Anda di halaman 1dari 4

Sindrom Guillain – Barre dan polineuropati Autoimun

Definisi
Sindrom Guillain – Barre adalah penyakit neuropati yang disebabkan sistem imun
setelah adanya proses infeksi. Sindrom Guillain – Barre dipicu oleh kerusakan saraf
akibat proses autoimun pada sistem saraf perifer yang menimbulkan gejala seperti
kebas, kesemutan, dan kelemahan yang dapat berkembang menjadi paralisis.
Epidemiologi
Mayoritas penelitian mengenai rata – rata insiden dari Sindrom Guillain – Barre
dilakukan di Amerika serta Eropa dan menunjukkan hasil 0.8 – 1.9 kasus per 100.000
orang per tahun. Sindrom Guillain – Barre dilaporkan pada seluruh kelompok usia
dan diketahui memiliki penyebaran bimodal dengan puncak kejadian pertama pada
usia dewasa muda (15 – 35 tahun)dan puncak kejadian kedua pada usia dewasa dan
lansia (50 – 75 tahun). Selain itu, Sindrom Guillain – Barre lebih sering ditemukan
pada pria dibandingkan wanita.
Patofisiologi
Terdapat beberapa faktor yang diketahui berperan dalam proses kerusakan sistem
saraf perifer dalam Sindrom Guillain – Barre.
 Antibodi anti – gangliosida yang ditemukan pada sekitar 50% dari penderita
Sindrom Guillain – Barre akan menghancurkan gangliosida sehingga terjadi
kerusakan pada sistem saraf perifer.
 Terdapat antigen spesifik di kapsul Campylobacter jejuni yang menyerupai
struktur karbohidrat pada gangliosida. Sistem imun tubuh akan mengalami
reaksi silang dan menyerang gangliosida sistem saraf perifer dan
menyebabkan kehancuran sistem saraf perifer.
 Reaksi imun yang disebabkan oleh antibodi anti – gangliosida dan reaksi
silang akan menyebabkan aktivasi sistem komplemen yang memperluas
kerusakan sistem saraf perifer.
 Faktor host atau inang mungkin mempengaruhi patogenesis dan jumlah
kerusakan saraf pada pasien dengan Sindrom Guillain – Barre.
Diagnosis
Manifestasi klinis
 Keluhan utama pada pasien dengan Sindrom Guillain – Barre adalah
kelemahan otot yang menjalar secara progresif dari ekstremitas inferior kearah
superior dan bersifat simetris.
 Pasien mungkin mengeluhkan kesulitan untuk berdiri dan berjalan serta
kesulitan untuk mengenali posisi terutama bila terjadi oftalmoparesis dan
gangguan propriosepsi.
 Selain itu dapat juga ditemukan keterlibatan sistem saraf kranial seperti
anosmia, disgeusia, dan disfagia.
 Pasien juga dapat mengeluhkan gangguan sensorik berbentuk parestesia atau
rasa kebas yang juga menjalar secara progresif dari bagian inferior ke
superior.
 Pasien umumnya mengalami perbaikan gejala setelah 2 – 4 minggu setelah
gejala paling parah dirasakan.

Diagnosis Banding
 Gejala klinis dari Sindrom Guillain – Barre bervariasi dan dapat menyerupai
gejala klinis penyakit sistem saraf lainnya. Beberapa diagnosis banding dari
Sindrom Guillain – Barre antara lain;

- Gangguan korda spinalis atau struktur intrakranial seperti kompresi korda


spinalis dan ensefalitis.
- Gangguan sistem saraf perifer seperti Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy (CIDP)
- Gangguan neuromuscular junction seperti Myasthenia Gravis dan botulisme
- Gangguan pada sistem muskular seperti Polineuromiopati, Polimiositis, dan
Dermatomiositis

Tatalaksana
Non – Medikamentosa
 Pasien dengan Sindrom Guillain – Barre memiliki risiko mengalami luka
dekubitus dan kontraktur otot akibat kemampuan mobilisasi pasien yang
berkurang. Untuk mengurangi risiko tersebut, pasien dapat dibantu untuk
melakukan mobilisasi serta program fisioterapi yang sesuai dengan kondisi
masing – masing pasien. Program fisioterapi juga diharapkan dapat
memperkuat dan memulihkan gerakan pada pasien yang mengalami
disabilitas menetap.
Medikamentosa
 Plasmapheresis dapat dilakukan sebanyak 5 kali dalam 10 – 14 hari untuk
membantu mengeluarkan autoantibodi, kompleks imun, dan komponen
sitotoksik pada serum. Plasmapheresis diketahui mempercepat waktu
penyembuhan Sindrom Guillain – Barre hingga 50% jika dilakukan dalam
waktu kurang dari 4 minggu setelah gejala muncul.
 Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat diberikan dengan dosis 400 mg /
kgBB / hari selama 5 hari. Terapi IVIG diketahui memberikan efek yang lebih
baik apabila diberikan dalam waktu kurang dari 2 minggu setelah gejala
muncul.
 Kortikosteroid intravena dengan pilihan obat Methylprednisolone sebanyak
500 mg yang diberikan 1 hari sekali dalam 5 hari dulu dipercaya dapat
mempercepat penyembuhan Sindrom Guillain – Barre. Namun, beberapa studi
menunjukkan pemberian kortikosteroid bersama IVIG tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan terapi plasmapheresis atau IVIG tunggal
Pertimbangan Khusus
Kematian akibat Sindrom Guillain – Barre umumnya disebabkan oleh gagal napas,
ARDS, dan Pneumonia. Pasien harus mendapatkan perawatan di rumah sakit yang
memiliki fasilitas perawatan intensif agar dapat dilakukan tindakan dengan
cepatapabila pasien sewaktu – waktu mengalami perburukan gejala.
Pemantauan
Gagal napas dapat terjadi secara mendadak pada pasien dengan Guillain – Barre
syndrome. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terhadap saturasi oksigen
serta analisa gas darah pada pasien. Selain gagal napas, pasien juga dapat mengalami
disfungsi sistem saraf otonom yang dapat bermanifestasi menjadi aritmia dan
fluktuasi pada tekanan darah pasien. Pasien dengan disfungsi saraf otonom dapat
dirawat di unit perawatan intensif karena aritmia yang dialami pasien dapat sewaktu –
waktu menyebabkan henti jantung mendadak.
Prognosis
Setelah fase akut pada Sindrom Guillain – Barre, mayoritas pasien akan mengalami
perbaikan. Lebih dari 80% pasien mencapai ambulasi independen dalam jangka
waktu 6 bulan. Mortalitas Sindrom Guillain – Barre pada fase akut adalah kurang dari
5%. Akan tetapi, terdapat kira – kira 20% pasien yang mengalami disabilitas menetap
meskipun sudah menerima tatalaksana yang sesuai untuk Sindrom Guillain - Barre

Daftar Pustaka
1. Willison HJ, Jacobs BC, van Doorn PA. Guillain-Barré syndrome. Lancet
(London, England). 2016
2. B van den B, C W, J D, C F, Bc J, Pa van D. Guillain-Barré Syndrome:
Pathogenesis, Diagnosis, Treatment and Prognosis [Internet]. Nature reviews.
Neurology. 2014.
3. Bragazzi NL, Kolahi A-A, Nejadghaderi SA, Lochner P, Brigo F, Naldi A, et al.
Global, regional, and national burden of Guillain–Barré syndrome and its underlying
causes from 1990 to 2019. Journal of Neuroinflammation. 2021.
4. Leonhard SE, Mandarakas MR, Gondim FAA, Bateman K, Ferreira MLB,
Cornblath DR, et al. Diagnosis and management of Guillain–Barré syndrome in ten
steps. Nature Reviews Neurology. 2019.
5. Verboon C, Doets AY, Galassi G, Davidson A, Waheed W, Péréon Y, et al.
Current treatment practice of Guillain-Barré syndrome. Neurology. 2019
6. Harms M. Inpatient Management of Guillain-Barré Syndrome. The
Neurohospitalist. 2011

Anda mungkin juga menyukai