Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


EMERGENCY HYPERTENSION

Disusun oleh:
Ni Made Dwi Sukma Dewi - 01073210134

Pembimbing:
dr. Hj. Vivien Maryam, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALARAJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE AGUSTUS 2022
BANTEN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I ILUSTRASI KASUS....................................................................................................2
1.1 Identitas Pasien...................................................................................................................2
1.2 Anamnesis...........................................................................................................................2
1.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................................4
1.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................7
1.5 Resume..............................................................................................................................13
1.6 Tatalaksana.......................................................................................................................14
1.7 Daftar Masalah.................................................................................................................14
1.8 Prognosis...........................................................................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................15
2.1 Definisi...............................................................................................................................15
2.2 Epidemiologi.....................................................................................................................16
2.3 Faktor Risiko dan Etiologi..............................................................................................17
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................................18
2.5 Diagnosis...........................................................................................................................18
2.6 Tatalaksana.......................................................................................................................22
2.7 Komplikasi........................................................................................................................26
2.8 Prognosis...........................................................................................................................26

1
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 46 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No.RM : 00.25.51.XX
Tanggal Masuk RS : 20 Agustus 2022
Tanggal Pemeriksaan : 20 Agustus 2022
1.2. Anamnesis
Informasi diperoleh secara alloanamnesis dengan istri pasien di bangsal Arya
Yudhanegara pada hari Sabtu, 20 Agustus 2022.
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran pada hari masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang sudah berlangsung kira-kira 1
minggu SMRS. Sakit kepala yang dirasakan berpindah-pindah, terkadang terasa
menyeluruh dan terkadang terasa seperti migraine, namun dominan terasa dikepala bagian
depan, karakteristik rasa sakit yang dirasakan seperti berdenyut-denyut. Rasa sakit yang
dialami tidak menjalar kearea selain kepala. Menurut istri pasien, tidak ada yang
memperingan keluhan yang dialami. Sejak pertama muncul 1 minggu yang lalu keluhan
terasa memberat namun tidak diketahui apakah ada hal yang memperparah keluhan.
Keluhan sakit kepala ini dirasakan terus-menerus sehingga mengganggu aktivitas pasien.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual yang disertai nyeri perut. Rasa mual mulai
dirasakan sejak 2 hari SMRS, rasa mual berlangsung terus-menerus, rasa mual muncul
bersamaan dengan rasa sakit pada perut pasien. Rasa nyeri perut dirasakan hampir
menyeluruh, karakteristik nyeri tidak dapat dideskripsikan. Pasien juga mengalami
muntah, pasien memuntahkan apapun yang dimakan. Karena mual dan muntah yang
dialami istri pasien mengatakan bahwa nafsu makan pasien menurun. Pasien hanya
mampu makan beberapa sendok dalam sekali makan, pasien biasanya makan 2-3 kali
dalam sehari. Saat sudah dirawat dirumah sakit, menurut istri pasien awalnya pasien

2
masih sadar dengan baik, masih dapat

3
berkomunikasi dengan baik. Namun, pada siang hari sekitar pukul 12 pasien mulai tidak
merespon, awalnya istri pasien mengira pasien tertidur namun saat berusaha dibangunkan
pasien hanya dapat membuka sedikit mata namun tidak mampu mengeluarkan suara.
Sebelumnya pasien pernah didiagnosis dengan penyakit darah tinggi kira-kira lima tahun
yang lalu. Namun pasien tidak mengonsumsi obat yang diberikan secara rutin dengan
alasan tidak cocok dan membuat pasien mengalami sakit kepala berputar. Istri pasien juga
menyangkal bahwa pasien pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan benturan
pada kepala. Istri pasien juga menyangkal adanya penyakit kencing manis, gangguan
saraf. Menurut keterangan istri pasien BAB dan BAK dalam batas normal. Sebelumnya
pada bulan yang sama pasien pernah dibawa ke IGD RSUD Balaraja karena keluhan sakit
kepala yang serupa dengan tekanan darah >200 mmHg, namun keluarga tidak ingat
mengenai diagnosis yang diberikan pada saat itu dan pasien berakhir dipulangkan dihari
yang sama. Riwayat Penyakit Dahulu
Istri pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu. Istri
pasien juga menyangkal riwayat penyakit jantung, paru, ginjal dan diabetes pada pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok awal menikah, kira-kira >20 tahun yang lalu. Dalam
sehari pasien bisa menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Istri pasien menyangkal adanya
kebiasaan konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang pada pasien. Namun pasien
memiliki riwayat kebiasaan mengonsumsi jamu pegal linu selama bertahun-tahun setiap
hari sepulang bekerja. Pasien juga rutin mengo
nsumsi vitamin C sejak tahun 2020 seiring dengan terjadinya pandemi covid-19. Pasien
sehari-hari cenderung mengonsumsi sedikit air, paling banyak 600 ml dalam sehari.
Riwayat Penyakit Keluarga
Istri pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Pada
keluarga tidak ditemukan adanya riwayat hipertensi, diabeter melitus, penyakit jantung
dan ginjal.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat hipertensi, namun tidak dikonsumsi secara
rutin dan berganti-ganti jenis obat. Namun istri pasien tidak mengingat obat yang
digunakan.
Riwayat Alergi
Menurut istri pasien tidak terdapat alergi baik terhadap makanan maupun obat-obatan.
Riwayat Sosial Ekonomi

4
Pasien merupakan seorang buruh dipelelangan ikan, dan saat ini pasien berobat ke RSUD
Balaraja menggunakan BPJS Kesehatan.

1.3. Pemeriksaan Fisik


(20/08/2022)
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
GCS : E3M5V1
Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 48 kg
BMI : 18.3 kg/m2
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 220/150 mmHg
Nadi : 80x/menit
Frekuensi Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.5 ºC
SpO2 : 96% on room air

(21/08/2022)
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Tinggi Badan :162 cm
Berat Badan : 48 kg
BMI : 18.3 kg/m2
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Frekuensi Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.3 ºC
SpO2 : 97% on room air

5
Status Generalis (20/08/2022)
Kepala dan Kepala Normosefali, bekas luka (-), pendarahan (-)
wajah Rambut Rambut hitam distribusi merata
Wajah Normofasialis, edema (-)
Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), pupil bulat 3mm, isokor.
Hidung Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), bekas luka (-),
pendarahan (-), sekret (-), deformitas (-)
Telinga Simetris, sekret (-/-)
Mulut Mukosa lembab, sianosis (-)
Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-),
pendarahan (-), bekas luka (-), distensi vena jugularis (-),
pemeriksaan JVP normal, refleks hepatojugular (-).
Jantung Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat, bentuk dada normal
Palpasi Ictus cordis tidak teraba, heave (-), thrill (-)
Perkusi Batas jantung kanan ICS 3 linea parasternal dextra,
batas jantung kiri ICS 4 linea axilaris anterior
sinistra, batas pinggang jantung tidak ditemukan.
Auskultasi S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru Inspeksi Bentuk dada normal, pergerakan dada statis dan
dinamis simetris, retraksi (-), penggunaan otot bantu
pernapasan (-)
Palpasi Pengembangan dada simetris, tactile vocal fremitus
simetris kiri dan kanan
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi Supel, caput medusae (-), distensi (-), striae (-),
massa (-), bekas luka (-)
Auskultasi Bising usus 16x/menit, bruit sound (-), metallic
soung (-)
Perkusi Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting
dullness (-), fluid wave (-)

6
Palpasi Nyeri tekan (+) pada regio hypochondriac dextra;
epigastric; lumbar dextra dan umbilical, massa (-),
hepatomegaly (-), splenomegaly (-), hepatojugular
reflux (-), ketok CVA (-/-)
Ekstremitas Look Deformitas (-/-), sianosis (-/-), palmar eritema (-/-)
Feel Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik
Move Tidak ada keterbatasan range of movement pada
gerakan pasif

Status Generalis (21/08/2022)


Kepala dan Kepala Normosefali, bekas luka (-), pendarahan (-)
wajah Rambut Rambut hitam distribusi merata
Wajah Normofasialis, edema (-)
Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), pupil bulat 3mm, isokor.
Hidung Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), bekas luka (-),
pendarahan (-), sekret (-), deformitas (-)
Telinga Simetris, sekret (-/-)
Mulut Mukosa lembab, sianosis (-)
Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-),
pendarahan (-), bekas luka (-), distensi vena jugularis (-),
pemeriksaan JVP normal, refleks hepatojugular (-).
Jantung Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat, bentuk dada normal
Palpasi Ictus cordis tidak teraba, heave (-), thrill (-)
Perkusi Batas jantung kanan ICS 3 linea parasternal dextra,
batas jantung kiri ICS 4 linea axilaris anterior
sinistra, batas pinggang jantung tidak ditemukan.
Auskultasi S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru Inspeksi Bentuk dada normal, pergerakan dada statis dan
dinamis simetris, retraksi (-), penggunaan otot bantu
pernapasan (-)
Palpasi Pengembangan dada simetris, tactile vocal fremitus
simetris kiri dan kanan

7
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi Supel, caput medusae (-), distensi (-), striae (-),
massa (-), bekas luka (-)
Auskultasi Bising usus 16x/menit, bruit sound (-), metallic
soung (-)
Perkusi Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting
dullness (-), fluid wave (-)
Palpasi Nyeri tekan (+) pada regio hypochondriac dextra;
epigastric; lumbar dextra dan umbilical, massa (-),
hepatomegaly (-), splenomegaly (-), hepatojugular
reflux (-), ketok CVA (-/-)
Ekstremitas Look Deformitas (-/-), sianosis (-/-), palmar eritema (-/-)
Feel Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik
Move Tidak ada keterbatasan range of movement pada
gerakan pasif dan aktif

1.4. Pemeriksaan Penunjang


Hematology (04/08/2022)
Pemeriksaan Result Unit Reference
Hemoglobin 10.6 g/dL 13.0 – 16.0
Hematokrit 31 % 37 - 43
Eritosit 3.57 10^6/uL 4.5 – 5.5
Leukosit 11.59 10^3/uL 5.00 – 10.00
Trombosit 201 10^3/uL 150 – 450
Hitung jenis
Basofil 0 % 0–2
Eosinofil 2 % 0–3
Batang 0 % 0–6
Segmen 85 % 50 – 70
Limfosit 9 % 20 - 40
Monosit 4 % 0–8

8
Rata – rata eritrosit
MCV 86 fL 80 – 96
MCH 30 Pg 27 – 31
MCHC 35 g/dL 32 – 37
Kimia Klinik
Glukosa 120 Mg/dL 70 - 180
sewaktu

Hematology (19/08/2022)
Pemeriksaan Result Unit Reference
Hemoglobin 12,2 g/dL 13.0 – 16.0
Hematokrit 35 % 37 - 43
Eritosit 4.14 10^6/uL 4.5 – 5.5
Leukosit 15.74 10^3/uL 5.00 – 10.00
Trombosit 102 10^3/uL 150 – 450
Hitung jenis
Basofil 0 % 0–2
Eosinofil 1 % 0–3
Batang 0 % 0–6
Segmen 89 % 50 – 70
Limfosit 6 % 20 - 40
Monosit 4 % 0–8
Rata – rata eritrosit
MCV 86 fL 80 – 96
MCH 30 Pg 27 – 31
MCHC 35 g/dL 32 – 37
Kimia Klinik
SGPT 28 U/L 0 – 45
Glukosa 166 mg/dL 70 – 180
sewaktu
SGOT 54 U/L 0 – 45
Ureum 182 mg/dL 19 – 44
Kreatinin 6.7 mg/dL 0.7 – 1.2

9
Natrium 133 mol/L 136 – 145
Kalium 4.0 Mol/L 3.5 – 5.1
Klorida 103 Mol/L 98 – 107

Immuno-serology (20/08/2022)
Pemeriksaan Result
IgG Dengue Positive
IgM Dengue Negative
Anti-Leptospira IgM Negative

SARS COV – 2 antigen (20/08/2022)


Pemeriksaan Result
Screening SARS COV-2 Antigen Negative

Kimia darah (21/08/2022)


Pemeriksaan Result Unit Reference
Ureum 268 mg/dL 19 – 44
Kreatinin 9,2 Mg/dL 0.7 – 1.2

Pemeriksaan Laboratorium (24/08/2022)


Pemeriksaan Result Unit Reference
Hemoglobin 6.3 g/dL 13.0 – 16.0
Hematokrit 18 % 37 - 43
Eritosit 2.00 10^6/uL 4.5 – 5.5
Leukosit 9.06 10^3/uL 5.00 – 10.00
Trombosit 140 10^3/uL 150 – 450
Anti HCV - - -
SGPT 23 U/L 0 – 45
SGOT 31 U/L 0 – 45
Ureum 267 mg/dL 19 – 44
Kreatinin 9.2 mg/dL 0.7 – 1.2
HBsAg - - -

10
Pemeriksaan Xray Thorax (20/08/2022)

 Trakea di tengah.
 Tak tampak pelebaran mediastinum.
 Cor : CTR tak dinilai.
 Batas kiri bergeser kelaterokaudal.
 Tampak elongasio aorta.
 Pulmo : Corakan bronkovaskuler tampak normal.
Tak tampak bercak infiltrat di kedua lapangan paru.
Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip.

 Kesan :
 Suspek cardiomegali (LVH) disertai elongasio aorta.
 Pulmo tak tampak kelainan.

11
Pemeriksaan USG Abdomen (22/08/2022)

 Hepar: Ukuran normal, tepi reguler, parenkim homogen, ekogenisitas normal, tak
tampak nodul, v. hepatica maupun v. porta, duktus biliaris intra maupun
ekstrahepatal tak melebar.
 Vesika Felea: Ukuran normal, dinding tipis, tak tampak massa, tak tampak batu
maupun sludge.
 Pankreas: Ukuran normal, parenkim homogen, ekogenesitas normal. v. lienalis tak
melebar.
 Aorta: Ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak pembesaran kelenjar
getah bening paraaorta.
 Ginjal kanan: Ukuran normal, parenkim tampak hiperekoik dengan batas korteks
medula kurang tegas, PCS tak melebar, tak tampak batu.
 Ginjal kiri: Ukuran normal, parenkim tampak hiperekoik dengan batas korteks
medulla kurang tegas, PCS tak melebar, tak tampak batu.

12
 Vesika Urinaria: Dinding tak menebal, tak tampak batu maupun massa.
 Genetalia Interna: Bentuk dan ukuran normal, tak tampak nodul maupun kalsifikasi.
 Tak tampak cairan bebas intraperitoneal.

Kesan:
- Cenderung suatu proses kronik ren bilateral.
- Tak tampak kelainan organ lainnya pada USG Whole Abdomen saat ini.

Pemeriksaan ECG (20/08/2022)

Rhythm: Sinus
HR: 150 bpm
Axis: Normoaxis
P wave: 0.08 s
PR interval: 0.12 s
QRS: 0.04 s
ST segment: ST elevasi (-), ST depresi (-)
T wave: T inverted (-), T tall (-)

13
1.5. Resume
Pasien laki-laki berusia 46 tahun datang ke IGD RSUS Balaraja dengan keluhan sakit
kepala sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Sakit kepala terasa berpindah-pindah
terkadang terasa diseluruh kepala, migraine, dominan pada bagian regio frontalis dengan
karakteristik berdenyut-denyut. Rasa sakit tidak menjalar, terasa terus-menerus hingga
mengganggu aktivitas. Keluhan lain dirasakan mual sejak 2 hari SMRS disertai nyeri
abdomen. Rasa mual berlangsung terus-menerus. Nyeri perut terasa hampir diseluruh
regio abdomen dengan karakteristik tidak dapat dideskripsikan. Keluhan mual juga
dialami pasien, pasien memuntahkan apapun yang dimakan. Sekitar pukul 12 siang pasien
mulai tidak merespon, pasien hanya mampu membuka sedikit mata saat dipanggil dan
tidak mampu mengeluarkan suara. Pasien sebelumnya pernah didiagnosis dengan
hipertensi kira-kira lima tahun yang lalu, dan tidak mengonsumsi obat secara rutin. BAB
dan BAK normal. Trauma kepala disangkal. Diawal bulan yang sama pernah dibawa ke
IGD RSUD Balaraja dengan keluhan serupa, namun dipulangkan dihari yang sama,
keluarga lupa dengan diagnosis yang diberikan saat itu. Riwayat penyakit sebelumnya
dan riwayat penyakit paru, jantung, ginjal dan DM pada keluarga disangkal. Pasien
merupakan perokok selama >20 tahun, dalam sehari dapat menghabiskan 1-2 bungkus
rokok. Pasien memiliki kebiasaan konsumsi jamu pegal linu selama bertahun-tahun setiap
hari sehabis bekerja. Rutin mengonsumsi vitamin C sejak pandemi covid-19 dan
mengonsumsi maksimal 600 ml air putih dalam sehari. Pasien belum pernah menjalani
tindakan maupun operasi sebelumnya. Status sosial ekonomi pasien menengah kebawah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan kesadaran dengan GCS
E3M5V1 pada tanggal 20 Agustus 2020 dan membaik keesokan harinya, GCS E4M6V5.
Dari hasil pemeriksaan generalis ditemukan kardiomegali, dan nyeri tekan abdomen pada
regio hypochondriac dextra; epigastric; lumbar dextra dan umbilical. Dari pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 4 Agustus 2022 didapatkan hasil Hb 10.6, Ht 31, RBC 3.57,
WBC 11.59. Laboratorium tanggal 19 Agustus 2022 ditemukan Hb 12.2, Ht 35, RBC 4.14,
WBC 15.74, Plt 102, SGOT 54, Ur 182, Cr 6.7, Na 133. Kalkulasi GFR menunjukkan nilai
7. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Agustus 2022 ditemukan Ur 268, Cr 9.2.
Pemeriksaan X-ray thorax didapatkan kesan suspek cardiomegali (LVH) disertai
elongasio aorta. Pulmo tak tampak kelainan. Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan
kesan cenderung suatu proses kronik ren bilateral, tak tampak kelainan organ lainnya
pada USG Whole Abdomen saat ini.

14
1.6 Daftar Masalah
 Emergency Hypertension
 Acute Kidney Injury
 Encephalophaty Hypertensive

1.7 Tatalaksana
 Terapi yang diberikan:
o Cairan :
 Kidmin 200 ml per 24 jam
 NaCl 0.9% 500 ml per 6 jam
 KA-EN 1B 100 ml per 24 jam
o Medikamentosa :
 Amlodipine 1x10 mg
 Clonidine 3x0.15 mg
 Asam folat tab 3x1
 Vitamin B12 tab 3x1
 Calcium tab 3x1
 Ceftriaxone IV 1x2 gr
 Omeprazole IV 1x40 mg
 Nicardipin drip 25 mg
 Sucralfat 3x1 ml

1.8 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad malam

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik seseorang 140 mmHg
dan/atau tekanan darah diastolic seseorang 90 mmHg setelah pemeriksaan berulang
minimal dua kali pada dua waktu yang berbeda. Hipertensi darurat merupakan
peningkatan darah simtomatik akut yang parah dengan bukti gejala yang berpotensi
mengancam jiwa atau terjadi kerusakan organ target seperti ensefalopati hipertensi,
gagal jantung, atau cedera ginjal akut. Pasien dengan hipertensi darurat memerlukan
penilaian cepat untuk menyingkirkan kondisi yang mungkin mengubah manajemen
tekanan darah diikuti dengan pemberian agen antihipertensi parenteral untuk
menurunkan tekanan darah secara cepat.1
Kelompok Biasa Mendesak (Urgency) Darurat
(Emergency)
Tekanan >180/110 >180/110 >220/140
Darah
Pemeriksaan Tidak ada, kadang- Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri
Fisik kadang sakit sesak napas, gangguan dada, gangguan
kepala, gelisah organ target kesadaran,
ensafalofati, edema
paru, gangguan
fungsi ginjal, CVA,
iskemia jantung
Pengobatan Awasi 1-3 jam Awasi 3-6 jam, obat Pasang jalur
mulai/ teruskan oral berjangka kerja intravena, periksa
obat oral, naikkan pendek laboratorium standar,
dosis terapi obat intraven
Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam 24 Rawat ruangan/ ICU
dalam 3 hari jam

16
2.2. Epidemiologi
Hipertensi atau peningkatan tekanan darah merupakan kondisi medis yang
secara signifikan meningkatkan risiko penyakit jantung, otak, ginjal dan penyakit
lainnya. Diperkirakan sekitar 1.28 miliar orang dewasa di seluruh dunia yang berusia
30 – 79 tahun memiliki hipertensi, sekitar dua per tiganya tinggal pada negara dengan
penghasilan rendah dan menengah. Sekitar 46% orang dewasa dengan hipertensi tidak
menyadari kondisi yang mereka miliki. Hanya sekitar 42% orang dewasa dengan
hipertensi di diagnosa dan ditangani. Diperkirakan hanya 1 dari 5 orang dewasa
(21%) dengan hipertensi terkontrol. Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama
kematian dini di seluruh dunia.2
Sekitar 7.5 juta kematian atau 12.8% dari total kematian diseluruh dunia
terjadi akibat tingginya tekanan darah. Hipertensi lebih sering terjadi pada laki laki
dewasa (51.0%) dibandingkan perempuan (39.7%). Prevalensi hipertensi meningkat
seiring dengan pertambahan usia, dengan 22.4% pada kelompok usia 18 – 39 tahun,
54,5% pada kelompok usia 40 – 59 tahun, dan 74,5% pada kelompok usia diatas 60
tahun. Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang
berbeda, karena adanya faktor-faktor seperti genetic, ras, regional, sosiobudaya yang
dimana hal tersebut juga berhubungan dengan gaya hidup individu masing-masing.
Hipertensi sendiri akan semakin meningkat bersama dengan bertambahnya umur
dimana hasil analisa The Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES III) blood pressure data hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori:
 26% pada populasi muda (umur ≤50 tahun), terutama pada laki-laki (63%)
yang biasanya didapatkan lebih banyak IDH disbanding ISH
 74% pada populasi tua (umur >50 tahun), utamanya pada Wanita (58%) yang
biasanya didapatkan lebih banyak ISH disbanding IDH
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada anak-anak
yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan.
Adanya pertambahan umur, angka kejadian hipertensi semakin meningkat, sehingga
umur >60 tahun prevalensinya mencapain 65.4%. Terdapat faktor-faktor yang
memperngaruhi seperti obesitas, sindroma metabolic, kenaikan berat badan dapat
menjadi resiko independent untuk hipertensi. Faktor lain seperti asupan NaCl pada
diet,

17
konsumsi alcohol, rokok, stress kehidupan sehari-hari, serta kurangnya olah ruga juga
berperan sebagai kontribusi kejadian hipertensi. 3,4

2.3. Faktor Risiko dan Etiologi


A. Faktor Resiko Mayor
 Hipertensi
 Usia (Laki-laki lebih dari 55 tahun, perempuan lebih dari 65 tahun)
 Diabetes melitus
 Kolestrol total/ LDL yang meningkat atau kolestrol HDL yang rendah
 Laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit
 Riwayat keluarga dengan kematian kardiovaskular premature (usia laki-
laki kurang dari 55 tahun, perempuan kurang dari 65 tahun)
 Mikroalbuminuria
 Obesitas (Indeks massa tubuh ≥30 kg/m2)
 Inaktifitas fisik
 Merokok terutama sigaret.5
B. Kerusakan organ sasaran (target organ damage/ TOD)
 Jantung: Pembesaran ventrikel kiri, angina/ prior myocardial infarction,
prior coronary revascularization, gagal jantung
 Otak: Stroke atau transient ischemic attack (TIA), demensia
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit arteri perifer
 Retinopati.5
C. High/ very high risk subjects
 Tekanan darah sistolik 180 mmHg dan/atau disastolik 110 mmHg
 Tekanan darah sistolik >160 mmHg dengan diastolic <70 mmHg (ISH)
 Diabetes melitus
 Sindrom metabolic
 3 Faktor resiko kardiovaskular
 Satu atau lebih kerusakan organ berikut:
o Hipertrofi ventrikel kiri (LVH strain)
o Pemeriksaan ultrasonografi terbukti adanya penebalan dinding
arteri karotis atau plak

18
o Peningkatan penebalan arteri
o Peningkatan serum kreatinin
o Penurunan klirens kreatinin atau eGFR
 Mikroalbuminuria atau proteinuria
 Klinis terbukti memang ada penyakit kardiiovaskular atau ginjal.5
Hipertensi darurat mayoritas terjadi pada pasien dengan diagnosis hipertensi kronis.
Ketidakpatuhan penggunaan obat antihipertensi dan penggunaan simpatomimetik merupakan
dua penyebab umum terjadinya hiperensi darurat. Kedua hal tersebut mengarah kepada
peningkatan tekanan darah yang cepat diluar kapasitas autoregulasi yang mampu dilakukan
oleh tubuh. 6
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi yang mengakibatkan disfungsi organ pada hipertensi darurat tidak sepenuhnya
dipahami. Namun tekanan mekanis pada dinding pembuluh darah berpotensi merusak endotel
yang menimbulkan respon proinflamasi. Sehingga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular,
trombosit, dan aktivasi kaskade koagulasi serta deposit bekuan fibrin yang menyebabkan
hipoperfusi pada tingkat jaringan organ target. Selain itu terdapat dua mekanisme yang
dipikirkan berperan terhadap patofisiologi yang terjadi yaitu kegagalan autoregulasi dan
aktivasi sistem renin-angiotensin. Autoregulasi merupakan kemampuan organ seperti orak,
jantung dan ginjal untuk menjaga aliran darah tetap stabil terlepas dari perubahan tekanan
perfusi. Pada kondisi normal jika terjadi penurunan tekanan perfusi, aliran darah akan
menurun sementara namun akan kembali normal dalam waktu singkat. Pada krisis hipertensi
terjadi kegagalan autoregulasi sehingga dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan
resistensi vaskular sistemik secara cepat yang dapat menyebabkan stres mekanik dan jejas
pada endotel. Aktivasi sistem renin-angiotensin yang menyebabkan vasokontriksi lebih lanjut
sehingga terjadi kerusakan dan iskemia. Peningkatan tekanan darah yang terjadi
menyebabkan kerusakan endotel, aktivasi kaskade pembekuan darah intravaskular, nekrosis
fibrinoid dari pembuluh darah kecil dan pelepasan vasokonstriktor lebih lanjut sehingga
menjadi siklus yang berkelanjutan memberikan dampak kerusakan organ. Kerusakan organ
yang terjadi dapat mempengaruhi berbagai sistem organ termasuk neurologis, mata,
kardiovaskular, respirasi, nefrologi, ekstremitas dan lainnya.5
2.5. Diagnosis
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunya keluhan, dimana hipertensi
sendiri merupakan the silent killer. Penderita biasanya mempunyai keluhan setelah

19
mengalami komplikasi target organ damage, dimana secara statistic anamnesa dapat
dilakukan sebagai berikut:
A) Anamnesis
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat-obat analgesic dan obat/ bahan lainnya
 Episode terjadinya gejala seperti berkeringat, sakit kepala, kecemasan
dan palpitasi (feokromositoma)
 Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).5
3. Faktor resiko
 Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
 Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga
 Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarga
 Kebiasaan merokok
 Pola makan
 Kegemukan, intensitas olah-raga
 Kepribadian.5
4. Gejala kerusakan organ
 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, deficit sensoris atau motoris
 Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, kaki bengkak, tidur dengan batal
yang lebih tinggi (lebih dari 2 bantal)
 Ginjal: haus, polyuria, nocturia, hematuri, hipertensi yang disertai
dengan kulit pucat anemis
 Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, kebiasaan, dan lingkungan.5
B) Pemeriksaan Fisik

20
Pengukuran tekanan darah (TD) dilakukan pada penderita yang dalam keadaan
nyaman dan relaks, dan dengan tidak tertutup/ tertekan pakaian. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pengukuran TD:
1. Untuk mengukur TD terdapat 3 jenis sphygmomanometer, yaittu manometer
aneroid (kurang akurat bila digunakan berulang-ulang), manometer elektronik
(juga kurang akurat) dan manometer merkuri/ air raksa. Gunakan manset
dengan ukuran inflatable bag (karet yang ada di bagian dalam manset) yang
sesuai, yaitu lebar +/- 40% dari lingkar lengan (rata-rata pada orang dewasa
12- 14 cm) dan panjang +/- 60-80% lingkar lengan, sehingga cukup panjang
untuk melingkupi lengan
2. Pasang mansert pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di atas arteri
brakhialis (pada sisi dalam lengan atas) dan sisi bawah manset +/- 2.5 cm di
atas fossa antecubiti
3. Posisi lengan pasien sedikit fleksi pada sikut, lengan harus disangga (dengan
bantal, meja, atau benda lain yang stabil), pastikan bahwa manset setinggi
jantung. Cari arteri brakhialis, biasanya sedikit media dari tendon bisep
4. Lakukan pemeriksaan palpasi tekanan darah sistolik (TDS) yaitu ibu jari atau
jari-jari lain diletakkan di atas arteri brakhialis, manset dipompa/
dikembangkan sampai +/- 30 mmHg di atas tingkat dimana pulsasi mulai tidak
teraba, kemudian manset pelan-pelan dikendurkan dan akan didapatkan TDS
yaitu saat pulsasi mulai teraba kembali
5. Selanjutnya stetoskop (bagian bell) diletakkan di atas arteri brakhialis, manset
dipompa kembali sampai +/- 30 mmHg di atas tingkat di mana pulsasi mulai
tidak teraba, kemudian manset pelan-pelan dikendurkan dan akan didapatkan
TDS yaitu saat pulsasi mulai teraba kembali
6. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan pada lengan (arteri brakhialis)
kanan dan kiri. Normal antara kanan dan kiri terdapat perbedaan 5-10 mmHg.
Bila ada perbedaan >10-15 mmHg perlu dicurigai adanya kompresi atau
obstruksi arteri pada sisi yang memiliki tekanan darah yang lebih rendah
7. Pada pasien yang mendapat obat antihipertensi dan ada riwayat pingsan atau
postural dizziness, atau pada penderita dengan dugaan hipovolemik, tekanan
darah dapat diukur pada posisi tidur, duduk, dan berdiri. Normal dari posisi
horizontal ke posisi berdiri akan menyebabkan TDS sedikit menurun atau
tidak berubah dan TDD sedikit meningkat. Bila saat berdiri TDS turun dan 20
mmHg
21
dan disertai dengan keluhan, hal tersebut dapat menunjukkan adanya hipotensi
ortosatik (postural).5
C) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipetrsi dapat terdiri dari tes darah rutin, glukosa
darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum,
trigliserda serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum,
hemoglobin dan hematokrit, urinalis, serta elektrokardiogram. Beberapa pedoman
juga menyarankan dalam penangan hipertensi dapat menganjurkan tes lainnya
seperti echocardiogram, USG karotis (dan femoral), C-reactive protein,
mikroalbuminuria atau pebandingan albumin/ kreatinin urin, proteinuria kuantatif,
funduskopi (pada hipertensi berat). Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan
untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu arteosklerosis
(melalui pemeriksaan profil lemak), diabetes (terutama pemeriksaan gula darah),
fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta
memperkirakan laju filtrais glomerulus).5
D) Pemeriksaan Kerusakan Organ Target
Pada pasien hipertensi, beberapa pemberiksaan dapat dilakukan untuk
menentukan adanya kerusakan organ target yang dapat dilakukan secara rutin,
sedangkan pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang
didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengvaluasi adanya
kerusakan organ target meliputi:
1. Jantung: Pemeriksaan fisik, otot polos dada (untuk melihat pembesaran
jantung, kondisi arteri intra toraks dan sirkulasi pulmoner), elektrokardiografi
(untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel
kiri), ekokardiografi
2. Pembuluh darah: Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure,
ultrasonografi (USG) karotis, fungsi endotel
3. Otak: Pemeriksaan neurologis, diagnosis stroke ditegakkan dengan
menggunakan CT-Scan atau MRI (untuk pasien dengan keluhan gangguan
neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. Mata: Funduskopi retina
5. Fungsi ginjal: Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/
mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kretinin urin, perkiraan laju
filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi tabil dapat diperkirakan
dengan
22
menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran
National Kidney Foundation (NKF) yaitu5:
(140 − 𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 (0.85 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛)
𝑲𝒍𝒊𝒓𝒆𝒏𝒔 𝑲𝒓𝒆𝒂𝒕𝒊𝒏𝒊𝒏 ∗= 72 x kreatinin serum
(* glomerulus filtration rate/ laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam ml/ menit/ 1.73 m2)
E) Gambaran Klinis
Berikut gambaran klinis mengenai emergency hypertensive, yaitu5:
Organ Gambaran Klinis
Tekanan Darah >220/140
Funduskopi Perdarahan eksudat edema papilla
Status Sakit kepala, gangguan kesadaran, kejang, lateralisasi
Neurologis
Jantung Denyut jelas, membesar, dekompensasi, oliguria
Ginjal Uremia, proteinuria
Gastrointestinal Mual, muntah

2.6. Tatalaksana
A) Prinsip pengobatan hipertensi
1. Pencegahan primer: Mengobati semua faktor resiko yang reversible
2. Pencegahan sekunder:
 Mengobati kelainan non-hemodinamik (beyond blood pressure
lowering) yaitu kelainan disfungsi endotel dan disfungsi vascular
 Mengobati kelainan hemodinamik dengan obat anti hipertensi sesuai
guideline dengan mono-terapi maupun kombinasi yang disesuaikan
dengan compelling indications antara lain:
o Penurunan tekanan darah sampai 140/90 mmHg pada semua
penderita hipertensi yang tidak berkomplikasi
o Penurunan tekanan darah sampai 130/80 mmHg pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal kronik (resiko tinggi)
o Penurunan tekanan darah sampai 125/75 mmHg pada penderita
proteinuria >1 g/hari
3. Pencegahan tersier: Mengobati kerusakan target organ.5,7
B) Initial Stabilization

23
Sementara keberadaan hipertensi sedang dikonfirmasi, pasien harus dilakukan
perawatan yang bertujuan untuk mendukung fungsi perawatan kritis dan
dilakukan pematauan, dimana perawatan tersebut meliputi:
 Menetapkan pemantauan kardiorespirasi terus menerus, termasuk
oksimetri nadi
 Memastikan dukungan jalan napas serta pernapasan sesuai dengan
kebutuhan dan melakukan pemantauan terhadap tekanan darah.
 Pasien dengan emergency hypertensive (peningkatan TD simpatomatik
akut yang berat dengan bukti gejala yang berpotensi mengancam jiwa atau
adanya kerusakan organ target), dilakukan pemasangan akses intravena
(IV) yang terdiri dari dua jalur IV apabila memungkinkan. Satu jalur IV
digunakan untuk pemberian obat antihipertensi
 Melakukan pengukuran tekanan darah berkala: dapat menggunakan
pengukuran tekanan darah otomatis/ oscillometric atau ausculatory setiap
satu sampai dua menitm atau, jika memungkinkan delakukan pemasangan
tekanan darah intra-arteri.
 Apabila pasien kejang, segara diberikan pengobatan dengan antikolvusan
seperti lorazepam (dosis awal: 0.05 hingga 0.1 mg/kg) sampai kejang
tersebut berhenti
 Pasien dengan papilledema, perubahan status mental, kejang, atau deficit
neurologis pada pemeriksaan harus menjalani neuroimaging darurat.5
C) Hypertensive emergency
1) Blood Pressure Goal
Tujuan dari pegobatan hypertensive emergency adalah pencapaian nilai
tekanan darah sistolik yang akan meningkatkan resolusi dari tanda serta gejala
yang dapat mengancam jiwa serta mencegah terjadinya kerusakan organ targer
akibat hipertensi lebih lanjut. Secara umum, biasanya tekanan darah sistolik
pada presentel ke-95 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi badan untuk anak-
anak yang kurang dari 13 tahun serta tekanan darah <130/80 untuk remaja,
namun tujuan tersebut bergantung pada individual pasien yang sebagaimana
ditentukan oleh respons pasien terhadap pengobatan. Direkomendasikan
penanganan hipertensi dilakukan dnegan mengurangi tekanan arteri rata-rata
sebesar 25%

24
pada jam pertama, kemudian menjadi 160/100-110 mmHg dalam 2-6 jam dan
dilanjutkan normalisasi tekanan darah bertahap dalam 24-48 jam.5
2) Intital Treatment
Sebelum diberikan pengobatan, perlu untuk mengidentifikasi kondisi pasien
(seperti, adanaya acute intracranial injury, intracranial mass lesion,
uncorrected coarctation of the aorta, preeclampsia/eclampsia, nyeri hebat,
serta aktivitas simpatis yang berlebihan) dimana hal tersebut merupakan
kontraindikasi dari pengobatan antihipertensi atau memungkinkan untuk
dilakukannya modifikasi pengobatan.5
Nikardipin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan hipertensi
meskipun labetalol juga banyak digunakan, namun labetalol sendiri tidak
digunakan di Indonesia serta obat ini dapat menyebabkan bronkokontriksi dan
mungkin perlu dihindari pada pasien terutama bayi dengan penyakit paru-paru
kronis atau anak dengan riwayat asma. Penggunaan labetalol juga dapat
memperburuk edema paru pada anak dengan gagal jantung. Baik labetalol
maupun nicardipine memungkinan modifikasi pengobatan pasien cepat
berdasarkan respon pasien:
 Labetalol diberikan sebagai bolus diberikan sebagai bolus awal yang
diikuti dengan infus IV kontinu (paling sering digunakan) atau sebagai
dosis bolus berulang setiap 10 menit
 Nikardipin diberikan sebagai infus IV kontinu. Dosis bolus dari 30
mcg/kg (sampai 2 mg) yang efektif pada orang dewasa dan dapat
digunakan untuk anak-anak.5
Di Indonesia semdiri banyak dipakai beberapa obat hipertensi darurat yang
memerluka obat yang segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam
sehingga umummnya bersifat parenteral.5

25
Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia
Lama Perhatian
Obat Dosis Efek
Kerja Khusus
Nifedipin 5- Diulang 15 5-15 menit 4-6 jam Ganggaun
10 mg menit coroner
Kaptopril Diulang/1/2 15-30 menit 6-8 jam Stenosis
12.5-25 mg jam A.renalis
Klonidin 75- Diulang/jam 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,
150 ug mengantuk
Propanolol Diulang/1/2 15-30 menit 3-6 jam Brokokontriksi,
10-40 mg jam block jantung

Obat hipertensi parenteral yang dipakai di Indonesia


Perhatian
Obat Dosis Efek Lama Kerja
Khusus
Klonidin IV 6 amp per 30-60 menit 24 jam Ensefalopati
150 ug 250 cc dengan
Glukosa 5% gangguan
mikrodrip coroner
Nitrogliserin 10-50 ug 100 2-5 menit 5-10 menit
IV ug/cc per 500
cc
Nikardipin 0.5-6 1-5 menit 15-30 menit
ug/kg/menit
Diltiazem IV 5-15 1-5 menit 15-30 menit
ug/kg/menit
lalu sama 1-5
ug/kg/menit
Nitroprusid 0.25 Langsung 2-3 menit Selang infus
IV ug/kg/menit lapis perak

26
D) Kegagalan initial theraphy
Apabila terapi awal dengan infus nikardipin IV terus menerus gagal untuk
mengurangi tekanan darah dalam waktu 30 menit, maka disarankan untuk eskalasi
terapi untuk infus terus menerus baik dengan menggunakan nikardipin maupun
labetalol (jika tidak ada kontraindikasi). Apabila pasien memiliki kontraindikasi
terhadap labetalol atau apabila tekanan darah tidak turun setalah 30 menit dengan
menggunakan kedua pengobatan (infus labetalol dan nikardipin) secara terus
menerus, maka, umumnya pasien dapat diberikan infus natrium nitropisside
(dibandingkan infus hydralazine) karena onsetnya yang lebih cepat serta durasi
kerja yang lebih pendek. Apabila pasien memiliki riwayat penyakit ginjal kronis,
pasien harus diobati dengan hydralazine dibandingkan pemberian natrium
nitroprusside dimana hal tersebut dilakukan untuk menghindari akumulasi sianida
dari darah yang berlebihan.5
Apabila pasien menerima natrium nitroprusside, pasien harus dilakukan
pemantauan kadar sianida dan apabila tersedia dapat dilakukan pemberian
profilaksis tiosulfat dengan dosis dan durasi pemberian natrium nitroprusside
harus dibatasi. Apabila pasien tidak responsive terhadap pemberian obat-obatan
diatas makan pasien dapat diberikan esmolol dan fenoldopam. Esmolol sendiri
memiliki onset dan offset tindakan yang cepat, yang dapat berguna untuk pasien
tertentu seperti pasien yang sebelumnya melakukan operasi jantung. Fenoldopam
belum terbukti sekuat obat antihipertensi IV lainnya dan harga obat ini lebih
mahal dibandingkan agen alternatif lain. Direkomendasikan untuk menghindari
angiotensin-converting enzyme inhibitor enalaprilat IV mengingat kecenderungan
untuk menyebabkan acute kidney injury.5
2.7. Komplikasi
Kegagalan dalam mendiagnosis dan memberikan penanganan pada kasus hipertensi darurat
menyebabkan terjadinya ekrusakan organ yang bersifat ireversibel seperti gagal ginjal,
kebutaan, gagal jantung, dan stroke.6
2.8. Prognosis
Pasien dengan hipertensi urgensi memiliki risiko morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada
jangka panjang. Mortalitas dalam satu tahun bagi pasien yang mengalami episode hipertensi
urgensi sekitar 9%. Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan terkenal karena meingkatkan
risiko kematian dan sering digambarkan sebagai silent killer.

27
Prognosis jangka panjang pasien dengan hipertensi urgensi atau emergensi tidak
menguntungkan. Pada studi yang dilakukan dengan 670 sample orang dewasa yang
mengalami peningkatan tekanan darah yang parah menunjukkan bahwa 57,5% menderita
hipertensi emergensi. Terdapat 98% pasien dengan hipertensi emergensi dan 23,2% pasien
dengan hipertensi urgensi dirawat di rumah sakit. Rata rata kelangsungan hidup pasien
dengan kegawatdaruratan neurovaskular yaitu 14 hari dan pada pasien dengan kegawatan
kardiovaskulat yaitu 50 hari. Pada studi ekokardiografi ditemukan 30% kasus dengan
hipertrofi ventrikel kiri pada pasien hipertensi secara keseluruhan dan berasosiasi dengan
peningkatan risiko stroke, infark miokard, dan gagal jantung kongestif yang dapat
menyebabkan mortalitas.8

28
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien laki-laki berusia 46 tahun datang ke IGD RSUS Balaraja dengan keluhan sakit
kepala sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Sakit kepala terasa berpindah-pindah
terkadang terasa diseluruh kepala, migraine, dominan pada bagian regio frontalis dengan
karakteristik berdenyut-denyut. Rasa sakit tidak menjalar, terasa terus-menerus hingga
mengganggu aktivitas. Keluhan lain dirasakan mual sejak 2 hari SMRS disertai nyeri
abdomen. Rasa mual berlangsung terus-menerus. Nyeri perut terasa hampir diseluruh
regio abdomen dengan karakteristik tidak dapat dideskripsikan. Keluhan mual juga
dialami pasien, pasien memuntahkan apapun yang dimakan. Sekitar pukul 12 siang pasien
mulai tidak merespon, pasien hanya mampu membuka sedikit mata saat dipanggil dan
tidak mampu mengeluarkan suara. Pasien sebelumnya pernah didiagnosis dengan
hipertensi kira-kira lima tahun yang lalu, dan tidak mengonsumsi obat secara rutin. BAB
dan BAK normal. Trauma kepala disangkal. Diawal bulan yang sama pernah dibawa ke
IGD RSUD Balaraja dengan keluhan serupa, namun dipulangkan dihari yang sama,
keluarga lupa dengan diagnosis yang diberikan saat itu. Riwayat penyakit sebelumnya
dan riwayat penyakit paru, jantung, ginjal dan DM pada keluarga disangkal. Pasien
merupakan perokok selama >20 tahun, dalam sehari dapat menghabiskan 1-2 bungkus
rokok. Pasien memiliki kebiasaan konsumsi jamu pegal linu selama bertahun-tahun setiap
hari sehabis bekerja. Rutin mengonsumsi vitamin C sejak pandemic covid-19 dan
mengonsumsi mkasimal 600 ml air putih dalam sehari. Pasien belum pernah menjalani
tindakan maupun operasi sebelumnya. Status sosial ekonomi pasien menengah kebawah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan kesadaran dengan GCS
E3M5V1 pada tanggal 20 Agustus 2020 dan membaik keesokan harinya menjadi GCS
E4M6V5. Dari hasil pemeriksaan generalis ditemukan terdapat darah segar dan gumpalan
darah yang mengering dimulut pasien, kardiomegali, dan nyeri tekan abdomen pada regio
pada regio hypochondriac dextra; epigastric; lumbar dextra dan umbilical. Dari
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 Agustus 2022 didapatkan hasil Hb 10.6, Ht
31, RBC 3.57,
WBC 11.59. Laboratorium tanggal 19 Agustus 2022 ditemukan Hb 12.2, Ht 35, RBC 4.14,
WBC 15.74, Plt 102, SGOT 54, Ur 182, Cr 6.7, Na 133. Pada pemeriksaan laboratorium
tanggal 21 Agustus 2022 ditemukan Ur 268, Cr 9.2. Pemeriksaan X-ray thorax
didapatkan kesan suspek cardiomegali (LVH) disertai elongasio aorta. Pulmo tak tampak
kelainan. Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan kesan cenderung suatu proses kronik
ren bilateral, tak tampak kelainan organ lainnya pada USG Whole Abdomen saat ini.
29
Berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dipikirkan pasien terdiagnosis
dengan emergency hypertension atas dasar pasien mengalami gejala target organ damage
dimana terjadi gejala penyakit ginjal dan nurologis. Gejala pada neurologi berupa nyeri
kepala dan penurunan kesadaran yang terjadi. Gejala ginjal atas dasar adanya mual,
muntah, nyeri abdomen. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nilai tekanan darah pasien saat
datang ke IGD 220/150 mmHg, dan nyeri tekan pada abdomen. Dari pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya peningkatan nilai ureum, creatinine, dan SGOT dan
hiponatremia dan penurunan GFR. Diagnosis encephalopathy hypertensive dipilih
berdasarkan manifestasi gejala neurologis yang muncul sebagai akibat dari adanya
emergency hypertension yang terjadi, diagnosis didukung oleh perbaikan setelah
pemberian drip nikardipin pada tanggdal 21 Agustus 2022, yaitu satu hari setelah
penurunan kesadaran terjadi. Setelah pemberian nikardipin tekanan darah pasien menurun
menjadi 140/80 mmHg. Dipikirkan terjadinya encephalopathy hypertensive karena ketika
tekanan darah meningkat terjadi penyempitan arteriol serebral sehingga terjadi iskemia
serebral. Namun diagnosis neurologis lain dari defisit neurologis yang terjadi belum dapat
disingkirkan, karena pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan CT scan kepala untuk
menilai etiologi lain. Diagnosis Acute kidney injury (AKI) dipilih untuk target organ
damage pada ginjal, karena terdapat gejala-gejala yang mendukung keluhan penyakit
ginjal seperti mual, muntah, dan nyeri abdomen. Didukung hasil pemeriksaan
laboratorium berupa peningkatan nilai ureum, creatinine, SGOT dan penurunan nilai
GFR, nilai laboratorium pada pasien memenuhi diagnosis AKI sesuai kriteria RIFLE.
Serta durasi keluhan dan pemeriksaan yang dilakukan kurang dari 3 bulan lamanya. Onset
peningkatan hasil pemeriksaan laboratorium dilihat dari tanggal dilakukannya
pemeriksaan laboratorium saat pasien datang ke IGD sebelumnya, yaitu ditanggal 4
Agustus 2022, yang merupakan pertama kalinya pasien dilakukan pemeriksaan ureum
dan creatinine. Sehingga onset awal dan onset keluhan kedua pemantuan hasil
laboratorium < 3 bulan. Onset pemantauan ini digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
chronic kidney disease. Dipikirkan terjadinya AKI karena terjadi hipoperfusi pada ginjal
mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron hingga terjadi vasokonsstriksi arteriol
eferen glomerulus ginjal dengan tujuan mempertahan tekanan kapiler intra glomerular
dan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal. Pada pasien juga terjadi anemia atas dasar
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai Hb dan Ht menurun. Nilai
pemeriksaan MCV, MCH dan MCHC pasien dalam batas normal, sehingga anemia
pasien termasuk anemia normositik normokromik. Dipikirkan anemia terjadi akibat
penurunan produksi eritropoietin akibat
30
adanya gangguan pada ginjal. Hiponatremia terjadi sebagai komplikasi terkait gangguan
pada ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga kemampuan ginjal
dalam mengeluarkan cairan bebas elektrolit menurun.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter NR, Prabhakaran D, et al. 2020
International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines.
Hypertension. 2020;
2. Salud OM de la. Hypertension @ Www.Who.Int [Internet]. 2021. Available from:
https://www.who.int/westernpacific/health-topics/hypertension
3. Singh S, Shankar R, Singh GP. Prevalence and Associated Risk Factors of
Hypertension: A Cross-Sectional Study in Urban Varanasi. Int J Hypertens. 2017;
4. Yechiam Ostchega, Ph.D., R.N., Cheryl D. Fryar, M.S.P.H., Tatiana Nwankwo, M.S.,
and Duong T. Nguyen DO. Hypertension Prevalence Among Adults Aged 118 and
Over: United States, 2017-2018 [Internet]. 2020. Available from:
https://www.cdc.gov/nchs/products/databriefs/db364.htm
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisis VI. Interna Publishing. 2014.
6. Alley WD, Schick MA, Doerr C. Hypertensive Emergency. StatPearls. 2021.
7. Majernick TG, Madden N. The JNC 7 hypertension guidelines. JAMA : the journal of
the American Medical Association. 2003.
8. Alley WD, Copelin II EL. Hypertensive Urgency. [Updated 2022 May 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513351/

32

Anda mungkin juga menyukai