMI 135.53 g/m2, RWT 0.34). Regional wall motion: akinetic anteroseptal dan

inferoseptal, hipokinetic basal mid inferior, inferolateral. eRAP 8 mmh g (IVC exp 1.8

cm, IVC insp 1.4 cm). LV diastolic function: (E/A 0.79, E’ med 5 cm/s, E’Lat 7 cm/s,

E/E’ 14.4). Kesimpulan Severely Abnormal LV Systolic Function, EF 25% (BIPLANE).

Normal RV Systolic Function, TAPSE 1.9 cm, S’lat 10 cm/s. Moderate Aortic

Regurgitation. Mild Mitral Regurgitation. Mild Tricuspid Regurgitation with

Intermediate Probability of PH. Mild Pulmonary Regurgitation. LV Dilatation, LV SEC

(+). Eccentric Left Ventricle Hypertrophy. Grade II LV Diastolyc Dysfunction.

7
Gambar 2. 7. Hasil MSCT thoraks

Pada hasil pemeriksaan MSCT thoraks pada tanggal 14 Januari 2021, didapatkan

kaliber lumen aorta ascenden dilatasi pada seluruh dindingnya dengan ukuran terbesar

+/- 6.6 x 6.6 cm. Tampak diseksi aorta mulai dari pangkal aorta assenden setinggi CV

T8 dengan diameter false lumen +/- 3.1x0.9 cm dan diameter true lumen +/- 4.7 x

5.0cm, dan mulai dari brachiocephalic trunk setinggi CV T2-T3 dengan diameter false

lumen +/- 1.0 x 0.3cm dan diameter true lumen +/-1.5 x 1.5 cm, hingga ke arteri iliaca

sinistra setinggi CV L4. Truncus Celiacus (setinggi CV T12-L1) dengan cabang-

8
cabangnya: Kaliber lumen pembuluh darah tampak dalam batas normal dengan

permukaan/ dinding yang tampak licin. Tidak tampak aneurisma maupun stenosis. A.

Mesenterica Superior (setinggi CV L3) dengan cabang-cabangnya: Kaliber lumen

pembuluh darah tampak dalam batas normal dengan permukaan/ dinding yang tampak

licin. Tidak tampak aneurisma maupun stenosis. A. Renal Kanan (setinggi CV L1)

dengan cabang-cabangnya: Kaliber lumen pembuluh darah tampak dalam batas normal

dengan permukaan/ dinding yang tampak licin, tampak 2 cabang a.segmenntalis. Tidak

tampak aneurisma maupun stenosis. A. Renal Kiri (setinggi CV L2) dengan cabang-

cabangnya: Kaliber lumen pembuluh darah tampak dalam batas normal dengan

permukaan/ dinding yang tampak licin, tampak 2 cabang a.segmentalis. Tidak tampak

aneurisma maupun stenosis. A. Iliaca communis kanan dengan cabang-cabangnya:

Kaliber lumen pembuluh darah tampak dalam batas normal dengan permukaan/ dinding

yang tampak licin. Tidak tampak aneurisma maupun stenosis. A. Iliaca communis kiri

dengan cabang-cabangnya: Tampak diseksi pada dinding lumen a. iliaaca communis

setinggi CV L4 dengan diameter false lumen +/- 0.8x0.5cm dan diameter true lumen +/-

1.2x1.4cm. Kesan Aneurisma fusiform aorta ascenden, Diseksi Aorta mulai dari pangkal

aorta ascenden setinggi CV T8 dan brachiocephalic trunk setinggi CV T2-T3 hingga ke

arteri iliaca sinistra setinggi CV L4 (DeBakey classification tipe I).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, dan ekokardiografi, maka

ditegakkan diagnosa kerja dengan Congestive Heart Failure NYHA III, Sindrom Marfan

dan Aorta Disection Stanford A tipe I. Kemudian dilakukan terapi dengan target

menurunkan denyut jantung hingga dibawah 60 kali permenit, dan tekanan darah sistol

di bawah 120 mmHg dengan Furosemid 20 mg per 12jam intravena, Carvedilol 6.25 mg

per 12 jam oral, Ramipril 2.5 mg per 24 jam oral, Spironolacton 25 mg per 24 jam oral.

9
BAB III
III. PEMBAHASAN

Sindrom marfan (MFS) disebabkan oleh mutasi gen Fibrillin-1 yang terletak di

lokus kromosom 15q21. Protein Fibrillin-1 adalah glikoprotein matrix ektraselular yang

merupakan komponen penting dari mikrofibril elastis jaringan ikat dan berperan penting

dalam proses fibrinogenesis. Fragmentasi dan disorganisasi dari serat fiber pada bagian

media Aorta, disebut Medial Degeneration, secara histologi disebut MFS.8

Penetrasi mutasi tinggi fibrillin dan ekspresi fenotipik sangat bervariasi. Hingga

saat ini, lebih dari 1.000 mutasi berbeda yang melibatkan gen fibrillin-1 telah

diidentifikasi, tetapi tidak ada korelasi genotipe-fenotipe yang telah diidentifikasi.

Sekitar 75% kasus mewarisi kelainan tersebut dari orang tua. Sisanya 25% hasil dari

mutasi. Sedikit informasi prognostik disediakan oleh deteksi mutasi di luar informasi

yang tersedia dari riwayat keluarga pasien sendiri. Dalam kriteria Ghent yang direvisi

untuk diagnosis MFS, pengujian genetik (meskipun tidak wajib) memiliki peran lebih

besar dalam penilaian diagnosis pasien yang diduga menderita MFS.8

Banyak manifestasi MFS sekarang dikenali sebagai hasil dari aktivasi

transformasi yang berlebihan faktor pertumbuhan β, yang merupakan stimulator kuat

terjadinya peradangan, fibrosis, dan aktivasi matriks metaloproteinase tertentu.

3.1 Gejala Klinis Kardiovaskular

Gejala klinis termasuk dilatasi aorta ascenden terutama pada sinus valsava,

jarang pada Aorta Descenden dan Aorta Thoracal dengan peningkatan resiko terjadinya

kelainan katub jantung, Aod termasuk diseksi arteri koroner dan bisa menyebabkan

infark miokard, prolaps katub mitral dengan atau regurgitasi katub mitral. 8

10
Penyakit akar aorta menyebabkan aneurysma akar aorta yang bersifat progresif

dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada MFS. Penyakit Akar aorta

ini terjadi sekitar 50-60% pasien Sindrome Marfan dewasa dan 50% pada anak-anak,

dapat dengan mudah ditemukan pada pemeriksaan ekokardiografi. Diameter dan

kekakuan aorta merupakan 2 faktor yang mempengaruhi progress dilatasi aorta, dimana

hal ini menjadi faktor predisposisi terjadinya Aod. Penyakit akar aorta terjadi karena

proses degenerasi dari lapisan medial aorta, yang berhubungan dengan fragmentasi,

kerusakan dan hilangnya elastisitas dari lapisan aorta. Aod terjadi 90% pada aorta

ascenden dan 10% pada distal arteri subklavia kiri. 8

Pasien muda dengan umur < 40 tahun disertai Aod seharusnya sudah dicurigai

Sindrome Marfan. Data terbaru menunjukkan MFS 50% terjadi pada pasien Aod < 40

tahun dan 2% pada pasien yang lebih tua. Banyak pasien MFS dan Aod memiliki riwayat

keluarga penyakit yang sama. Dimensi maksimal aorta dan adanya riwayat keluarga

merupakan 2 faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya Aod.8 Aod terjadi ketika

lapisan intima robek dan menyebabkan darah masuk pada lapisan antara intima dan

adventitia. Pada MFS terjadi karena degenerasi dari struktur mikrofibril dan integritas

matriks ekstraseluler pada tunika media aorta. 35

Prolaps katub mitral dengan atau tanpa regurgitasi mitral ditemukan pada 28-

50% pasien MFS dan dapat ditemukan pada pemeriksaan ekokardiografi. Pada MFS ciri

khas Katub Mitral meliputi penipisan, pemanjangan dan prolaps anterior katub atau

kedua katub. Diperkirakan 25% pasien MFS dan prolaps katub mitral memiliki progres

terjadinya regurgitasi yang bisa terjadi karena proses degenerasi yang memberat pada

11
katub atau ruptur spontan pada korda tendinea. Prolaps katub tricuspid dengan atau

regurgitasi dapat terjadi disertai atau tidak prolaps katub mitral.8 Pembesaran arteri

pulmonal, dan dilatasi ventrikel kiri atau disfungsi, dapat ditemukan pada MFS. Namun,

tidak termasuk dalam kriteria diagnosis MFS.8

Pada kasus ini, pasien didapatkan usia muda dibawah 40 tahun yaitu umur 33

tahun, adanya hasil CT Thoraks yang didapatkan hasil Diseksi Aorta serta didapatkan

riwayat keluarga dengan tampilan fisik yang sama dan meninggal di usia muda < 40

tahun. Oleh karena itu,dari data diatas pasien sudah dicurigai Sindrom Marfan.

3.2 Diagnosis

Diagnosis MFS membutuhkan anamnesis yang cermat, termasuk informasi

tentang anggota keluarga yang mungkin memiliki gejala klinis yang sama seperti yang

dijelaskan diatas atau anggota keluarga yang meninggal mendadak tidak diketahui

penyebabnya. Pemeriksaan fisik menyeluruh, pemeriksaan mata, evaluasi genetika,

radiografi, dan ekocardiografi secara rutin direkomendasikan. Tujuannya untuk

menentukan apakah diagnosis dapat ditegakkan secara klinis. Ghent kriteria, diusulkan

pada tahun 1996 dan direvisi pada tahun 2010, bertujuan memudahkan diagnosis MFS

dan akan menurunkan resiko kesalahan diagnosis MFS. Pendekatan multidisiplin

komprehensif yang melibatkan konsultasi kardiologi, ortopedi, oftalmologi, dan genetic

dibenarkan untuk mengkonfirmasi atau mengurangi kesalahan diagnosis. Diagnosis bisa

terjadi dari 4 skenario:

1. Adanya aneurisma akar aorta (dengan a z skore > 2 sesuai standart usia dan ukuran

tubuh) atau Aod dan ecopia lentis

2. Adanya aneurisma akar aorta (dengan a z skore > 2 sesuai standart usia dan ukuran

12
tubuh) atau Aod dan teridentifikasi mutasi gene Fibrillin-1

3. Adanya aneurisma akar aorta (dengan a z skore > 2 sesuai standart usia dan ukuran

tubuh) atau Aod dan adanya klinis dengan skor 7 atau lebih

4. Adanya ecopia lentis dan teridentifikasi mutasi gen Fibrillin yang berhubungan

dengan penyakit aorta

Untuk pasien dengan riwayat keluarga positif MFS, diagnosis dapat ditegakkan

dengan adanya 1) ectopia lentis, 2) gejala sistemik dengan skor 7 atau lebih, atau 3)

dilatasi Akar aorta (dengan skor z ≥ 2 untuk orang dewasa > 20 tahun atau skor z ≥ 3

untuk pasien < 20 tahun).8

Gambar 3. 1. Kriteria Ghent untuk Sindrom Marfan

Pengukuran diameter akar aorta harus dilakukan pada ekokardiografi pada

13
bidang yang sejajar dengan katup aorta dan tegak lurus terhadap sumbu aliran darah.

Dimensi aorta biasanya maksimal pada sinus valsava, teknik pencitraan lainnya seperti

ekokardiografi transesofageal, CT, angiografi, dan MRI juga dapat membantu. Namun,

ekokardiografi bisa menilai manifestasi kardiovaskular lainnya dari MFS dan karena itu

secara rutin digunakan dalam menegakkan diagnosis kardiovaskular dan pemantauan

pasien selama perawatan.8 Pada pasien ini didapatkan dada tidak simetris, kelainan

bentuk kaki, penurunan ekstensi bahu, striae kulit, skoliosi, dan wrist dan thumb sign.

Gejala klinis muskuloskeletal memerlukan pemeriksaan fisik menyeluruh.

Kadang-kadang, radiografi panggul dapat membantu untuk mendiagnosis protrusio

aceta buli, dan MRI atau CT lumbosakral dapat membantu untuk mendiagnosis

ektasiadural. Namun, MRI dan CT dilakukan jika pasien bergejala atau untuk

memastikan dan melengkapi kriteria Ghent pada MFS. Gejala klinis muskuloskeletal

yang paling penting dan mudah dinilai dengan pemeriksaan fisik lengkap mencakup

evaluasi untuk kelainan bentuk pectus, arcahnodactyly, flatfoot, wajah yang khas,

scoliosis, ekstensi siku berkurang.8

Dislokasi lensa merupakan manifestasi penting yang terjadi pada 60% pasien

dengan MFS. Lensanya terbaik dinilai oleh dokter mata dalam pemeriksaan slitlamp

dengan pelebaran pupil. Dislokasi lensa biasanya terjadi pada bayi baru lahir, tetapi

evaluasi tiap tahun oleh oftalmologi diperlukan pada pasien dengan resiko miopia berat

dini, ablasi retina, glaukoma, dan katarak pada MFS.8

Pasien muda yang diduga MFS tetapi yang tidak memenuhi kriteria diagnostik

kriteria Ghent seharusnya dievaluasi saat prasekolah dan pada usia 18 tahun karena

beberapa manifestasi klinis MFS menjadi lebih jelas seiring bertambahnya usia. Evaluasi

14
selanjutnya disarankan ketika aorta membesar terlepas dari kriteria diagnostik.8

Diagnosis banding pada MFS termasuk:8

1. Homocystinuria meliputi berbagai gejala klinis skeletal (badan tinggi, pertumbuhan

tulang panjang yang berlebihan) dan fitur okular (ectopia lentis), selain itu prolaps

katup mitral. Namun, sebaliknya pada pada pasien MFS sering disertai

keterbelakangan mental dan cenderung untuk tromboemboli. Homocystinuria adalah

penyakit resesif autosomal yang ditandai dengan peningkatan ekskresi homosistein

urin, dan dapat didiagnosis dengan mengukur nilai total homosistein.

2. Mass phenotype termasuk myopia, prolaps katub mitral, pelebaran ringan aorta,

gekala klinis kulit nonspesifik dan gejala klinis skeletal.

3. Ehlers-Danlos syndrome type IV termasuk skars pada kulit, memar ringan, tanda

hipermobilitas sendi.

4. Stickler syndrome cirinya ablasi retina (tidak ektopia lentis), celah palatum yang

dalam, pendengaran menurun.

5. Congenital contractural arachnodactyly (Beals syndrome) merupakan penyakit

dominan autosomal ditandai dengan kontraktur sendi, skoliosis, kelainan bentuk

telinga, tampak Marfanoid.

6. Familial thoracic aortic aneurysme or aortopathy merupakan kondisi pasien tidak

menunjukkan manifestasi sistemik lain dari MFS.

7. Congenital bicuspid aortic valve disease with associated aortopathy merupakan

kondisi dengan ciri dilatasi aorta assenden bagian tengah dibanding akar aorta.

8. Loeys-Dietz syndrome termasuk termasuk fitur unik hipertelorisme, uvula bifida luas,

dan kelainan vaskular ditandai dengan tortuositas arteri dan aneurisma dengan

15
peningkatan risiko diseksi sering di arteri kecil.

Pada kasus ini, pasien datang dengan dengan manifestasi klinis congestive

heart failure. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala klinis khas gejala heart

failure. Pada pemeriksaan EKG tidak menujukkan tanda yang spesifik hanya

didapatkan tanda Left Ventricle Hypertrophy. Pada pemeriksaan laboratorium tidak

didapatkan hasil yang tidak signifikan. Menilik kriteria diagnosis dari Sindrom

Marfan, yang menggunakan kriteria Ghent, didapatkan gejala klinis yang khas, yaitu

pectus carinatum, foot deformity, reduced elbow extension, skin striae, spine

deformity, wrist sign and thumb sign dengan kriteria Ghent total 10. Pada

pemeriksaan ekokardiografi didapatkan pelebaran dari akar aorta. Pada

pemeriksaan CT Thoraks didapatkan Diseksi Aorta. Dari hasil pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Sindrom Marfan.

3.3 Terapi Medis

Penatalaksanaan MFS harus melibatkan pendekatan multidisiplin, dan

pengobatan harus disesuaikan dengan manifestasi klinis, karena setiap pasien memiliki

derajat yang bervariasi dari keterlibatan organ. Semua pasien MFS disarankan untuk

menjalani evaluasi pemeriksaan setahun sekali. Konseling genetik harus disediakan

untuk membantu dalam diagnosis dan juga untuk para calon orang tua karena

kemungkinan 50% ditutunkan dari orang tua ke anak. Variabilitas fenotipik, konseling

kehamilan, dan ketersediaan prenatal pengujian diagnostik harus didiskusikan.

Pemeriksaan rutin di dokter mata disarankan tiap tahun, mencakup skrining dan

pengobatan untuk miopia, ablasi retina, glaukoma, dan katarak.8

16
Kelainan histologis pada aorta menunjukkan penurunan distensibilitas dan

kompliance. Akibatnya, aorta menjadi lebih kaku dan memiliki dilatasi berlebihan. β-

blocker (BBs) dapat meningkatkan distensibilitas aorta dan mengurangi kekakuan aorta,

selain penurunan denyut jantung dan pompa ventrikel kiri, sehingga obat ini telah

menjadi pengobatan pilihan dan harus dipertimbangkan untuk semua pasien dengan

MFS. Pada randomized trial pengobatan propranolol pada pasien remaja dan dewasa

muda dengan MFS menunjukkan penurunan tingkat dilatasi aorta dan lebih sedikit

komplikasi aorta. Dalam studi lain yang melibatkan 44 pasien dengan MFS yang diikuti

selama hampir 4 tahun, pasien yang menggunakan BBs (atau Calsium Channel Blocker

jika tidak toleran terhadap BBs) menunjukkan tingkat pertumbuhan aorta tahunan

absolut yang lebih lambat sebesar 0,9 mm dibandingkan dengan 1,8 mm setelah

penyesuaian untuk usia dan ukuran tubuh. Selain itu, perawatan medis profilaksis

mungkin paling efektif pada pasien dengan diameter aorta kurang dari 4,0 cm. Pasien

dengan BBs cenderung memiliki diameter aorta yang lebih kecil (<4,0 cm), dan data

menunjukkan bahwa penurunan tingkat dilatasi aorta dengan BBs paling besar pada

pasien muda. Oleh karena itu, BBs harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan

MFS, termasuk anak-anak, dan pada mereka dengan diameter akar aorta kurang dari 4

cm, kecuali ada kontraindikasi. Dosis BBs harus disesuaikan untuk mempertahankan

detak jantung istirahat 60 -70 kali per menit atau detak jantung 100 detak per menit

setelah latihan submaksimal.8

17
Gambar 3. 2. Target terapi farmakologis12

Meskipun terapi BBs merupakan standar perawatan untuk MFS, pilihan

pengobatan alternatif telah muncul yaitu angiotensin receptor blocker (ARB). Di model

tikus, Losartan memblokir transformasi reseptor faktor β pertumbuhan, menekan

apoptosis, mendorong proliferasi sel, dan melestarikan histologi serat elastis aorta

proksimal dan keseluruhan diameter aorta. Sebuah studi multisenter yang

membandingkan Losartan dan Atenolol dimulai menjawab pertanyaan tentang

perawatan medis yang optimal pada MFS.8

Pengobatan dengan BBs, meskipun sebagian besar bermanfaat pasien MFS, tidak

mengurangi penanganan pembedahan aorta. Dalam satu penelitian, 20% pasien dengan

MFS yang menerima pengobatan dengan BBs atau ARB memiliki komplikasi

kardiovaskular utama dan tetap membutuhkan tindakan operasi setelah 4 tahun. Faktor

18
risiko Aod pada MFS meliputi 1). Diameter aorta lebih dari 5 cm, 2). Dilatasi aorta

melampaui sinus Valsava, 3). Peningkatan ukuran dilatasi aorta yang cepat (>5% per

tahun atau >5 mm per tahun pada orang dewasa), dan 4). Riwayat keluarga dengan Aod.8

Dalam sebuah penelitian pada tahun 1970 pada aorta anjing menunjukkan bahwa BBs

mengurangi tekanan aorta yang menyebabkan menurunkan resiko diseksi.10

Banyak penelitian melaporkan bahwa BBs memiliki efek memperlambat

pertumbuhan akar aorta dan menurunkan komplikasi kardiovaskular dari efek

kronotropik negatif dan inotropik yang dapat mengurangi stres hemodinamik pada

dinding aorta.13 Ini pertama kali diusulkan oleh Halpern et al. di 1971 dan dianggap

sebagai profilaksis lini pertama untuk MFS.14 Namun, beberapa penelitian menunjukkan

hasil yang beragam dan bahkan menujukkan hasil bahwa BBs mungkin dapat

memperburuk elastisitas aorta, terutama pada mereka yang memiliki diameter akar aorta

>40 mm pada fase akhir diastolik atau peningkatan berat badan.15 Salim et al.

melaporkan bahwa pertumbuhan akar aorta mencapai puncaknya pada usia 6 sampai 14

tahun.16 Oleh karena itu BBs umumnya dimulai setelah didiagnosis MFS terutama yang

sebelum pubertas, dan menyarankan pengobatan seumur hidup, bahkan pada pasien yang

menerima operasi aorta. Detak jantung istirahat disarankan untuk menjaga sekitar 60-70

bpm dewasa, dan kurang dari 100 bpm selama latihan submaksimal di dewasa atau

remaja, dan kurang dari 110 bpm pada anak-anak.17 Saat ini, propranolol atau atenolol

adalah yang paling banyak digunakan BBs untuk MFS pediatrik dengan toleransi yang

baik.18 Sebuah acak uji coba pengobatan propanolol pada 70 remaja dan muda pasien

dewasa MFS menunjukkan penurunan dilatasi aorta dan lebih sedikit komplikasi aorta.

Studi terbaru menunjukkan bahwa blokade β dengan propanolol, atenolol atau

19
metoprolol meningkatkan distensibilitas aorta, dan mengurangi kekakuan aorta dan

kecepatan denyut jatung disubkelompok pasien MFS.1

Argumen kuat menyatakan bahwa hipertensi arteri diakui sebagai penyebab AoD

yang paling penting. Tekanan nadi sentral adalah penentu utama pelebaran aorta

asendens pada MFS. Konsekuensi tekanan darah sentral dan tekanan pada dinding aorta

yang kaku, diameter aorta yang melebar juga meningkatkan risiko AoD.36 Pada

penelitian meta analisis yang membandingkan efek BBs vasodilatasi dan BBs non-

vasodilatasi yang menunjukkan BBs non-vasodilatasi menghasilkan penurunan tekanan

arteri sentral yang lebih rendah dibanding tekanan sistolik brakial.37 Bisoprolol terbukti

secara efektif mengurangi tekanan sistolik aorta sentral dan efek ini berbanding lurus

dengan pengurangan tekanan sistolik brakial.38 Studi acak double-blind, pada subjek

hipertensi yang tidak pernah diobati menunjukkan bahwa nebivolol dan atenolol

menghasilkan pengurangan tekanan darah brakialis yang serupa, tetapi nebivolol

menurunkan tekanan darah sistolik aorta lebih besar 4.0 mm Hg dibanding atenolol.39

Generasi baru BBs terbukti lebih efektif dalam mengurangi tekanan sentral dan

kejadian kardiovaskular, menurunkan resistensi pembuluh darah perifer (PVR) serta

mempertahankan atau meningkatkan curah jantung (CO), volume sekuncup, dan fungsi

ventrikel kiri. Generasi baru BBs seperti carvedilol yang bersifat vasodilatasi dan

ateroprotektifnya melalui pemblokiran simultan reseptor adrenergik β1 dan α1.37

Remodeling dari arteri kecil, biasanya diukur sebagai peningkatan rasio lumen

dari media ke interna, yang dikaitkan dengan peningkatan resistensi vaskuler perifer (ciri

khas penting hipertensi), penurunan kapasitas vasodilator koroner dan aliran cadangan,

dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular.39 Penurunan denyut jantung dengan

20
memblok β dapat menyebabkan peningkatan denyut sistolik sentral.40 Terapi

antihipertensi yang bersifat vasodilatasi meningkatkan aliran koroner cadangan, tidak

terjadi pada BBs non vasaodilatasi seperti atenolol. Carvedilol telah menunjukkan

penurunan denyut jantung yang lebih sedikit saat istirahat atau mengikuti latihan, sedikit

peningkatan tekanan darah pasca latihan, dan sedikit peningkatan cardiac output

dibandingkan dengan BBs konvensional.39 Dan terbukti memberikan perlindungan

jantung yang luar biasa karena antagonis neurohormonal multi-fungsional dan efek

modulasi kekebalan di dinding aorta. Carvedilol dan labetalol menyebabkan vasodilatasi

melalui blokade reseptor alfa 1, sedangkan nebivolol menginduksi vasodilatasi yang

bergantung pada endotelium dengan menstimulasi bioaktivitas oksida nitrat.34

Dalam kasus penggunaan ARB, ditunjukkan bahwa RAAS mengaktivasi system

pelepasan angiotensin 2 sehingga menyebabkan peningkatan TGF- β. Ini menyebabkan

aorta aneurisma dan diseksi yang bersifat eksaserbasi, sehingga ini menjadi dasar untuk

penggunaan ARB.11 Sebuah studi retrospektif kecil melaporkan hasil yang bermanfaat

dari losartan pada pasien MFS muda dengan dilatasi aorta meskipun mendapatkan terapi

β-blocker.8 Pada studi tikus, menunjukkan bahwa mutasi gen FBN1 dapat mengaktifkan

TGF-β dan mengakibatkan fragmentasi dan kerusakan serat elastis di media aorta, yang

akan mengakibatkan terjadi aneurisma aorta.19 Losartan telah terbukti efektif

mengurangi dilatasi akar aorta dan degradasi jaringan paru-paru di MFS model tikus

dengan memblokir reseptor AT1 dan menghambat pengaktifan TGF-β selanjutnya.20

Losartan mengurangi dilatasi akar aorta dan dilatasi arcus aorta pada MFS dewasa baik

yang dilakukan tindakan operasi atau tidak dilakukan tindakan operasi.21 Efektifitas

terapi berhubungan dengan lama pengobatan dan usia awal pengobatan, tidak terkait

21
dengan mutasi FBN1 atau presentasi klinis.22

Pada penelitian tidak acak dilaporkan bukti kuat penggunaan angiotensin

converting enzim-inhibitor (ACE-I) memiliki keuntungan mengurangi impuls dan

apoptosis otot polos pembuluh darah yang terlibat pada degenerasi medial kistik. 5

Golongan ACE-I seperti enalapril dan perindopril juga telah terbukti mengurangi tingkat

pertumbuhan aorta.8 Uji coba kecil acak terkontrol dari perindopril dibandingkan dengan

plasebo pada orang dewasa MFS yang menerima beta-blocker menunjukkan penurunan

tingkat perubahan dalam diameter akar aorta yang berkorelasi dengan penurunan kadar

sirkulasi TGF-β selama masa tindak lanjut yang singkat (24 minggu) dan mengurangi

kekakuan aorta dan diameter akar aorta lebih dari terapi β-blocker.28 ACE-I dilaporkan

dapat meningkatkan distensibilitas aorta dan memperlambat perkembangan aneurisma

aorta dalam studi aterosklerosis.27 Efek ACE-I dapat mengontrol tekanan darah dan

dapat mengurangi apoptosis dinding aorta dengan memblokir angiotensin II reseptor tipe

II.12 Namun, penelitian lain menunjukkan efek ACE-I hanya terbatas pada pertumbuhan

aorta.29

Namun, beberapa percobaan acak yang membandingkan Losartan dan Atenolol

selama 3 tahun untuk anak-anak dan dewasa MFS dengan dilatasi akar aorta dilaporkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat pertumbuhan akar aorta.23

Beberapa uji klinis melaporkan bahwa kombinasi Losartan dan BBs memberikan

perlindungan yang lebih baik terhadap dilatasi akar aorta daripada hanya BBs.24

Irbesartan juga dilaporkan mengurangi tingkat dilatasi aorta pada anak-anak dan muda

MFS dewasa. Oleh karena itu, Losartan atau ARB lainnya tampaknya memiliki efek

yang setara dengan BBs dan bisa menjadi alternatif yang aman dalam pengelolaan

22
MFS.25 Saat ini, sebuah meta analisis melaporkan efektifitas ARB untuk perlindungan

kardiovaskular pada MFS sama dengan BBs.26

Dalam studi klinis aneurisma aorta abdominal, golongan statin dilaporkan dapat

mencegah dilatasi akar aorta progresif dan penurunan mortalitas jangka panjang dengan

penghambatan jalur ERK (Extracellular Signal-Regulated Kinase) yang menyebabkan

penurunan produksi matriks MMP‑9. Meskipun Statin umumnya aman, beberapa efek

samping yang penting seperti peningkatan risiko diabetes mellitus, disfungsi hati,

mialgia, dan yang jarang seperti rhabdomyolysis harus diwaspadai dan dipantau. Uji

klinis lebih lanjut dengan skala besar diperlukan untuk evaluasi efikasi dan keamanan.30

Golongan doxycycline seperti tetrasiklin, dilaporkan dapat menurunakn resiko

pecahnya aorta aneurisma dengan menekan respon aneurisma aorta abdominal.31 Dalam

sebuah studi dengan sampel yang sedikit, doksisiklin terlibat untuk menurunkan tingkat

pertumbuhan aneurisma aorta abdominal. Namun demikian, klinis bukti pada pasien

dengan aneurisma aorta toraks masih ada cukup terbatas.32

Pada orang dewasa, pemeriksaan ekokardiografi tiap tahun direkomendasikan

apabila diameter akar aorta < 4,5 cm dan tidak ada perubahan yang bermakna dalam

dimensi aorta dari pemeriksaan terakhir. Pemeriksaan aorta setahun 2x

direkomendasikan ketika diameter akar aorta lebih dari 4,5 cm meliputi pemeriksaan CT

atau MRI toraks. Teknik pencitraan ini memberikan penilaian lengkap dari aorta toraks,

termasuk segmen aorta descenden yang mungkin belum optimal divisualisasikan dengan

ekokardiografi. Metode pencitraan ini saling melengkapi antara CT dan MRI untuk

pemeriksaan aorta toraks dan abdominal desendens, pemeriksaan ini direkomendasikan

untuk semua pasien dengan MFS, terutama sebelum penggantian akar aorta karena

23
resiko komplikasi aneurisma. Pasien harus diedukasi untuk menghindari merokok dan

memantau tekanan darah mereka karena penggunaan nikotin dan hipertensi diyakini

meningkatkan risiko dilatasi aorta. Target tekanan darah kurang dari 120/80 mm Hg.8

Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi untuk menjaga tekanan darah kurang

dari 120/80 mmHg dan heart rate kurang dari 60 kali per menit dengan golongan Beta

Blocker, berdasarkan penelitan metanalisis yang menyimpulkan Beta Blocker generasi

ketiga lebih baik dalam menurunkan tekanan darah, menurunkan heart rate dan

menurunkan komplikasi pada aorta, yaitu Carvedilol 6.25mg/12jam/oral. Sedangkan

golongan ACE Inhibitors berdasarkan penelitan dapat menghambat perkembangan

dilatasi akar aorta dan mencegah perkembangan aneurisma aorta, yaitu Ramipril

2.5mg/24jam/oral.

3.4 Terapi Bedah

Atas dasar beberapa studi, pasien yang menjalani operasi akar aorta elektif

menunjukkan hasil yang lebih baik, selain melanjutkan perawatan medis. Penggantian

aorta segera pada pasien yang memiliki MFS dikaitkan dengan kematian 30 hari

meningkat tajam (12%). Sebaliknya, pasien yang menjalani tindakan operatif

penggantian aorta secara elektif sangat rendah (<1%). Operasi profilaksis dianjurkan bila

diameter sinus aorta valsava mencapai 5.0 cm atau indeks ukuran aorta 4.25 cm/m2 atau

lebih. Perlunya pembedahan pada dimensi sinus aorta 4,5 cm atau kurang dapat

ditunjukkan oleh adanya faktor lain seperti riwayat keluarga Aod, riwayat Aod

desendens, regurgitasi katup aorta berat dengan gejala terkait adanya dilatasi atau

disfungsi ventrikel progresif, kehamilan, dan laju dilatasi aorta yang cepat (pertumbuhan

akar aorta >5 mm per tahun). Diameter akar aorta harus diukur secara serial sesuai luas

24
permukaan tubuh, dan operasi harus dipertimbangkan jika diameter mulai meningkat

dengan cepat. Peningkatan dimensi aorta lebih dari 1.0 cm per tahun dianggap sebagai

perkembangan yang cepat pada seorang anak, sedangkan peningkatan tahunan sebesar

5% atau lebih atau peningkatan tahunan lebih dari 5 mm pada orang dewasa dianggap

signifikan secara klinis.8

Tingkat keparahan regurgitasi katup aorta karena dilatasi akar aorta merupakan

penentu utama jenis intervensi bedah. Dengan regurgitasi katup aorta atau distorsi katup

yang signifikan secara klinis penggantian katup aorta diindikasikan. Jenis tindakan

operasi yang dikembangkan untuk pasien dengan MFS adalah Prosedur Bentall, yang

menggunakan cangkok komposit. Prosedur ini termasuk akar aorta dan penggantian

katup dengan biologis katup atau katup mekanik dan membutuhkan reimplantasi arteri

koroner. Cangkok aorta komposit adalah pilihan yang baik untuk pasien yang lebih tua,

anak-anak dan orang dewasa, terutama dengan adanya Aod asenden atau regurgitasi

katup aorta yang bermakna secara klinis. Satu studi melaporkan bahwa kelangsungan

hidup 8 tahun adalah 90% setelah Prosedur Bentall dan kemungkinan dilakukan operasi

ulang adalah 96%. Komplikasinya yaitu peningkatan risiko kejadian tromboemboli

karena prostesis katup mekanis.8

Dengan tidak adanya regurgitasi katup aorta yang signifikan secara klinis,

penggantian akar aorta dapat dipertimbangkan. Ada 2 macam operasi: 1) operasi

Yacoub, dimana saluran aorta melekat pada katub aorta asli tepat di luar katup aorta dan

katup dipertahankan (remodeling), dan 2) prosedur David, di mana katup aorta asli katup

ditanam kembali ke cangkok aorta, yang melekat pada saluran keluar ventrikel kiri

(teknik reimplantasi). Beberapa modifikasi dari pendekatan ini telah dijelaskan. Risiko

25
kematian rendah saat tindakan operasi valve-sparing dilakukan oleh ahli bedah yang

berpengalaman. Studi telah melaporkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pada 8 tahun

adalah 100%. Regurgitasi ringan atau tanpa regurgitasi dapat terjadi pada 75% pasien

selama 10 tahun. Risiko pasien yang membutuhkan penggantian katup aorta pada kasus

regurgitasi katup aorta berat diperkirakan 6% menjadi 10% pada 10 tahun. Perlunya

operasi katup aorta merupakan indikasi untuk operasi awal, dan oleh karena itu

dilakukan operasi aorta diameter akar kurang dari 5,0 cm dengan fungsi katup aorta yang

terjaga merupakan indikasi untuk mempertimbangkan perbaikan bedah. Selain itu,

operasi katup atau penggunaan prostesis biologis direkomendasikan untuk wanita yang

ingin hamil dan untuk pasien lain dengan kontraindikasi relatif penggunaan antikoagulan

jangka panjang.8

Perbaikan katup mitral untuk regurgitasi mitral berat dengan gejala terkait

dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri progresif dikaitkan dengan resiko operasi yang

sangat rendah (<1%). Di sebuah studi dari 23 pasien dengan MFS yang memiliki katup

mitral perbaikan, tingkat kelangsungan hidup 10 tahun adalah 79% dan tidak adanya

komplikasi regurgitasi mitral adalah 87%.8 Pada kasus ini pasien menolak untuk

tindakan operasi.

Perawatan medis jangka panjang dan pemantauan seumur hidup diperlukan

untuk pasien dengan MFS, bahkan setelah aorta operasi akar aorta merupakan komitmen

utama bagi pasien dan dokter. Terapi BBs atau ARB (atau keduanya) harus dilanjutkan

pasca operasi dan dilanjutkan tanpa batas waktu kecuali kontraindikasi. Terapi aspirin

jangka panjang dan profilaksis endokarditis direkomendasikan untuk semua pasien.

Antikoagulan jangka panjang dengan warfarin direkomendasikan untuk pasien

26
yang memiliki prostesis mekanis atau indikasi lain seperti fibrilasi atrium. Setidaknya

evaluasi kardiovaskular dan oftalmologi tahunan dengan riwayat klinis, pemeriksaan,

dan ekokardiografi transthorakal direkomendasikan, dan evaluasi aorta descenden, aorta

toraks dan aorta abdominal harus dilakukan pemeriksaan pencitraan secara berkala.

Seiring bertambahnya usia pasien dengan MFS, operasi ulang sering diperlukan jika

komplikasi vaskular berkembang di tempat lainnya. Setelah pasien menjalani

penggantian akar aorta, penyebab kematian yang paling sering adalah diseksi atau

pecahnya sisa aorta. Oleh karena itu, pencitraan periodik seluruh aorta

direkomendasikan tanpa batas waktu setelah perbaikan aorta awal, dan pemantauan

dapat dilakukan dengan MRI atau CT angiografi. Indikasi untuk tindakan bedah

penggantian segmen aorta desendens yang membesar harus termasuk salah satu dari

berikut ini:8

1. Peningkatan cepat dimensi aorta > 5mm/ tahun

2. Diameter aorta > 55 mm atau lebih

3. Diameter segmen yang terkena 2 kali lipat lebih besar dari segmen yang berdekatan

4. Adanya gejala klinis dilatasi atau Aod

5. Syndrome malperfusi

Penggantian atau perbaikan katup mitral mungkin diperlukan hingga 10% dari

pasien yang membutuhkan operasi akar aorta. Lebih dari 60% pasien dengan MFS

memerlukan beberapa operasi selama hidup mereka, dan oleh karena itu disarankan

untuk tindak lanjut multidisiplin komprehensif. Komplikasi lanjut tambahan dari operasi

komposit dan katup adalah perkembangan aneurisma ostial koroner. Aneurisma

berkembang di tempat reimplantasi arteri koroner sebagai akibat dari peregangan

27
perioperatif dari dinding yang melemah dari ostium koroner.8

Pada pasien ini, terapi pembedahan dipertimbangkan berdasarkan secara klinis

pasien dengan klinis Congestive Heart Failure NYHA III, adanya klinis dilatasi aorta >

45 mm dan adanya diseksi aorta. Namun, pada kasus ini, pasien belum bersedia untuk

dilakukan tindakan pembedahan. Sehingga pasien dipulangkan dengan tatalaksana oral

dalam kondisi stabil.

3.6 Pembatasan Olahraga

Pasien dengan MFS harus menghindari latihan isometrik yang berat seperti

angkat berat. Latihan statis dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah perifer yang

signifikan dan stres aorta proksimal. Selain itu, olahraga kompetitif seperti hoki, bola

basket dan selancar seharusnya dihindari karena meningkatnya risiko benturan tubuh.8

Sebaiknya menghindari latihan isometrik, termasuk sit-up, push-up, dan pull-up, karena

peningkatan tekanan darah yang nyata yang terjadi selama kontraksi otot yang

berkelanjutan.9 Dampak olahraga juga dapat menyebabkan komplikasi okular pada

pasien dengan MFS. Aktivitas dinamis atau aerobik tingkat sedang aman untuk sebagian

besar pasien Marfan. Pasien yang sudah dilakukan tindakan bedah pada akar aorta dan

tindakan bedah penggantian katup sebelumnya, olahraga yang disarankan termasuk

kategori dengan intensitas rendah hingga sedang, seperti golf, berperahu, skating,

snorkeling, jalan cepat, menggunakan treadmill atau sepeda statis, hiking, atau bermain

tenis ganda. Evaluasi lanjut pada pasien MFS untuk kegiatan lain yang dianggap kategori

menengah seperti tenis tunggal, sepak bola, bisbol, dan ski.8

28
Aktifitas fisik yang direkomendasikan yang bersifat nonkompetitif, aktifitas pada

kecepatan aerobil yang tidak berat, meminimalkan penghentian mendadak, perubahan

arah yang cepat, kontak dengan pemain lainnya. Melakukan aktiftas aerobic dengan

intensitas sedang (50% kapasitas aerobik), menjaga denyut jantung <100 kali permenit

atau <110 permenit yang menggunakan terapi BBs. Menghindari latihan yang

melibatkan komponen isometrik substansial (angkat besi, mendaki, senam dan pull up).

Menghindari aktifitas yang berhubungan dengan perubahan yang cepat dalam tekanan

atmosfer (diving, terbang dengan pesawat tanpa tekanan). Untuk latihan ketahanan,

direkomendasikan pengulangan yang lebih rendah dengan beban yang lebih ringan,

berhenti sebelum otot kelelahan.41

Disarankan olahraga yang termasuk dalam kategori dinamis rendah dan statis

rendah, seperti golf, menembak, bowling, jalan kaki dan biliar. 42

3.7 Prognosis

Harapan hidup pasien yang tidak diterapi dengan baik akan menurun. sebuah

studi awal melaporkan umur rata-rata sekitar 42 tahun. Namun, dengan kemajuan terapi

medis seperti Terapi β-blocker, angiotensin-receptor blockers, dan tindakan bedah

elektif, umur rata-rata telah meningkat secara bertahap menjadi lebih dari 72 tahun.8

29
RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki umur 33 tahun dengan keluhan sesak

nafas. Berdasarkan anamnesis pasien merasakan sesak nafas dan didapatkan riwayat

keluarga yang sama dengan pasien dan meninggal di usia muda, pemeriksaan fisis

menggunakan kriteria Ghent dengan total 10 dan pemeriksaan penunjang berupa pelebaran

akar aorta pada ekokardiografi, sedangkan pada CT thoraks didapatkan Diseksi Aorta,

pasien didiagnosis dengan diagnosa kerja dengan Congestive Heart Failure NYHA III,

Sindrom Marfan dan Aorta Disection Stanford A.

Telah diberikan dosis terapi adekuat dengan golongan ACE inhibitor dan Beta-

Blocker dengan edukasi untuk restriksi aktivitas fisik. Terapi utama pada pasien SIndrom

Marfan dan Diseksi Aorta adalah tindakan pembedahan. Pasien belum setuju dilakukan

tindakan operatif maka diputuskan untuk melanjutkan terapi konservatif.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. John C S Dean. Marfan syndrome: clinical diagnosis and management. Eur J Med Genet.

2007 May; 15:724–733

2. Rangasetty UC, Karnath BM. Clinical signs of Marfan syndrome. Hosp physician 2006 April;

42(4):33-38.

3. Collod-Béroud G, Boileau C. Marfan syndrome in the third Millennium. Eur J Hum Genet.

2002 November; 10(11):673–681.

4. Von Kodolitsch Y, Robinson PN: Marfan syndrome: an update of genetics, medical and

surgical

management. Heart. 2007, 93:755-60.

5. Dean JC. Management of Marfan syndrome. Heart 2002; 88(1):97–103.

6. Krause KJ: Marfan syndrome: literature review of mortality studies. J Insur Med. 2000,

32:79-88.

7. Lacro RV, Dietz HC, Wruck LM, Bradley TJ, et al. Rationale and Design of a Randomized

Clinical Trial of Beta Blocker Therapy (Atenolol) vs. Angiotensin II Receptor Blocker

Therapy (Losartan) in Individuals with Marfan Syndrome. Am Heart J. 2007 October;

154(4):624–631.

8. Naser M. A and Heidi M. C. Mayo Clinic Cardiology Consice Textbook. 4th ed. Oxford

University Press. 2013:514-521

9. Davies RR, Goldstein LJ, Coady MA, Tittle SL, Rizzo JA, Kopf GS, Elefteriades JA.

Yearly rupture or dissection rates for thoracic aortic aneurysms: simple prediction based

on size. Ann Thorac Surg. 2002;73: 17–27

31
10. Prokop EK, Palmer RF, Wheat MW Jr: Hydrodynamic forces in dissecting aneurysms.

In-vitro studies in a Tygon model and in dog aortas. Circ Res. 1970, 27:121-7.

10.1161/01.res.27.1.121

11. Bin Mahmood SU, Velasquez CA, Zafar MA, et al.: Medical management of aortic

disease in Marfan syndrome. Ann Cardiothorac Surg. 2017, 6:654-61.

10.21037/acs.2017.11.09

12. Cañadas V, Vilacosta I, Bruna I, Fuster V. Marfan syndrome. Part 2: treatment and

management of patients. Nat Rev Cardiol. 2010 May; 7(5):266- 76

13. Shores J, Berger KR, Murphy EA, Pyeritz RE. Progression of aortic dilatation and the

benefit of long-term beta-adrenergic blockade in Marfan’s syndrome. N Engl J Med 1994;

330:1335-41.

14. Halpern BL, Char F, Murdoch JL, Horton WB, McKusick VA. A prospectus on the

prevention of aortic rupture in the Marfan syndrome with data on survivorship without

treatment. Johns Hopkins Med J 1971; 129:123-9

15. Gersony DR, McClaughlin MA, Jin Z, Gersony WM. The effect of b-blocker therapy on

clinical outcome in patients with Marfan’s syndrome: A meta-analysis. Int J Cardiol 2007;

114:303-8.

16. Salim MA, Alpert BS, Ward JC, Pyeritz RE. Effect of beta-adrenergic blockade on akar

aorta rate of dilation in the Marfan syndrome. Am J Cardiol 1994; 74:629-33

17. Von Kodolitsch Y, Robinson PN. Marfan syndrome: An update of genetics, medical and

surgical management. Heart 2007; 93:755-60

18. Keane MG, Pyeritz RE. Medical management of Marfan syndrome. Circulation 2008;

117:2802-13.

32
19. Neptune ER, Frischmeyer PA, Arking DE, Myers L, Bunton TE, Gayraud B, et al.

Dysregulation of TGF-beta activation contributes to pathogenesis in Marfan syndrome.

Nat Genet 2003; 33:407-11

20. Lee JJ, Galatioto J, Rao S, Ramirez F, Costa KD. Losartan attenuates degradation of aorta

and lung tissue micromechanics in a mouse model of severe Marfan syndrome. Ann

Biomed Eng 2016; 44:2994-3006

21. Haou M, den Hartog AW, Franken R, Radonic T, de Waard V, Timmermans J, et al.

Losartan reduces aortic dilatation rate in adults with Marfan syndrome: A randomized

controlled trial. Eur Heart J 2013; 34:3491-500

22. Pees C, Laccone F, Hagl M, Debrauwer V, Moser E, Michel-Behnke I. Usefulness of

losartan on the size of the ascending aorta in an unselected cohort of children, adolescents,

and young adults with Marfan syndrome. Am J Cardiol 2013; 112:1477-83.

23. Teixido-Tura G, Forteza A, Rodríguez-Palomares J, González Mirelis J, Gutiérrez L,

Sánchez V, et al. Losartan versus atenolol for prevention of aortic dilation in patients with

Marfan syndrome. J Am Coll Cardiol 2018; 72:1613-8

24. Chiu HH, Wu MH, Wang JK, Lu CW, Chiu SN, Chen CA, et al. Losartan added to β–

blockade therapy for akar aorta dilation in Marfan syndrome: A randomized, open-label

pilot study. Mayo Clin Proc 2013; 88:271-6

25. Mullen M, Jin XY, Child A, Stuart AG, Dodd M, Aragon-Martin JA, et al. Irbesartan in

Marfan syndrome (AIMS): A double-blind, placebo-controlled randomised trial. Lancet

2019; 394:2263-70

26. Kang YN, Chi SC, Wu MH, Chiu HH. The effects of losartan versus beta-blockers on

cardiovascular protection in Marfan syndrome: A systemic review and meta-analysis. J

Formos Med Assoc 2020; 119:182-90.

33
27. Huang W, Alhenc GF, Osborne-Pellegrin MJ. Protection of the arterial internal elastic

lamina by inhibition of the renin-angiotensin system in the rat. Circulation Res 1998;

82:879-90

28. Ahimastos AA, Aggarwal A, D’Orsa KM, Formosa MF, White AJ, Savarirayan R, et al.

Effect of perindopril on large artery stiffness and akar aorta diameter in patients with

Marfan syndrome: A randomized controlled trial. JAMA 2007; 298:1539-47

29. Phomakay V, Huett WG, Gossett JM, Tang X, Bornemeier RA, Collins RT 2nd. β-

Blockers and angiotensin converting enzyme inhibitors: Comparison of effects on aortic

growth in pediatric patients with Marfan syndrome. J Pediatr 2014; 165:951-5

30. Nagashima H, Aoka Y, Sakomura Y, Sakuta A, Aomi S, Ishizuka N, et al. A 3-hydroxy-

3-methylglutaryl coenzyme A reductase inhibitor, cerivastatin, suppresses production of

matrix metalloproteinase-9 in human abdominal aortic aneurysm wall. J Vasc Surg 2002;

36:158-63

31. Xiong W, Knispel RA, Dietz HC, Ramirez F, Baxter BT. Doxycycline delays aneurysm

rupture in a mouse model of Marfan syndrome. J Vasc Surg 2008; 47:166-72.

32. Mosorin M, Juvonen J, Biancari F, Satta J, Surcel HM, Leinonen M, et al. Use of

doxycycline to decrease the growth rate of abdominal aortic aneurysms: A randomized,

double-blind, placebo-controlled pilot study. J Vasc Surg 2001; 34:606-10

33. Shimada K, Hirano E, Kimura T, Fujita M, Kishimoto C. Carvedilol reduces the severity of

atherosclerosis in apolipoprotein E-deficient mice via reducing superoxide production. Exp

Biol Med (Maywood). 2012;237(9):1039–1044 Johnson TR. Conotruncal cardiac defects:

A clinical imaging perspective. Pediatr Cardiol. 2010;31(3):430–7.

34. Wu TC, Chen YH, Leu HB, et al. Carvedilol, a pharmacological antioxidant, inhibits

neointimal matrix metalloproteinase-2 and -9 in experimental atherosclerosis. Free Radic

34
Biol Med. 2007;43(11):1508–1522.

35. Grewal N, Gittenberger-de Groot AC. Pathogenesis of aortic wall complications in

Marfan syndrome. J Thorac Cardiovasc Surg 2018; 33:62-9.

36. Goran K, Dejan S, Milan P, Dragana I, et all. Should we prescribe “vasodilating” beta

blockers in Marfan syndrome to prevent aortic aneurysm and dissection?.616.75-056.7-

06-084/-085: 616.132-084:615.22

37. Pucci G, Ranalli MG, Battista F, Schillaci G. Effects of β-blockers with and without

vasodilating properties on central blood pressure. Hypertension 2016;67(2):316-24.

38. Weiwei Z and Brian T. Effect of bisoprolol on central aortic systolic pressure in Chinese

hypertensive patients after the initial dose and long-term treatment.

10.17305/bjbms.2021.6483

39. Michala E. P, DPhil, MRCP, and John R. C. The Vasodilatory Beta-blockers. 2007,

9:269–277

40. Williams B, Lacy PS, Thom SM, et al.: Differential impact of blood pressure–lowering

drugs on central aortic pressure and clinical outcomes: principal results of the Conduit

Artery Function Evaluation (CAFE) study. Circulation 2006, 113:1213–1225

41. Chaddha A, Eagle KA, Braverman AC, et al. Exercise and physical activity for the post-

aortic dissection patient: the clinician’s conundrum. Clin Cardiol. 2015;38(11):647–651.

42. Braverman AC. Exercise and the Marfan syndrome. Med Sci Sports Exerc. 1998;30(10

suppl): S387–S395.

35

Anda mungkin juga menyukai