Anda di halaman 1dari 4

5.

1 Penyakit saraf tepi


Subtopik : Sindroma Guillain Barre (SGB)
Level kompetensi : 3B
Objective : Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu :
Kognitif : - menjelaskan etiologi SGB
- menjelaskan patofisiologi dan patogenesis SGB
- menjelaskan gejala klinis SGB
- menjelaskan pemeriksaan penunjang SGB
- menjelaskan diagnosis SGB
- menjelaskan tatalaksana SGB
Psikomotor : - mampu melakukan anamnesis
- mampu melakukan pemeriksaan reflek tendon
- mampu melakukan pemeriksaan sensibilitas
Attitude : - menyediakan waktu untuk menjelaskan penyakit yang
diderita pasien kepada keluarga dan kepada pasien sendiri

Definisi :
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan suatu sindroma yang disebabkan oleh proses
autoimun terhadap saraf perifer akut dengan progresifitas cepat dan didominasi oleh gejala
polineuropati motorik. Sindrom Guiilain Barre adalah penyakit dimana sistem kekebalan
tubuh seseorang menyerang sistem saraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot, apabila
parah dapat mengakibatkan kelumpuhan, bahkan otot-otot pernapasan.1,3

Epidemiologi1:
- Mengenai semua usia
- Insidens : 0,75 - 2 % per 100.000 penduduk
- Meningkat seiring bertambahnya usia, lebih jarang ditemukan pada anak-anak
- Lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 1,7 : 1 dengan perempuan
- Biasanya didahului oleh suatu infeksi (saluran nafas atau gastrointestinal), imunisasi,
kehamilan atau pembedahan.

Topik1 : radik anterior dan posterior

Etiologi3 : penyakit autoimun


Patogenesis/Patofisiologi :
Gangliosida adalah target dari antibodi. Ikatan antibodi akan mengaktivasi kerusakan mielin.
Mielin diserang karena diduga memiliki lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan
gangliosid. Pada infeksi bakteri Campylobacter jejuni, bakteri ini mengandung protein
membran yang merupakan duplikatdari GM1 (prototipe gangliosid). Kerusakan akan terjadi
pada membran aksonal. Perubahan pada akson menyebabkan reaksi silang antibodi ke bentuk
GM1 sehingga akan muncul sinyal infeksi. Sistem imun humoral terinisiasi, sel T merespon
dengan infiltrasi sel limfosit ke spinal dan sistem saraf perifer. Makrofag akan terbentuk di
daerah yang rusak dan menyebabkan demielinisasi serta hambatan dalam sistem konduksi
impuls saraf.1 Varian SGB berserta gejala klinis dan patofisiologinya ditampilkan pada tabel
dibawah ini.
Tabel. Perbedaan masing-masing varian SGB

Gejala klinis :
Rasa baal pada ujung jari kaki dan tangan (pola kaus kaki dan sarung tangan), yang segera
diikuti oleh kelemahan flaksid otot tungkai dan lengan yang terjadi secara asendens dan
relatif simetris. Gejala ini biasanya muncul 1-3 minggu setelah mengalami infeksi, imunisasi
ataupun pembedahan. Kelemahan maksimal dalam 1 minggu pada kira-kira 50% kasus dan
dalam 1 bulan pada lebih dari 90% kasus. Pada kasus yang berat, bisa terjadi tetraplegia dan
kesulitan untuk bernafas, menelan atau bicara (karena kelemahan otot orofaring dan
pernafasan). 10% - 20% pasien memerlukan alat bantu nafas. Selain gejala diatas, juga
ditemukan berkurangnya atau menghilangnya reflek tendon. Pada beberapa pasien ditemukan
disfungsi sistem otonom.1,2,3
Pemeriksaan Penunjang1 :
 Adanya peninggian kadar protein pada cairan serebrospinal sementara kadar sel
normal (disosiasi sitoalbuminik).
 Penurunan kecepatan hantaran saraf (dengan Elektromiografi)

Dasar Diagnosis1,2 :
Anamnesis :
 Kelemahan ascenden dan simetris
 Anggota gerak bawah dulu baru menjalar ke atas
 Kelemahan akut dan progresif yang ditandai arefleksia
 Puncak defisit 4 minggu
 Pemulihan 2-4 minggu pasca onset
 Gangguan sensorik pada umumnya ringan
 Gangguan otonom dapat terjadi
 Gangguan saraf kranial
 Gangguan otot-otot nafas
Pemeriksaan fisik :
 Kelemahan saraf kranial (III, IV, VI, VII, IX, X)
 Kelemahan anggota gerak yang cenderung simetris dan asendens,
 Hiporefleksia atau arefleksia
 Tidak ada klonus atau refleks patologis.
Pemeriksaan penunjang :
Disosiasi sitoalbuminik pada cairan serebrospinal dan EMG terdapat penurunan kecepatan
hantaran saraf.

Diagnosis banding1 : Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik, Tetraparesis


penyebab lain, Hipokalemi, Miasthenia gravis

Komplikasi2 : kelemahan otot-otot pernafasan dan otot menelan.

Tatalaksana2 :
 Tidak ada drug of choice
 Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
 Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
 Roboransia saraf parenteral
 Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
 Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu
kortikosteroid dosis tinggi
 Plasmafaresis beberapa pasien memberi manfaat yang besar terutama kasus akut.
Plasmafaresis 200 – 250 ml / kgBB dalam 4 – 6 x pemberian selang waktu sehari,
diganti cairan kombinasi garam + 5 % albumin
 Imunoglobulin intravena (konsensus ahli) : IVIG direkomendasikan untuk terapi
SGB. Dosis 0,4 g / kgBB / tiap hari untuk 5 hari berturut – turut ternyata sama
efektifnya dengan penggantian plasma. Konsensus ahli merekomendasi IVIG sebagai
pengobatan SGB

Prognosis2 : lebih dari 90% penyembuhannya sangat baik, tanpa meninggalkan defisit yang
bermakna, namun kira-kira 3 - 5 % berkembang menjadi kronik.
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Referensi :
1. Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI, Pedoman Tatalaksana
GBS, CIDP, MG, Imunoterapi edisi 1; 2018.
2. PERDOSSI, Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur
Operasional Neurologi; 2008.
3. PERDOSSI, Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi; 2016.

Tugas :
1. Jelaskanlah beda secara klinis antara sindroma guillan barre dan polineuropati !
2. Sebutkanlah bentuk-bentuk “variant guillain barre” !
3. Terangkanlah mengenai plasmafaresis dan berapa dosis IVIG !

Anda mungkin juga menyukai