PENDAHULUAN
1
Diabetes mellitus itu sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita
seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat
dapat menimbulkan komplikasi baik komplikasi akut maupun kronis. Komplikasi
akut meliputi Ketoasidosis diabetik (KAD), Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar
(SSH), Hipoglikemi, sedangkan untuk komplikasi kronis dibagi menjadi dua yaitu
makrovaskular (penyakit kardiovaskular, hipertensi) dan mikrovaskular
(neuropati diabetic, gastropati diabetic, nefropati diabetic, ulkus kaki diabetic)
yang membutuhkan tindakan atau tatalaksana segera mungkin sehingga sangat
diperlukan program pengendalian dan penatalaksanan Diabetes Mellitus
khususnya Tipe-2.
Penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari 5 pilar yaitu edukasi, diet,
latihan fisik, kepatuhan obat, selain itu juga termasuk pencegahan diabetes
mellitus dengan pemantauan kadar gula darah. Oleh karena itu, sebagai dokter
muda, kita harus mampu mengetahui dan memahami seluk beluk tentang Diabetes
Mellitus dari definisi hingga tatalaksana pada pasien, agar ketika sudah menjadi
dokter nantinya ilmu-ilmu yang sudah kita dapatkan di Rumah Sakit Pendidikan
dapat kita terapkan dengan baik pada pasien kita kelaknya.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
a. Nama : Ny. N
b. Tanggal lahir/umur : 31 Desember 1960
c. Umur : 62 tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Status Perkawinan : Janda
f. Suku/Bangsa : WNI
g. Agama : Islam
h. Pendidikan : Sd
i. Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
j. Alamat KTP : Mangsit, Senggigi, Batu Layar
k. No. Rekam Medis 447157
l. Tanggal masuk RS : 15 Juli 2022
2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Luka pada telapak kaki kanan yang bernanah dan sangat nyeri.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Wanita, 62 tahun datang IGD RSUD Mataram diantar keluarganya
dengan keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh pada kaki kanan sejak 1
bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 1 minggu terakhir.
Sebelumnya, lima tahun sebelum masuk rumah sakit pasien sering merasa
kesemutan dan kebas yang hilang timbul pada kaki dan tangan. Selain itu,
pasien sering terbangun di malam hari untuk berkemih, dan sering merasa
lemas badan. Karena merasa keluhannya tak kunjung hilang, akhirnya
pasien datang ke puskesmas untuk berobat. Menurut pasien, saat itu gula
darahnya tinggi dan dokter mengatakan bahwa pasien memiliki kencing
3
manis. Menurut pasien, ia pernah mendapatkan obat metformin dari
puskesmas yang diminum 2 kali dalam sehari, namun hanya dikonsumsi
selama satu bulan. Karena dirasakan keluhan berkurang, pasien tidak lagi
rutin kontrol gula darah dan tidak mengonsumsi obat kencing manis lagi
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai merasakan
keluhan berupa rasa kesemutan dan kebas pada kaki muncul kembali.
Sering kali pasien tidak merasakan jika kakinnya menapak, namun pasien
masih dapat berjalan dan bekerja seperti biasa. Karena dirasa tidak
mengganggu aktivitas, pasien tidak memeriksakan diri di dokter.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien pergi ke hajatan lalu
pulang menggunakan motor, kemudian ketika di jalan dia tidak melihat
besi asbes, sehingga kakinya menginjak besi tersebut dan menyebabkan
luka robek 2 cm pada sela jari kelingkingnya. Luka tersebut hanya obati
menggunakan betadine dan dibalut dengan kasa. Awalnya luka pada kaki
kecil seukuran biji jagung. Setelah itu, pasien merasa telapak kaki
kanannya terasa nyeri dan panas. Semakin lama telapak kaki kanannya
membengkak ditambah muncul luka baru seperti bisul pada sisi lainnya
yang semakin meluas disertai nanah hingga seperti sekarang ini.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa kaki
kanannya semakin bengkak dan nyeri. Luka mengeluarkan nanah yang
bau, dan tidak terdapat perdarahan aktif, tampak terlihat otot sekitar.
Bengkak dirasakan meluas hingga tungkai kanan bawah. Tungkai kanan
bawah berwarna merah, dan sangat nyeri dan berat ketika digerakan.
Pasien sempat pergi ke klinik dokter untuk mengatasi keluhannya disana ia
mendapat perawatan luka, obat gatal, obat mengontrol gula darah yang
diminum pagi dan siang dan obat penghilang rasa sakit. Namun 4 hari
kemudian luka pada kakinya basah kembali. Karena khawatir, pasien
akhirnya dibawa oleh keluarga dan dengan persetujuan pasien sendiri
untuk memeriksakan kondisinya di puskesmas dan disana ia dirujuk
langsung ke RSUD Kota Mataram.
Pasien juga sempat mengeluh deman hilang timbul semenjak
mendapat luka dikakinya, demam kadang disertai menggigil dan sangat
4
mengganggu, selama demam pasien mengaku hanya meminum obat
penurun demam saja. Keluhan lain seperti mual, dan muntah disangkal
oleh pasien.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit infeksi : disangkal
Riwayat alergi obat-obatan : disangkal
Riwayat Covid-19 : (-)
5
Visual Analog Scale 5
Berat Badan : 95 Kg
Status Generalis
Kepala : Normocephali, trismus (+)
Mata : Pupil (+/+) bulat isokor 3/3 mm, anemis (-/-),
6
tidak ada gerakan nafas tertinggal, tidak ada massa
dan tidak ada tanda-tanda peradangan.
+ + -- --
+ + -- --
-- --
+ +
Vesikuler Rhonki Wheezing
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Abdomen datar, tidak tampak adanya massa, tidak
lien sulit
dinilai.
Ekstremitas
- Superior : Akral hangat, tidak terdapat edema capillary refill time
< 2 detik
- Inferior : Sesuai status lokalis
Status lokalis
Look: Pada status lokalis regiopedis dextra, terdapat luka berbentuk
ulkus pada regio plantar pedis yang meluas hingga dorsum pedis
dextra. Luka berukuran 8 cm x 5 cm x 0,5 cm. Pada luka terdapat
edema (+), hiperemis (+), pus (+), darah (-), jaringan nekrotik (+), bau
7
(+), terlihat jaringan otot disekitar luka.
Feel: Nyeri tekan (+), CRT sulit dinilai, pulsasi a. dorsalis pedis (+)
lemah. Sensorik sekitar luka mulai menurun akibat terasa sakit.
Move: ROM (+)
8
Pedis dextra bagian dorsal Pedis dextra bagian plantar
9
Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan EKG
10
Foto Rontgen Pedis Dextra 15 Juli 2022
Interpretasi :
- Alignment baik
- Trabekulas tulang menurun
- Celah dan pembukaan sendi tampak baik
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Tak tampak soft tissue mass/swelling
Kesan :
- Tak tampak pembesaran erosi / destruksi tulang
- Osteopenia
2.6 Penatalaksanaan
Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
Diet DM 1500 kkal/hari
Cefoperazone 2 x 1 gr/12 jam IV
Pantoprazole 1 x 40 mg/24 jam IV
11
Metronidazole 3 x 500 mg/* jam IV
Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
Konsul Sp. B
2.7 Follow Up
Keluhan : Pasien mengeluh lemas, nyeri pada luka dikaki kanan, mual (+), muntah
(-)
KU : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36,6°C (axilla),
SpO2: 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : normochepali
- Mata: reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
12
Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries tidak ada, mukosa tida
Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan kongenital
Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran KGB tidak ada, kele
Pemeriksaan Thorax Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS 5 linea sternalis dextra Batas kiri jantung: ICS 5 midclavicula sinistra B
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris k
-Abdomen
13
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
+ + + +
Terdapat luka pada kaki kiri, luka masih basah
ROM terbatas
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Cefoperazone 2 x 1 g
- Pantoprazole 1 x 40 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
14
- PCT flash 3 x 1 g
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
- Rawat
luka Monitoring
:
- Cek Vital Sign
- GDS : 188 mg/dL
- Cek
albumin Planning
:
15
Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran KGB tidak ada, kele
Pemeriksaan Thorax Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS 5 linea sternalis dextra Batas kiri jantung: ICS 5 midclavicula sinistra B
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris k
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya massa
Auskultasi: bising usus (+) normal
16
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ Terdapat
+ - kaki
luka pada - kiri, luka masih basah
+ ROM
+ terbatas + +
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
Terapi :
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
- Hari ke 4 BPL
Monitoring :
- Cek Vital Sign
- GDS : 166 mg/dL
Planning :
- GDS
- DL ulang
17
Selasa, Tanggal 19 Juli 2022
18
Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan
nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
++ -- --
++ -- --
++ -- --
- Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
19
Ekstermitas :
HangatEdema
+ + - -
+ + + +
20
Tanda Vital : TD: 130/80 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/mnt, T : 36,6°C (axilla),
SpO2: 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : normochepali
- Mata: reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran
KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan auskultasi
tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan Thorax
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra
Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan
nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
21
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
22
Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
++ -- --
++ -- --
++ -- --
- Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
Terdapat luka pada kaki kiri, luka masih basah
+ + + +
ROM terbatas
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
23
2. Diabetic foot wagner IV
3. Anemia sedang
4. Hypoalbuminemia
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
- Tranfusi octalbin 25 % 100 cc
- Rawat
luka. Monitoring
:
- Cek Vital Sign
- GDS : 180 mg/dL
- Hb : 7.6 g/dl
- Albumin : 2.5 g/dl (3.2 – 4.6
g/dl) Planning :
- GDS
24
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
- Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran
KGB tidak ada, kelenjar tiroid tidak ada pembesaran (-/-) dan auskultasi
tidak ada bruit pada arteri karotis atau tiroid.
- Pemeriksaan Thorax
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 midclavicula sinistra
Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan
nafas tertinggal, tidak ada massa dan tidak ada tanda-tanda
peradangan.
Palpasi : Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi :
vesikular rhonki wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - - 25
- Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada,
tidak tampak adanya massa, tidak tampak adanya tanda – tanda
peradangan.
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ Terdapat
+ - kaki
luka pada - kiri, luka masih basah
+ ROM
+ terbatas + +
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
3. Anemia sedang
4. Hypoalbuminemia
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
26
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
- Rawat
luka. Monitoring
:
- Cek Vital Sign
- GDS : 180 mg/dL
- Hb : 7.6
g/dl Planning :
- GDS
27
Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran KGB tidak ada, kele
Pemeriksaan Thorax Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS 5 linea sternalis dextra Batas kiri jantung: ICS 5 midclavicula sinistra B
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris k
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya mass
peradangan.
28
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ + - -
Terdapat luka pada kaki kiri, luka masih basah
+ + + +
ROM terbatas
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
3. Anemia sedang
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Cefoperazone 2 x 1 g
- Pantoprazole 1 x 40 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- PCT flash 3 x 1 g
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
29
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
- Rawat
luka. Monitoring
:
- Cek Vital Sign
- GDS : 180 mg/dL
- Hb : 7.6 g/dl
- Albumin : 2.5 g/dl (3.2 – 4.6
g/dl) Planning :
- GDS
Keluhan : Lemas
KU : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital : TD: 126/80 mmHg, N : 86x/menit, RR : 20x/mnt, T : 37,0°C (axilla),
SpO2: 98% (udara ruangan)
Pemeriksaan Fisik
- Kepala : normochepali
- Mata: reflek pupil (+/+) bulat isokor, anemis (-/-) ,sklera ikterik (-/-)
- Hidung: Normal, tidak ada discharge (-/-), nafas cuping hidung tidak ada,
deviasi septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi: Normal, bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries
tidak ada, mukosa tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga: Normal, simetris, discharge tidak ada (-/-), tidak ada kelainan
kongenital
30
Leher: Normal, deviasi trakea tidak ada, JVP normal (5+2 cm), pembesaran KGB tidak ada, kele
Pemeriksaan Thorax Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS 5 linea sternalis dextra Batas kiri jantung: ICS 5 midclavicula sinistra B
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris k
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya massa
Auskultasi: bising usus (+) normal
31
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ Terdapat
+ - kaki
luka pada - kiri, luka masih basah
+ ROM
+ terbatas + +
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
3. Anemia sedang
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Cefoperazone 2 x 1 g
- Pantoprazole 1 x 40 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- PCT flash 3 x 1 g
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
32
- Rawat
luka. Monitoring
:
- Cek Vital Sign
- GDS : 180 mg/dL
- Hb : 7.6 g/dl
- Albumin : 2.5 g/dl (3.2 – 4.6
g/dl) Planning :
- GDS
33
Pemeriksaan Thorax Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, linea midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas kanan jantung: ICS 5 linea sternalis dextra Batas kiri jantung: ICS 5 midclavicula sinistra B
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo :
Inspeksi : Normochest, ada simetris kanan dan kiri, tidak ada gerakan nafas tertinggal, tidak ada
Palpasi: Fremitus vocal normal sama kuat antara kanan dan kiri,
pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan.
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, normal, distensi tidak ada, asites tidak ada, tidak tampak adanya massa
Auskultasi: bising usus (+) normal
34
Perkusi :
Timpani
+ + +
+ + +
+ + +
Palpasi :
Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
Ekstermitas :
Hangat Edema
+ Terdapat
+ - kaki
luka pada - kiri, luka masih basah
+ ROM
+ terbatas + +
Diagnosis :
1. DM Tipe 2
2. Diabetic foot wagner IV
3. Anemia sedang
Terapi :
- Infus NaCl 20 tpm
- Diet DM 1500 kkal/hari
- Cefoperazone 2 x 1 g
- Pantoprazole 1 x 40 mg
- Metronidazole 3 x 500 mg
- PCT flash 3 x 1 g
- Insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU
- Insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU
Monitoring :
35
- Cek Vital Sign
- GDS : 180 mg/dL
- Hb : 7.6 g/dl
- Albumin : 2.5 g/dl (3.2 – 4.6
g/dl) Planning :
- GDS
- DL ulang
36
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
37
faktor degeneratif yaitu menurunnya fungsi tubuh, khususnya kemampuan
dari sel ß dalam mensekresikan insulin untuk mematabolisme glukosa.
C. Jenis Kelamin Perempuan lebih berpeluang untuk terjadi DM
dibandingkan laki laki dengan alasan faktor hormonal dan metabolisme.
D. Obesitas (BMI ≥25 kg/m2) Obesitas dikaitkan dengan banyak kelainan
metabolik yang dapat meneyababkan resistensi insulin
E. Aktivitas fisik yang kurang Pengaruh aktivitas fisik secara langsung
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot
(seberapa banyak otot mengambil glukosa dari aliran darah)
F. Ras / etnis Ras Asia umumnya memiliki presentase lemak tubuh total dan
lemak viseral yang lebih tinggi dibandingkan ras kulit putih hal ini akan
meningkatkan risiko DM tipe 2 (Sudoyo, 2018).
G. Kadar kolesterol Dislipidemia dapat menyebabkan terjadinya resistensi
insulin.
H. Merokok Perokok cenderung memiliki akumulasi lemak sentral daripada
bukan perokok, selain itu rokok diketahui dapat menyebabkan resistensi
insulin dan menurunkan respon dari sekresi insulin.
3.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan American Diabetes Association (2018) :
1. Diabetes melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenille-onset dan tipe dependen
insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Pada tipe
ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menyebabkan pankreas gagal
menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya produksi insulin.
Diabetes tipe 1 ini dapat dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun (akibat
disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta) dan idiopatik (tanpa
bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya) (PERKENI, 2019).
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas
dan tipe non dependen insulin disebabkan ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin secara efektif yang dihasilkan oleh pankreas. Pada
38
tipe ini terjadi dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin, atau
keduanya.
3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat
gestasional terdahulu.
4. Tipe spesifik lain
a. Cacat genetik fungsi sel beta : MODY
b. Cacat genetik kerja insulin : sindrom resistensi insulin berat
c. Endokrinopati : sindrom cushing, akromegali
d. Penyakit eksokrin pancreas
e. Obat atau diinduksi secara kimia
f. infeksi
5. Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Pasien dengan IGT tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus, tetapi
tes toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan. Pasien-pasien ini
asimtomatis.
6. Gangguan glukosa puasa (IFG)
Gangguan glukosa puasa ditetapkan dengan nilai antara 110 dan 126
mg/100 ml.
3.1.5 Patofisologi
Peningkatan kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus sebagai akibat dari
beberapa hal diantaranya :
1. Rusaknya (destruksi) sel ß yang dipengaruhi oleh faktor eksternal (virus,
zat kimia, dll) atau dari faktor internal (penyakit autoimun) sehingga
terjadi defisiensi insulin, penurunan sensitivitas reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas (Hammer, 2014 & Skyler, 2017).
39
2. Adanya resistensi insulin (kemunduran potensi insulin untuk
meningkatkan pengambilan glukosa dan penggunaan glukosa oleh sel-sel
tubuh) (Skyler, 2017).
3. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh suatu produk sel ß yang
abnormal, antagonis insulin dalam sirkulasi, atau insensitivitas reseptor
insulin di jaringan perifer (Skyler, 2017).
40
Pada DM tipe 2 ditandai dengan adanya gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin, produksi glukosa yang meningkat, dan metabolisme lemak yang
berlebihan. Proses feedback (umpan-balik) antara fungsi dan sekresi insulin
terganggu maka fungsi insulin dalam hepar, otot, dan jaringan adiposa serta
sekresi insulin oleh sel beta pada pankreas juga turut terganggu. Hal ini
berdampak pada peningkatan kadar glukosa darah. Tahap awal DM tipe 2,
toleransi glukosa cukup normal walaupun sudah terdapat resistensi insulin yang
diakibatkan oleh kompensasi sel beta untuk meningkatkan sekresi dari insulin
(Kasper, 2015).
Proses tersebut akan berdampak pada hiperinsulinemia akibat pankreas tidak
dapat berkompensasi lagi, sehingga terjadi penurunan sekresi insulin (Abbas,
2015). Gangguan sekresi insulin ini akan meningkatkan prosuksi glukosa di dalam
hepar sehingga glukosa dalam darah akan meningkat (hiperglikemia) (Sudoyo,
2018).
Glukosa memiliki sifat menarik cairan sehingga penderita diabetes mellitus
memiliki kecenderungan untuk banyak kencing (poliuri). Tubuh yang kehilangan
banyak cairan melalui urine dapat mengalami dehidrasi. Kondisi ini menyebabkan
rasa haus yang terus - menerus sehingga selalu ingin minum (poidipsi). Sel-sel
jaringan tubuh yang kekurangan suplai glukosa akan menjadi menyusut sehingga
kemudian mengirimkan sinyal ke otak untuk merangsang pusat lapar, sehingga
penderita diabetes mellitus memiliki kecenderungan untuk makan terus-menerus
(polifagi) (Sudoyo, 2018).
3.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang
ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien akan
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar
yang semakin
41
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk (Setiati dkk, 2017).
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang
eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah,
somnolen yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi
sakit berat dn timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalua tidak mendapatkan
pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol
metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin (Setiati dkk, 2017).
Pasien diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih
berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan
somnolpen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini
tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap
disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis (Alwi, 2015).
3.1.7 Diagnosis
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.
Tabel 4 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
No : Kriteria Diagnosis DM
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
42
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yan setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
4. HbA1C (≥ 6,5%)
44
pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas
jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes
yang dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada
prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagainana yang diharapkan.
Pemberian terapi farmakologis tidak meninggalkan terapi non farmakologis yang
telah diterapkan sebelumnya (Tanto dkk, 2016).
1. Terapi Nonfarmakologis
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien menurut PERKENI (2019) meliputi
pemahaman :
a. Perjalanan penyakit DM
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
c. Penyulit DM dan risikonya
d. Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan
e. Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan hipoglikemik orak
atau insulin serta obat-obat lainnya
f. Cara pemantauan glukosa darah
g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti hipoglikemia
h. Pentingnya perawatan diri
2. Terapi Gizi Medis
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
a. Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak
boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh
lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap
gram karbohidrat terdapat kandungan energy sebesar 4 kilokalori.
45
b. Lemak
Lemak mempunyai kandungan sebesar 9 kilokalori per gramnya.
Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak
jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan
kolesterol sangat disarankan bagi para diabetes karena terbukti dapat
memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes.
Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty
acid), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar
glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang (PUFA = polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi
jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit.
PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis
VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase
yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL. Untuk mencukupi kebutuhan asam
lemak tidak jenuh rantai panjang, dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan
seminggu 2-3 kali (Kemenkes RI, 2018).
c. Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15%
dari total kalori per hari.
Perhitungan jumlah kalori :
Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
Perempuan : BB idaman (kg) x 25
kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-
15%) di antara makan besar.
3. Latihan Jasmani
Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per
minggu dengan durasi 30-60 menit. Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya
46
yang disenangi serta memungkin untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan
otot-otot besar (Kemenkes RI, 2018).
2. Terapi Farmakologis
Beberapa farmakoterapi yang dapat digunakan sebagai anti-hiperglikemik, yaitu :
Tabel 5 Obat Anti-Hiperglikemia Oral DM (ADA, 2018)
Gologan Generik Keuntungan Kerugian Kontraindikasi
47
DPP-4 inhibitor Sitagliptin Tidak Angioedema,
Linagliptin menyebabkan urtica, atau efek
hipoglikemi dermatologis
Ditoleransi lainnya yang
dengan baik dimediasi respon
imun
Hospitalisasi
akibat gagal
jantung
SGLT-2 inhibitors Canagliflozin Tidak Infeksi urogenital Gagal ginjal
Dapagliflozin menyebabkan Poliuria kronik
Empagliflozin hipoglikemia Hipotensi / Infeksi saluran
Penurunan BB hypovolemia kemih
Penurunan TD Peningkatan
Efektif untuk kreatinin
semua fase DM
48
5. Dulaglutide Menurunkan Membutuhka pelatihan pasien.
glukosa
postprandial
Menurunkan
faktor risiko
CVD
49
merupakan faktor utama terjadinya kerusakan kulit; luka terbuka ini selanjutnya
menjadi daerah kolonisasi bakteri (umumnya flora normal) dan selanjutnya
berkembang menjadi invasi dan infeksi bakteri. Iskemia jaringan kaki berkaitan
dengan penyakit arteri perifer umum ditemukan pada penderita infeksi kaki
diabetik. Walaupun jarang menjadi penyebab utama, iskemia pada ekstremitas
akan meningkatkan risiko luka menjadi terinfeksi dan akan berkaitan dengan
luaran akibat infeksi. Luka pada kaki penderita diabetik sering menjadi luka
kronik, berkaitan dengan advanced glycation end-products (AGEs), inflamasi
persisten, dan apoptosis yang diinduksi oleh keadaan hiperglikemia (Hutagalung
et al, 2019) Mayoritas kasus infeksi kaki diabetik terbatas pada bagian yang
relatif superfisial. Namun, infeksi dapat menyebar ke jaringan subkutan termasuk
fascia, tendon, otot, sendi, dantulang. Anatomi kaki terbagi
menjadi beberapa kompartemen yang rigid namun saling
berhubungan, sehingga infeksi mudah menyebar antar kompartemen. Respons
inflamasi akan meningkatkan tekanan kompartemen melebihi tekanan kapiler,
menyebabkan nekrosis jaringan akibat iskemia. Tendon yang terdapat dalam
kompartemen menjadi perantara penyebaran infeksi ke proksimal yang umumnya
bergerak dari area bertekanan tinggi menuju
ke tekanan rendah (Hutagalung et al, 2019).
Tanda dan gejala sistemik (seperti demam, menggigil) yang menandakan
leukositosis atau gangguan metabolik signifikan jarang ditemukan; adanya tanda
sistemik berkaitan (Hutagalung et al, 2019).
3.2.3 Klasifikasi Diabetic Foot
Kaki diabetes dapat dibagi menjadi:
1. Kaki diabetes tanpa ulkus
2. Kaki diabetes dengan ulkus.
50
2 Ulkus meluas ke ligament, tendon, kapsul sendi atau fasia dalam,
tanpa adanya abses atau osteomielitis
3 Ulkus dalam dengan osteomielitis atau abses
4 Gangrene pada sebagian kaki bagian depan atau tumit
5 Gangrene ekstensif yang melingkupi seluruh kaki
Keterangan:
PAD : Peripheral Arterial Disease
CLI : Critical Limb Ischemia
51
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome
52
Deteksi dini kelainan kaki pada penyandang diabetes menurut PERKENI
(2019) dapat dilakukan dengan penilaian karakteristik:
Kulit yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku
Rambut kaki menipis
Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku menebal, rapuh, ingrowing nail)
Kalus (mata ikan) terutama bagian telapak kaki
Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang
menonjol
Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari
Kaki baal, kesemutan, atau tidak terasa nyeri
Kaki yang terasa dingin
Perubahan warna kulit kaki (kemerahan, kebiruan, atau kehitaman)
Pemeriksaan neuropati sensorik menggunakan monofilament Semmes
Weinstein 10 g ditambah salah satu dari pemeriksaan garpu tala frekuensi 128 Hz,
tes refleks tumit dengan palu refleks, tes pinprick dengan jarum, atau tes ambang
batas persepsi getaran dengan biotensiometer (PERKENI, 2019).
3.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera
mungkin. Komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus
menurut ADA (2013) adalah :
Kendali metabolik (metabolic control):
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
yang terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah.
Status nutrisi harus diperhatian dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas
membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan
dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat
oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut
tentu akan
53
menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki (Muhartono & Sari, 2017).
Kendali vascular (vascular control):
Perbaikan asupan vascular dengan modifikasi faktor risiko terkait
aterosklesrosis seperti hiperglikemi, hipertensi dan dislipidemia dan juga
operasi atau angioplasti, biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
Kendali infeksi (infection control):
Pengobatan infeksi harus diberikan secara agresif juka terlihat tandatanda
klinis infeksi. Kolonisasi pertumbuhan organism pada hasil usap, namun
tidak disertai tanda-tanda klinis, bukan merupakan infeksi. Umumnya
didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan
gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau.
Karena itu lini pertama diberikan antibiotik dengan spektrum luas,
mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap
kuman anaerob (seperti misalnya metronidazole) (PERKENI, 2019).
Kendali luka (wound control):
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan
lokal pada luka, termasuk control infeksi, dengan konsep TIME:
1. Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
2. Inflammation and infection control (kontrol inflamasi dan infeksi)
3. Moisture balance (menjaga keseimbangan kelembaban)
4. Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
Kendali tekanan (pressure control):
Mengurangi tekanan karena tekanan yang berulang dapat menyebabkan
ulkus. Hal itu sangat penting dilakukan pada ulkus neuropatik.
Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan. Selain itu jika tetap dipaksakan
untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan–weight
bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat
menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar.
54
Penyuluhan (education control):
Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi
mengenai perawatan kaki secara mandiri.
55
BAB IV
PEMBAHASA
N
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin, atau keduanya. Salah satu komplikasi dari DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran
kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus/gangren diabetik.
Menurut International Diabetes Federation (IDF) dan World Health
Organization (WHO), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan DM di dunia
pada tahun 2013. Diperkirakan juga, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis
sehingga terancam berkembang progresif menjadi komplikasi yang salah satunya
menjadi ulkus/gangrene diabetik.
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus/gangren diabetik meliputi
neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Neuropati disebabkan
karena peningkatan kadar gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan
vaskuler dan metabolik. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai
kemungkinan besar menderita atherosclerosis, terjadi penebalan membrane
basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel. Pada gambar 1,
dijelaskan mengenai patogenesis ulkus DM yang hilangnya sensasi pada kaki
akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur
kaki, tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan
lunak
Penegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis DM ditegakkan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma
darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
56
penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan
57
seperti: 1) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya; 2) Keluhan lain: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva
pada wanita.
Pada pasien ini didiagnosis kaki diabetikum regio pedis dextra dengan DM
tipe 2 dikarenakan berdasarkan anamesis pasien memang menderita DM tipe 2
sejak 5 tahun yang lalu tetapi tidak rutin kontrol dan minum obat. Sebelumnya
pasien memiliki keluhan sesuai dengan keluhan klasik DM yaitu sering berkemih,
selalu merasa haus dan lapar. Selain itu juga pasien memiiki keluhan lainya
seperti kesemutan dan kebas pada kaki (+), riwayat penurunan berat badan (+),
mual (+), riwayat lemas badan (+). Dikarenakan kurangnya pengendalian gula
darah pasien, pasien mengalami komplikasi yaitu terdapat luka di bagian kaki
kanan bagian dalam yang dialami sejak ± 1 bulan yang lalu yang tidak sembuh
dan bertambah berat. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau berkurangnya
rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau
tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum lemas dengan
tingkat kesadaran composmentis, tanda vital pasien dalam batas normal, dan
status generalis (kepala, mata, THT, leher, thorak, abdomen, dan punggung)
dalam batas normal. Berdasarkan klasifikasi wagner, pasien mengalami kaki
diabetes derajat 4, karena adanya gangrene pada sebagian kaki bagian depan atau
tumit. Dapat dilihat pada status lokalis pasien (regio pedis dextra) yang ditemukan
pada Look: Pada status lokalis regiopedis dextra, terdapat luka berbentuk ulkus
pada regio plantar pedis yang meluas hingga dorsum pedis dektra. Luka berukuran
8 cm x 5 cm x 0,5 cm. Pada luka terdapat edema (+), hiperemis (+), pus (+), darah
(-), jaringan nekrotik (-), bau (+), terlihat jaringan otot disekitar luka. Feel: Nyeri
tekan (+), CRT sulit dinilai, pulsasi a. dorsalis pedis (+) lemah. Sensorik sekitar
luka mulai menurun akibat terasa sakit. Move: ROM (+) Pemeriksaan penunjang
berupa darah lengkap yang dilakukan, didapatkan peningkatan WBC, penurunan
HGB, penurunan RBC, penurunan HCT, dan peningkatan PLT. Pada pemeriksaan
kimia darah, didapatkan creatinine, glucose, dan urea UV mengalami
peningkatan.
58
Peningkatan glucose pada pasien dalam laporan akibat gula darah pasien yang
tidak terkontrol walaupun telah mengkonsumsi glibenclamide, dimana pasien
sudah mengalami DM type 2 sejak 3 tahun yang lalu. Penurunan HGB dan RBC
pasien, dapat diakibatkan karena perdarahan ulkus diabetik pasien. Peningkatan
WBC dapat menunjukkan terjadinya infeksi.
Penatalaksanaan Diabetic Foot dengan ulkus harus dilakukan sesegera
mungkin. Komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus
menurut ADA (2013) adalah kendali metabolik, kendali vascular, kendali infeksi,
kendali luka, kendali tekanan, dan pemberian penyuluhan. Usulan
penatalaksanaan pasien yang dilakukan adalah medikamentosa dan non
medikamentosa. Medikamentosa berupa pemberian, infus NaCl 20 tpm, diet DM
1500 kkal/hari, cefoperazone 2 x 1 g, pantoprazole 1 x 40 mg, metronidazole 3 x
500 mg, PCT flash
3 x 1 g, insulin glargine (lantus) 1 x 14 IU, insulin glulisine (apidra) 3 x 8 IU, dan
non medikametosanya berupa Konsul Sp. B, dan pemberian KIE kepada pasien
dan keluarga pasien.
59
BAB V
KESIMPULA
N
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin, atau keduanya. Ulkus kaki diabetic merupakan komplikasi
akibat gejala neuropati yang menyebabkan hilang atau berkurangnya rasa nyeri di
kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki. Penatalaksanaan ulkus
kaki diabetic harus dilakukan dengan segera meliputi kendali metabolik, kendali
vaskular, kendali infeksi, kendali luka, kendali tekanan, dan penyuluhan.
60
DAFTAR PUSTAKA
61
Zheng, Yan. Ley, Sylvia H & Hu, Frank B. 2018. Global Aetiology And
Epidemiology Of Type 2 Diabetes Mellitus And Its Complication. USE :
Macmillan Publisher. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29219149
62