Anda di halaman 1dari 50

MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS ACS ( ACUTE CORONARY


SYNDROME )

KELOMPOK 3 :

1. DANIEL TRI AGUSTIN : 191440104


2. DIANA AGUSTINA : 191440105
3. DINI FRISKA : 191440107
4. FARAH WITA WARDHANY : 191440109
5. MISBACHUL MUNIR : 191440121
6. NURUL IZATI : 191440127
7. PUTRI ZAKIYAH RAMADINI : 191440128
8. RANTI PUSPITA SARI : 191440129
9. SISKAWATI : 191440135
10. TINA : 191440136
11. YOWANA SELINA PUTRI : 191440137
12. YUNIVIA DIAN HERMALA : 191440140

PENANGGUNG JAWAB MATA KULIAH


Ns. DUDELLA DESNANI FIRMAN YASIN, M. Kep

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKAL PINANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala rasa puji dan syukur kami ucapkan atas segala rahmat dan karunia yang telah
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat izin Nya-lah kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Kritis yang telah menjadi salah satu syarat kelulusan dari Polekkes Kemenkes Pangkal
pinang. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian makalah ini tidak dapat kami
selesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama dosen
penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Kritis.

Oleh karena itu, patutlah kiranya kami sampaikan rasa syukur dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Demikian kata pengantar ini kami buat,
semoga makalah ini dapat digunakan untuk kepentingan di dunia perkuliahan khususnya di
mata kuliahKeperawatan Kritis.

Pangkalpinang, 26 Agustus 2021

Kelompok3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................!
KATA PENGANTAR.......................................................................................................!!
DAFTAR ISI......................................................................................................................!!
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LatarBelakang..........................................................................................................1
B. RumusanMasalah.....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Konsep Dasar ACS..................................................................................................3
B. AsuhanKeperawatan pada Kasus ACS....................................................................33
BAB III PENUTUP...........................................................................................................40
a) Kesimpulan..............................................................................................................40
b) Saran........................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard
yang terjadi akibat kurannya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada,
perubahan segemn ST pada Electrocardiogram (EKG), dan perubahan biomarker
jantung(Kumar & Cannon,2009).Sistem koroner akut cukup berbahaya tetapi dapat
dicegah.Walaupunpenyakit ini sering terjadi, banyak ditemukan dan memberikan
kematianmendadak, namun sebenarnya penyakit ini dapat dicegah. Diperlukan
upayaupaya tersendiri maupun secara bersama-sama untuk mencegah penyakit ini.
Sindrom koroner akut atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah
satu penyebab utama dan pertama kematian di Negara maju dan berkembang,
termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi
penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian
akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, sindrom koroner akut pada
tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh
kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di
Indonesia dilaporkan sindrom koroner akut (yang dikelompokkan menjadi
penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh
kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka
kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu
diantara empat orang yang meninggal di indonesia adalah akibat sindrom koroner
akut. Berbagi faktor resiko mempunyai peran penting timbulnya sindrom koroner
akut mulai dari aspek metabolic, hemostasis, imunlogi, infeksi, dan banyak faktor
lainyangsalingterkait.
Menurut WHO tahun 2014, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab
utama kematian di dunia (12,8%) sedangkan di Indonesia menempati urutan ketiga.
Perkembangan sindrom koroner akut menjadi masalah kesehatan publik
yangbermakna.Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis
sindromkoroner akut yang utama paling sering mengakibatkan kematian.
SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering
terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menajadi keadaan yang tidak
stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena
proses pengurangan pasokan oksegen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu
oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses
inflamasi, thrombosis, vasonkonstriksi dan mikroembolisasi. Paradigma pengobatan
atau strategi terapi medis penderita SKA berubah mengalami kemajuan pesat dengan
adanya hasil-hasil penelitian mengenai pathogenesis SKA dan petunjuk-petunjuk
penatalaksanaan baru. Kemajuan pesat dalam terapi medis tersebut mencakup terapi
untuk mengendalikan faktor risiko (terpentinf statin untuk dislipidema, obat anti
hipertensi terutama obat ACE-I, obatpenghambat reseptor A-II), obat-obat baru
antribiotik, gagal jantung, dan aritmia. Berbagi pedoman dan standar terapi telah
dibuat untuk penatalaksanaan penderita SKA.
Agar standar dan strategi pengobatan serta penatalaksanaan pasien SKA berlangsung
secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang
telah diterapkan, maka perlu adanya suatu
sistem dan atau mekanisme yanga secara terus menerus memonitor dan memantau
terapi obat yang diterima pasien. Manajemen DRPs adalah suatu proses yang meliputi
semua fungsi yang perlu untuk menjamin terapi obat kepada pasien yang aman,
efektif dan ekonomis yang dilaksanakan secara terus menerus. Berdasarkan angka
kejadian januari 2018 – juni 2019 ada 27 kasus sehingga tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan pada pasien ACS.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana konsepdasar ACS itu ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ACS itu ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsepdasar ACS !
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien ACS !
BAB II
ISI
2.1 Konsep Penyakit Sindrom Koroner Akut
A. Pengertian Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi dimana terjadi imbalans dari
suplly dan demand oksigen otot jantung yang paling sering disebabkan oleh plak
aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri-arteri koroner. Selain itu
sindrom koroner akut. dapat pula terjadi akibat spasme arteri yang disebut dengan
angina varian. Presentasi klinis yang dapat ditimbulkan dapat bermacam-macam dan
membentuk spektrum sindrom koroner akut., namun manifestasi yang paling sering
adalah angina pectoris (Young dan lLibby, 2007).
SKA merupakan suatu penyakit yang dinamis, dimana ada suatu proses
transisi dari spektrum penyakit akibat perubahan intralumen mulai dari oklusi parsial
sampai dengan total ataupun reperfusi.
Adapun spektrum klinis dari SKA adalah sebagai berikut (Young dan Libby, 2007):
1. Penyakit jantung koroner : kondisi imbalans darisuplai dan kebutuhan
oksigen miokardium yang berakibat hipoksia dan akumulasi
metabolitberbahaya, paling sering disebabkanaterosklerosis.
2. Angina pectoris :sensasi tidak nyaman di daerah dada dan sekitar,
akibat proses iskemia ototjatung.
3. Angina stabil : bentuk kronik dari angina yang hilang timbul, timbul
saat aktivitas dan emosi, dan hilang saat istirahat dan pemberian nitrat.
Tidak ada kerusakan permanen ototjantung.
4. Angina varian : klinis seperti angina, timbul saat istirahat, terjadi
akibat spasme pembuluh darah koroneer.
5. Angina tidak stabil : bentuk dari angina dengan peningkatan frekuensi
dan durasi, muncul saat aktivitas yang lebih ringan. Dapat menjadi
imfark miokard akut jika tidak segeraditangani.
6. Silent Ischemia : bentuk asimptomatis dari proses iskemia
miokardium. Dapat dideteksi melalui EKG dan pemeriksaaan
laboratorium.
7. Infark Miokard Akut : proses nekrosi miokardium yang disebabkan
penurunan aliran darah berkepanjangan. Paling seering disebabkan
oleh thrombus, dapat bermanifestasi pertama kali ataupun muncul
kesekian kali dngan riwayat anginapektoris.

B. Etiologi

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,


penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke
otot jantung yang sering ditandai dengan yeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa,2014).

Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor
dan minor. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia, merokok,
dan obesitas sedangkan faktor risko minor meliputi DM, stress, kurang
olahraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut D.wang (2005) faktor
risiko SKA pada wanita meliputi : Obesitas, riwayat keluarga, diabetes
mellitus, penggunaan kontrasepsi oral yang disertai dengan riwayat merokok,
kolesterol,merokok.
C. ManifestasiKlinik
Menurut (Anies,2006) hal ini menunjukan bahwa telah terjadi >70%
penyempitan pembuluh darah koronaria. Keadaan ini bisa merubah menjadi
lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang dikenal
dengan serangan jantung mendadak: tertekan benda berat, rasa tercekik,
ditinju, ditikam, diremas, rasa seperti terbakar pada dada, disertai sesak nafas,
banyakberkeringat.
D. Klasifikasi
Klasifikasi dari penyakit jatung koroner yaitu sebagai berikut :
1. Angina Pektoris Stabil(APS)
Klasifikasi yang paling ringan ini disebut stabil karena penyempitan
masih sangat minimal, belum terjadikerusakan miokardium dan
belum terjadi obstruksi koroner. Nyeri yang ditimbulkan hanya
berdurasi singkat namun berlangsung berulang dalam pperiode yang
lama dengan intensitas dan durasi yang sama. Lokasi nyeri dada
biasanya meluas hingga kelengan dan sekitar dada leher. Nyeri
hanya bila diprovokasi oleh kelelahan, dan asupan serta dapat
mereda dengan istirahat atau pemberian nitrat.
2. Acutte Coronary Syndrome(ACS)
Acute coronary syndrome (ACS) atau sindrom koroner akut
merupakan kumpulan gejala yang berhubunggan dengan derajat
penyempitan berat dengan thrombosis hingga obstruksi arteri
koroner. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan disertai
mual, muntah dan diaphoresis.
E. Patofisiologi
Menurut saparina (2010), gambaran klinik adanya sindrom koroner akut dapat
berupa :
1. Anginapectoris
Merupakan gejala yang disertai kelainan morfologik yang permanen
pada miokardium. Gejala yang khas pada angina pectoris adalah nyeri
dada seperti tertekan benda berat atau terasa panas seperti diremas.
Nyeri biasa berlangsun 1-5 menit dan rasa nyeri hilang bila penderita
istirahat.
2. Infark miokardiumakut
Merupakan SKA yang sudah masuk dalam kondisi gawat. Pada kasus
ini disertai dengan nekrosis miokardium (kematian otot jantung) akibat
gangguan suplai darah yangkurang.
3. Payahjantung
Disebabkan oleh adanya beban volume atau tekanan darah yang
berlebihan atau adanya abnormalitas dari sebagain struktur jantung.
Payah jantung kebanyakan didahului oleh kondisi penyakit lain dan
akibat yang ditimbulkan termasuk SKA Pada kondisi payah jantung
fungsi ventrikel kiri mundul secara drastic sehingga mengakibatkan
gagalnya sistem sirkulasi darah Sebagian besar SKA manifestasi ajut
dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal
ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung
fibrus yang menutupi pak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivisi jalur koagulasi. Terbentuklah
trobus yang seperti trombosit (white thrombus). Trombus ini akan
menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbatpembuluh koroner
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah karoner menyebabkan
iskemia miokardium. Infak miokard tidak selalu disebabkan oleh
oklusi total pembuluh darah koroner. Sebagian pasien SKA tidak
mengalami plak. Mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat
spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmental).
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trumbus, dapat
disebabkan oleh progresi plak atau restenoasi setelah intervensi
koroner perkuat (IKP). Beberapa daktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak ateroklorosis.
F. PemeriksaanDiagnostik
1. Elektrokardiogram(EKG)
Befungsi untuk merekam sinyal-sinyal listrik yang bergerak melalui
jantung didalam tubuh. EKG seringkali dapat mendiagnosis bukti
serangan jantung sebelum kejadian atau yang sedan berlangsung
2. Ekokardiogram
Tes untuk mendiagnosis kondisi penyakit jantung koroner. Alat ini
menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung
anda.
3. CT scanjantung
Dapat melihat deposit kalsium di arteri anda. Kelebihan kalsium dapat
mempersempit arteri sehingga ini dapat menjadi pertanda
kemungkinan penyakit arteri koroner. Selain itu melakukan X-ray dan
ultrasound untuk menyimpulkan kondisi anda.
G. Penatalaaksanaan

1. TerapiFarmakologis

1) Terapi anti iskemik : untuk mengurangi iskemia dan mencegah


terjadinya kemungkinan yang lebih buruk seperti, infarkmiokard atau
kematian.

2) Nitrat : mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai


oksigen.

3) Antagonis kalsium mengurangi influlks kalsium yang melalui


membrane sel. Obat ini menghambat kontraksi miokard dan otot
polos pembuluhdarah.

2. Terapi NonFarmakologis

1) Istirahat yang teratur untuk mengurangi beban kerjajantung.

2) Oksigenasi
H. Penyebab dan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu terbentuk nya
plakatau tumpukan kolestrol pada dinding arteri koroner yang mengakibatkan
penyumbatan aliran darah kejantung.
Selainitu, sindrom koroner akut juga dapat terjadi akibat penggunaan zat tertentu,
seperti kokain dan nikotin, yang bisa memicu spasme atau penyempitan arteri
koroner secara tiba-tiba. Beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami sindrom koroner akut, antara lain:
1. Memasuki usia tua
2. Menderita tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi
3. Memiliki berat badan berlebih atau menderita obesitas
4. Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung atau stroke
5. Kurang olahraga atau aktivitas fisik
6. Menderita diabetes
7. Merokok atau menyalah gunakan obat-obatan terlarang

Gejala Sindrom Koroner Akut yang Perlu Diwaspadai

Gejala paling umum dari sindrom koroner akut adalah nyeri dada yang sangat
mengganggu. Nyeri bisa terasa seperti tertindih benda berat atau rasa tidak
nyaman yang tidak bisa dijelaskan lokasinya. Terkadang, rasa nyeri bisa
menjalar hingga kerahang dan lengan. Seseorang memang bisa saja mengalami
nyeri dada yang hilang timbul. Nyeri dada ini tidak termasuk dalam sindrom
koroner akut. Nyeri dada pada sindrom koroner akut biasa nya berlangsung
lebih dari 15 menit dan tidak membaik dengan istirahat. Beberapa gejala lain
yang dapat muncul saat mengalami sindrom koroner akut adalah:

a) Keringat dingin
b) Sesak napas
c) Sakit kepala dan pusing seperti ingin pingsan
d) Mual atau muntah
e) Gelisah
f) Denyut jantung tidak teratur (aritmia)
I. Penanganan Sindrom KoronerAkut
Sindrom koroner akut adalah kondisi darurat medis yang memerlukan
penanganan segera agar tidak menimbulkan kematian. Biasanya, setelah ditangani
di IGD, pasien juga akan dirawat di unit perawatan jantung intensif (ICCU) selama
beberapa hari. Perawatan dimulai dengan pemberian oksigen dan obat antikoagulan,
seperti aspirin dan clopidogrel, untuk mencegah pembekuan darah. Dokter juga
akan memberikan nitrogliserin untuk melebarkan pembuluh darah jantung. Jika
nyeri dada masih sangat mengganggu, dokter bisa memberikan tambahan
obatpenghilang nyeri.
Tindakan pembedahan, seperti kateterisasi jantung atau CABG (coronary
artery bypass graft), perlu dipertimbangkan pada kasus sindrom koroner akut yang
disertai kerusakan otot jantung yang luas, tekanan darah rendah, kondisi syok,
kerusakan dinding jantung kanan, atau nyeri dada yang menetap setelah pemberian
obat-obatan.
Sindrom koroner akut adalah kondisi darurat yang dapat mengancam nyawa.
Bila diatasi secara cepat dan tepat, kondisi ini bisa membaik. Namun, tidak
menutup kemungkinan kondisi ini bisa berulang. Oleh karena itu, pencegahan
sangat penting untuk dilakukan, apalagi bagi yang pernah atau berisiko untuk
mengalaminya. Untuk mencegah terjadinya atau berulangnya sindrom koroner
akut, diperlukan gaya hidup jantung sehat, yaitu berhenti merokok, mengonsumsi
makanan yang sehat untuk jantung, membatasi konsumsi alkohol, mempertahankan
berat badan ideal, mengendalikan stres, dan berolahraga secara rutin.
J. Tekhnik pengkajian
Pada saat anamnesa keluhan nyeri dada harus benar-benar dikaji karena keluhan
nyeri dada merupakan keluhan yang lazim pada IMA. Terobosan yang dapat
dilakukan bagaimana dengan mudah dan cepat mendeteksi secara dinimanifestasi
keluhan serangan jantung yaitu menggunakan format pengkajian PQRST. Format
pengkajian tersebut merupakan pemandu dalam memepermudah seperit:
a. P (Provoking insident)
Dapat dikembangkan sebagai pencetus timbulnya serangan jantung atau
menyatakan posisi nyeri dada yang dirasakan ada berkaitannya dengan area
lokasi jantung pada area substernal kiri.
b. Q (Qualitas)
Artinya kualitas dari nyeri dada yang dirasakan oleh klien. Oleh karena
kualitas nyeri dada ini bervariasi, maka yang diutarakan klien bervariasi
juga. Untuk itu, dalam menilai tingkat nyeri dada tersebut maka digunakan
dengan menggunakan skala nyeri. Rentang skala nyeri yang digunakan
adalah dari skala 0 sampai dengan 10, yang artinya jika hasil tingkat nyeri
dada menunjukan skala nyeri dada angka 0 artinya klien tidak mengalami
nyeri dada tipikal (atipikal angina), tetapi jika dalam pengkajian skala nyeri
dada tersebut menunjukan angka yang bermakna sampai dengan lebih dari
angka 7 maka dikatakan adalah nyeri dada tipikal (tipikal angina).
c. R (Radiation)
Artinya lokasi nyeri dada atau radiasi dari penjalaran nyeri yang
menggambarkan area aliran darah yang mengalami hambatan tersebut, yaitu
disebelah dada kiri dan menjalar kerahang, lengan kiri sampai akhirnya
kejari kiri dan punggung.
d. S (Severiti)
artinya gejala nyeri dada. Adapun gejala yang ditampilkan atau dikeluhkan
lain oleh klien adalah :
 Nyeri dada yang khas seperti tertindih benda berat yang diikuti
keringat dingin dan sesak dan tercekik. Nyeri dada menjalar ke
punggung, leher dan lengan kiri sampai jari.
 Beberapa orang merasakan sensasi dada seperti diremas-remas.
 Menyatakan pernah timbul serangan dan tampilan sekarang adalah
cepet capai sejak belakanga nini.
 Adanya perasaan mual muntah dan keringat dingin bahkan ada yang
merasa pada area uluhati.
 Dada seperti terbakar.
 Atau tiba-tiba meninggal. Pada orang tua dan penyakit DM kadang
tidak menampilkan nyeri dada yang khas.
e. T (Time)
Kejadian nyeri dada dapat terjadi terus menerus atau kadang-kadang. Jika
keluhan dada dirasakan kurang dari 20 menit (uap /nstemi) dan jika nyeri
dada di rasakan lebih dari 20 menit (stemi). Sehingga ini merupakan waktu
emas bagi tenaga kesehatan khususnya perawat untuk melakukan intervensi
segera. Selain itu penentuan diagnosa maupun prognosa dari serangan
jantung tersebut yaitu dengan melakukan pengkajian pemeriksaan EKG dan
pemeriksaan laboratorium.
K. Monitoring Hemodinamik, Intepretasi Dasar EKG
1. Monitor Hemodinamik
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh,
baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva
(sirkulasi dalam paru paru). Dalam kondisi normal, hemodinamik akan
selalu dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis dengan kontrol
neurohormonal. Namun, pada pasien-pasien kritis mekanisme kontrol tidak
melakukan fungsinya secara normal sehingga status hemodinamik tidak
akan stabil. Monitoring hemodinamik menjadi komponen yang sangat
penting dalam perawatan pasien-pasien kritis karena status hemodinamik
yang dapat berubah dengan sangat cepat.
Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring hemodinamik
dibagi menjadi monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun
sudah banyak terjadi kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan
secara invasif masih tetap menjadi gold standard monitoring. Variabel yang
selalu diukur dalam monitoring hemodinamik pasien kritis dengan metode
invasif meliputi: tekanan darah arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri
pulmonal.
Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter
intravaskuler, tranducer tekanan dan sistem monitoring. Adapun tujuan
monitoring hemodinamik secara invasif adalah:
1) Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti :
gagal jantung dantamponade.
2) Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti
obat-obatan dan dukunganmekanik.
3) Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan
index.
4) Dengan dilakukannya monitoring hemodinamik secara kontinyu,
perubahan-perubahan pada status hemodinamik pasien akan
diketahui sehingga penanganan akan lebih cepat dilakukan dan
menghasilkan prognosis yang lebih baik.
2. Intepretasi Dasar EKG
1) Irama :
Dalam keadaan normal impul suntuk kontraksi jantung berasal dari
nodusSA dengan melewati serabut-serabut otot atrium impuls
diteruskan ke nodus AV, dan seterusnya melalui berkas His ,
cabang His kiridan kanan, jaringan Purkinye, akhirnya ke serabut
otot ventrikel. Disini nodus SA menjadi pacemaker utama dan
pacemaker lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila
nodus SA terganggu maka fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh
pacemaker yang lain.
Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus ritmisyaitu
iramanya teratur, dan tiap gelombang P diikuti oleh
kompleksQRS.Irama sinus merupakan irama yang normal dari
jantung dan nodus SA sebagai pacemaker.Jika irama jantung
ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari pacemaker yang terletak
di luar nodus SA disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih
dianggap irama sinus yang normal. Akan tetapi apabila variasi antara
siklus yang paling panjang dan paling pendek melebihi 0,12 detik
maka perubahan irama ini dinamakan sinusaritmia.
a) Irama Sinus Ritmis
 Irama reguler dengan frekuensi 60-100 kali per menit
dan R ke Rreguler
 Morfologi gelombang P normal, tiap gelombang P
diikuti satu kompleks QRS
 Gelombang P defleksi positif di sadapanII
 Gelombang P dan kompleks QRS defleksi negatif di

leadaVR

Gambar 2. Contoh hasil pemeriksaan EKG irama sinus ritmis

b) Sinus Aritmia

 Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikitireguler

 Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering


didapatkan pada individu sehat usiamuda

 Fenomena ini terjadi karena pengaruhrespirasi

Gambar 3. Contoh hasil pemeriksaan EKG siinus aritmia

c) Atrial Fibrillation(AF)
 Ciri khas AF adalah tidak adanya gelombang P dan
iramanya irregularly irregular (betul-betulireguler).
 Morfologi gelombang P berupafibrilasi


Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan EKG : atrial fibrilation
d) Ventricular Tachycardia (VT)
 Terdapat >3 irama ventrikuler dengan frekuensi 100-
250 kali per menit (kebanyakan di atas 120 kali
permenit)
 Kompleks QRS lebar (durasi QRS >0,12detik)
 Kadang gelombang P nampak (tanda panah), tetapi
tidak ada asosiasi dengan kompleksQRS

Gambar 5. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Tachycardia

e) Ventricular Fibrillation (VF)


 Gelombang nampak ireguler dengan berbagai
morfologi danamplitudo
 Gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T
tidak terlihat

Gambar 6. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Fibrillation

f) Supraventricular Tachycardia (SVT)


 Takikardi reguler (frekuensi 140-280 kali permenit)
 Kompleks QRS sempit (durasi kompleks QRS
<0,12detik)
 Gelombang P tidak jelasterlihat
Gambar 7. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Supraventricular Tachycardia

2) Frekuensi :
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai 100
kali/menit.Sinus
takikardiaialahiramasinusdenganfrekuensijantungpadaorangdewasale
bihdari100 kali/menit, pada anak-anak lebih dari 120 kali/menit dan
pada bayi lebih dari 150 kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama
sinus dengan frekuensi jantung kurang dari 60kali/menit.
a) Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/reguler
Bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R
interval atau P-Pinterval.
2. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval

atau P-Pinterval.

Gambar 8. Menghitung frekuensi jantung bila teratur


b) Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur/irreguler
Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung
tidak teratur yaitu dengan cara mengitung jumlah kompleks
QRS dalam 6 detik lalu dikalikan dengan 10.Contoh: dalam 6
detik (30 kotak kecil, pada gambar di bawah adalah antara 2
panah) didapatkan 13kompleks QRS lalu dikalikan 10
sehingga frekuensi jantung adalah 130kali/menit)
Gambar 9. Menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur (ireguler)

3) Aksis :
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi
adalah posisi listrik dari jantung pada waktu berkontraksi dan bukan
dalam arti posisi anatomis. Axis pada manual ini yang akan dibahas
adalah aksis frontal plane dan horizontal plane.
a. Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung
terhadap rongga dada. Untuk menghitung aksis jantung bisa
menggunakan resultan vektor kompleks QRS di lead I dan
lead aVF karena kedua lead tersebut memiliki posisi yang
saling tegak lurus.

A. B.

Gambar 10. A. Posisi lead ekstremitas terhadap frontal plane. B. Pembagian


kuadran berdasar posisilead ekstremitas pada front plane. Keterangan : LAD :
Left Axis Deviation ; RAD : Right Axis Deviation ; EAD : Extreme Axis
Deviation.
Pada gambar berikut ini (Gambar 11. B ) dapat dilihat cara perhitungan
aksis jantung frontal plane serta contoh aksis normal, right axis deviation
(RAD), dan left axis deviation (LAD).
Gambar 11.Contoh perhitungan aksis jantung. A. Aksis normal
(+)72⁰ yang diperoleh dari resultan vektor kompleks QRS di lead I
(+)4,5 dan di lead aVF (+)6. B. Right axis deviation (RAD) (+)140⁰
yang diperoleh dari resultan vektor kompleks QRS di lead I (-)9,5
dan di lead aVF (+)7. C. Left axis deviation (LAD) (-) 60⁰ yang
diperoleh dari resultan vektor kompleks QRS di lead I (+)5 dan di
lead aVF (-)7.
b. Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis
longitudinal, yaitu:
1) Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam (clock
wiserotation=CWR)
Arah perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke
arah kranial. Pada keadaan ini ventrikel kanan terletak
lebih ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang.
Ini dapat dilihat pada lead prekordial dengan
memperhatikan transitional zone,dimana pada keadaan
normal terletak pada V3 dan V4(transitional zone = R/S
= 1/1). Pada clock wise rotation tampak transitional
zone lebih ke kiri, yaitu pada V5 danV6.
2) Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah
jarum jam (counter clock wiserotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan,
sedang ventrikel kanan lebih ke belakang. Pada counter
clock wise rotation tampak transitional zone
pindahkekanan, yaitu V1atau V2.

Gambar 12.Lead prekordial V1 hingga V6 pada potongan


melintang jantung yang dilihat dari kaudal. Kompleks QRS
equiphasic di lead V3 (dilingkari). Lead V3 dan V4
menggambarkan transitional zone antara gelombang S yang dalam
di lead V1 dan V2 dengan gelombang R yang tinggi di lead V5
dan V6. LV, left ventricle/ ventrikel kiri; RV, right ventricle/
ventrikel kanan.A. Clockwise rotation. B. Normal. C.
Counterclockwise rotation.

4) Gelombang P :
a) Durasi dan amplitudo gelombang Pnormal
Gelombang P ialah suatu defleksi yang
disebabkan oleh proses depolarisasi
atrium.Terjadinya gelombang P adalah akibat
depolarisasi atrium menyebar secara radial dari
nodus SA ke nodus AV (atrium conduction
time). Gelombang P yang normal memenuhi
kriteria sbb:
 Panjang atau durasi gelombang tidak
lebih dari 0,12detik
 tinggi atau amplitudo tidak lebih dari
3mm atau 0,3mV
 biasanya defleksi ke atas (positif) pada
lead-lead I, II, aVL danV3-V6

 biasanya defleksi ke bawah (negatif)


pada aVR, sering pula pada V1 dan
kadang-kadangV2
b) Gelombang P mitral dan P pulmonal
Gambar 13.Gelombang P normal (kiri), P mitral (tengah) dan P
Pulmonal (kanan).

P mitral adalah gelombang P yang


melebar (>0,12 detik) dengan notch yang
menandakan pembesaran atrium kiri. Pada
kondisi ini juga bisa ditemukan P bifasik di
lead V1. P pulmonal adalah gelombang P
yang tinggi dengan amplitudo>3 kotak kecil
yang menandakan pembesaran atrium kanan.

Bila ditemukan gelombang P yang


inversi (defleksi negatif pada lead yang
seharusnya defleksi positif) menandakan
depolarisasi atrium dengan arah yang
abnormal atau pacemaker bukan nodus SA,
melainkan pada bagian lain atrium atau
dextrocardia.

5) Interval PR:
Interval P-R atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur
dari permulaan timbulnya gelombang P sampai
permulaan kompleksQRS. Ini menunjukkan lamanya
konduksi atrio ventrikuler dimana termasuk pula waktu
yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan bagian
awal dan repolarisasi atrium. Repolarisasi atrium bagian
akhir terjadi bersamaan waktunya dengan depolarisasi
ventrikuler. Nilai interval P-R normal ialah: 0,12-0,20
detik.
a) Blok AV derajat 1
 Interval PR memanjang (>0,20 detik)
 Semua gelombang P diikuti

kompleksQRS

Gambar 14. Blok AV derajat 1

b) Blok AV derajat 2 tipe 1


 Pemanjangan progresif intervalPR
 Pemendekan interval PR pada beat
setelah gelombang P yang tidak
dikonduksikan dibandingkan dengan

interval PR sebelum gelombang P yang


tidak dikonduksikan.
Gambar 15.Blok AV derajat 2 tipe 1

c) Blok AV derajat 2 tipe 2


Blok AV derajat 2 tipe 2 merupakan bentuk blok
AV derajat II yang lebih berat. Karakteristiknya
adalah kemunculan mendadak satu gelombang P
sinus yang tidak dikonduksikan tanpa dua
karakteristik yang didapatkan pada blok AV tipe
II Mobitz tipe I.

Gambar 16. Blok AV derajat 2 tipe 2

d) Blok AV derajat 3 (Blok AV total)


 Tampak gelombang P (positif di sadapan
II), dengan frekuensi irama sinus yang
relatif reguler, yang lebih cepat daripada
iramaventrikel
 Kompleks QRS ada, dengan frekuensi
ventrikuler yang lambat (biasanya
konstan)
 Gelombang P tidak mempunyai
hubungan dengan kompleks QRS,
sehingga interval PRbervariasi.
Gambar 17.Blok AV derajat

6) Segmen PR:
Segmen P-R adalah jarak antara akhir
gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Dalam
keadaan normal segmen PR berada dalam garis
isoelektrik atau sedikitdepresi dengan panjang tidak
lebih dari 0,8 mm.Segmen P-R ini menggambarkan
delay of exitation pada nodus AV (atau kelambatan
transmisi impuls pada nodus AV).
7) Kompleks QRS: Yang perlu diperhatikan pada
kompleks QRS adalah:
a. Durasi kompleks QRS:
Menunjukkan waktu depolarisasi ventrikel (total
ventricular depolarization time), diukur dari
permulaan gelombang Q (atau permulaan R bila
Q tak tampak), sampai akhir gelombang S. Nilai
normal durasi kompleks QRS adalah 0,08-0,10
detik. V.A.T atau disebut juga intrinsic
deflection ialah waktu yang diperlukan bagi
impuls melintasi miokardium atau dari
endokardium sampai epikardium, diukur dari
awal gelombang Q sampai puncak gelombang
R. V.A.T tidak boleh lebih dari 0,03 detik pada
V1dan V2, dan tidak boleh lebih dari 0,05 pada
V5 dan V6.
b. Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu
infark miokard lama. Karakteristik gelombang Q
patologis yaitu lebarnya melebihi 0,04 detik dan
dalamnya melebihi sepertiga dari tinggi
gelombang R pada kompleks QRS yang sama.
Karena gelombang Q patologis menunjukkan
letak infark miokard, maka untuk mendiagnosis

infark miokard lama harus melihat gelombang Q


patologis sekurang-kurangnya pada dua lead
yang berhubungan. Contoh: diagnosis infark
miokard lama inferior dapat ditegakkan apabila
ditemukan gelombang Q patologis pada lead II,
III, dan aVF (gambar18).
Gambar 18.Infark miokard lama (Old Myocardial
Infarction_OMI) dengan gambaran gelombang Q patologis
pada lead II, III, dan aVF.

c. Morfologi kompleks QRS


Morfologi kompleks QRS
menunjukkan gambaran yang berbeda
tergantung lead/sadapan. Berikut ini
variasi morfologi kompleks QRS normal di
berbagailead.

Kelainan morfologi kompleks QRS yang


paling sering adalah blok berkas his. Blok
berkas his dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu right bundle brach block (RBBB) dan
left bundle brach block (LBBB). Pada
RBBB ditemukan gambaran rSR di lead
V1-V2, sedangkan pada LBBB ditemukan
gambaran RSr di lead V5-V6.
Gambar 19.Kelainan kompleks QRS berupa right bundle brach
block (atas) dan left bundle brach block (bawah)

d. Hipertrofi Ventrikel
a) Hipertrofi VentrikelKanan
Tanda hipertrofi ventrikel kanan
adalah sebagai berikut.
 Deviasi aksis kekanan
 Gelombang R lebih tinggi
daripada gelombang S di
V1, sedangkan di V6,
gelombang S lebih dalam
daripada gelombangR.
b) Hipertrofi ventrikel kiri

Gambar 20.Gambaran EKG pada hipertrofi ventrikel

8) Segmen S-T :
Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah
pengukuran waktu dari akhir kompleks QRS sampai
awal gelombang T. Ini menunjukkan waktu dimana
kedua ventrikel dalam keadaan aktif (excited state)
sebelum dimulai repolarisasi. Titik yang menunjukkan
dimana kompleks QRS berakhir dan segmen S-T
dimulai, biasa disebut J point. Segmen S-T yang tidak
isoelektrik (tidak sejajar dengan segmen P-R atau garis
dasar), naik atau turun sampai 2mm pada lead
prekordial (dr.R. Mohammad Saleh menyebutkan 1mm
di atas atau di bawah garis) dianggap tidak normal. Bila
segmen ST naik disebut S-T elevasi dan bila turun
disebut S-T depresi, keduanya merupakan tanda
penyakit jantung koroner. Panjang segmen S-T normal
antara 0,05-0,15 detik (interval ST).
a) Segmen ST Isoelektrik

Isoelektrik atau garis dasar

Gambar 21.Penilaian segmen ST (atas) dan penentuan


isoelektrik atau garis dasar.
b) STelevasi

Gambar 22.Cara menilai ST elevasi (kiri) dan tipe-tipe ST elevasi


(kanan).

c) ST depresi
Gambar 23.Tipe-tipe ST depresi: downsloping (kiri), upsloping
(tengah) dan horizontal (kanan).

9) Gelombang T:
Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh
proses repolarisasi ventrikel jantung. Panjang
gelombang T biasanya 0,10-0,25 detik.
Pada EKG yang normal maka gelombang T adalah sbb :
 positif (upward) di lead I dan II; dan mendatar,
bifasik atau negatif di leadIII
 negatif (inversi) di aVR; dan positif, negatif atau
bifasik pada aVL atauaVF.

 negatif (inversi) di V1;dan positif di V2


sampaiV6

Gambar 24.Tipe-tipe gelombang T: A. normal. B. Peaked T Wave.


C. inversi gelombang T karena iskemia transmural.D. Inversi
simetris gelombang T, tetapi tidak sedalam gambaran iskemia
transmural. E. Inversi dangkal gelombang T. F. gelombang T
bifasik. G. gelombang T flat atau isoelektrik.Walaupun konfigurasi
gelombang T pada gambar B, C, dan D merupakan kecurigaan
iskemia, abnormalitas gelombang T tersebut mungkin disebabkan
oleh penyebab lainnya.
10) Gelombang U:

Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T,


mungkindihasilkan oleh proses repolarisasi lambat
ventrikel. Gelombang U adalah defleksi yang positif
dan kecil setelahgelombang T sebelum gelombang P,
juga dinamakan after potensial. Gelombang U yang
negatif (inversi) selalu abnormal.
11) IntervalQ-T
Interval Q-T diukur mulai dari permulaan gelombang Q
sampai pada akhir gelombang T, menggambarkan
lamanya proses listrik saat sistolik ventrikel (duration of
electrical systole) atau depolarisasi ventrikel dan
repolarisasinya. Interval Q-T ini berubah- ubah
tergantung frekuensi jantung, jadi harus dikoreksi sesuai
frekuensi jantungnya (Q-Tc). Untuk koreksi ini
menggunakan normogram yang memberikan Q-Tc
untuk frekuensi jantung 60x/menit. Q-Tc normal pada
laki-laki tidak boleh lebih dari 0,42 detik dan pada
wanita tidak boleh lebih dari 0,45 detik (dr.R.
Mohammad Saleh mengatakan0,35-0,44detik).
12) Lain-lain:
a. VES=Ventricular Extra Systole
(PVC=Premature VentricularContraction)

Gambar 25.Ventricular Extra Systole (VES)

b. SVES=Supraventricular Extra
Systole (PAC=PrematureAtrial
Contraction)

Gambar 26.Supraventricular Extra Systole (SVES)


CONTOH HASIL PEMERIKSAAN:

Gambar 1.

Irama jantung Irama sinus ritmis


Frekuensi denyut jantung 69 x/mnt
Aksis jantung 60˚(aksis normal)
Transitional zone Lead V3 (normal)
Durasi gelombang P 0,04-0,06 detik
Amplitudo gelombang P 0,1-0,2 mV atau 1-2 mm
Interval P-R 0,14 detik
Durasi kompleks QRS 0,4 detik
Morfologi kompleks QRS Normal
Gelombang Q Tidak ada
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Normal
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,38 detik
Kesimpulan interpretasi Irama sinus ritmis normal

DATA YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA MELAKUKAN


INTERPRETASI EKG

Untuk membaca/inter pretasi sebuah EKG, kita harus memperhatikan


data-data di bawahini:
a) Umur dan jenis kelamin penderita: karena bentuk EKG normal
pada bayi dan anak-anak sangat berbeda dengan EKG normal
orangdewasa.
b) Tinggi, berat dan bentuk badan: orang yang gemuk mempunyai
dinding dada yang tebal, sehingga amplitudo semua komplek EKG
lebih kecil, sebab voltase berbanding berbalik dengan kuadrat jarak
elektroda dengan sel ototjantung.
c) Tekanan darah dan keadaan umum penderita: Hal ini penting
apakah peningkatan voltase pada komplek ventrikel kiri ada
hubungannya dengan kemungkinan hipertofi dan dilatasi
ventrikelkiri.
d) Penyakit paru pada penderita: posisi jantung dan voltase dari
komplek-komplek EKG dapat dipengaruhi oleh adanya empisema
pulmonum yang berat, pleural effusion danlain-lain.
e) Penggunaan obat digitalis dan derivatnya: akan sangat
mempengaruhi bentuk EKG. Maka misalnya diperlukan hasil EKG
yang bebas dari efek, digitalis, perlu dihentikan sekurang-
kurangnya 3 minggu dari obat digitalistersebut.
f) Kalibrasi kertasEKG.

g) Deskripsikan morfologi gelombang EKG laludisimpulkan.

2.5 Intepretasi dan Manajemen Ritme Dasar Kardiologi

A) Interpretasi irama umum:

1) Iramasinus

2) Aritmia Supraventrikel yangumum:

a. AtrialFibrilasi

b. AtrialFlutter

c. Supraventrikulattakikardi

3) Blok-blok jantung

a. Derajat pertama blok AV

b. Derajat kedua blok AV Mobitz tipe I(Wenckebach)

c. Derajat kedua blok AV Mobitz tipeII

d. Derajat ketiga blok AV

e. Blok berkas cabang kiri atau kanan (komplit dan inkomplit)

4) Aritmiaventrikular

a. Kontraksi ventrikular yangprematur

b. Ventrikular takikardi(berkelanjutan dan tidakberkelanjutan)

c. Ventrikularfibrilasi

B) Analisisirama:

1) Identifikasi gelombangP

a. Menentukan dari bentuk kalau ini adalah sinus P


2) Cek hubungan dari gelombang P keQRS
a. Gelombang P di depan QRS(normal)
b. Gelombang P tersembunyi atau di depan QRS
(misalnya:ditemukandiSVT, blok jantung lengkap)
3) Cek interval PR (Normal PR interval: 0.12 - 0.20detik)
a. PR pendek (sindromWPW)
b. NormalPR
c. PR memanjang (pertama atau kedua derajat blokAV)
4) Cek durasi QRS (Normal durasi QRS < 0.10detik)
a. NormalQRS
b. QRS lebar (blok berkascabang)
5) Cek hubungan R-R dan P-Pinterval
a. R-R setara dengan interval P-P(normal)
b. Interval P-P lebih pendek dari interval R-R (peruraianAV)

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Indentitas
Nama : TN . M
Umur : 53 tahun
2) Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan sesak
napas sejak 2 hari yang lalu
3) Riwayat Kesehatan Sekarang : pasien satang dengan
sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Sesak sudah
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul,
semakin lama semakin memberat, dan menjadi menetap
sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan saat aktivitas
maupun saat istirahat. Pasien biasa tidur dengan
diganjal 3 bantal atau posisi duduk karena sesak. Pasien
sering terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien
juga mngeluh dada kanan terasa nyeri menjalar ke bahu
dan tangan kanan sehingga tangan dan bahu kanan
terasa kram, sulit untuk mengepalkan tangan. Dada juga
terasa berdebar-debar saat keluhan timbul, kaki terasa
sedikit bengkak terutama pada siang hari.
4) Riwayat Kesehatan Sebelumnya : pasien mengatakan
didiagnosa penyempitan jantung 1 tahun yang lalu,
minum obat isosorbid setiap kali keluhan timbul dan
merasa membaik, namun 2 hari belakangan ini keluhan
tidak juga membaik meski minum isosorbid.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga : -
6) Status cairan dan nutrisi : Pasien mengeluh mual namun
tidak muntah, masih dapat makan melalui mulut.
2. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum: pasien tanpak sesak,
 Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 130/80Mmhg,
Nadi : 80x/mnt,
Suhu : 36,8 °C,
Respirasi : 30 x/menit,

 Sistem pernafasan (B1/ Breathing)


Bentuk dada simetris, susunan ruas tulang belakang
normal, pergerakan dada saat bernapas simetris saat
statis dan dinamis, suara napas vesikuler dengan
ekspirasi yang memanjang, terdengar ronkhi pada kedua
lapang paru.
 Sistem kardiovaskuler (B2/ Blood)
Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung kiri
melebar ke lateral pada ICS III-V, 4 cm dari linea
midklavikularis kiri, bunyi jantung reguler, tidak ada
murmur dan gallop.
 Sistem persyarafan (B3/ Brain)
Kesadaran compos mentis, ,
 istirahat/tidur : Pasien biasa tidur dengan diganjal 3
bantal atau posisi duduk karena sesak. Pasien sering
terbangun pada malam hari karena sesak
 Sistem ekstremmitas
tangan dan bahu kanan terasa kram, sulit untuk
mengepalkan tangan. Kaki sedikit bengkak
3. Pemeriksaan laboratorium
1) leukosit yang meningkat tidak signifikan,
2) troponin I + (25.10 ng/dL)
3) kolesterol (203 mg/dL).
4) EKG = HR 125x/menit, axis jantung normal,
gelombang P selalu diikuti kompleks QRS, interval PR
0.16 detik, kompleks QRS negatif di V1 dan positif di
V6, S di V1 ditambah R di V6 = 7 kotak sedang (>5
kotak sedang), gelombang T inverted di lead I, aVL,
V4, V5, dan V6. ST elevasi pada lead dada V1, V2,
dan V3. Kesan: miokard infark anteroseptal dengan
left ventrikel hipertrofi (LVH).
4. Penatalaksanaan:
1) Non medikamentosa
 Oksigen kanul 2-4 liter/menit.
 Batasi aktivitas terutama aktivitas berat.
 Diet rendah lemak
2) Medikamentosa
 Dari Spesialis Jantung :
 IVFD Ringer Laktat /24jam
 Inj. Lasix (furosemide) 2x20 mg
 Inj. Fluxum (heparin sodique) 2x0.6 mg
 Inj. Arixtra (fondaparinux sodium) 1x2.5 mg
 Clopidrogel 1x75mg (oral)
 Isosorbid dinitrat (ISDN) 3x5 mg (oral)
 Bisoprolol 1x2.5 mg (oral)
 Valsartan 1x80 mg (oral)
 Simvastatin 1x10 mg (oral
 Aspilet 1x80 mg (oral)
5. Analisis data

No DATA ETIOLOGI PROBLEM


.
1. DS : Pasien mengatakan sesak Penurunan Ketidakefektifan
napas sejak 2 hari yang lalu. ekspansi paru Pola Nafas
Sesak sudah dirasakan sejak 1
tahun yang lalu hilang timbul, Sesak

semakin lama semakin


memberat, dan menjadi Ketidakefektifan

menetap sejak 2 hari yang Pola Nafas

lalu, Sesak dirasakan saat


aktivitas maupun saat istirahat
DO :
batas jantung kiri melebar ke
lateral pada ICS III-V, 4 cm
dari linea midklavikularis kiri,
Pasien biasa tidur dengan
diganjal 3 bantal atau posisi
duduk karena sesak. Pasien
sering terbangun pada malam
hari karena sesak
Tanda-tanda vital:
 Tekanan darah:
130/80Mmhg,
 Nadi : 80x/mnt,
 Suhu : 36,8 °C,
 Respirasi : 30 x/menit,
2. DS : Pasien mengeluh dada
Iskemia
kanan terasa nyeri menjalar ke Nyeri akut
jaringan
bahu dan tangan kanan
sekunder
sehingga tangan dan bahu
kanan terasa kram, sulit untuk
mengepalkan tangan. Dada Nyeri dada

juga terasa berdebar-debar


saat keluhan timbul, kaki
terasa sedikit bengkak Nyeri akut

terutama pada siang hari

DO : suara napas vesikuler


dengan ekspirasi yang
memanjang, terdengar ronkhi
pada kedua lapang paru,
batas jantung kiri melebar ke
lateral pada ICS III-V, 4 cm
dari linea midklavikularis kiri,
bunyi jantung reguler, tidak
ada murmur dan gallop.
Tanda-tanda vital:
 Tekanan darah:
130/80Mmhg,
 Nadi : 80x/mnt,
 Suhu : 36,8 °C,
 Respirasi : 30 x/menit,

6. Diagnose keperawatan
a) Nyeri akut b.d iskemia jaringan
b) Ketidak efektif pola napas berhubungan denga
penurunan ekspansi paru

M.
7. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk
berhubungan asuhan keperawatan TTV mengetahui
dengan selama 1x 24 jam keadaan
iskemia diharapkan rasa nyeri 2. Berikan umum klien
jaringan pasien berkurang edukasi
dengan kriteria hasil : kenyamanan 2. Untuk
 Mampu lingkungan mengurangi
mengontrol tingkat
nyeri 3. Mengajar ketidaknyama
 Menyatakan klien tentang nan yang
bahwa nyeri teknik dirasakan
berkurang mengurangi pasien
dengan rasa nyeri
menggunakan 3. Diperoleh
manajemen 4. Berikan pengetahuan
nyeri analgetik tentang nyeri
 Klien tampak untuk
rileks mengurangi 4. Pemberian
 Mengatakan rasa nyeri analgetik
rasa nyaman dapat
setelah nyeri mengurangi
berkurang rasa nyeri
pada pasien
2. Ketidakefektif Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Kecepatan
an pola napas asuhan keperawatan frekuensi biasanya
berhubungan selama 1 x 24 jam kedalaman meningkat
dengan diharapka pola napas pernapasan
ekspansi paru pasien efektif dengan 2. Dapat
kriteia hasil: 2. Anjurkan meningkatkan
 Pergerakan pasien pola napas
dinding dada melakukan
simetris pernapsan 3. Memaksimalk
 Menunjukkan dalam an pernapasan
jalan napas dengan
yang paten 3. Kolaborasi meningkatkan
 Frekuensi pemberian masukan
napas normal ( tambahan oksigen.
16 - 20 x/menit oksigen
)
8. IMPLEMENTASI

No Tanggal Diagnosa Implementasi Paraf


.
1. Nyeri akut 1. Memanajemen
berhubungan tingkatan nyeri
dengan iskemia 2. Memberikan edukasi
jaringan kenyamanan
lingkungan
3. Memanajemen
kenyamanan
lingkungan
4. Mengatur posisi pasien
senyaman mungkin
5. Mengajarkan pasien
latihan pernapasan
2. Ketidakefektifan 1. Memonitor frekuensi,
pola napas irama, kedalaman, dan
berhubungan upaya napas
dengan ekspansi 2. Memonitor pola napas (
paru seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stroke, biot, ataksik)
3. Memonitor
kemampuan batuk
efektif
4. Memonitor adanya
produksi sputum
5. Memonitor adanya
sumbatan ekspansi paru
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Mengauskultasi bunyi
napas
8. Memonitor saturasi
oksigen
9. EVALUASI

No Tanggal Diagnosa Evaluasi


.
1. Nyeri akut S : Pasien mengatakan nyerinya sudah
berhubungan dengan sangat berkurang
iskemia jaringan O : pasien tampak rileks
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
2. Ketidakefektifan S : Pasien mengatakan bahwa sesak
pola napas sudah sangat berkurang
berhubungan dengan O : terpasang O2 nasal kanul 2
ekspansi paru liter/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi dimana terjadi imbalans dari
suplly dan demand oksigen otot jantung yang paling sering disebabkan
oleh plak aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan arteri-arteri
koroner.Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Keadaan ini bisa
merubah menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma koroner akut
(SKA) atau yang dikenal dengan serangan jantung mendadak: tertekan
benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, rasa seperti terbakar
pada dada, disertai sesak nafas, banyak berkeringat. Klasifikasi dari
penyakit jatung koroner yaitu sebagai berikut :Angina Pektoris
Stabil (APS) dan Acutte Coronary Syndrome (ACS). Gambaran klinik
adanya sindrom koroner akut dapat berupa :Angina pectoris, Infark
miokardium akut, dan Payah jantung. Pemeriksaan Diagnostik yakni
dengan Elektrokardiogram (EKG), Ekokardiogram, dan  CT scan jantung.
Penatalaksanaanya dengan terapi farmakologis dan non farmakologis.
B. Saran
Hasil dari makalah ini diharapkan bagi mahasiswa dan mahasiswi
keperawatan Poktekkes Pangkalpinang dapat meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yaitu dengan cara menjadikan makalah ini sebagai
acuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien acute lung
oedemae. Cacute coronary syndrom.
DAFTAR PUSTAKA

Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography. Baltimore,MD :


Lippincott Williams & Wilkins.

Boldt J. Hemodynamic monitoring in the intensive care unit.CriticalCare 2002, 6: 6:52-


59.

Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.Jakarta :
EGC.

Kabo, P dan Karim, S (2007).EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung


untuk Dokter Umum.Jakarta : FK UI.

MaqderS.Invasivehemodynamicmonitoring.CritCareClin2015 Jan;31(1):67-87
Netter,F.H.(2014).Atlasofhumananatomy.6thed:Elsevier. Silverthorn,D.U.
(2013).FisiologiManusia.Jakarta:EGC.

Ramsingh et al. Does it matter which hemodynamic monitoring system is used?.Critical


Care 2013,17:208

Scheer et al. Complications and risk factors of peripheral arterial catheters used for
haemodynamic monitoring in anaesthesia and intensive care medicine. Critical Care
2010,6:198-204
Vincent et al. Update on hemodynamic monitoring - a consensus of 16. Critical Care
2011,15:229
LINK YOUTUBE : https://youtu.be/TsaThXOmvv0

Anda mungkin juga menyukai