LAKI-LAKI 57 TAHUN DENGAN NSTEMI, ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) DD ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD)
Disusun Oleh:
Residen Pembimbing
SURAKARTA
2020
0
HALAMAN PENGESAHAN
LAKI-LAKI 57 TAHUN DENGAN NSTEMI, ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) DD ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE
(CKD)
Oleh:
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Tn. SJ
Usia : 57 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
B. Data Dasar
Autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 2 September 2020
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RS UNS dengan keluhan Nyeri dada sejak 5 hari yang lalu. Keluhan nyeri dada seperti
ditusuk-tusuk yang terasa menembus dada. Keluhan disertai sesak. Pasien mengeluhkan sesak saat tidak melakukan
aktifitas. Saat ini, pasien tidur dengan 2 bantal. Dypsneu on effort (DOE) +, Paroxmal noctural dyspneu (PND) +,
ortopneu (OP) +. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas. Nyeri perut dirasakan hilang timbul.
Sebelumnya, pasien sudah sering mengeluhkan nyeri dada sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai sesak.
Sesak timbul saat beraktifitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien kemudian memeriksakan dirinya ke dokter. Namun,
pasien tidak rutin kontrol dan minum obat. Riwayat DM dan HT tidak diketahui. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
2
Riwayat asma : disangkal
3
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : disangkal
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
4
Riwayat kebiasaan
Riwayat Gizi
Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari dengan porsi 1 piring nasi dengan lauk dan sayur-sayuran. Pasien
minum air putih setelah makan. Saat sakit ini pola makan pasien tidak berubah, makan 1 porsi berisi lauk pauk, 3x sehari.
Pasien adalah seorang pedagang yang tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Pasien berobat
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 2 September 2020 dengan hasil sebagai berikut:
1. Keadaan Umum
2. Tanda Vital
0
d. Suhu : 36.6 C per axilla
e. VAS : 4 (dada)
3. Status Gizi
a. Berat Badan : 58 kg
2
c. IMT : 22.6 kg/m
d. Kesan : Normoweight
4. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, ikterik (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi bekas garukan gatal (-), kering (-),
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut mudah rontok (-),luka (-), atrofi m. Temporalis (-)
5
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-),katarak (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), chvostek sign (-)
9. Mulut : Bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
10. Leher : JVP 5+ 2cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan abdominotho-
12 Jantung :
c. Perkusi :
Batas Jantung
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler,gallop (-), murmur (-).
6
13. Pulmo :
III.
Inspeksi
PE-
1. Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
1. Kanan : Sonor
2. Kiri : Sonor
Auskultasi
1 Kanan : Suara dasar : vesikuler, wheezing (-), ronkhi basah halus (+), ronkhi basah kasar (-)
2 Kiri : Suara dasar : vesikuler, wheezing (-), ronkhi basah halus (+), ronkhi basah kasar (-)
14. Abdomen :
A Inspeksi : Dinding perutsama tinggi dengan dinding thorax, venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), ca-
d. Palpasi : Supel, hepar dan lien sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)
- - - -
- - - -
Superior Ka/Ki Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-/-), ikterik (-/-), palmar eritem (-/-),
luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan
Inferior Ka/Ki Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-),kuku pucat
(-/-), spoon nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri (-/-), deformitas (-/-)
MERIKSAAN PENUNJANG
7
A. Hasil Laboratorium Darah (31 Agustus 2020)
HEMATOLOGI
Foto
Hemoglobin 15,9 g/dL 13.5-17.5
KIMIA KLINIK
Elektrolit
HEPATITIS
8
Interpretasi:
Infiltrat (-)
9
Interpretasi: Sinus ritmis, takikardia 112x/menit, normoaxis, zt t4=t5
1. Nyeri dada
2. Sesak
3. Nyeri perut
4. Pemeriksaan Fisik :
10
b. Pulmo: RBH (+/+)
5. Pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium darah : Peningkatan leukosit, hematokrit, ureum, creatinin, SGOT, SGPT, bilirubin dan HST troponin serta
penurunan kalsium
V. DIAGNOSIS KLINIS
1. NSTEMI
Leukositosis, Peningkatan enzim transaminase dan hs-troponin, Azotemia, hiperbilirubin hepatal atau posthepatal dan hipokalsemia
1. Echocardiografi
2. USG abdomen
4. Pemeriksaan ur cr ulang
VIII. TATALAKSANA
Terapi
4. Sp heparin 1,36mg/jam
5. Sp furosemide 10mg/jam
6. Clopidrogel 4 tablet
7. Inj omeprazole 1A
Monitoring
1. KUVS
11
2. VAS
3. BC
12
BAB II
ANALISIS KASUS
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien sakit sedang dan kesadaran compos mentis (E4V5M6). Tekanan darah
pasien 153/108 mmHg, frekuensi nadi 65x/menit reguler dan napas 20x/menit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis. Pada
pemeriksaan perkusi didapatkan batas jantung dalam batas normal. Dari auskultasi jantung didapatkan bunyi jantung I dan II dengan intensitas
normal, reguler, tidak didapatkan adanya bising. Dari auskultasi pulmo didapatkan adanya suara ronkhi basah halus. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan hasil supel, nyeri tekan (+) dan tidak terdapat pembesaran hepar maupun lien. Pada ekstremitas inferior tidak didapatkan
adanya oedem, sianosis, clubbing finger serta akral dingin pada kedua ekstremitas. Pemeriksaan fisik secara umum pada SKA dapat bervariasi
namun sering tidak dijumpai kelainan kecuali terdapat komorbid. Hal tersebut tidak menjadi dasar penegakan diagnosis pada SKA.
Hasil pemeriksaan laboratorium kesan peningkatan hematokrit, ureum serum, peningkatan enzim transaminase, SGOT, SGPT,
bilirubin dan HST troponin meningkat 100x lipat merupakan temuan penting dalam penegakan diagnosis SKA. Pada pemeriksaan EKG
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindroma koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah
yang mengakibatkan agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga membentuk trombus dan menyumbat lubang pembuluh
darah koroner jantung baik total maupun sebagian. Hal tersebut akan mengurangi aliran pembuluh darah sehingga menyebabkan
iskemia miokardium hingga nekrosis/infark miokardum, Sindrom koroner akut dibagi menjadi STEMI, Non-STEMI, dan Angina
Ketiga kondisi ini sangat berkaitan erat, berbeda hanya dalam derajat beratnya iskemi dan luasnya miokard yang
mengalami nekrosis. Umumnya disebabkan oleh aterosklerosis koroner. Plak aterosklerosis ruptur ® terbentuk trombus diatas
ateroma yang secara akut menyumbat lumen koroner . Apabila sumbatan terjadi secara total ® hampir seluruh dinding ventrikel akan
nekrosis.
2. Diagnosis
a) Anamnesis
Keluhan utama pasien dengan iskemia miokardium dapat berupa nyeri dada yang tipikal atau atipikal.
Keluhan tipikal berupa rasa berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu,
atau epigastrium. Keluhan pada STEMI dapat berlangsung persiten yaitu lebih dari 20 menit. Keluhan sering disertai
dengan keringat dingin, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop. Keluhan atipikal dapat berupa nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas atau rasa lemah mendadak yang tidak dapat
diterangkan. Keluhan atipikal sering dijumpai pada pasien usia muda 25-40 tahun atau usia lanjut lebih dari 75 tahun,
wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Keluhan harus dicurigai jika berhubungan dengan
aktifitas. Keluhan sering terjadi dimana terdapat salah satu atau lebih faktor risiko yaitu kencing manis, kolesterol, darah
b) Pemeriksaan fisik
14
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit
penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Secara umum dalam batas normal kecuali disertai komplikasi dan atau
komorbiditi.
c) Pemeriksaan penunjang
1) EKG
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris
akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi
dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-
MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark
Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris
tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).
15
3. Faktor Resiko
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik
sebagai berikut : 1. Pria 2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer /
karotis) 3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam
keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol
Education Program)
4. Terapi
16
Pengobatan pasca perawatan
o Aspirin
o Beta-blocker
o ACE inhibitor
o Berhenti merokok
o Pertahankan BB optimal
o Diet
o Rendah lemak jenuh dengan kolesterol, bila perlu dengan target LDL < 100 mg/dL
o Pengendalian hipertensi
17
o Pengendalian ketat gula darah pada penderita DM
5. Prognosis
Indikator Medis 80% Pasien dengan elevasi segmen ST kurang dari 12 jam dilakukan reperfusi primer (PCI/ Fibrinolitik)
1. Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga 6 minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di
Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat
membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan
2. Diagnosis
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa jam sampai
hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine
output yang menurun, meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat mewakili
tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.
Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi :
• Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3 mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu 48 jam atau
• Serum kreatinin meningkat ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu satu minggu
atau
18
3. Klasifikasi
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan
peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal 7 dan 2
19
4. Diagnosis
20
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus
ditentukan apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Ada tiga
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama,
maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi
ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun
dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi
hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul
keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler),
penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan
terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis (Osterman M, 2007; sinto, 2010).
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer
2. Glomerulus ginjal
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan
nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi 13 kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA
• peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi
21
• terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular ginjal, yang mengakibatkan
peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-sintase.
• peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang selanjutnya akan
meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel
radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas
secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan nefrotoksik baik endogenous dan
eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan
nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh
obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein
( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis
papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/
keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter
bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi (Osterman M, 2007).
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan
pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam
mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal
ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20%
dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan
22
DAFTAR PUSTAKA
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). 2012. KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney
Osterman M, Chang R. 2007. Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit according to RIFLE. Critical Care Medicine; 35:1837-
1843.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi ke 3. Jakarta: Centra Communications
Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
23
LAMPIRAN
FOLLOW UP PASIEN
Objektif :
1. Keadaan Umum
2. Tanda vital
o
Suhu : 36,6 C
Saturasi : 99%
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mesocephal
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-), air mata (+/+)
Abdomen : dinding dada = dinding perut, bising usus (+) normal 15x/menit, timpani, supel, nyeri tekan (+),
massa (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor abdomen kembali cepat
- - + +
- - + +
24
Assessment
1. NSTEMI
Terapi
4. Sp heparin 1,36mg/jam
5. Sp furosemide 10mg/jam
Plan
Monitoring
1. KUVS
2. VAS
3. BC
Objektif :
1. Keadaan Umum
2. Tanda vital
o
Suhu : 36,6 C
Saturasi : 98%
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mesocephal
25
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), mata cekung (-/-), air mata (+/+)
Abdomen : dinding dada = dinding perut, bising usus (+) normal 15x/menit, timpani, supel, nyeri tekan (+),
massa (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor abdomen kembali cepat
- - + +
- - + +
Assessment
1. NSTEMI
Terapi
7. Ramipril 1x10mg
8. Aspilet 11x80mg
9. Clopidrogel 1x7,5mg
26