Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 11 BULAN DENGAN DIARE


AKUT DAN VOMITUS DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG,
MARASMUS DD KWASHIOKOR, GIZI KURANG

Oleh:
Radhitya Sasongkojati G991902045

Residen Pembimbing:

dr. Yan Ajie Nugroho dr. Harsono, Sp.PK

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


STASE TERINTEGRASI – LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul

S SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 11 BULAN DENGAN DIARE


AKUT DAN VOMITUS DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG,
MARASMUS DD KWASHIOKOR, GIZI KURANG

Oleh:
Radhitya Sasongkojati G991902045

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal

Dr. Harsono, Sp.PK

ii
BAB I

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : An. C
Umur : 11 bulan
Tanggal lahir : 18 Agustus 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Wonogiri
No RM : 0147XXX
Suku : Jawa
BB : 3,5 kg
TB : 54 cm
Tanggal Masuk : 7 September 2020
Tanggal Periksa : 9 September 2020

B. Data dasar
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan tanggal 9
September 2020 di Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C. Keluhan utama:
Diare

D. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang dengan ibu pasien mengeluh anaknya diare sejak 8
hari SMRS. Keluhan BAB cair pasien dirasakan lebih dari 5 kali
dalam sehari. Diare dirasakan mucul mendadak. BAB cair berwarna
kuning kehijauan, sebanyak kurang lebih ¼ gelas akua. Diare
berlendir (+), darah (-) BAB hitam (-).

3
Ibu pasien juga mengeluhkan pasien muntah setiap kali
menyusu. Muntah juga muncul sejak 8 hari SMRS, sebanyak lebih
dari 3x/hari. Muntah berwarna putih dan berisikan makanan yang
sudah dimakan, dengan jumlah muntah sekitar ½ gelas akua. Muntah
darah atau berwarna hitam (-). Karena muntah, pasien menjadi sulit
makan dan minum. Saat ini keluhan muntah masih dirasakan tiap
minum susu.
Ibu pasien juga mengeluhkan pasien mengalami demam.
Menurut ibu pasien, demam sumer sumer sejak 8 hari SMRS, dan naik
turun. Ibu pasien sudah memberikan obat penurun panas, namun suhu
tidak turun.
Semenjak sakit, aktifitas pasien mengalami penurunan, lemas,
pasien menjadi gelisah. Pasien menjadi kesulitan makan dan minum.
BAK pasien tidak ditemukan kelainan, namun BAK pasien
dikeluhkan lebih berkurang dari biasanya.

E. Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat sakit serupa : Demam (+), diare (+), muntah (+)
hilang timbul sejak lahir
Riwayat mondok : (+) 3 bulan yang lalu
Riwayat alergi/asma : Disangkal

F. Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal

G. Riwayat Kehamilan
 Status ibu pasien P2A0. Ibu mengandung pada usia 35 tahun.
Selama kehamilan tidak pernah sakit. Ini merupakan kehamilan

4
yang diinginkan, ibu rutin memeriksakan kehamilannya. USG di
bidan dan dokter kandungan, selama kehamilan tidak ada penyulit
seperti demam, keputihan, bengkak-bengkak, atau perdarahan.
 Kesan kehamilan normal
H. Riwayat Persalinan
Pasien anak kedua dari dua bersaudara. Pasien lahir secara sectio
caesarian di rumah sakit. Usia kehamilan 36 minggu dengan ketuban
pecah dini. Menangis kuat, gerakan aktif, tidak sianosis, BBLC (2800
gram). Kesan kelahiran kurang baik.

I. Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien berobat dengan menggunakan BPJS kelas 3
 Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien sebagai
ibu rumah tangga

J. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hepatitis B
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan : DPT 1, HB 2, Polio 2
3 bulan : DPT 2, HB 3, Polio 3
4 bulan : DPT 3, Polio 4
9 bulan : campak

K. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


 Pertumbuhan : BB = 3,5 kg, TB = 54 cm
 Perkembangan: Pasien belum dapat duduk, mengambil makanan,
mengoceh, hanya dapat mengangkat kepala dan menahan beberapa
detik saja kemudian kepala jatuh kembali. Semenjak 1 bulan
SMRS anak tetap aktif namun intensitas gerakannya berkurang

5
 Kesan pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai umur

L. Riwayat Nutrisi
 Sebelum sakit pasien makan besar sebanyak 3 kali sehari dengan
nasi, lauk pauk (telur, ikan, sayur dan buah) yang masih dalam
bentuk tim. Saat sakit porsi makan dan frekuensi makan berkurang.
Hampir tidak makan sama sekali, karena setiap kali makan pasien
muntah.
 Pasien minum ASI sebelum sakit dan semenjak sakit ditambahkan
dengan susu formula
 Kesan kualitas dan kuantitas nutrisi berkurang saat sakit

M. Pengukuran Antropometri

6
BB = 3,5 kg
TB = 54 cm
BMI = 12 kg/ m2
BB/U = (-3 SD) = severe underweight
TB/U = (-3 SD) = severe stunted
BB/TB = -3 < Z score < -2 = Gizi Kurang
Kesan nilai antropometri underweight, stunted, gizi kurang

7
N. Pohon Keluarga
II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 9 September 2020 dengan hasil sebagai


berikut:
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan, compos mentis,
GCS E4V5M6
2. Tanda vital
 Nadi : 112 kali /menit, reguler, isi kesan
cukup.
 Frekuensi nafas : 28 kali /menit
 Suhu : 36.70 C
 SpO2 : 99%
3. Status gizi
 Berat Badan : 3,5 kg
 Tinggi Badan : 54 cm
 IMT : 12 kg/m2
 Kesan : Underweight
4. Kulit : ikterik (-), turgor (-) normal, hiperpigmentasi (-), kering
(-), teleangiektasis (-), petechie (-), ekimosis (-)
8
5. Kepala : Bentuk mesocephal, mikrocephal, rambut warna
merah dan tipis, mudah rontok (+), luka (-), atrofi m.
Temporalis (-), ubun-ubun cekung (-)
6. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (+/+), old man face (+), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-), mata merah (-/-), lensa keruh (-/-),
edema palpebra (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
berlebihan (-), gatal (-), epistaksis (-)
9. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), luka pada sudut bibir
(-), oral thrush (-), lidah kotor (-).
10. Leher : JVP 5+2 cm, trakea ditengah,simetris, pembesaran
kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening
leher (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, iga gambang (+),
pengembangan dada kanan = kiri, retraksi intercostal (-),
pernafasan abdominothorakal, sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening axilla (-/-)
12. Jantung
 Inspeksi : Ictus kordis tak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC V linea midclavicula
sinistra, ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi :
Batas Jantung

9
Kanan : SIC IV linea parasternalis dekstra
Pinggang : SIC III linea midclavicularis sinistra
Kiri bawah : SIC V 2 jari di medial linea midclavicula sinistra
Kesan : Ukuran jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).
13. Pulmo
a. Depan
 Inspeksi
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah halus (-), ronki basah
kasar (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah halus (-), ronki basah
kasar (-), krepitasi (-)
b. Belakang
 Inspeksi

10
- Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan =kiri
 Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm
 Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah halus (-), ronki basah
kasar (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah halus (-), ronki basah
kasar (-), krepitasi (-)
13. Abdomen
 Inspeksi : Dinding perut = dinding thorak, ascites (-),
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae
(-), spider nevi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit
 Perkusi : timpani, pekak alih (-)
 Palpasi : supel (+), distended (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), defans muskuler (-), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-)
14. Ekstremitas :

11
Akral dingin - - Oedem
- -
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Capillary Refill Time < 2 detik
Muscle wasting (+/+)(+/+)
Baggy pants (+)

12
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Lab Darah (7 September 2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hb 9.5 (↓) g/dl 11.5 – 13.5
Hct 26(↓) % 33 – 40
AL 16.1 (↑) 103 /  L 4.5 – 14.5
AT 841 (↑) 103 /  L 150 – 450
AE 3.73 (↓) 106/  L 3.80 – 5.30
INDEX ERITROSIT
MCV 70.9 (↓) /um 80.0 – 96.0
MCH 25.6 (↓) pg 27.0 – 31.0
MCHC 36.1 g/dl 33.0 – 37.0
RDW 14.1 % 11.5 – 14.5
MPV 7.1 (↓) fl 7.2 – 11.1
PDW 15 (↑) % 9.0 – 13.0
HITUNG JENIS
Netrofil 48.1 (↓) % 50.00 – 70.00
Limfosit 28.4 % 20.00 – 40.00
Monosit 22.90 (↑) % 0.00 – 6.00
Eosinophil 0.40 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.20 % 0.00 – 1.00
KIMIA KLINIK
GDS 110 (↑) Mg/dl 50 – 80
Natrium Darah 121 (↓) Mmol/L 129 – 147
Kalium 2.7 (↓) Mmol/L 3.6 – 6.1

Pemeriksaan Feses (7 September 2020)


Parameter Hasil Nilai Normal
MAKROSKOPIS
Konsistensi Lunak Lunak berbentuk
Warna Kuning Kuning coklat
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
Lemak Positif (+++) Negatif
Pus Negatif Negatif
Makanan tidak tercerna Negatif Ditemukan sedikit
Parasit Negatif Negatif
MIKROSKOPIS
Sel epitel Negatif Ditemukan sedikit
Leukosit Negatif Ditemukan sedikit
Eritrosit Negatif Negatif
13
Makanan tidak tercerna Negatif Ditemukan sedikit
Telur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Proglotid cacing Negatif Negatif
Protozoa Negatif Negatif
Pseudohifa Negatif Negatif
IV. ASSESSMENT
1. Diare akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
2. Gizi buruk ec marasmus dd kwashiokor

V. ASSESSMENT LABORATORIS
Pemeriksaan lab darah
Kesan :
- Anemia mikrositik hipokromik
- Leukositosis
- Trombositosis
- Neutropenia
- Monositosis
- Hiperglikemia
- Hiponatremia
- Hipokalemia

VI. TATALAKSANA
a. Oralit 75 ml/kgBB = 262 ml
b. F100 45 ml/2 jam
c. Injeksi Ampicilin 50 mg/kgBB
d. Injeksi Gentamisin 7 mg/kgBB
e. Injeksi Paracetamol 40 mg/8 jam IV
f. Zinc 20 mg/hari IV
g. Vitamin A 50.000 IU single dose
h. Asam folat 1 mg PO single dose

14
VII. PLANNING
 KUVS dan BC / 8 jam
 Pemantauan berat badan
 Usulan pemeriksaan laboratorium :
o Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, dan fungsi ginjal
o Pemeriksaan panel besi
o Pemeriksaan gambaran darah tepi
o Kultur feses dan uji resistensi antibiotik

VIII. PROGNOSIS
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam

15
BAB II
ANALISIS KASUS

Seorang bayi perempuan usia 11 bulan datang dibawa oleh ibunya dengan
keluhan diare sejak 8 hari SMRS. Diare berupa BAB cair sebanyak lebih dari 5 kali
dalam sehari. BAB cair berwarna kuning kehijauan, sebanyak kurang lebih ¼ gelas akua
disertai dengan lendir, tanpa adanya darah atau BAB hitam.
Ibu pasien juga mengeluhkan pasien muntah setiap makan dan menyusu. Keluhan
muntah dirasakan sejak 8 hari SMRS, dan terjadi sebanyak 3 kali per hari. Muntah
berwarna putih dan berisikan makanan yang sudah dicerna, dengan jumlah muntah sekitar
½ gelas akua. Sejak mengalami muntah, pasien dikeluhkan menjadi sulit makan dan
minum. Selain itu, pasien juga dikeluhkan mengalami demam sejak 8 hari SMRS.
Demam dirasakan hilang timbul dan sumer-sumer. Ibu pasien sempat memberikan obat
penurun panas, namun demam tidak membaik. BAK tidak ditemukan kelainan. Semenjak
pasien sakit, pasien menjadi kurang aktif, lemas dan jarang menangis. Pasien sebelumnya
sudah sering mengalami keluhan diare, muntah dan demam sejak lahir.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan GCS E4V5M6. BB pasien
3,5 kg dan TB 54 cm, kesan nilai antropometri underweight, stunted, dan gizi kesan
kurang. Tanda vital didapatkan HR : 112 x/menit, RR 28 x/menit, suhu : 36,8 oC, dan
SpO2 99%. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung, old man face, rambut merah
dan mudah dicabut, iga gambang, jantung paru dalam batas normal, pemeriksaan
abdomen supel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepat maupun lien. Pada
ekstremitas tidak terdapat edema. Arteri dorsalis pedis teraba kuat, akral dingin (-),
capillary refill Time < 2 detik. Ditemukan adanya muscle wasting pada ekstremitas dan
baggy pants. Pada pemeriksaan Lab darah (7/9/2020) didapatkan Hb 9.5 g/dl, Hct 26 %,
MCV 70.9 /um, MCH 25.6 pg, MPV 7.1 fl, PDW 15 %, Neutrofil 48.1 %, Monosit 22.90
%, GDS 110 mg/dl, Natrium 121 mmol/L, Kalium 2.7 mmol/L. Pemeriksaan feses
didapatkan adanya lemak positif +4.
Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien didapatkan anemia mikrositik
hipokromik, leukositotis, trombositosis, neutropenia, monositosis, hiperglikemi,
hiponatremia dan hipokalemia. Anemia pada pasien ini dapat disebabkan karena low
intake, dikarenakan semenjak pasien sakit pasien menjadi sulit makan. Selain itu, pasien

16
juga mengalami gizi buruk, sehingga dapat memungkinkan adanya anemia defisiensi zat
besi. Oleh karena itu diperlukan adanya pemeriksaan lanjutan dengan panel besi.
Leukositosis pada pasien menunjukan kemungkinan adanya infeksi oleh bakteri.
Trombositosis pada pasien bisa didapatkan sebagai salah satu efek dari adanya infeksi
dan inflamasi akut. Monositosis dan neutropenia relatif juga dapat disebabkan oleh proses
infeksi dan inflamasi akut, khususnya disebabkan oleh virus atau protozoa. Hiponatremi
pada pasien disebabkan karena adanya proses kehilangan cairan akibat diare dan muntah
yang dialami pasien, sehingga menyebabkan terjadinya dehidrasi ringan. Hipokalemia
juga dapat disebabkan akibat kehilangan cairan oleh diare dan muntah yang dialami
pasien.
Pemeriksaan mikrobiologi feses diperlukan untuk membantu menentukan
etiologi dari diare pada pasien. Pada pemeriksaan makroskopis, didapatkan feses dengan
konsistensi yang lunak dan ditemukan adanya lemak. Lemak pada feses atau steatorrhea
disebabkan akibat adanya malabsorbsi pada usus, dan umumnya disebabkan oleh adanya
infeksi parasit Giardia lamblia. Namun pada pemeriksaan mikroskopis feses, tidak
ditemukan adanya protozoa, sehingga diagnosis infeksi Giardia dapat disingkirkan. Tidak
ditemukan juga adanya bakteri, larva maupun telur cacing, sehingga menyingkirkan
kemungkinan diare oleh infeksi bakteri maupun cacing. Pemeriksaan lainnya tidak
ditemukan kelainan.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien
didapatkan diagnosis diare akut dan vomitus dengan dehidrasi ringan sedang. Pasien juga
didiagnosis dengan gizi kurang ec marasmus dd kwashiokor. Prinsip penatalaksanaan
utama dari diare akut pada anak adalah memperbaikin dehidarsi yang dialami, oleh
karena itu dehidrasi pada pasien harus segera diatasi terlebih dahulu sebelum menangani
etiologi dari diare tersebut. Pasien juga harus ditatalaksana terkait kondisi gizi kurang,
diperlukan perbaikan gizi pasien untuk memperbaiki status gizi dan kondisi anemia yang
kemungkinan disebabkan defisiensi zat besi.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat diusulkan adalah pemeriksaan darah rutin
disertai elektrolit. Pemeriksaan ini diperlukan untuk memantau perkembangan pasien
setelah mendapat terapi, seperti perbaikan anemia dan elektrolit akibat dehidrasi.
Pemeriksaan fungsi ginjal seperti ureum kreatinin juga dapat dilakukan untuk melihat
adakah kerusakan pada ginjal akibat dehidrasi yang terjadi. Pemeriksaan gambaran darah

17
tepi dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab dari anemia yang terjadi, serta melihat
komposisi leukosit. Pemeriksaan GDT juga dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan adanya thalasemia pada pasien. Pemeriksaan kultur feses diperlukan untuk
mengetahui penyebab pasti dari diare yang dialami pasien, khususnya apabila disebabkan
oleh organisme bakteri, serta dapat dilanjutkan dengan uji kepekaan dan resistensi
antibiotik untuk membantu menentukan terapi antibiotik yang tepat.

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3
tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

B. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

C. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa pembagian klasifikasi diare:
Berdasarkan lamanya diare:
 Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

19
 Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut.
Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
 Diare sekresi (secretory diarrhea)
 Diare osmotic (osmotic diarrhea)

D. PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah
ini:
 Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum
 Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain
MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa
usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa
 Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati
 Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal
 Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya
antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid
 Gangguan permeabilitas usus

20
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan
adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus
 Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik
 Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak
mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresikan oleh bakteri tersebut

E. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi
komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi
sedang atau dehidrasi berat.

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
21
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk
menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk,

22
warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan
mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan
lain-lain.

G. TATALAKSANA
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi
diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk
mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi.
 Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun : ½
- 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap
kali anak mencret
 Diare dengan dehidrasi ringan sedang

23
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
 Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang disediakan di
Umur
diberikan tiap BAB rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari
Sumber: Depkes RI, 2006

2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).

24
3. Pemberian ASI dan Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).

4. Antibiotik hanya dengan Indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera
(Kemenkes RI, 2011).
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status
gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).

5. Edukasi
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
25
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brenner BM, Lazarus JM (2000). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3

Edisi 13. Jakarta: EGC, pp: 1435-1443.

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : ECG

IDAI (2009). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI.

Nemeth, V., Zulfiqar, H. and Pfleghaar, N. (2020). Diarrhea. [online] PubMed.

Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448082/.

WHO (2005). The Treatment of Diarrhea, a Manual for Physician and Other

senior healthworkers. WHO.

Kemenkes RI (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita.

Jakarta : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan.

Juffire M, Mulyani NS, (2013).Gastroenterologi Hepatologi, jilid 1. Jakarta:

Badan penerbit GastroHepatologi.

27

Anda mungkin juga menyukai