1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Oleh:
Bella Merisa
G1A218018
Jambi,Juni 2019
Pembimbing,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikanlaporankasus yang
berjudul “ Diabetes Melitus Tipe II Normoweight Tidak Terkontrol”.
Penulisanlaporankasus ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam
menjalani kepanitraan klinik senior di bagianPenyakit Dalam di RSUD Raden
Mattaher Jambi. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Merylla Filianty
Sipayung, SpPD yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian
laporankasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
laporankasus ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi
tertinggi.Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan
dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi
sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan
cepat saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2.
Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2
daripada orang dengan status gizi normal.2
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : IRT
6
siang hari. Os berobat ke bidan dan disuntik, tetapi demam
dirasakan tidak juga turun.
±1 hari SMRS, badan os terasa semakin lemas, os juga
mengeluhkan mual (+) dan nyeri pada ulu hatinya, nyeri dirasa
berkurang jika pasien makan, os merasa perutnya kembung, mual
(+), muntah. Os pernah lupa mengkonsumsi obat DM nya (1 kali),
saat ini obat DM yang os konsumsi adalah Glimepirid dan
Metformin. Os juga menderita darah tinggi pada 5 tahun yang lalu
dan rutin minum obat. Keluhan muntah (-), BAB normal, BAK (-)
tidak ada keluhan.
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (+) ayah os
Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat Kebiasaan :
7
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis; GCS 15 (E4V5M6)
Antropometri
BB : 55kg
TB : 158cm
IMT : 22,03 (normoweight)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit (teratur, kuat,
isian cukup)
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 37,4°C
SpO2 : 98%
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi :-
Pigmentasi :-
Jaringan Parut :-
Pertumbuhan Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
Suhu : hangat
Lembab kering : lembab
Keringat : umum
Turgor : baik
Ikterus : (-)
Lapisan lemak : sedang
8
Wajah : Simetris, edema (-); sianosis (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),mata
cekung (-/-), edema palpebra (-/-), Isokor (bulat, 3
mm), refleks cahaya (+/+)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
pembengkakan gusi (-), mukosa buccal anemis (-),
faring tidak hiperemis, tonsil (T1/T1), gigi tidak
ada
Leher : KGB tidak membesar, Kel. Tiroid tidak
membesar, JVP 5+2 cmHg
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
gerak nafas simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-),
krepitasi (-),
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V
Palpasi : Ictus cordis teraba, kuat angkat cukup, pada ICS
IV linea midklavicularis sinistra
Perkusi :
o Batas jantung kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
o Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dekstra
o Batas atas : ICS II linea parasternalis
9
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, distensi (-),spider nevi (-), parut (-),
striae (-), caput medusa (-),
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-); hepar tidak teraba,lien
tidak teraba; ballottement (-);
Ektremitas
Darah Lengkap
WBC : 6,39 .109/L (4-10.0)
RBC : 3,89 .109/L (3.5-5.5)
HGB : 11,6 g/dl (11-16)
MCV : 84,5 fL (80 – 100)
MCH : 29,8 pg (27-34)
MCHC : 353 g/L (320-360)
HCT : 32,9 % (35-50)
PLT : 110 .109/L (100-300)
GDS : 377 mg/dl
Kesan : Hiperglikemia
10
Elektrolit
Na : 138,51 mmol/L (135-148)
K : 2.96 mmol/L(3.5-5.3)
Cl : 98,78 mmol/L(98-110)
Ca : 1.22 mmol/L(1.19-1.23)
Faal Ginjal
Ureum : 25 mg/dL (15-39)
Kreatinin : 1,2 mg/dL (P 0.6-1.1)
Kesan : Fungsi ginjal normal
11
2.5 Diagnosis
Diagnosis Sekunder :
- elektrolit imbalance
- Hipertensi Terkontrol
- Infeksi Saluran Kemih
- Dyspepsia non spesifik
Pemeriksaan HbA1c
GDP, GD2PP
Kultur urin
USG Abdomen
2.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologi : Edukasi
Tirah baring
Diet DM 1900 kalori
Cek GDS
Farmakologi : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit.
12
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Inj. Omeprazole 2x1 vial IV
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit
- KSR 3X1
- Sucralfat syr 4x2 cth
2.8 Prognosis
2.9Follow Up
14
S: badan lemas (-) Pemeriksaan gula darah
31/05/2019 O: TD: 120/80 N : 90x/menit rutin (31/05/2019) :
o
RR: 20x/menit T : 36,7 GDS : 197 mg/dl
Pemeriksaan generalisata:
Dalam batas normal
A: Diabetes Melitus tipe 2 tak
terkontrol dan normoweight
P: IVFD NaCl 0,9% 20 ttpm
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
3.2. Epidemiologi
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-
laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
16
membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2
adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetesmellitus dan hanya 5%
dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.1
3.3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005 beserta penyebabnya, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1(Insulin-Dependent Diabetes Mellitus-IDDM)
Dikenal sebagai tipe “Juvenile onset” atau tipe “Insulin dependent” atau
tipe “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam
beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri
diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan
memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia
30 atau menjelang 40.7-9DM ini disebabkan oleh ketidakadaan insulin dalam
darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas, sehingga
memerlukan terapi insulin seumur hidup. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita terjadi penurunan berat badan.7-9
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun.
Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit
dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi
yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas
tersebut. Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat
proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA.
DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan,
misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.7-10
3.5. Patofisiologi
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi
sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin.
Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat
pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit
autoimun dan idiopatik. 11
19
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut.
20
3.6. Manifestasi Klinis
Gejala tidak khas lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien, yaitu:12-14
1. Cepat lelah
2. Kesemutan
3. Gatal
4. Penglihatan kabur
5. Mudah mengantuk
6. Luka sulit sembuh
7. Disfungsi ereksi pada pria
8. Pruritus vulva pada wanita
3.7. Diagnosis15
22
Tabel 3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
Glukosa plasma 2
Glukosa darah
HbA1c (%) jam setelah TTGO
puasa (mg/dl)
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140
3.8. Tatalaksana
24
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi
dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi,
dan evaluasi.14,17
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis pada pasien diabetes pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi
penyandang diabetes (diabetisi) dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.Hal ini dimaksudkan untuk
mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pasien tiap
harinya.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini
antara lain menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki
profil lipid, dan meningkatkan reseptor insulin, serta memperbaiki
sistem koagulasi darah.5
Sedangkan tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk
mencapai dan mempertahankan :5
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
- Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dL
- Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dL
- Kadar Alc < 7 %
2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
3. Profil Lipid
- Kolesterol LDL < 100 mg/dl
- Kolesterol HDL > 40 mg/dl
- Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
25
Tabel 4 Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes
melitus5
Karbohidrat
Energi = 4 Kilokalori
Maks 55 – 65 % dari total kebutuhan energi sehari
Maks 70 % jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal.
Jumlah serat 25-50 gram per hari
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun
jangan sampai lebih dari total kalori per hari
Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori, seperti sakarin,
aspartame, acesulfam, dan sukralosa.
Penggunaan alkohol tidak boleh lebih dari 10 gram/hari
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari
Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi
Protein
Kebutuhan yang diperlukan 10-15 % dari total kalori per hari
Energi = 4 kilokalori/gram
Pasien dengan kelainan ginjal asupan protein dibatasi 40 gram/hari
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian
protein sekitar 0.8-1.0 mg/kg berat badan/hari
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan
sampai o.85 gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40
gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein
nabati lebih dianjurkan dari protein hewani
26
Lemak
Energi = 9 kilokalori per gramnya
Batasi konsumsi asam lemak jenuh maks 10 % dari kebutuhan
kalori per hari
Jika LDL > 100 mg/dl asupan lemak jenuh diturunkan maks 7 %
dari kebutuhan kalori per hari
Konsumsi kolesterol 300 mg/ hari, LDL > 100 mg/dl, kolesterol
maks 200 mg perhari
Batasi asupan lemak bentuk trans
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali
Asupan lemak tak jenuh rantai panjang maks 10 % dari kebutuhan
kalori per hari
c. Latihan jasmani
27
dengan terapi insulin tetapi DM tipe 2 dapat diobati dengan obat
oralterlebih dahulu.Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak
berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum
(oral) atau menggunakan insulin sesuai dengan kondisi pasien. Berikut
ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes:
1) OHO (Obat Hipoglikemik Oral)5,7,14
1. Golongan sekretagok insulin (pemicu sekresi insulin)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini memiliki efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Golongan sulfonilurea (SU) seringkali dapat menurunkan kadar
gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi
tidak efektif pada diabetes tipe 1. SU terdiri dari 3 generasi, yaitu
generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide dan
chlorpropamide.SU generasi kedua adalah glibenclamide,
glipizide dan gliclazide, sedangkan SU generasi ketiga adalah
glimepiride.Efek kerjanya dapat bersifat akut dan efek jangka
panjang.Glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada
pemakaian akut, dan pada pemakaian jangka lama > 12 minggu,
masa paruhnya memanjang sampai 12 jam, bahkan sampai > 20
jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal.Sehingga
dianjurkan untuk pemakaian sehari sekali.
Dosis permulaan SU tergantung dari beratnya hiperglikemia.Bila
konsentrasi glukosa darah puasa < 200 mg/dL, pemberian SU
dimulai dengan dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2
minggu sampai tercapai GDP 90-130 mg/dL.Bila GDP > 200
mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat
sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap
lebih baik. Pada obat yang diberikan sehari sekali, sebaiknya
28
diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan
porsi terbesar.SU juga dapat dikombinasikan dengan terapi
insulin dan efeknya lebih baik daripada terapi tunggal
insulin.Efek samping SU adalah hipoglikemia.
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin pada fase
pertama.Perbedaannya adalah masa kerja glinid yang lebih
pendek, sehingga baik digunakan sebagai obat prandial. Golongan
ini terdiri dari dua macam obat yaitu repaglinid (derivat asam
benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara
cepat melalui hati. Pemberiannya dua sampai tiga kali sehari dan
efek kerjanya singkat sehingga tidak kuat menurunkan Hb A1c.
2. Golongan insulin sensitizing (penambang sensitivitas insulin)
a) Biguanid
Golongan biguanid yang saat ini banyak dipakai adalah
metformin.Konsentrasi metformin tinggi didalam usus dan hati
serta tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui
ginjal.Sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Metformin
akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5
jam.Efek metformin adalah menurunkan berat badan akibat
penekanan nafsu makan dan menurunkan hiperinsulinemia akibat
resistensi insulin, sehingga tidak dianggap sebagai obat
hipoglikemia tetapi obat antihiperglikemia.
b) Glitazone
Glitazone merupakan agonist peroxisome proliferator-activated
receptor gamma yang sangat selektif dan poten. Reseptor tersebut
terdapat pada jaringan target kerja insulin seperti jaringan lemak,
otot skelet dan hati. Glitazone tidak merangsang sekresi insulin
29
oleh sel Beta pancreas namun dapat menurunkan konsentrasi
insulin.Contoh dari golongan glitazone adalah Rosiglitazon dan
Pioglitazone yang saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi
dan juga sebagai terapi kombinasi dengan metformin dan SU.
3. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi gula di usus halus,
sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah kembung dan
flatulens. Acarbose ini dapat diberikan bersama makan saat suapan
pertama.
30
Tabel 5 Obat hipoglikemik oral (OHO)
2) INSULIN
33
sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin
meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi.
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh
pankreas, sedangkan insulin eksogen adalah insulin yang
disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi.
34
Penilaian hasil terapi:
1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan HbA1C
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan benda keton pengendalian urin17
3.9. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
(glukosa) dibawah nilai normal. Dalam keadaan normal, tubuh
mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes,
kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah
terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai
sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi.
Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula
darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang
35
utama. Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah
dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan
epinefrin (adrenalin). Hal ini akan merangsang hati untuk melepaskan
gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun,
maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
Penyebab tersering hipoglikemia pada pasien DM yaitu akibat
OHO golongan sulfonilurea, hipoglikemi ini dapat berlangsung lama
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat di ekskresi dan waktu kerja
obat telah habis.Waktu pengawasannya bisa berlangsung 24-72 jam,
terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
Gejala hipoglikemi dapat terdiri dari gejala adrenergik seperti
berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar dan gejala neurologik
seperti pusing, gelisah, penurunan kesadaran hingga koma. Hipoglikemia
bisa disebabkan oleh:
1) Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
2) Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
3) Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.
4) Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa
di hati.9
2. Klasifikasi
37
Gambar 2.5 algoritma pasien curiga/tampak hipoglikemia 18
38
Gambar 2.6 Algoritma tatalaksana pasien hipoglikemia 18
39
utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia.Hasil sampingan dari produksi glukosa hati tersebut adalah
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Akumulasi produksi
benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda
keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat
(3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton
darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Keadaan lain adalah timbulnya glukosuria dan ketonuria yang
dapat menimbulkan diuresis osmotik sehingga terjadi dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan
syok.Akhirnya terjadi penurunan konsumsi oksigen otak dan tejadi
penurunan kesadaran sampai kematian. Infeksi berulang pada pasien DM
akan meningkatkan kebutuhan insulin untuk mengatasi infeksi tersebut.
Infeksi berulang ini juga dapat mempercepat terjadinya KAD pada pasien
DM.
Untuk menilai dengan cepat KAD dapat dilakukan pemeriksaan
glukosa darah untuk menilai hiperglikemia yang terjadi. Pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk menilai secara lengkap keadaan KAD
meliputi kadarHCO3anion gap, pH darah dan juga dapat disertakan
pemeriksaan kadar AcAc dan 3HB sebagai pemeriksaan yang lebih ideal.
Nilai pemeriksaan sebagai berikut:
Kadar glukosa >250 mg%
pH <7,35
HCO3 rendah ( <15 mEq/l)
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif14
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan
defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin,
meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan dari
40
keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mebngganggu sensitivitas
insulin.
43
dengan derajat tertentu dalam waktu 5 hingga 15 tahun setelah
diagnosis diabetes ditegakkan.10
2) Nefropati
Komplikasi DM berupa kerusakan nefron-nefron ginjal sehingga
terjadi kegagalan fungsi ginjal.Manifestasi dini nefropati berupa
proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus
berlanjut, pasien akan mengalami insufisiensi ginjal dan uremia.
Pada tahap ini, pasien memerlukan dialysis ataupun transplantasi
ginjal untuk mengatasi komplikasi ini.10
3) Neuropati diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit
yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer
(sensorimotor), otonom dan spinal.Keadaan ini disebabkan
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan mioinositol pada
jaringan saraf.Hal ini menyebabkan gangguan pada kegiatan
metabolic sel-sel Schwann dan hilangnya akson. Kecepatan
konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini neuropati.
Dilanjutkan dengan timbulnya nyeri, parestesia, berkurangnya
sensasi getar dan propioseptik, hilangnya refleks tendo dalam,
kelemahan otot dan atrofi. Terserangnya saraf otonom akan
mengakibatkan diare nokturnal, keterlambatan pengosongan
lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi.
Pada pasien neuropati otonom diabetik yang juga menderita infark
miokard akut tidak akan merasakan nyeri dada. Pasien juga dapat
kehilangan respons katekolamin terhadap keadaan hipoglikemia
sehingga tidak akan menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia yang
terjadi.10
44
3.10. Prognosis
Latihan dan penurunan berat badan membuat tubuh lebih sensitif terhadap
tindakan insulin dan dengan demikian membantu untuk mengontrol kadar glukosa
darah. Hasil yang menguntungkan dengan pengaturan kadar glukosa darah yang
baik dan sesuai dengan regimen perawatan diri direkomendasikan. Pengembangan
komplikasi negatif akan mempengaruhi hasil. Diabetes terkait, kebutaan, penyakit
ginjal, dan amputasi dapat mengakibatkan cacat permanen. Meskipun diabetes
tipe 2 adalah kondisi, kronis progresif dengan belum bisa disembuhkan, kondisi
tersebut dapat secara efektif dikelola dengan pendidikan pasien dan teratur,
perawatan medis yang sesuai.1
45
BAB IV
ANALISA KASUS
46
BAB V
KESIMPULAN
47
DAFTAR PUSTAKA
49