Oleh :
Pembimbing :
dr. Artana Made, Sp.P
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 63 tahun
Alamat : Mojopurno
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : Kamis,16 Juni 2022
Tanggal Periksa : Jumat, 17 Juni 2022
Tanggal KRS : Senin, 20 Juni 2022
B. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sesak Nafas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien berusia 63 tahun datang ke RSUD Dokter
Sayidiman Magetan pada 16 Juni 2022, dengan keluhan sesak nafas sejak
semalam SMRS, merasa ampeg, disertai nyeri dada kiri.
Pasien juga mengeluhkan batuk, namun tidak berdahak. Frekuensi
batuk jarang, pasien juga mengeluhkan pusing. Pasien merupakan
perokok aktif sebelum di rawat inap sehari bisa habis 3 bungkus rokok.
Menurut keluarga, keluhan pasien ini sudah pernah dibawa ke
RSUD Dokter Sayidiman Magetan sebelumnya dan mendapatkan obat,
namun keluarga pasien tidak mengetahui apa saja obat yang diberikan
kepada pasien.
Pasien dan keluarganya menyangkal adanya penurunan berat badan
pada pasien, demam,keringat malam, BAB dan BAK dalam batas normal.
2
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
KU : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
IMT : 23.43 (normal)
B. Tanda Vital
C. Status Generalis
1. Kepala : ukuran normocephal, bibir sianosis (-), Nafas cuping
hidung (-)
2. Mata: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil +/+
3. Leher : Leher simetris, pembesaran KGB (-/-), peningkatan
JVP (-)
4. Thoraks
a) Pulmo :
- Inspeksi : Bentuk dada normal (+), gerakan nafas (simetris),
pola nafas (regular), retraksi dada (-)
- Palpasi : ketinggalan gerak (-/-) normal, fremitus (+/+) normal
- Perkusi : (sonor/sonor)
- Auskultasi : ronki (+/-), wheezing (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak (+) normal
- Palpasi : ictus cordis teraba (+) normal, kuat angkat (+) normal
- Perkusi : Batas jantung kanan atas (Linea Parasternalis dextras
SIC II)
Batas jantung kanan bawah (Linea Parasternalis
dextras SIC IV)
Batas jantung kiri atas (Linea Parasternalis sinistra
SIC II)
Batas jantung kiri bawah (Linea Medio Clavicularis
Sinistra SIC IV)
- Auskultasi : Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), bising
jantung (-)
5. Abdomen
- Inspeksi :Permukaan abdomen rata dengan dada, Jejas (-),
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal,
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen (+), pekak beralih
(+)
- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-),hepatomegaly(-) dan
splenomegaly(-).
6. Ekstremitas
- Ekstremitas superior : akral hangat (+/+) normal, edema (-/-)
normal.
- Ekstremitas inferior : akral hangat (+/+) normal, edema (+/+)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
A. Pemeriksaan Laboratorium
16 Juni 2022
HEMATOLOGI
MCH 27.4 26 – 34
Basofil 0.2
Eosinofil 6.3
Limfosit 28 25 – 40
Monosit 11 2–8
NLCR 1.99
KIMIA KLINIK
GDS 98 <140
IMUNOLOGI
COR:
• Cor : Ukuran Normal
Pulmo D/S:
• Pulmo D/S : Tampak Infiltrat
di parakardial dekstra
• Hemidiafragma D/S : Dome
shaped
• Sinus costophrenicus D/S :
Tajam
Kesimpulan :
Pneumonia
7
E. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis
a. Usia 63 tahun
b. sesak nafas sejak semalam SMRS, ampeg disertai nyeri dada.
c. batuk tidak berdahak, hilang timbul.
d. Riwayat merokok: Perokok Aktif
2. Pemeriksaan Fisik Thorax
- Thorax (Paru)
Perkusi : Sonor.
Auskultasi :Pada Hemithorax D/S Ronki (+/- )
3. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Anemia, Peningkatan Monosit, Hiperkloremia.
- Foto Thorax PA
Pneumonia
F. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia dan CHF
G. PLANNING TERAPI
1. Inf. PZ 7 tpm
2. Inj. Pantoprazole 1x1
3. Inj.Lasix 2 Amp
4. Inj. Paracetamol 1 gram
H. PLANNING MONITORING
1. Klinis
2. Tanda Vital
3. SpO2
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,
period prevalence atau prevalensi periode seluruh pneumonia di Indonesia
secara nasional adalah 1,8% dimana prevalensi tahun 2013 adalah 4,5%.
Prevalensi periode paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dan
meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun dan kelompok umur yang
lebih tua.
3. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia itu sendiri yaitu bakteri virus dan jamur. Pada
bakteri terbagi menjadi tipikal organisme dan atipikal organisme. Pada tipikal
organisme sendiri juga terbagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif.
25
Chlamydia sp. ,
Legionella sp.
4. FAKTOR RISIKO
Berdasarkan PDPI (2014) terdapat faktor risiko terjadinya pneumonia,
dibagai menjadi dua berdasarkan daya tahan tubuh seseorng:
Kelompok imunokompeten (daya tahan tubuh menurun) :
- Usia
- Gaya hidup: alkoholimse, merokok
- Penyakit dasar: penyakit jantung kronik, penyakit ginjal kronik, penyakit
hati kronik, penyakit paru kronik, penyakit metabolik, penyakit susunan
saraf
- Riwayat penyakit pneumokokus invasif
- Riwayat penyakit pneumonia
- Lainnya: apirasi dan obat-obatan
Kelompok immunokompromais (daya tahan tubuh normal):
- Pasien dengan keadaan immunosupresi: penyakit autoimun yang
mendapatkan steroid atau terapi immunosupresif atau pengobatan
biologis
- Kanker dengan pengobatan imunosupresi
- Calon transplantasi organ (dengan atau tanpa pengobatan imunosupresi)
- Status imunokompromais: disfungsi limpa atau asplenia
- HIV
5. KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Community-Acquired Pneumonia (CAP)
CAP biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau
aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada
pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik
penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen
paru tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil
fremitus, napas bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat
terjadi akibat infeksi H. Influenza, emphyema terjadi akibat infeksi
Klebsiella, Streptococcus grup A, S. Pneumonia. Angka kesakitan dan
kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan
imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP apabila
ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate,
hipotensi, demam, multilobar involvement, anemia dan hipoksia
(Djojodibroto, 2014)
b. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP)
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS), pneumonia
nosokomial (lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau
Health care-associated pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia
yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa
pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya pneumonia nosokomial akibat
tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi bakteri
sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. (Djojodibroto,
2014).
ATS membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset
(biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset
(biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit).
Pada early onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik
dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada
multidrug-resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan
mortalitas (Djojodibroto, 2014).
c. Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.
Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau
melalui lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk
melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru (Djojodibroto, 2014).
d. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan
teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari
pneumonia.
e. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang
terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah
(Djojodibroto, 2014).
Berdasarkan letak predileksi
a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Ditandai dengan bercak-bercak
infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
denganobstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial, proses inplamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (PDPI,
2003).
Berdasarkan Kuman penyebab:
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus (virus Influenza, virus para Influenza, Respiratory
Synctitial Virus, virus corona: MERS CoV, SARS
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (PDPI,
2003).
6. PATOFISIOLOGI.
Patofisiologi pneumonia melibatkan peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
Proliferasi mikroba patogen pada alveolus dan respon imun tubuh terhadap
proliferasi tersebut menyebabkan peradangan. Mikroorganisme masuk ke
saluran napas bagian bawah melalui beberapa cara, yaitu secara aspirasi
dari orofaring, inhalasi droplet, penyebaran melalui pembuluh darah, serta
penyebaran dari pleura dan ruang mediastinum. Dalam keadaan normal,
tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada paru karena mekanisme
pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan saluran napas dan paru antara
lain, pertahanan mekanis oleh bulu hidung dan konka untuk menyaring
partikel besar agar tidak mencapai saluran napas bawah, refleks muntah
dan batuk untuk mencegah aspirasi, struktur trakeobronkial yang
bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme yang kemudian akan
dibersihkan oleh mukosiliar dan faktor antibakteri yang membunuh
patogen yang berhasil masuk, flora normal yang menghalangi
pertumbuhan bakteri yang virulensinya lebih kuat dan Mikroorganisme
yang berhasil lolos dan mencapai alveolus akan disingkirkan oleh
makrofag alveolar atau sel Langhans. Makrofag alveolar selanjutnya
memicu respon inflamasi untuk membantu proses pertahanan tubuh
(Mandel,2015)
Bila kapasitas makrofag alveolar tidak cukup untuk mengeliminasi
patogen, maka dapat terjadi kaskade yang menyebabkan gejala-gejala
klinis pneumonia. Proliferasi patogen memicu respon imun tubuh
Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF (tumor necrosis factor)
memicu terjadinya demam. Kemokin seperti IL-8 dan GSF (granulocyte
colony-stimulating factor) merangsang pelepasan neutrofil dan memanggil
leukosit lebih banyak menuju jaringan paru. Pada pneumonia bakterial,
infeksi umumnya berawal di trakea yang kemudian mencapai parenkim
paru. Selain itu, infeksi juga dapat berasal dari bakteremia yang kemudian
menjalar ke parenkim paru. Sedangkan pada pneumonia viral, awal infeksi
adalah infeksi di sepanjang jalan napas yang disertai lesi pada epitel
saluran napas. Akibat infeksi, baik bakteri maupun viral, terjadi obstruksi
akibat pembengkakan, sekresi, dan debris selular. Pada anak-anak
terutama bayi, anatomi saluran napas yang lebih kecil menyebabkan lebih
rentan mengalami infeksi yang berat. Obstruksi jalan napas dapat berujung
hipoksemia akibat atelektasis, edema interstisial, dan ketidak seimbangan
ventilasi-perfusi (Kelly & Sandora, 2016).
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas (Setiati et al.,2014).
Foto toraks saja bukan merupakan alat diagnosis yang tepat bagi etiologi
pneumonia dan hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis.Adanya
konsolidasi, kavitas, dan efusi pleura dapat mendukung pneumonia
bakterial sedangkan gambaran infiltrat yang tersebar sering berkaitan
dengan pneumonia atipik atau virus.
- Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit lebih dari 10.000/ul atau kurang dari 4.500/ul, Shift to the Left.
peningkatan laju endap darah. Diagnosis etiologi ditegakkan melalui
pemeriksaan sputum, kultur darah, dan serologi. Kultur darah
menunjukkan hasil positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia yang pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
8. DERAJAT KEPARAHAN
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih
kriteria dibawah ini:
Kriteria Minor:
• Frekuensi nafas >30/menit
• paO2/FiO2 kurang dari 250mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Tekanan sistolik <90mmHg
• Tekanan diastolik >60 mmHg
Kriteria Mayor
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah >50%
• Membutuhkan vasopressor >4jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2mg/dl atau peningkatan > 2mg/dl, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Selain itu menurut PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat
inap pada pneumonia komunitas yaitu
1. Skor PORT > 70
2. Apabila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini:
- Frekuensi nafas > 30/menit
- PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
- Pneumonis pada penggunaan NAPZA
-
11. KOMPLIKASI
12. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita
pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut
Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian
pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I0,1%
dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV
8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya
risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko
kelas.
BAB IV
KESIMPULAN
ini memiliki keluhan sesak nafas, batuk, serta ada riwayat demam sebelum dirawat
dirumah sakit, meskipun pada hasil pemeriksaan penunjang pasien tidak didapatkan
26
Zainul Islam, Syarah Martiani Qodariyah dan Eka Nursehah, 2017. Penggunaan
Antibiotik Pada Terapi Community Acquired Pneumonia di RSUD Pasar
Rebo dan RSUD Tarakan di Jakarta Tahun 2014. Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi, 19(1), pp. 1-8.