Anda di halaman 1dari 29

Case Report 1

A 56 YEARS OLD WOMAN WITH MALARIA AND ACUTE CORONARY

SYNDROME : A CASE REPORT

Oleh:

dr. Wahyu Ramadhan Usman

Pembimbing:

Dr. dr. Abdul Hakim Alkatiri, Sp. JP (K)

dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp. B, Sp. BTKV (K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

Daftar isi .......................................................................................................................................ii

Daftar Gambar ............................................................................................................................ iii

Daftar Singkatan ..........................................................................................................................iv

Daftar Tabel .................................................................................................................................. v

BAB I. Pendahuluan ..................................................................................................................... 1

BAB II. Ilustrasi Kasus ................................................................................................................. 3

BAB III. Pembahasan ................................................................................................................. 10

Ringkasan.................................................................................................................................... 22

Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. EKG di RS Primaya dan EKG di PJT ......................................................................... 4

Gambar 2. Foto Thorax di RS Primaya Makassar ........................................................................ 5

Gambar 3. Angiografi Koroner di RS Primaya ............................................................................ 8

Gambar 4. Algoritma diagnosis dan triase pada ACS ................................................................ 13

Gambar 5. Algoritma diagnosis dan triase pada ACS ................................................................ 16

Gambar 6. Hubungan malaria dengan kejadian kardiovaskular ................................................. 18

Gambar 7. Patofisiologi Cytoadherence ..................................................................................... 19

iii
DAFTAR SINGKATAN

ACS : Acute Coronary Syndrome


ACT : Artemisinin Combination Therapy
API : Annual Parasite Index

CABG : Coronary Artery Bypass Graft

CAD 2VD : Coronary Artery Disease 2 Vessels Disease

CPB : Cardiopulmonary Bypass Graft

DHP : Dihidroartemisinin + Piperakuin

GRACE : Global Registry of Acute Coronary Syndrome

HLI : Hypoxic Liver Injury

NSTEMI : Non ST Elevation Myocardial Infarction

PJT : Pusat Jantung Terpadu

RSWS : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

WHO : World Health Organization

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Laboratorium RS Primaya Makassar…………………………...………………..6

Tabel 2. Hasil Laboratorium IGD RSWS……………………………………………………..…6

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Malaria…………………………………………………….…….…7

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Profil Lipid..………………………………………………….….…9

Tabel 5. Pemeriksaan Laboratorium Kontrol...………………………………………..…………9

Tabel 6. Prevalensi spesies Plasmodium berdasarkan jenis kelamin pasien diRS.Mitra Masyarakat
Timika periode Januari 2014 – Juli 2018…………………………………………………………11

Tabel 7. Prevalensi spesies Plasmodium berdasarkan kelompok umur pasien di RS.Mitra Masyarakat
Timika periode Januari 2014 – Juli 2018…………………………………………………………11

Tabel 8. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin …...14

Tabel 9. Pengobatan Malaria vivax menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin..………...14

Tabel 10. Rekomendasi Revaskularisasi berdasarkan Guidline Revaskularisasi ESC…..……….20

v
BAB I

I. PENDAHULUAN

Meskipun terdapat kemajuan dalam upaya pengendalian dan pemberantasan secara

global, malaria tetap menjadi penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia. Pada

tahun 2018, sekitar 228 juta kasus dan 405.000 kematian di seluruh dunia disebabkan oleh

malaria.1 Di negara dengan penduduk yang berpenghasilan rendah dan menengah, malaria

tetap menjadi beban utama layanan kesehatan, seringkali penedrita malaria dirawat inap

dan meningkatkan angka morbiditas akibat penyakit tersebut.1 Di Indonesia penyakit

malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan Timur Indonesia

yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, dengan

proporsi 79% kasus malaria di Indonesia pada tahun 2012. Data secara nasional

menunjukkan bahwa angka kasus malaria yang sudah dikonfirmasi per-seribu penduduk

atau yang dikenal dengan Annual Parasite Incidence (API) dalam 3 dekade terakhir

mengalami penurunan.2 Namun, Pemerintah Indonesia masih memandang malaria sebagai

ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah

terpencil. Selain itu, faktor efikasi dan resistensi obat Anti Malaria menjadi tantangan besar

dalam pemberantasan malaria di Indonesia.2

Meskipun hubungan antara infeksi parasit dan penyakit kardiovaskular telah

dibuktikan sebelumnya, saat ini penelitian tentang hubungan antara malaria dan penyakit

kardiovaskular masih kurang.1 Secara tradisional, keterlibatan jantung belum dianggap

sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas yang sering terjadi pada malaria. Hal ini

mungkin terjadi karena kurangnya pelaporan atau underdiagnosing. Komplikasi

kardiovaskular (KV) spesifik termasuk kelainan elektrokardiogram, miokarditis,

perikarditis, efusi perikard, penyakit iskemik, dan gagal jantung.3 Sebagian besar

1
manifestasi atau komplikasi yang tidak umum dilaporkan pada infeksi Plasmodium

falciparum. Penelitian terbaru melaporkan manifestasi malaria pada jantung terdapat pada

beberapa kasus malaria P. falciparum yang parah tetapi sangat jarang dengan infeksi

Plasmodium vivax.3

Seorang perempuan berusia 56 tahun yang berdomisili di Timika yang merupakan

salah satu daerah endemik malaria di Indonesia, datang dengan keluhan nyeri dada tipikal

yang dirasakan seminggu lalu. Sebelumnya pasien telah didiagnosis dengan Malaria serta

sedang dalam terapi obat Anti Malaria oral. Hasil Angiography koroner dengan CAD 2VD

dengan Critical Left Main Disease. Pasien direncanakan untuk menjalani Tindakan

Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Dalam diskusi kasus ini akan berfokus pada

pengaruh malaria terhadap Acute Coronary Syndrome, baik dari kondisi klinis, terapi dan

prognosis.

2
BAB II
II. ILUSTRASI KASUS

Seorang perempuan berusia 56 tahun rujukan dari RS Primaya dengan nyeri dada

tipikal yang dikeluhkan sejak 6 hari sebelum masuk IGD Pusat Jantung Terpadu. Durasi

nyeri dada lebih dari 20 menit dengan NRS 6/10, tidak menjalar, disertai keringat dingin

tanpa mual dan muntah. Riwayat nyeri dada sebelumnya pada April 2022, terasa hilang

timbul dan membaik dengan istirahat. Nyeri dada dirasakan berkurang Ketika pasien tiba

di IGD PJT dengan NRS 2/10. Sesak nafas tidak ada, Riwayat sesak sebelumnya tidak ada.

Berdebar tidak ada, riwayat berdebar tidak ada. Riwayat demam 1 minggu lalu, naik turun

dialami selama 4 hari, pasien juga mengeluhakan rasa menggigil dan nyeri pada persendian

Ketika demam. Saat di IGD PJT keluhan demam tidak ada. Sebelumnya pasien dirawat di

RS Primaya dan mendapat terapi Ticagrelor 180 mg loading dose lanjut dosis maintenance

90 mg per 12 jam, Aspilet 80 mg per 24 jam, Atorvastatin 40 mg per 24 jam, Enoxaparin

40 mg per 24 jam, Lansoprazole 30 mg/12 jam, dan Primaquin 15 mg per 24 jam. Riwayat

hiperetensi ada, sejak 3 tahun terakhir. Pasien rutin meminum Amlodipin 10 mg per 24

jam. Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada, Riwayat merokok ada selama 1 tahun, 3

batang/hari. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada. Riwayat pasien

mendapatkan terapi malaria dengan DHP 4 tablet per hari selama 3 hari dan Primaquin 15

mg per 24 jam yang sementara dikonsumsi selama 14 hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita sakit sedang, berat

badan 62 kg, tinggi badan 158 cm, IMT 24.83 kg/m2 . Dari pemeriksaan tanda vital

didapatkan tekanan darah 135/70 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, frekuensi napas

20 kali per menit, dan suhu badan 36.5° celcius, saturasi Oksigen 99% dengan udara

ruangan.

3
Pada pemeriksaan Head to Toe tidak didapatkan konjungtiva anemis dan sklera

ikterik. Tekanan vena jugularis R+2 cmH2O. Pergerakan dada simetris, suara paru vesikuler,

tidak terdengar rhonki dan wheezing. Suara jantung S1 dan S2 regular, murmur tidak

terdengar. Tidak terdapat edema ektremitas dan ektremitas teraba hangat

Gambar 1. Elektrokardiografi. di RS Primaya (Atas), EKG di IGD PJT (Bawah)

4
Pada pemeriksaan elektrokardiografi di Rumah Sakit Primaya Makassar

didapatkan gambaran irama sinus dengan laju jantung 100 kali per menit, aksis jantung

normal, depresi segmen ST pada lead I, avL, V2-V6 dan elevasi segmen ST pada avR

sugestif Ischemic Extensive Anterior Wall.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi di IGD Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan gambaran irama sinus dengan laju jantung

88 kali per menit, aksis jantung normal, Fragmented QRS pada lead II, III, avF, depresi

segmen ST pada lead V4-V6 dan elevasi segmen ST pada V4-V6 sugestif Ischemic

Anterolateral Wall. Pemeriksaan ekokardiografi bedside pada pasien ini dalam batas

normal

Gambar 2. Foto thoraks di RS Primaya Makassar

Pada pemeriksaan foto thorax di Rumah Sakit Primaya Makassar tidak

didapatkan kelainan yang bermakna.

5
Hasil Laboratorium RS Primaya (3 Januari 2023)

Wbc 10.30 103/mm3 3.6-10.6x103/mm3


Neut/Lymph/Mono/Eo/Baso 32.2/48.1/16.5/2.3/0.9 %
HGB 10.9 g/dl 12-15
PLT 405 103/mm3 150-450x103/mm3

HCT 32.3 % 35-49%


GDS 128 mg/dl 70-140
Creatinin 0.7 mg/dl 0.51-0.95
Troponin T 0.020 ng/ml < 0.014
Tabel 1. Hasil Laboratorium RS Primaya Makassar

Pada pemeriksaan laboratorium di Rumah sakit Primaya Makassar didapatkan

nilai Hemoglobin sedikit menurun 10.9 g/dl dan peningkatan kadar troponin T 0.020

ng/dl. Parameter laboratorium lainnya dalam batas normal.

Hasil Laboratorium di IGD PJT RSWS (4 Januari 2023)


Wbc 9.64 103/mm3 4-10x103/mm3
Neut/Lymph/Mono/Eo/Baso 48.4/31.1/16.2/3.2/1.1 %
HGB 10.7 g/dl 12-16
3 3
PLT 493 10 /mm 150-400x103/mm3

HCT 32.5 % 37-48%


PT 27.2 Second 10-14
INR 0.95
APTT 10.3 Second 22.0-30.0
GDS 98 mg/dl 140
SGOT 144 U/L <38
SGPT 188 U/L <41
Ureum 15 mg/dl 10-50
Creatinin 0.73 mg/dl <1.3
eGFR 96 mL/min/1.73m2 >90
Natrium 137 mmol/l 136-5.1
Kalium 3.5 mmol/l 3.5-5.1
Klorida 108 mmol/l 97-111
Hs Troponin I 16.1 ng/l Laki-laki 17-50
Perempuan 8-29
Tabel 2. Hasil Laboratorium di IGD RSWS

Pada pemeriksaan laboratorium di IGD PJT RSWS Makassar didapatkan nilai

6
Hemoglobin menurun 10.7 g/dl , peningkatan kadar SGOT dan SGPT masing-masing

144 U/L dan 188 U/L sedangkan parameter laboratorium lainnya dalam batas normal.

Tabel 3. Hasil pemeriksaan Malaria

Pada pemeriksaan Parasitologi di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Timika

ditemukan Malaria jenis Tertiana dan Tropicana pada sampel darah pasien.

Di Rumah Sakit Primaya, setelah pasien mendapatkan penanganan awal di IGD,

pasien menjalani Angiografi Koroner didapatkan stenosis 90% pada distal Left Main

Artery, stenosis 90% dengan lesi ostial pada Left Circumflex dan stenosis 80% pada

mid Left Aanterior Descending, dengan kesimpulan Coronary Artery Disease 2 Vessels

Disease with Critical Left Main Disease.

7
Gambar 3. Angiografi koroner di RS Primaya

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang berupa EKG,

ekokardiografi, dan Angiografi Koronner maka ditegakkan diagnosa kerja dengan Non

ST Elevation Myocardial Infarction (Grace Score 70 points, 1.6% probability of death

from admission to 6 months), Coronary Artery Disease 2 Vessels Disease with Critical

Left Main Disease, Hipertensi Grade I dan Malaria. Terapi awal yang diberikan berupa

Aspilet 80 mg per 24 jam, Bisoprolol 1.25 mg per 24 jam, Enoxaparin 60 mg per 12 jam

subcutan, Atorvastatin 40 mg per 24 jam, nitrokaf 2.5 mg per 12 jam, Amlodipin 5 mg

per 24 jam, primaquine 15 mg per 24 jam. Pasien direncanakan untuk menjalani Urgent

Coronary Artery Bypass Graft.

Selama menjalani perawatan sambil menunggu jadwal operasi, kondisi pasien

relative stabil, nyeri dada dirasakan berkurang, terkadang muncul hilang timbul. Sesak

nafas tidak ada, dan berdebar tidak ada. Pada tanggal 5 Januari 2023 dilakukan

8
pemeriksaan profil lipid dan HbA1c dengan hasil dalam batas normal. Pada tanggal 6

Januari 2023 dilakukan pemeriksaan Malaria (DDR) control dengan hasil Negatif.

Kemudian dilakukan pemeriksaan Ekokardiografi full study dan Echo doppler vascular

serta pemeriksaan Laboratorium darah rutin, elektrolit (11 Januari 2023) dan panel

koagulasi (14 Januari 2023) dengan hasil dalam batas normal.

Hasil Laboratorium di PJT RSWS (5 Januari 2023)

Kolesterol Total 131 mg/dl 200


Kolesterol HDL 27 mg/dl L (>55), P (>65)
Kolesterol LDL 89 mg/dl < 130
Trigliserida 65 mg/dl 200

HbA1c 5.5 % 4-6


Tabel 4. Pemeriksaan Profil Lipid

Hasil Laboratorium di PJT RSWS (11 Januari 2023)


Wbc 7.58 103/mm3 4-10x103/mm3
HGB 11.4 g/dl 12-16
PLT 574 103/mm3 150-400x103/mm3

HCT % 37-48%
PT 10.1 Second 10-14
INR 0.93
APTT 27.6 Second 22.0-30.0
GDS 99 mg/dl 140
SGOT 54 U/L <38
SGPT 76 U/L <41
Ureum 25 mg/dl 10-50
Creatinin 0.68 mg/dl <1.3
eGFR 102 mL/min/1.73m2 >90
Natrium 136 mmol/l 136-5.1
Kalium 4.0 mmol/l 3.5-5.1
Klorida 103 mmol/l 97-111
Tabel 5. Pemeriksaan Laboratorium kontrol

9
BAB III
III. PEMBAHASAN

Meskipun terdapat kemajuan dalam upaya pengendalian dan pemberantasan

secara global, malaria tetap menjadi penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia.1

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sekitar 207 juta kasus malaria dan

627.000 kematian pada tahun 2012. Malaria banyak ditemukan di daerah tropis dan

subtropis, terutama di Asia Tenggara dan India.4 Di Indonesia penyakit malaria

ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan Timur Indonesia yaitu

Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, dengan proporsi

79% kasus malaria di Indonesia pada tahun 2012.2

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium falciparum,

vivax dan ovale dan ditularkan oleh nyamuk anopheles yang terinfeksi. 5 Jenis

plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax,

sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung, Nusa

Tenggara Timur, dan Papua. P.ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan

Papua. Sejak tahun 2009 di Pulau Kalimantan dan Sumatera melaporkan kasus P.

knowlesi yang menular dari monyet / primata ke manusia, tetapi infeksi dari manusia ke

manusia lainnya sampai saat ini belum dilaporkan.2 Pasien pada kasus ini berdomisili di

Timika, Provinsi Papua Tengah. Data dari penelitian di RS Mitra Masyarakat Timika

berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia menyatakan prevalensi kasus malaria

terutama disebabkan oleh P. falciparum dan P. Vivax.6

10
Tabel 6. Prevalensi spesies Plasmodium berdasarkan jenis kelamin pasien di
RS.MitraMasyarakat Timika periode Januari 2014 – Juli 2018.6

Tabel 7. Prevalensi spesies Plasmodium berdasarkan kelompok umur pasien di RS.Mitra


Masyarakat Timika periode Januari 2014 – Juli 2018.6

Gambaran khas malaria adalah demam dan menggigil, kondisi umum yang

buruk, diare, mual, dan muntah, tetapi pada malaria ganas, gambaran klinisnya

bergantung pada pengaruhnya terhadap sistem organ tubuh yang berbeda.4 WHO telah

menguraikan kriteria malaria berat sebagai berikut ; anemia berat, malaria serebral,

koma, kejang multipel, cedera ginjal akut, cedera paru akut, sindrom gangguan

pernapasan akut, hipotensi, kolaps sirkulasi, hepatitis akut termasuk gagal hati fulminan,

hemoglobinuria, rhabdomyolysis, koagulasi intravaskular diseminata, gangren akral,

11
ruptur limpa, infark limpa, torsi limpa, dan pankreatitis. Selain itu, beberapa penelitian

menggambarkan berbagai komplikasi jantung seperti bundle branch block, efusi

perikard, kardiomiopati, miokarditis, penyakit iskemik, dan gagal jantung.3,5

Sebelumnya pasien mengeluhkan riwayat demam 1 minggu sebelum tiba di IGD PJT

RSWS. Demam dialami selama 4 hari, naik turun disertai dengan menggigil dan nyeri

pada persendian. Demam naik turun pada pasien ini sesuai dengan pola demam pada

infeksi P. falciparum dapat terjadi setiap hari dan P. vivax / P. ovale dimana demam

dapat terjadi selang waktu sehari.2

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan

jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam tifus,

demam berdarah, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya

thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam berdarah atau tifus.

Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosis

hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga disebut

sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis

malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap

penderita dengan demam harus dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti

diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium.7 Pasaien pada kasus ini mempunyai gejala demam, menggigil, nyeri pada

persendian serta berdomisili di Timika, kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopik

malaria (DDR) dengan hasil positif ditemukan malaria tertiana dan tropicana.

12
Gambar 4. Alur penemuan pasien malaria.

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan mempersembahkan ACT.

Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi.

Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria diobati

dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan

primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.7

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah

primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,

Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan

dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25

mg/kgBB.7 Pada pasien ini mendapatkan terapi DHP 4 tablet selama 3 hari dan

primaquine 1 tablet selama 14 hari.

13
Tabel 8. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin.7

Tabel 9. Pengobatan Malaria vivax menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin.7

Meskipun parasit Malaria dapat mempengaruhi semua organ, keterlibatan

kardiovaskular dianggap sebagai komplikasi yang jarang terjadi. Mayoritas data yang

dipublikasikan tentang keterlibatan kardiovaskular berasal dari laporan kasus atau studi

kecil. Meskipun parah, komplikasi kardiovaskular mungkin tidak dikenali atau tidak

dilaporkan karena ketidaktahuan, kurangnya strategi diagnostik, atau tumpang tindih

dengan komplikasi fatal lainnya (manifestasi paru, kolaps sirkulasi akibat penyebab lain,

kematian mendadak). Selain itu, obat antimalaria juga dapat menimbulkan komplikasi

pada jantung.3

Malaria dapat menjadi faktor risiko infark miokard akut (MI). Sebuah studi

observasional retrospektif di Mangalore pada tahun 2010 menemukan tingkat MI yang

jauh lebih tinggi pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena malaria daripada mereka

yang dirawat karena penyebab lain. Namun, sebagian besar kasus MI menderita malaria

14
falciparum daripada malaria vivax.5 MI juga telah dilaporkan sebagai komplikasi pada

malaria eksperimental.8

Presentasi klinis sindrom koroner akut (ACS) sangat luas. Ini berkisar dari

serangan jantung, ketidakstabilan listrik atau hemodinamik dengan syok kardiogenik

karena iskemia yang sedang berlangsung atau komplikasi mekanis seperti regurgitasi

mitral yang parah, hingga pasien yang sudah bebas rasa sakit lagi pada saat presentasi.

Gejala utama yang memulai kaskade diagnostik dan terapeutik pada pasien dengan

dugaan ACS adalah ketidaknyamanan dada akut yang digambarkan sebagai nyeri,

tekanan, sesak, dan rasa terbakar. Gejala yang setara dengan nyeri dada mungkin

termasuk dispnea, nyeri epigastrium, dan nyeri di lengan kiri.9 Berdasarkan gambaran

EKG terbagi menjadi 2 grup yaitu 1) pasien dengan nyeri akut dengan gambaran ST

Elevasi, 2) pasien dengan rasa tidak nyama di dada dengan gambaran Non Persistent ST

Elevasi.9

Korelasi patologis pada tingkat miokard adalah nekrosis kardiomiosit infark

miokard non-ST-segmen elevasi (NSTEMI) atau, lebih jarang, iskemia miokard tanpa

kerusakan sel (angina tidak stabil). Sebagian kecil pasien dapat mengalami iskemia

miokard yang sedang berlangsung, ditandai dengan satu atau lebih hal berikut: nyeri dada

berulang atau berkelanjutan, depresi segmen ST yang nyata pada EKG 12 sadapan, gagal

jantung, dan ketidakstabilan hemodinamik atau listrik. Karena jumlah miokardium dalam

bahaya dan risiko syok kardiogenik dan/atau aritmia ventrikel ganas, Tindakan

angiografi koroner dapat dilakukan segera dan, jika sesuai, revaskularisasi

diindikasikan.9

15
Gambar 5. Algoritma diagnosis dan triase pada ACS.9

Pasien pada kasus ini mengeluh nyeri dada tipikal yang dikeluhkan sejak 6 hari

sebelum masuk IGD Pusat Jantung Terpadu. Riwayat nyeri dada sebelumnya ada, terasa

hilang timbul dan membaik dengan istirahat, dengan riwayat hipertensi sebagai faktor

risiko koroner. EKG di RS Primaya dengan irama sinus, depresi segmen ST pada lead I,

avL, V2-V6 dan elevasi segmen ST pada avR sugestif Iskemik pada Extensive anterior

wall. Troponin T mengalami peningkatan yakni 0.020, sehingga pasien didiagnosis

dengan Non ST Elevasi Myocardial Infarction. Pasien diberikan loading dual antiplatelet,

LMWH, dan nitrat sebagai penanganan pertama. Kemudian pasien menjalani Coronary

Angiography dan didapatkan hasil CAD 2VD dengan Critical Left Main Disease,

sehingga pasien dirujuk ke PJT untuk Tindakan urgent Coronary Artery Bypass Graft

16
(CABG).

Selain itu pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan SGOT maupun

SGPT pada pasien ini dengan nilai 144 mg/dl dan 188 mg/dl. Hai ini mungkin disebabkan

oleh pathogenesis malaria itu sendiri, proses ACS pada pasien ini, atau kemungkinan

karena efek terapi malaria. Peningkatan enzim hati yang signifikan bisa ditemukan pada

inkesi P. falciparum.15 Parasit malaria menginduksi perubahan metabolisme dan

biokimia tertentu di dalam inang.16 Mekanisme disfungsi hati pada pasien malaria belum

sepenuhnya diketahui. penurunan aliran vena porta sebagai konsekuensi mikrooklusi

cabang vena porta oleh eritrosit yang terparasit, kolestasis intrahepatik akibat

penyumbatan retikuloendotelial dan disfungsi mikrovili hepatik, penekanan ekskresi

bilirubin akibat efek parasitemia atau endotoksemia atau asidosis metabolik, apoptosis

dan stres oksidatif adalah semua mekanisme yang terlibat dalam kerusakan hati. 16

Peningkatan aktivitas serum transaminase pada pasien ACS telah dianggap

berasal dari Hypoxic Liver Injury (HLI). Kegagalan sirkulasi pada ACS (arterial

hypoperfusion, cardiac output rendah) secara langsung mempengaruhi aliran darah hati,

mengakibatkan disfungsi hepatoselular dan peningkatan AST dan ALT. Hal ini biasanya

merupakan kondisi sementara dan reversibel.17

Hepatotoksisitas terkait dengan ACT telah dijelaskan pada model hewan dan

beberapa laporan kasus pada manusia telah menunjukkan peningkatan enzim hati dengan

signifikansi klinis yang belum ditentukan. Pinto dkk melaporkan hasil studi mereka

terhadap pelancong dari daerah endemis malaria menyebutkan pengobatan malaria

falciparum tanpa komplikasi dengan terapi berbasis artemisinin dapat menyebabkan

kelainan enzim hati asimtomatik pada hari-hari pertama pengobatan. Namun demikian,

17
kelainan enzim hati ini tampaknya tidak berbahaya, tanpa gejala, dan sembuh sendiri.18

Mekanisme patofisiologis yang berhubungan dengan konsekuensi kardiovaskular

dari malaria tidak diketahui dengan baik. Teori yang mungkin mendasarinya termasuk

respon sitokin proinflamasi yang tidak seimbang dan/atau sekuestrasi eritrosit dengan

peningkatan sitoaherensi ke endothelium.3

Gambar 6. Hubungan malaria dengan kejadian kardiovaskular3

Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang

terinfeksi P. falciparum mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang

berparasit tersebut ke pembuluh pembuluh darah di dalam tubuh. Selain itu pada

permukaan eritrosit yang terinfeksi membentuk kenop yang berisi berbagai antigen

P.falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain) yang diproduksi oleh sel makrofag,

monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada

saat kenop tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses

sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) pada pembuluh

darah pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya

18
sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “roset”, yaitu bergerombolnya sel

darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi

ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain

sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain); mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan

fungsi pada jaringan tertentu.2,3,5,10

Hipoglikemia dapat menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dan

peningkatan kerja jantung dan dengan demikian dapat memicu iskemia koroner pada

pasien dengan penyakit jantung iskemik yang sudah ada sebelumnya.5 Namun pada

pasien kami didapatkan GDS 98 mg/dl dan tidak terjadi penurunan kesadaran, sehingga

tidak didapatkan manifestasi hipoglikemia, meskipun pada pasien ini terdapat riwayat

nyeri dada sebelumnya dan riwayat hipertensi.

Gambar 7. Patofisiologi Cytoadherence.2

19
Berdasarkan anatomi koroner pasien dihitung dengan menggunakan SYNTAX

Score, pasien ini direncanakan untuk dilakukan urgent Coronary Artery Bypass Graft

(SYNTAX Score 23). Berdasarkan Guidline on Myocardial Revascularization 2018

yang dikeluarkan oleh ESC, terapi CABG pada pasien ini termasuk rekomendasi kelas

I dengan Evidensi Level B.11

Tabel 10. Rekomendasi Revaskularisasi berdasarkan Guidline Revaskularisasi ESC.11

Operasi bypass koroner dilakukan secara rutin dengan Cardiopulmonary Bypass

(CPB). Namun, efek traumatis CPB pada sel darah dapat menyebabkan efek buruk

selama periode pasca operasi.12 Hemolisis adalah komplikasi umum dari malaria yang

dapat diperburuk oleh cardiopulmonary bypass (CPB). Banyak pasien yang menjalani

operasi jantung terbuka pernah terinfeksi oleh parasit malaria, tetapi efek CPB pada

pasien-pasien tersebut tidak diketahui dengan baik.13 Trombositopenia yang diinduksi

20
malaria serta hemolisis dapat memperburuk dengan melakukan sirkulasi

ekstrakorporeal pada pasien yang terinfeksi Plasmodium dan, oleh karena itu, dapat

menyebabkan koagulopati parah dan hemolisis kritis yang membahayakan hasil klinis

setelah operasi jantung.14 Moutaoukkil dkk mealporkan 3 kasus penderita malaria yang

akan menjalani operasi jantung terbuka, 2 diantaranya mempunyai riwayat malaria dan

1 lainnya dengan kasus malaria aktif. Ketiga pasien tersebut mendapat profilaksis kina.

Mereka melaporkan bahwa Cardiopulmonary bypass tampaknya aman, setelah terapi

kina jangka pendek, pada pasien yang memiliki infeksi malaria aktif atau riwayat

malaria.13

Pasien menjalani urgent Coronary Artery Bypass Graft (CABG) pada tanggal 14

Januari 2023. Kondisi pasien pasca operasi stabil, hemodinamik stabil. Pasien

diekstubasi 24 jam post operasi. Pada Pemeriksaan Laboratorium post operasi tanggal

21 Januari 2023 didapatakan WBC 20.300/mm3, HGB 11,8 gr/dl, Platelet

294.000/mm3, hasil lab lain dalam batas normal. Pasien diberikan antibotik Meropenem

1 gr/8 jam/intravena post operasi.

21
RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan umur 33 tahun dengan keluhan nyeri

dada tipikal dengan riwayat demam, menggigil dan nyeri pada persendian. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan

diagnosa kerja dengan Non ST Elevation Myocardial Infarction, Coronary Artery Disease

2 Vessels Disease with Critical Left Main Disease dan Malaria.

Telah diberikan terapi standar NSTEMI dan obat anti malaria oral. Setelah dirawat

beberapa hari keluhan pasien berkurang. Pasien menjalani urgent Coronary Artery Bypass

Graft (CABG) pada tanggal 17 Januari 2023. Kondisi pasien pasca operasi stabil. Pasien

diekstubasi 24 jam post operasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Holm, Anna Engell et al. Prevalence of Cardiovascular Complications in Malaria: A Systematic Review and

Meta-Analysis. AM J Med Trop Hyg. 2021

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Malaria.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/556/2019. 2019

3. Gupta, Shyla et al. Malaria and the Heart JACC State-of-the-Art Review. Journal of The American College

of Cardiology. 2021

4. Dinkar et al. Acute myocardial infarction associated with severe Plasmodium vivax malaria. J Vector Borne

Dis 57, June 2020, pp. 193-196

5. Bhat, S., Alva, J., Muralidhara, K., & Fahad, S. (2012). Malaria and the heart. Case Reports, 2012,

bcr2012007275.

6. Rachmiawati, Ati. Yuslika Rombe, Eldy. Profil Pasien Malaria Di Rs.Mitra Masyarakat Timika Periode

Januari 2014 – Juli 2018. Bunga Rampai Saintifika FK UKI. 2018

7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Subdit Malaria

Direktorat P2PTVZ Kemetenterian Kesehatan Republik Indonesia 2017

8. Chakrapani, Karun Jain. Acute Myocardial Infarction in a Hospital Cohort of Malaria. Journal of Global

Infectious Diseases. 2010.

9. Collet, Jean Philippe et al. 2020 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST segment elevation. European Society of Cardiology. 2021

10. Alencar Filho, A. C. D., Lacerda, M. V. G. D., Okoshi, K., & Okoshi, M. P. (2014). Malaria and vascular

endothelium. Arquivos Brasileiros de Cardiologia, 103, 165-169.

11. Neumann, F. J., Sousa-Uva, M., Ahlsson, A., Alfonso, F., Banning, A. P., Benedetto, U., ... & Zembala, M.

O. (2019). 2018 ESC/EACTS Guidelines on myocardial revascularization. European heart journal, 40(2), 87-

165.

12. Balkanay, M., Mansuroğlu, D., Kirali, K., Ömeroğlu, S. N., & Yakut, C. (2002). Coronary bypass surgery in

patient with malaria. Asian Cardiovascular and Thoracic Annals, 10(2), 160-161.

13. Moutaouekkil, E. M., Drissi, M., Houssa, M. A., Boulahya, A., & El Kirat, A. (2010). The Risk of Performing

23
Cardiopulmonary Bypass in Malaria Patients: A Small Case Series. Texas Heart Institute Journal, 37(2), 213.

14. Gerdes, A., Joubert-Hubner, E., & Sievers, H. H. (2001). Effect of cardiopulmonary bypass on a patient with

endocarditis and malaria. JOURNAL OF EXTRACORPOREAL TECHNOLOGY, 33(2), 111-113.

15. Chughlay, Mohamed Farouk, et al. "Liver enzyme elevations in Plasmodium falciparum volunteer infection

studies: findings and recommendations." The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 103.1

(2020): 378.

16. Megabiaw, Fentahun, et al. "Liver enzymes and lipid profile of malaria patients before and after antimalarial

drug treatment at Dembia Primary Hospital and Teda Health Center, Northwest, Ethiopia." Research and

Reports in Tropical Medicine (2022): 11-23.

17. Jasiewicz, M., Siedlaczek, M., Kasprzak, M., Gorog, D. A., Jilma, B., Siller-Matula, J., ... & Kubica, J. (2021).

Elevated serum transaminases in patients with acute coronary syndromes: Do we need a revision of exclusion

criteria for clinical trials?. Cardiology Journal.

18. Pinto, A. S., et al. "Artemether-lumefantrine and liver enzyme abnormalities in non-severe Plasmodium

falciparum malaria in returned travelers; a retrospective study with quinine-doxycycline in a portuguese

centre." Malaria J 16 (2017): 43.

24

Anda mungkin juga menyukai