Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

LAKI-LAKI 63 TAHUN DENGAN PNEUMONIA

Oleh :

Aninta Rahmandari Balich, S.Ked J510215320

Pembimbing :
dr. Artana Made, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS


CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Laki-Laki 63 Tahun dengan Pneumonia

Penyusun : Aninta Rahmandari Balich, S.Ked (J510215320)

Pembimbing : dr. Artana Made, Sp.P

Magetan, 23 Juni 2022

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Artana Made, Sp.P

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc, Sp.Pd

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN ......................................................................................... 2
A. IDENTITAS PASIEN ................................................................................... 2
B. ANAMNESIS ................................................................................................ 2
C. PEMERIKSAAN FISIK ................................................................................ 3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................. 4
E. DAFTAR MASALAH .................................................................................. 7
F. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA ............................................................ 7
G. PLANNING TERAPI .................................................................................... 7
I. PROGNOSIS ................................................................................................. 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 25
A. PNEUMONIA............................................................................................... 25
1. DEFINISI..................................................................................................... 25
2. EPIDEMIOLOGI ......................................................................................... 25
3. ETIOLOGI ................................................................................................... 25
4. FAKTOR RISIKO ....................................................................................... 26
5. KLASIFIKASI............................................................................................. 27
6. PATOFISIOLOGI. ...................................................................................... 29
7. DIAGNOSIS ................................................................................................ 31
8. DERAJAT KEPARAHAN .......................................................................... 32
9. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 22
10. TATALAKSANA ........................................................................................ 22
11. KOMPLIKASI............................................................................................. 23
12 PROGNOSIS ............................................................................................... 24
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi akut pada saluran


pernafasan bawah yang mengenai jaringan (paru-paru) tepatnya di alveoli dengan
tanda dan gejala seperti batuk dan sesak nafas. (Abdjul & Herlina, 2020). Prevalensi
pneumonia pada usia lanjut mencapai 15,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Tanda dan gejala yang umum terjadi pada pasien pneumonia komunitas dewasa
berupa sesak nafas (60,93%), batuk (54,88%), demam (48,37%) (Ranny, 2016).
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di
parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Prevalensi kejadian pneumonia
di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,5%. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahum
dan meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun dan kelompok umur yang lebih tua
(RISKESDAS, 2013).
Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP)
merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat, di mana infeksinya terjadi di luar
rumah sakit.. CAP merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang
tinggi di negara berkembang. CAP mengakibatkan tingginya angka rawat inap
terutama pada orang tua dan anak-anak.
Kebutuhan untuk rawat inap harus benar-benar dipertimbangkan karena
kebanyakan kasus penumonia dapat diobati dengan berobat jalan. Selain
pertimbangan rawat inap atau rawat jalan, pertimbangan yang juga penting adalah
pemilihan antimikroba. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda saluran
pernafasan dan infeksi, serta dengan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis. Tatalaksana diberikan sesuai organisme kausal, idealnya diberikan sesuai
dengan hasil kultur namun dapat pula diberikan antibiotik spektrum luas.

1
BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 63 tahun
Alamat : Mojopurno
Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : Kamis,16 Juni 2022
Tanggal Periksa : Jumat, 17 Juni 2022
Tanggal KRS : Senin, 20 Juni 2022
B. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Sesak Nafas.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien berusia 63 tahun datang ke RSUD Dokter
Sayidiman Magetan pada 16 Juni 2022, dengan keluhan sesak nafas sejak
semalam SMRS, merasa ampeg, disertai nyeri dada kiri.
Pasien juga mengeluhkan batuk, namun tidak berdahak. Frekuensi
batuk jarang, pasien juga mengeluhkan pusing. Pasien merupakan
perokok aktif sebelum di rawat inap sehari bisa habis 3 bungkus rokok.
Menurut keluarga, keluhan pasien ini sudah pernah dibawa ke
RSUD Dokter Sayidiman Magetan sebelumnya dan mendapatkan obat,
namun keluarga pasien tidak mengetahui apa saja obat yang diberikan
kepada pasien.
Pasien dan keluarganya menyangkal adanya penurunan berat badan
pada pasien, demam,keringat malam, BAB dan BAK dalam batas normal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan serupa : diakui
- Riwayat HT : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : diakui

2
3

- Riwayat Alergi : disangkal


- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Minum OAT : disangkal
- Riwayat Penyakit Liver : disangkal
- Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
- Riwayat Diabetes mellitus : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
E. Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
- Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
- Riwayat merokok : diakui ( Merupak perokok aktif
dan berhenti saat dirawat saja, merokok rata-rata 3 bungkus perhari )
- Pasien adalah seorang supir.
F. Riwayat Vaksin
Diakui (Pasien sudah vaksin covid-19 dosis ke-2)

C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
KU : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
IMT : 23.43 (normal)
B. Tanda Vital

IGD Hari 1 Hari 2 Hari 3


(16/6/2022) (17/6/2022) (18/6/2022) (19/6/2022)
TD 151/90 117/69 112/70 124/92
Nadi 80 50 98 52
RR 21 36 20 20
S 36,8 36 36,6 36
SpO2 95% (AR) 100% (AR) 98% (AR) 98% (AR)
4

C. Status Generalis
1. Kepala : ukuran normocephal, bibir sianosis (-), Nafas cuping
hidung (-)
2. Mata: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil +/+
3. Leher : Leher simetris, pembesaran KGB (-/-), peningkatan
JVP (-)
4. Thoraks
a) Pulmo :
- Inspeksi : Bentuk dada normal (+), gerakan nafas (simetris),
pola nafas (regular), retraksi dada (-)
- Palpasi : ketinggalan gerak (-/-) normal, fremitus (+/+) normal
- Perkusi : (sonor/sonor)
- Auskultasi : ronki (+/-), wheezing (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak (+) normal
- Palpasi : ictus cordis teraba (+) normal, kuat angkat (+) normal
- Perkusi : Batas jantung kanan atas (Linea Parasternalis dextras
SIC II)
Batas jantung kanan bawah (Linea Parasternalis
dextras SIC IV)
Batas jantung kiri atas (Linea Parasternalis sinistra
SIC II)
Batas jantung kiri bawah (Linea Medio Clavicularis
Sinistra SIC IV)
- Auskultasi : Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), bising
jantung (-)

5. Abdomen
- Inspeksi :Permukaan abdomen rata dengan dada, Jejas (-),
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal,
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen (+), pekak beralih
(+)
- Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-),hepatomegaly(-) dan
splenomegaly(-).
6. Ekstremitas
- Ekstremitas superior : akral hangat (+/+) normal, edema (-/-)
normal.
- Ekstremitas inferior : akral hangat (+/+) normal, edema (+/+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5

A. Pemeriksaan Laboratorium

16 Juni 2022

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11.8 13,2-17,3

Hematokrit 36.0 40-52

Leukosit 5.9 3.8- 10.6

Trombosit 278 150 – 440

MCV 83.5 80 -100

MCH 27.4 26 – 34

Eritrosit 4.31 4.4 - 5.9

Basofil 0.2

Eosinofil 6.3

Neutrofil Segmen 55.0

Limfosit 28 25 – 40

Monosit 11 2–8

MPV 10.2 9.7 - 11.1

RDW-CD 43.3 35.0 - 47.0

RDW-CV 14.1 11.5 – 14.5

PDW 10.8 9.0 – 13.0

P-LCR 25.9 15.0 – 25.0

PCT 0.28 0.15 - 0.50

HFLC 0.2 0.0 – 1.4

NLCR 1.99

Basofil Absolut 0.01


6

Eosinofil Absolut 0.37

Neutrofil Absolut 3.22

Limfosit Absolut 1.60

Monosit Absolut 0.63 0.16 - 1

KIMIA KLINIK

GDS 98 <140

Natrium (Na) 144 136 - 146

Kalium (K) 4.64 3.5 – 5.0

Clorida (Cl) 109 mmol/L 98 - 106

Kalsium Ion 1.210 1.16 – 1.32

IMUNOLOGI

Antigen Sars Cov-2 Negatif Negatif

B. Pemeriksaan Foto Thorax PA

COR:
• Cor : Ukuran Normal
Pulmo D/S:
• Pulmo D/S : Tampak Infiltrat
di parakardial dekstra
• Hemidiafragma D/S : Dome
shaped
• Sinus costophrenicus D/S :
Tajam
Kesimpulan :
 Pneumonia
7

E. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis
a. Usia 63 tahun
b. sesak nafas sejak semalam SMRS, ampeg disertai nyeri dada.
c. batuk tidak berdahak, hilang timbul.
d. Riwayat merokok: Perokok Aktif
2. Pemeriksaan Fisik Thorax
- Thorax (Paru)
Perkusi : Sonor.
Auskultasi :Pada Hemithorax D/S Ronki (+/- )
3. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Anemia, Peningkatan Monosit, Hiperkloremia.
- Foto Thorax PA
Pneumonia
F. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia dan CHF
G. PLANNING TERAPI
1. Inf. PZ 7 tpm
2. Inj. Pantoprazole 1x1
3. Inj.Lasix 2 Amp
4. Inj. Paracetamol 1 gram
H. PLANNING MONITORING
1. Klinis
2. Tanda Vital
3. SpO2
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA
1. DEFINISI

Pneumonia dapat didefinisikan sebagai peradangan akut pada


parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, virus,
jamur dan parasit (Islam et al., 2017).

2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,
period prevalence atau prevalensi periode seluruh pneumonia di Indonesia
secara nasional adalah 1,8% dimana prevalensi tahun 2013 adalah 4,5%.
Prevalensi periode paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dan
meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun dan kelompok umur yang
lebih tua.
3. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia itu sendiri yaitu bakteri virus dan jamur. Pada
bakteri terbagi menjadi tipikal organisme dan atipikal organisme. Pada tipikal
organisme sendiri juga terbagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif.

Yang termasuk dalam bakteri gram positif yaitu:


 Streptococcus pneumoniae (merupakan penyebab tersering)
 Staphylococcus aureus
 Enterococcus

Yang termasuk dalam bakteri gram negaitf yaitu:


 Pseudomonas aureginosa
 Klebsiella pneumoniae
 Haemophilus Influenza

Yang termasuk dalam atipikal organisme yaitu:


 Mycoplasma sp. ,

25
 Chlamydia sp. ,
 Legionella sp.

Penyebab pneumonia karena virus yaitu:


 Cytomegali virus
 Herpes Simplex Virus
 varicella zoster virus

Penyebab pneumonia karena jamur yaitu:


 Candida sp. ,
 Aspergillus sp. ,
 Crytococcus neoformans.

Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan


dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negatif. Kemudian untuk
pneumonia lobraris merupakan perdangan jaringan paru akut yang berat yang
di sebabkan oleh Pneumococcus dimana hal ini menunjukkan hanya satu
lobus paru yang terkena. Sedangkan penyebab bakteri lain misal pada kasus
bronkopneumonia penyebab tersering yaitu Haemophylus influenza dan
Pneumococcus (Warganegara, 2017).

4. FAKTOR RISIKO
Berdasarkan PDPI (2014) terdapat faktor risiko terjadinya pneumonia,
dibagai menjadi dua berdasarkan daya tahan tubuh seseorng:
Kelompok imunokompeten (daya tahan tubuh menurun) :
- Usia
- Gaya hidup: alkoholimse, merokok
- Penyakit dasar: penyakit jantung kronik, penyakit ginjal kronik, penyakit
hati kronik, penyakit paru kronik, penyakit metabolik, penyakit susunan
saraf
- Riwayat penyakit pneumokokus invasif
- Riwayat penyakit pneumonia
- Lainnya: apirasi dan obat-obatan
Kelompok immunokompromais (daya tahan tubuh normal):
- Pasien dengan keadaan immunosupresi: penyakit autoimun yang
mendapatkan steroid atau terapi immunosupresif atau pengobatan
biologis
- Kanker dengan pengobatan imunosupresi
- Calon transplantasi organ (dengan atau tanpa pengobatan imunosupresi)
- Status imunokompromais: disfungsi limpa atau asplenia
- HIV

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Community-Acquired Pneumonia (CAP)
CAP biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau
aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada
pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik
penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen
paru tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil
fremitus, napas bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat
terjadi akibat infeksi H. Influenza, emphyema terjadi akibat infeksi
Klebsiella, Streptococcus grup A, S. Pneumonia. Angka kesakitan dan
kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan
imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP apabila
ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate,
hipotensi, demam, multilobar involvement, anemia dan hipoksia
(Djojodibroto, 2014)
b. Hospital-Acquired Pneumonia (HAP)
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS), pneumonia
nosokomial (lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau
Health care-associated pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia
yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa
pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya pneumonia nosokomial akibat
tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi bakteri
sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. (Djojodibroto,
2014).
ATS membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset
(biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset
(biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit).
Pada early onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik
dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada
multidrug-resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan
mortalitas (Djojodibroto, 2014).
c. Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.
Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau
melalui lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk
melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru (Djojodibroto, 2014).
d. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan
teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari
pneumonia.
e. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang
terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah
(Djojodibroto, 2014).
Berdasarkan letak predileksi
a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Ditandai dengan bercak-bercak
infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
denganobstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial, proses inplamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (PDPI,
2003).
Berdasarkan Kuman penyebab:
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus (virus Influenza, virus para Influenza, Respiratory
Synctitial Virus, virus corona: MERS CoV, SARS
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (PDPI,
2003).
6. PATOFISIOLOGI.
Patofisiologi pneumonia melibatkan peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
Proliferasi mikroba patogen pada alveolus dan respon imun tubuh terhadap
proliferasi tersebut menyebabkan peradangan. Mikroorganisme masuk ke
saluran napas bagian bawah melalui beberapa cara, yaitu secara aspirasi
dari orofaring, inhalasi droplet, penyebaran melalui pembuluh darah, serta
penyebaran dari pleura dan ruang mediastinum. Dalam keadaan normal,
tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada paru karena mekanisme
pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan saluran napas dan paru antara
lain, pertahanan mekanis oleh bulu hidung dan konka untuk menyaring
partikel besar agar tidak mencapai saluran napas bawah, refleks muntah
dan batuk untuk mencegah aspirasi, struktur trakeobronkial yang
bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme yang kemudian akan
dibersihkan oleh mukosiliar dan faktor antibakteri yang membunuh
patogen yang berhasil masuk, flora normal yang menghalangi
pertumbuhan bakteri yang virulensinya lebih kuat dan Mikroorganisme
yang berhasil lolos dan mencapai alveolus akan disingkirkan oleh
makrofag alveolar atau sel Langhans. Makrofag alveolar selanjutnya
memicu respon inflamasi untuk membantu proses pertahanan tubuh
(Mandel,2015)
Bila kapasitas makrofag alveolar tidak cukup untuk mengeliminasi
patogen, maka dapat terjadi kaskade yang menyebabkan gejala-gejala
klinis pneumonia. Proliferasi patogen memicu respon imun tubuh
Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF (tumor necrosis factor)
memicu terjadinya demam. Kemokin seperti IL-8 dan GSF (granulocyte
colony-stimulating factor) merangsang pelepasan neutrofil dan memanggil
leukosit lebih banyak menuju jaringan paru. Pada pneumonia bakterial,
infeksi umumnya berawal di trakea yang kemudian mencapai parenkim
paru. Selain itu, infeksi juga dapat berasal dari bakteremia yang kemudian
menjalar ke parenkim paru. Sedangkan pada pneumonia viral, awal infeksi
adalah infeksi di sepanjang jalan napas yang disertai lesi pada epitel
saluran napas. Akibat infeksi, baik bakteri maupun viral, terjadi obstruksi
akibat pembengkakan, sekresi, dan debris selular. Pada anak-anak
terutama bayi, anatomi saluran napas yang lebih kecil menyebabkan lebih
rentan mengalami infeksi yang berat. Obstruksi jalan napas dapat berujung
hipoksemia akibat atelektasis, edema interstisial, dan ketidak seimbangan
ventilasi-perfusi (Kelly & Sandora, 2016).

Gambar 1. Patogenesis Pneumonia


7. DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang beupa Foto Ronten Thorax. Berikut merupakan
dasar mendiagnosis pasien dengan pneumonia (PDPI, 2014):
a. Anamnesis
- Demam, kedinginan, nyeri dada pleuritik, sesak & batuk.
- Batuk berupa batuk kering atau produktif dg sputum mukoid atau purulen
& kadang bercampur darah.
- Gejala non respiratorik seperti pusing, mual, muntah, nyeri perut, diare,
nyeri otot & nyeri sendi juga sering dirasakan.
- Keluhan penderita pneumonia usia tua lebih sedikit dibandingkan
penderita lebih muda.
- Keluhan jg berbeda antara pneumonia tipik (disebabkan oleh organisme
piogenik seperti pneumococcus, staphylococcus, atau Haemophylus
influenzae ) dg pneumonia atipik (disebabkan Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae & Legionella spp)
b. Pemeriksaan Fisik
- Demam ≤38,5oC tetapi sekitar 20% penderita menunjukkan afebril.
- Takikardi dan takipnea
- Inspeksi  paru yang sakit tertinggal saat bernapas
- Palpasi  fremitus teraba mengeras dan perkusi terdengar redup
- Perkusi  Tanda konsolidasi ditunjukkan oleh 20% penderita berupa
keredupan pada perkusi
- Auskultasi terdengar suara napas bronkovesikular sampai bronkial,
dapat disertai ronki basah halus yang kemudian menjadi ronki basah kasar
pada stadium resolusi. Pleural friction rub didapatkan pada 10% penderita.

c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas (Setiati et al.,2014).
Foto toraks saja bukan merupakan alat diagnosis yang tepat bagi etiologi
pneumonia dan hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis.Adanya
konsolidasi, kavitas, dan efusi pleura dapat mendukung pneumonia
bakterial sedangkan gambaran infiltrat yang tersebar sering berkaitan
dengan pneumonia atipik atau virus.

Gambar 2. Foto Rontgen Thorax PA Pneumoni

- Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit lebih dari 10.000/ul atau kurang dari 4.500/ul, Shift to the Left.
peningkatan laju endap darah. Diagnosis etiologi ditegakkan melalui
pemeriksaan sputum, kultur darah, dan serologi. Kultur darah
menunjukkan hasil positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia yang pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

8. DERAJAT KEPARAHAN
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih
kriteria dibawah ini:
Kriteria Minor:
• Frekuensi nafas >30/menit
• paO2/FiO2 kurang dari 250mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Tekanan sistolik <90mmHg
• Tekanan diastolik >60 mmHg
Kriteria Mayor
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah >50%
• Membutuhkan vasopressor >4jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2mg/dl atau peningkatan > 2mg/dl, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Selain itu menurut PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat
inap pada pneumonia komunitas yaitu
1. Skor PORT > 70
2. Apabila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini:
- Frekuensi nafas > 30/menit
- PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90 mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg
- Pneumonis pada penggunaan NAPZA
-

Gambar 3. CURB Score


9. DIAGNOSIS BANDING
a. Tuberculosis paru (TB)
b. Atelektasis
c. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
d. Bronkhitis
e. Asma Bronkhiale (Setiati et al.,2014)
10. TATALAKSANA
a. Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi:
- Pasien rawat jalan
- Pengobatan suportif/simptomatik
 Istirahat di tempat tidur
 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
 Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
 Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
- Pasien rawat inap di ruang rawat biasa
1) Pengobatan suportif/simptomatik
 Terapi oksigen
 Pemesangan infus untuk dehidrasi dan koreksi kalori elektrolit
 Pemberian simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
2) Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
- Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
1) Pengobatan suportif/simptomatik
 Terapi oksigen
 Pemesangan infus untuk dehidrasi dan koreksi kalori elektrolit
 Pemberian simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
2) Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
3) Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis
Gambar 4. Penatalaksanaan Pneumonia

11. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi


pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika
bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan
menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai
terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis, peritonitis, dan empiema.

Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga


pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia
umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang
disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan
sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah
disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage
menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.

12. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita
pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan ,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut
Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian
pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I0,1%
dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV
8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya
risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko
kelas.
BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus diatas diagnosis pasien yaitu Pneumonia. Diagnosis ditegakkan

dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis diketahui pasien

ini memiliki keluhan sesak nafas, batuk, serta ada riwayat demam sebelum dirawat

dirumah sakit, meskipun pada hasil pemeriksaan penunjang pasien tidak didapatkan

adanya gambaran radiologi yang mengarah pada pneumonia.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
Djojodibroto, R.D. 2014. Respirologi (Respiratory Medicine). Edisi 2. Jakarta: EGC
Elza Febria Sari, C. Martin Rumende dan Kuntjoro Harimurti, 2016. Faktor–Faktor
yang Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia , 3(4), pp. 183-192.
Kelly MS, Sandora TJ. Community-Acquired Pneumonia. In: Kliegman RM, editor.
Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. Philadelphia; 2016. p. 2088–93.
Luttfiya MN, Henley E, Chang L., 2010. Diagnosis and Treatment of Community
Acquired Pneumonia. American Family Physician. 73(3): 442-50
Mandel LA, Wunderink RG. Pneumonia. In: Kasper DL, Hauser SL, Jamesson JL,
Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Pronciples of Internal
Medicine. 19th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2015. p. 803–13.
Mulyana, R., 2019. Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8(1), pp. 172-177.
PDPI. 2014. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014. Pneumonia Komuniti-Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia
Rizka Lahmudin Abdjul dan Santi Herlina, 2020. Asuhan Keperawatan pada Pasien
Dewasa dengan Pneumonia : Study Kasus. Indonesian Jurnal of Health
Development, 2(2), pp. 102-107.
Kasus. Indonesian Jurnal of Health Development, 2(2), pp. 102-107.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A., Simadribata K, M., Setiyahadi, B., & Syam, A. F.
(2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
Warganegara, E., 2017. Pneumonia Nosokomial. Jurnal Keokteran Unila, 1(3), pp.
612-618.
Wilson LM. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price S.A. dan Wilson L.M. 2012.
Patofisiologi: Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

26
Zainul Islam, Syarah Martiani Qodariyah dan Eka Nursehah, 2017. Penggunaan
Antibiotik Pada Terapi Community Acquired Pneumonia di RSUD Pasar
Rebo dan RSUD Tarakan di Jakarta Tahun 2014. Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi, 19(1), pp. 1-8.

Anda mungkin juga menyukai