Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS/ CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218018/ Juni 2019

** Pembimbing/ dr. Merylla Filianty Sipayung, SpPD

DIABETES MELITUS TIPE II NORMOWEIGHT TIDAK


TERKONTROL

Bella Merisa*Merylla Filianty Sipayung, SpPD**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS TIPE II NORMOWEIGHT TIDAK


TERKONTROL

Oleh:

Bella Merisa

G1A218018

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
RSUD Raden Mattaher Jambi
2019

Jambi,Juni 2019

Pembimbing,

dr. Merylla Filianty Sipayung, SpPD

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikanlaporankasus yang
berjudul “ Diabetes Melitus Tipe II Normoweight Tidak Terkontrol”.
Penulisanlaporankasus ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam
menjalani kepanitraan klinik senior di bagianPenyakit Dalam di RSUD Raden
Mattaher Jambi. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Merylla Filianty
Sipayung, SpPD yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian
laporankasus ini.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
laporankasus ini.

Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jambi, Juni 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya


hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin.1Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga
gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin
jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan hormon yang
membantu masuknya gula darah.Penyakit kronis seperti DM sangat rentan terhadap
gangguan fungsi yang bisa menyebabkan kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan
sekresi insulin dan gangguan kerja insulin maupun keduanya.2

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi


Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian
diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian
diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi
DM di Indonesia membesar sampai 57%.1Saat ini, penderita DM diperkirakan
sudah mencapai angka 9,1 juta orang penduduk. Data tersebut menjadikan
Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia dengan penderita DM tertinggi pada
tahun 2013.3

Diabetes melitus lebih dikenal sebagai penyakit yang membunuh manusia


secara diam-diam atau “Silent killer”.Diabetes juga dikenal sebagai “Mother of
Disease” karena merupakan induk dari penyakit - penyakit lainnya seperti
hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan
kebutaan. Penyakit DM dapat menyerang semua lapisan umur dan sosial
ekonomi.4

4
Diabetes melitus tipe 2 merupakan golongan diabetes dengan prevalensi
tertinggi.Hal ini disebabkan karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan
dan faktor keturunan. Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi
sehingga mengubah gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang
sehat dan bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan
cepat saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2.
Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe 2
daripada orang dengan status gizi normal.2

Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti


pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada
penderita DM rendah maka bisa menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula
darah yang akan menyebabkan komplikasi. Mematuhi pengontrolan gula darah
pada DM merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi keluhan subyektif
yang mengarah pada kejadian komplikasi.2

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Ny. R

Umur : 57 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : RT.08 Jl. K.H Ishak Murti

Tanggal MRS : 26/05/2019



2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama
Badan lemas yang memberat sejak ± 1 hari SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 tahun yang lalu os mengeluhkan badan lemas, sering BAK
pada malam hari > 5x, sering merasa lapar, dan juga sering merasa
haus kemudian os datang berobat ke puskesmas, di cek gula darah
didapatkan 300 mg/dl dan os didiagnosa diabetes dan diberikan
obat, namun pasien lupa nama obatnya.
±3 hari SMRS, os mengeluhkan badannya lemas, tidak nafsu
makan, os juga mengeluhkan adanya demam (saat diukur dengan
thermometer suhu badan pasien 40 C), demam dirasakan naik
turun, os mengatakan bahwa demam dirasakan lebih panas pada

6
siang hari. Os berobat ke bidan dan disuntik, tetapi demam
dirasakan tidak juga turun.
±1 hari SMRS, badan os terasa semakin lemas, os juga
mengeluhkan mual (+) dan nyeri pada ulu hatinya, nyeri dirasa
berkurang jika pasien makan, os merasa perutnya kembung, mual
(+), muntah. Os pernah lupa mengkonsumsi obat DM nya (1 kali),
saat ini obat DM yang os konsumsi adalah Glimepirid dan
Metformin. Os juga menderita darah tinggi pada 5 tahun yang lalu
dan rutin minum obat. Keluhan muntah (-), BAB normal, BAK (-)
tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama (-)


 Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (+) ayah os
Riwayat Sosial Ekonomi

Os merupakan IRT dan OS tinggal bersama keluarga.

Riwayat Kebiasaan :

Os sering mengkonsumsi minum teh tiap pagi

7
2.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis; GCS 15 (E4V5M6)
 Antropometri
 BB : 55kg
 TB : 158cm
 IMT : 22,03 (normoweight)

 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit (teratur, kuat,
isian cukup)
 Nafas : 22 x/menit
 Suhu : 37,4°C
 SpO2 : 98%

Kulit
 Warna : Sawo matang
 Efloresensi :-
 Pigmentasi :-
 Jaringan Parut :-
 Pertumbuhan Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
 Suhu : hangat
 Lembab kering : lembab
 Keringat : umum
 Turgor : baik
 Ikterus : (-)
 Lapisan lemak : sedang

Kepala dan leher

8
 Wajah : Simetris, edema (-); sianosis (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),mata
cekung (-/-), edema palpebra (-/-), Isokor (bulat, 3
mm), refleks cahaya (+/+)
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
pembengkakan gusi (-), mukosa buccal anemis (-),
faring tidak hiperemis, tonsil (T1/T1), gigi tidak
ada
 Leher : KGB tidak membesar, Kel. Tiroid tidak
membesar, JVP 5+2 cmHg

Thorak : Bentuk dada dalam batas normal

Paru
 Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
gerak nafas simetris, tidak ada bagian yang
tertinggal, retraksi (-/-)
 Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-),
krepitasi (-),
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V
 Palpasi : Ictus cordis teraba, kuat angkat cukup, pada ICS
IV linea midklavicularis sinistra
 Perkusi :
o Batas jantung kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
o Batas jantung kanan : ICS IV Linea parasternalis dekstra
o Batas atas : ICS II linea parasternalis

9
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, distensi (-),spider nevi (-), parut (-),
striae (-), caput medusa (-),
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-); hepar tidak teraba,lien
tidak teraba; ballottement (-);

Ektremitas

Superior : akral hangat; CRT < 2s,edema (-/-), sianosis (-)

Inferior : akral hangat; CRT < 2s,edema (-/-), sianosis (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (26/05/2019)

Darah Lengkap
 WBC : 6,39 .109/L (4-10.0)
 RBC : 3,89 .109/L (3.5-5.5)
 HGB : 11,6 g/dl (11-16)
 MCV : 84,5 fL (80 – 100)
 MCH : 29,8 pg (27-34)
 MCHC : 353 g/L (320-360)
 HCT : 32,9 % (35-50)
 PLT : 110 .109/L (100-300)
 GDS : 377 mg/dl

Kesan : Hiperglikemia

10
Elektrolit
 Na : 138,51 mmol/L (135-148)
 K : 2.96 mmol/L(3.5-5.3)
 Cl : 98,78 mmol/L(98-110)
 Ca : 1.22 mmol/L(1.19-1.23)

Kesan : Hiponatremia, Hipokalemi, Hipoklorida,

Kimia Darah (26/05/19)

Faal Ginjal
Ureum : 25 mg/dL (15-39)
Kreatinin : 1,2 mg/dL (P 0.6-1.1)
Kesan : Fungsi ginjal normal

Pemeriksaan Urin (26/05/19)


Warna : kuning muda
pH :5
Berat jenis : 1010
Protein :-
Glukosa : +++
Keton :+
Sel leu : 1-3/LPB
Sel eritrosit : 0-1/LPB
Sel epitel : 33-35/LPB

11
2.5 Diagnosis

Diagnosis Primer : Diabetes Melitus tipe 2 normoweight tidak terkontrol

Diagnosis Sekunder :
- elektrolit imbalance
- Hipertensi Terkontrol
- Infeksi Saluran Kemih
- Dyspepsia non spesifik

2.6 Diagnosis Banding


Diabetes Melitus tipe 2 dengan ketosis
Dyspepsia like ulcer
Dyspepsia dismotilitas

2.7 Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan HbA1c

GDP, GD2PP

Cek elektrolit ulang

Kultur urin

USG Abdomen

2.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologi : Edukasi
Tirah baring
Diet DM 1900 kalori
Cek GDS
Farmakologi : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit.

12
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Inj. Omeprazole 2x1 vial IV
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit
- KSR 3X1
- Sucralfat syr 4x2 cth

2.8 Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

Quoad Sanationam : dubia ad bonam

2.9Follow Up

Tabel 2.1 Follow Up Pasien

Tanggal Perkembangan Pemeriksaan


S: badan terasa lemas, nafsu makan Pemeriksaan Elektrolit
27/05/2019 menurun, mual, nyeri ulu hati (27/05/2019) :
berkurang jika makan. Nyeri Na : 130,06
pinggang kiri, menjalar ke punggung K : 2,88
kiri. Kedua kaki terasa sakit. Cl : 94,17
O: TD: 130/80 N : 90 x/menit Ca : 1,13
RR: 22x/menit T : 37,4oC GDP: mg/dl
Pemeriksaan generalisata:
Dalam batas normal
A: Diabetes Melitus tipe 2 tak
terkontrol dan normoweight
Electrotit Imbalance

P: IVFD NaCl 0,9% 20 ttpm


- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Omz 2 x 40 mg
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit
- KSR 3x1
13
- Sucralfat syr 4x2C

S: Nyeri ulu hati (-), nyeri pinggang Pemeriksaan gula darah


28/05/2019 kiri menjalar hingga ke pinggang rutin (28/05/2019) :
kanan. Kedua kaki terasa sakit. GDS : 258 mg/dl
Badan lemas. GD2PP: 213 mg/dl
O: TD: 140/90 N : 86x/menit
RR: 20x/menit T : 36,5oC
Pemeriksaan generalisata:
Dalam batas normal
A: Diabetes Melitus tipe 2 tak
terkontrol dan normoweight
Imbalance Electrolit
P: Diet DM II 1500 kal
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Lantus 1x 10 unit
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit
S: Badan lemas (-).Nyeri ulu hati (-), Pemeriksaan gula darah
29/05/2019 nyeri pinggang kiri menjalar hingga rutin (29/05/2019) :
ke pinggang kanan berkurang. Nyeri GDS : 131 mg/dl
lutut kanan kiri (+). GD2PP : 260 mg/dl
O: TD: 120/80 N : 92x/menit
RR: 20x/menit T : 36,6oC
Pemeriksaan generalisata:
Dalam batas normal
A: Diabetes Melitus tipe 2 tak
terkontrol dan normoweight
Imbalance Elektrolit
P: Diet DM 1500 Kal
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Inj Ca glukonas 1amp
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit

14
S: badan lemas (-) Pemeriksaan gula darah
31/05/2019 O: TD: 120/80 N : 90x/menit rutin (31/05/2019) :
o
RR: 20x/menit T : 36,7 GDS : 197 mg/dl
Pemeriksaan generalisata:
Dalam batas normal
A: Diabetes Melitus tipe 2 tak
terkontrol dan normoweight
P: IVFD NaCl 0,9% 20 ttpm
- Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
- Inj. Lantus 1x 10
- Inj. Novorapid 3x 5 Unit

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat akibat


defisiensi insulin secara relatif ataupun absolut sehingga menyebabkan
komplikasi seperti hiperglikemia, dan kerusakan organ lainnya. 9

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980, diabetes melitus sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. 9

3.2. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global


diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000
menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking
ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta
dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.5,6

Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-
laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki
peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
16
membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2
adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetesmellitus dan hanya 5%
dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.1

3.3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005 beserta penyebabnya, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1(Insulin-Dependent Diabetes Mellitus-IDDM)
Dikenal sebagai tipe “Juvenile onset” atau tipe “Insulin dependent” atau
tipe “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam
beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri
diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan
memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia
30 atau menjelang 40.7-9DM ini disebabkan oleh ketidakadaan insulin dalam
darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas, sehingga
memerlukan terapi insulin seumur hidup. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita terjadi penurunan berat badan.7-9
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun.
Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit
dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi
yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas
tersebut. Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat
proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA.
DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan,
misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.7-10

2. Diabetes melitus tipe 2(Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus-NIDDM)


Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, pada usia 40 tahun,
dapat terjadi pada kembar monozigot, dan berhubungan dengan obesitas.5DM
17
tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau
autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi,
sering memerlukan insulin tetapi tidak bergantung pada insulin seumur
hidup. DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.5,7-10
Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta
terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot,
peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.8Kegagalan
fungsi sel beta bisa disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan
kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah
kecenderungan secara genetik, adanya glukotoksisitas, lipotoksisitasdan pada
akhirnya terjadi resistensi insulin.9
3. DM Gestasional
Yang dimaksud adalah tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.5,8-10

3.4. Faktor Resiko


Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan timbulnya diabetes mellitus
pada keadaan seperti berikut:
1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih, IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam keluarga

5. Riwayat melahirkan bayi > 4 kg

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Riwayat TGT atau GDPT

8. Penderita PJK, TBC, Hipertiroidisme


18
9. Kadar lemak abnormal (HDL < 35 mg/dl, kolesterol total > 250 mg/dL.

3.5. Patofisiologi

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada


metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja
secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena
kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia,
virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan
perifer.

Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi
sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin.

Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat
pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit
autoimun dan idiopatik. 11

Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi


insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan
post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin
untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di
jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun.
Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga
kadar glukosa dalam darah tinggi.

19
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut.

Gambar : patofisiologi pada DM

20
3.6. Manifestasi Klinis

Gejala Khas Diabetes Melitus yaitu :5-10


1. Haus yang berlebihan (polidipsia) :kadar gula darah yang tinggi
menyebabkan tubuh mengirimkan sinyal ke otak dan menimbulkan
rangsangan haus. Tubuh mendorong konsumsi lebih banyak air untuk
mengencerkan gula darah agar kembali ke tingkat normal.
2. Buang air kecil yang berlebihan (poliuria) : Cara lain tubuh mencoba
untuk menyingkirkan tambahan gula dalam darah adalah dengan
mengeluarkannya dalam urin.
3. Makan berlebihan (polfagia) : Jika tubuh mampu, maka akan
mengeluarkan lebih banyak insulin dalam rangka untuk mencoba
menurunkan kadar gula darah yang berlebihan. Selain itu, tubuh resisten
terhadap tindakan insulin pada diabetes tipe 2. Salah satu fungsi insulin
adalah untuk merangsang rasa lapar. Oleh karena itu, kadar insulin yang
lebih tinggi mengakibatkan peningkatan rasa lapar dan makan.
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Gejala tidak khas lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien, yaitu:12-14
1. Cepat lelah
2. Kesemutan
3. Gatal
4. Penglihatan kabur
5. Mudah mengantuk
6. Luka sulit sembuh
7. Disfungsi ereksi pada pria
8. Pruritus vulva pada wanita

3.7. Diagnosis15

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
21
enzimatik dengan bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM


 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
atau
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
atau
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
atau
 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).

22
Tabel 3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
Glukosa plasma 2
Glukosa darah
HbA1c (%) jam setelah TTGO
puasa (mg/dl)
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 < 140

Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas


pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.

3.8. Tatalaksana

Dalam mengelola diabetes melitus untuk jangka pendek tujuannya adalah


menghilangkan gejala DM tersebut dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
Sedangkan untuk jangka panjang, tujuannya yaitu mencegah komplikasi akut dan
kronik, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.5,7
23
Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai usaha memperbaiki
kelainan metabolik pada pasien DM, seperti kadar glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid.5,7,8Modalitas penatalaksanaan diabetes melitus sendiri
terdiri atas terapi non-farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes secara terus menerus. Modalitas lainnya adalah terapi farmakologis, yang
meliputi pemberian obat antidiabetik oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis
ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non-farmakologis yang
diberikan tidak dapat mengendalikan kadar gula darah sebagaimana yang
diharapkan.5,7,10
1. Terapi non farmakologis pada diabetes melitus
a. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa. Pengelolaan
mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien
dalam merubah perilaku yang tidak sehat.Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang
berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan
perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill),
dan motivasi yang berkenaan dengan:14,17
1) Makan makanan sehat;
2) Kegiatan jasmani secara teratur;
3) Menggunakan obat diabetes secara teratur dan disiplin;
4) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan
memanfaatkan berbagai informasi yang ada;
5) Melakukan perawatan kaki secara berkala;
6) Mengelola diabetes dengan tepat;
7) Tetap mengembangkan diri;
8) Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

24
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi
dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi,
dan evaluasi.14,17
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis pada pasien diabetes pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi
penyandang diabetes (diabetisi) dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.Hal ini dimaksudkan untuk
mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pasien tiap
harinya.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini
antara lain menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki
profil lipid, dan meningkatkan reseptor insulin, serta memperbaiki
sistem koagulasi darah.5
Sedangkan tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk
mencapai dan mempertahankan :5
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
- Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dL
- Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dL
- Kadar Alc < 7 %
2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
3. Profil Lipid
- Kolesterol LDL < 100 mg/dl
- Kolesterol HDL > 40 mg/dl
- Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin

25
Tabel 4 Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes
melitus5

Karbohidrat
 Energi = 4 Kilokalori
 Maks 55 – 65 % dari total kebutuhan energi sehari
 Maks 70 % jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal.
 Jumlah serat 25-50 gram per hari
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun
jangan sampai lebih dari total kalori per hari
 Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori, seperti sakarin,
aspartame, acesulfam, dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol tidak boleh lebih dari 10 gram/hari
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari
 Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi

Protein
 Kebutuhan yang diperlukan 10-15 % dari total kalori per hari
 Energi = 4 kilokalori/gram
 Pasien dengan kelainan ginjal asupan protein dibatasi 40 gram/hari
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian
protein sekitar 0.8-1.0 mg/kg berat badan/hari
 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan
sampai o.85 gram/kg berat badan/hari dan tidak kurang dari 40
gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein
nabati lebih dianjurkan dari protein hewani

26
Lemak
 Energi = 9 kilokalori per gramnya
 Batasi konsumsi asam lemak jenuh maks 10 % dari kebutuhan
kalori per hari
 Jika LDL > 100 mg/dl asupan lemak jenuh diturunkan maks 7 %
dari kebutuhan kalori per hari
 Konsumsi kolesterol 300 mg/ hari, LDL > 100 mg/dl, kolesterol
maks 200 mg perhari
 Batasi asupan lemak bentuk trans
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali
 Asupan lemak tak jenuh rantai panjang maks 10 % dari kebutuhan
kalori per hari

c. Latihan jasmani

Diabetes merupakan penyakit yang akan berlangsung seumur


hidup. Tanggung jawab terhadap pengelolaan diabetes sehari-hari
merupakan milik masing-masing diabetisi. Latihan jasmani selain
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
juga akan memperbaiki kendali gula darah. Dianjurkan olahraga
teratur, 3-4 kali tiap minggu selama setengah jam yang sifatnya sesuai
CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
training).Latihan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara gerak
cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih
berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu.Latihan yang
dianjurkan adalah yang bersifat aerobic, misalnya berjalan kaki,
sepeda santai, jogging, dan berenang.5
2. Terapi farmakologis pada diabetes melitus

Terapi farmakologis pada pasien DM dapat berupa OHO (obat


hipoglikemik oral) maupun insulin. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati

27
dengan terapi insulin tetapi DM tipe 2 dapat diobati dengan obat
oralterlebih dahulu.Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak
berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum
(oral) atau menggunakan insulin sesuai dengan kondisi pasien. Berikut
ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes:
1) OHO (Obat Hipoglikemik Oral)5,7,14
1. Golongan sekretagok insulin (pemicu sekresi insulin)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini memiliki efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Golongan sulfonilurea (SU) seringkali dapat menurunkan kadar
gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi
tidak efektif pada diabetes tipe 1. SU terdiri dari 3 generasi, yaitu
generasi pertama adalah acetohexamide, tolbutamide dan
chlorpropamide.SU generasi kedua adalah glibenclamide,
glipizide dan gliclazide, sedangkan SU generasi ketiga adalah
glimepiride.Efek kerjanya dapat bersifat akut dan efek jangka
panjang.Glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada
pemakaian akut, dan pada pemakaian jangka lama > 12 minggu,
masa paruhnya memanjang sampai 12 jam, bahkan sampai > 20
jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal.Sehingga
dianjurkan untuk pemakaian sehari sekali.
Dosis permulaan SU tergantung dari beratnya hiperglikemia.Bila
konsentrasi glukosa darah puasa < 200 mg/dL, pemberian SU
dimulai dengan dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2
minggu sampai tercapai GDP 90-130 mg/dL.Bila GDP > 200
mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat
sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap
lebih baik. Pada obat yang diberikan sehari sekali, sebaiknya
28
diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan
porsi terbesar.SU juga dapat dikombinasikan dengan terapi
insulin dan efeknya lebih baik daripada terapi tunggal
insulin.Efek samping SU adalah hipoglikemia.
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin pada fase
pertama.Perbedaannya adalah masa kerja glinid yang lebih
pendek, sehingga baik digunakan sebagai obat prandial. Golongan
ini terdiri dari dua macam obat yaitu repaglinid (derivat asam
benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara
cepat melalui hati. Pemberiannya dua sampai tiga kali sehari dan
efek kerjanya singkat sehingga tidak kuat menurunkan Hb A1c.
2. Golongan insulin sensitizing (penambang sensitivitas insulin)
a) Biguanid
Golongan biguanid yang saat ini banyak dipakai adalah
metformin.Konsentrasi metformin tinggi didalam usus dan hati
serta tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui
ginjal.Sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Metformin
akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5
jam.Efek metformin adalah menurunkan berat badan akibat
penekanan nafsu makan dan menurunkan hiperinsulinemia akibat
resistensi insulin, sehingga tidak dianggap sebagai obat
hipoglikemia tetapi obat antihiperglikemia.
b) Glitazone
Glitazone merupakan agonist peroxisome proliferator-activated
receptor gamma yang sangat selektif dan poten. Reseptor tersebut
terdapat pada jaringan target kerja insulin seperti jaringan lemak,
otot skelet dan hati. Glitazone tidak merangsang sekresi insulin
29
oleh sel Beta pancreas namun dapat menurunkan konsentrasi
insulin.Contoh dari golongan glitazone adalah Rosiglitazon dan
Pioglitazone yang saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi
dan juga sebagai terapi kombinasi dengan metformin dan SU.
3. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi gula di usus halus,
sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah kembung dan
flatulens. Acarbose ini dapat diberikan bersama makan saat suapan
pertama.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian OHO adalah :14,17


1. Terapi dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. Harus diketahui betul lama kerja dan efek samping obat
tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap OHO, usahakan
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih
ke insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

30
Tabel 5 Obat hipoglikemik oral (OHO)

2) INSULIN

Secara keseluruhan 20-25% pasien dengan DM tipe 2 akan


memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya.Terapi insulin diberikan pada pasien DM tipe 2 yang
glukosa darahnya tidak terkendali walaupun telah diberikan obat
hipoglikemia oral (OHO). Indikasi terapi dengan insulin, yaitu:
31
- Semua pasien dengan DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen
karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir
tidak ada.
- Pada pasien DM tipe 2 akan membutuhkan insulin apabila
terapi jenis lain seperti kombinasi OHO tidak dapat mencapai
target pengendalian glukosa darah, terjadi komplikasi seperti
infeksi sekunder, tindakan bedah, IMA ataupun stroke.
- DM gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan diet
makanan.
- Ketoasidosis diabetik.
- Pengobatan sindrom hiperglikemi hiperosmolar non-ketotik.
- DM yang mendapatkan nutrisi parenteral atau yang
memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi
kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau saat terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
- Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.

Beberapa jenis sediaan insulin dan carakerjanya sebagai berikut:


a. Insulin kerja cepat (rapid acting)
Insulin lispro, aspart, dan glulisin tidak membentuk agregat
dimer maupun heksamer, sehingga dapat di gunakan sebagai
insulin kerja cepat.Lama kerja dapat berlangsung segera dan
mencapai puncaknya setelah 30-90 menit pasca penyuntikan
dan bertahan selama 3-5 jam, contohnya pada insulin lispro.
b. Insulin kerja pendek (short acting)
Biasanya dipergunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti
ketoasidosis, penderita baru dan tindakan bedah dan
mengontrol hiperglikemia postprandial.Insulin jenis ini
32
kadang-kadang juga digunakan sebagai pengobatan bolus (15-
20 menit) sebelum makan. Lama kerja dapat mencapai 5-8 jam
dengan awitan kerja 30-60 menit dan puncak kerja 2-4 jam.
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting)
Sediaan insulin kerja menengah yang saat ini tersedia:
- Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn)
- insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente)

NPH mengandung protamin dan sejumlah zink,yang keduanya


kadang-kadang memiliki pengaruh sebagai penyebab reaksi
imunologi, seperti urtikaria pada lokasi suntikan. Lama
kerjadapat mencapai 12-24 jam pasca penyuntikan, dengan
awitan kerja 2-4 jam dan puncak kerja 4-12 jam.
d. Insulin kerja panjang (long acting)
Mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam, sehingga dapat
digunakan dalam regimen basal-bolus. Insulin basal seperti
glargline dan detemir dapat memenuhi kebutuhan basal insulin
lebih dari 24 jam tanpa adanya efek puncak. Insulin ini
memiliki kadar zink yang tinggi untuk memperpanjang waktu
kerjanya.
e. Insulin kerja campuran
Terdiri dari kombinasi insulin kerja cepat dan menengah atau
kerja pendek dan menengah. Sediaan yang ada di indonesisia
adalah kombinasi yang terdiri dari 30% insulin kerja cepat atau
pendek, dan 70% insulin kerja menengah.

Secara fisiologis, insulin akan berpengaruh pada :18


a. Insulin adalah suatu hormon yang di produksi oleh sel beta
dari pulau Langerhans kelenjar pankreas.
b. Insulin mempunyai beberapa pengaruh terhadap jaringan
tubuh. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam

33
sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin
meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi.
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh
pankreas, sedangkan insulin eksogen adalah insulin yang
disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi.

Efek samping insulin:


a. Efek samping utama insulin adalah hipoglikemia. Ini dapat
menyebabkan kerusakan otak. Terapi insulin intensif dapat
menyebabkan hipoglikemia berat 3 kali lebih tinggi. Terapi
hipoglikemia adalah minum air gula atau jika penderita tidak
sadar dapat diberikan glukosa intravena atau glukagon
intramuskular.
b. Hiperglikemia kambuhan (Somogyi effect) yang disebabkan
oleh pemberian insulin berlebihan. Hipoglikemia akibat
pemberian insulin dapat memicu pelepasan hormon pelawan
regulator (counter regulatory hormones) seperti glukagon,
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan sehingga
hormon tersebut akan meningkatkan produksi glukagon
untuk meningkatkan kada glukosa darah dan memicu
terjadinya hiperglikemia pada pasien yang menjalani terapi
insulin.
c. Alergi terhadap insulin berupa reaksi lokal atau sistemik.
Jarang terjadi resisiensi insulin yang berat sebagai
konsekuensi pembentukan antibodi. Hal ini lebih sering
terjadi pada penderita yang mendapat insulin yang berasal
dari hewan. Insulin dari manusia (Human recombinan DNA)
kurang bersifat immunogenik daripada insulin yang berasal
dari hewan.17

34
Penilaian hasil terapi:
1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan HbA1C
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan benda keton pengendalian urin17

Tabel 7. Kriteria pengendalian DM


Indikator Baik Sedang Buruk
GD puasa 80-109 110-125 ≥ 126
GD 2 jam PP 80-144 145-179 ≥180
A1C <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total <200 200-239 ≥240
Kolesterol LDL <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL >45
Trigliserida <150 150-199 ≥200
IMT 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah <130/80 130-140/80-90 > 140/90

3.9. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
(glukosa) dibawah nilai normal. Dalam keadaan normal, tubuh
mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes,
kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah
terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai
sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi.
Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula
darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang

35
utama. Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah
dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan
epinefrin (adrenalin). Hal ini akan merangsang hati untuk melepaskan
gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun,
maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
Penyebab tersering hipoglikemia pada pasien DM yaitu akibat
OHO golongan sulfonilurea, hipoglikemi ini dapat berlangsung lama
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat di ekskresi dan waktu kerja
obat telah habis.Waktu pengawasannya bisa berlangsung 24-72 jam,
terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
Gejala hipoglikemi dapat terdiri dari gejala adrenergik seperti
berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar dan gejala neurologik
seperti pusing, gelisah, penurunan kesadaran hingga koma. Hipoglikemia
bisa disebabkan oleh:
1) Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
2) Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
3) Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.
4) Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa
di hati.9

Tabel Tanda dan gejala umum hipoglikemia18

Gejala adrenergik Tanda neuroglikopenik


Pucat Bingung
Keringat dingin Bicara tidak jelas
Takikardi Perubahan sikap perilaku
Gemetaran Lemah yang berat
Lapar Disorientasi
Cemas Penurunan kesadaran
Gelisah Kejang
36
Sakit kepala Mata sembab
Mengantuk Penurunan respon terhadap stimulus bahaya

2. Klasifikasi

Tabel klasifikasi hipoglikemia 18


Klasifikasi Tanda dan gejala
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri,
tidak ada gangguan aktivitas sehari-
hari yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri,
menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata
Berat Sering (tidak selalu) simtomatik,
karena gangguan kognitif pasien tidak
dapat mengatasi sendiri
Membutuhkan terapi parenteral
(glukagon, intramuskular atau
glukagon intravena)
Disertai dengan koma atau kejang

37
Gambar 2.5 algoritma pasien curiga/tampak hipoglikemia 18

38
Gambar 2.6 Algoritma tatalaksana pasien hipoglikemia 18

b. Ketoasidosis Diabetik (KAD)


KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone) ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Keadaan tersebut menyebabkan
keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan

39
utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia.Hasil sampingan dari produksi glukosa hati tersebut adalah
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Akumulasi produksi
benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda
keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat
(3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton
darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Keadaan lain adalah timbulnya glukosuria dan ketonuria yang
dapat menimbulkan diuresis osmotik sehingga terjadi dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan
syok.Akhirnya terjadi penurunan konsumsi oksigen otak dan tejadi
penurunan kesadaran sampai kematian. Infeksi berulang pada pasien DM
akan meningkatkan kebutuhan insulin untuk mengatasi infeksi tersebut.
Infeksi berulang ini juga dapat mempercepat terjadinya KAD pada pasien
DM.
Untuk menilai dengan cepat KAD dapat dilakukan pemeriksaan
glukosa darah untuk menilai hiperglikemia yang terjadi. Pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk menilai secara lengkap keadaan KAD
meliputi kadarHCO3anion gap, pH darah dan juga dapat disertakan
pemeriksaan kadar AcAc dan 3HB sebagai pemeriksaan yang lebih ideal.
Nilai pemeriksaan sebagai berikut:
 Kadar glukosa >250 mg%
 pH <7,35
 HCO3 rendah ( <15 mEq/l)
 Anion gap yang tinggi
 Keton serum positif14
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan
defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin,
meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan dari

40
keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mebngganggu sensitivitas
insulin.

c. Hiperosmolar Hiperglikemik Non-Ketosis (HHNK)


Merupakan komplikasi akut/emergensi diabetes melitus yang
ditandai dengan dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
adanya ketosis.HHNK dimulai dengan adanya diuresis glukosurik.
Glukosuria menyebabkan kegagalan ginjal untuk mengkonsentrasikan
urin sehingga akan terjadi kehilangan air yang menimbulkan dehidrasi
pada pasien tersebut. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi
mengeliminasi glukosa di atas ambang batas tertentu.Hilangnya air yang
lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar.
Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah,
terutama jika terjadi resistensi insulin.
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya
hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer
termasuk oleh sel otot dan lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa
sebagai glikogen pada otot dan hati, serta stimulus glukagon pada sel hati
untuk glukogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa
darah. Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya
kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan
masukan karbohidrat oral.
Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskular,
dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah
glukosa, kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia
dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan
konsentrasi protein plasma yang mengikuti kehilangan cairan
intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar yang memicu sekresi
hormon antidiuretik serta menimbulkan rasa haus. Jika hilangnya cairan
41
ini tidak dikompensasi, maka akan timbul dehidrasi dan kemudian
hipovolemia yang nantinya dapat mengakibatkan terjadinya hipotensi
serta gangguan perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium akhir
proses hiperglikemia ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat
dalam kaitannya dengan hipotensi.
Gejala klinis utamanya adalah hiperglikemia berat serta seringkali
disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa
ketosis.Perjalanan klinis penyakit ini berlangsung dalam jangka waktu
tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas
seperti poliuria, polidipsia sehingga meningkatkan rasa haus, dan
penurunan berat badan.Koma hanya ditemukan pada 10% kasus.
Diagnosis HHNK menurut American Diabetes Association (ADA)
sebagai berikut :
1) Glukosa plasma 600 mg/dL atau lebih
2) Osmolalitas serum 320 mOsm/kg atau lebih
3) Dehidrasi berat (biasanya 8-12 L) dengan peningkatan BUN
4) Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia
5) Bikarbonat > 15 mEq/L
6) Perubahan kesadaran.

Karakteristik pasien HHNK adalah berusia lanjut, yang belum


diketahui mengalami DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat
pengaturan diet dan atau OHO. Keluhan pasien adalah rasa lemah,
gangguan penglihatan atau kaki kejang. Ditemukan keluhan lain seperti
mual dan muntah, namun lebih jarang dibandingkan KAD. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa kering, mata cekung, ekstremitas dingin dan denyut
nadi cepat dan lemah.19
2. Kronis
a. Makroangiopati
1) Penyakit arteri koroner
42
Salah satu gambaran histopatologi berupa aterosklerotik dalam
pembuluh darah arteri koroner.Keadaan ini meningkatkan insiden
infark miokard pada penderita diabetes.Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa penyakit arteri koroner menyebabkan 50%
hingga 60% dari semua kematian pada pasien-pasien diabetes.
2) Penyakit cerebrovaskuler

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau


pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem pembuluh darah
yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam
pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia
sepintas dan stroke.
3) Penyakit vaskuler perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden
penyakit osklusif arteri perifer pada pasien diabetes.Bentuk penyakit
oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah ini merupakan
penyebab utama meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada
pasien-pasien diabetes.
Timbulnya arterosklerotik pada pembuluh darah pasien DM
disebabkan akibat insufisiensi insulin sehingga memicu penimbunan
sorbitol dalam tunika intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan
pembekuan darah yang menjadi dasar pembentukan arterosklerotik.5,7,10
b. Mikroangiopati
1) Retinopati diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik disebabkan
oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina
mata. Ada tiga stadium utama retinopati: retinopati nonproliferatif
(background retinopathy), praproliferatif dan retinopati proliferatif.
Sebagian besar pasien diabetes mengalami retinopati nonproliferatif

43
dengan derajat tertentu dalam waktu 5 hingga 15 tahun setelah
diagnosis diabetes ditegakkan.10
2) Nefropati
Komplikasi DM berupa kerusakan nefron-nefron ginjal sehingga
terjadi kegagalan fungsi ginjal.Manifestasi dini nefropati berupa
proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus
berlanjut, pasien akan mengalami insufisiensi ginjal dan uremia.
Pada tahap ini, pasien memerlukan dialysis ataupun transplantasi
ginjal untuk mengatasi komplikasi ini.10
3) Neuropati diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit
yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer
(sensorimotor), otonom dan spinal.Keadaan ini disebabkan
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan mioinositol pada
jaringan saraf.Hal ini menyebabkan gangguan pada kegiatan
metabolic sel-sel Schwann dan hilangnya akson. Kecepatan
konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini neuropati.
Dilanjutkan dengan timbulnya nyeri, parestesia, berkurangnya
sensasi getar dan propioseptik, hilangnya refleks tendo dalam,
kelemahan otot dan atrofi. Terserangnya saraf otonom akan
mengakibatkan diare nokturnal, keterlambatan pengosongan
lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi.
Pada pasien neuropati otonom diabetik yang juga menderita infark
miokard akut tidak akan merasakan nyeri dada. Pasien juga dapat
kehilangan respons katekolamin terhadap keadaan hipoglikemia
sehingga tidak akan menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia yang
terjadi.10

44
3.10. Prognosis
Latihan dan penurunan berat badan membuat tubuh lebih sensitif terhadap
tindakan insulin dan dengan demikian membantu untuk mengontrol kadar glukosa
darah. Hasil yang menguntungkan dengan pengaturan kadar glukosa darah yang
baik dan sesuai dengan regimen perawatan diri direkomendasikan. Pengembangan
komplikasi negatif akan mempengaruhi hasil. Diabetes terkait, kebutaan, penyakit
ginjal, dan amputasi dapat mengakibatkan cacat permanen. Meskipun diabetes
tipe 2 adalah kondisi, kronis progresif dengan belum bisa disembuhkan, kondisi
tersebut dapat secara efektif dikelola dengan pendidikan pasien dan teratur,
perawatan medis yang sesuai.1

45
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa sejak ±1 hari SMRS, badan os


terasa semakin lemas, os juga mengeluhkan mual (+) dan nyeri pada ulu hatinya,
nyeri dirasa berkurang jika pasien makan, os merasa perutnya kembung, mual (+),
muntah (-). os juga mengeluhkan sakit pada pinggang kanan dan menjalar hingga
kepunggung kiri, serta pada tungkai kiri os mengatakan sakit dirasakan dalam 1
minggu terakhir, riwayat trauma seperti jatuh tidak ada. Os pernah lupa
mengkonsumsi obat DM nya (1 kali), saat ini obat DM yang os konsumsi adalah
Glimepirid dan Metformin. Os juga menderita darah tinggi pada 5 tahun yang lalu
dan rutin minum obat. Keluhan muntah (-), BAB normal, BAK (-) tidak ada
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu dan pasien
mengatakan pasien hanya meminum obat saat gula darahnya tinggi. Dari
anamnesis tersebut, didapatkan adanya gejala khas dan tidak khas dari diabetes
mellitus. Hal tersebut mendukung diagnosis DM tipe II tidak terkontrol.

Kemudian dari pemeriksaan fisik dalam batas normal. Lalu dilakukan


pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin dan kadar gula darah
didapatkan hasil peningkatan kadar gula darah diatas normal yang menandakan
adanya hiperglikemia. Hal tersebut mendukung diagnosis DM tipe II.

46
BAB V
KESIMPULAN

Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan


klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
vaskular mikroangiopati. Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit
hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.World Health Organization
(WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat
dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.

Dalam mengelola diabetes melitus untuk jangka pendek tujuannya adalah


menghilangkan gejala DM tersebut dan mempertahankan rasa nyaman dan
sehat.Sedangkan untuk jangka panjang, tujuannya yaitu mencegah komplikasi
akut dan kronik, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.19

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Fatimah, R.N. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority:4(5). 2015


2. Lathifah, N.L. Hubungan Durasi Penyakit dan Kadar Gula Darah dengan
Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Berkala
Epidemiologi: 5(2). 2017
3. Susanti, Bistara DN. Hubungan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Vokasional. 3(1).
2018
4. Toharin SNR, dkk. Hubungan Modifikasi Gaya Hidup dan Kepatuhan
Konsumsi Obat Antidiabetik dengan Kadar Gula Darah pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Qim Batang Tahun 2013. Unnes Journal of
Public Health: 4(2). 2015
5. Aru W. Sudoyodkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V jilid III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
6. Soegondo S. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di indonesia. Jakarta: Perkeni; 2011.
7. Fischer C, Faselis CJ. USMLE step 2 CK lecture notes internal medicine.
New York: Kaplan Medicine; 2006.
8. Gustaviani, R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007.
9. Soegondo, S. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus terkini dalam
penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu, cetakan ke-7. Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI; 2009.
10. Price Sylvia A, Lorraine M, Wilson.Patofisiologi, edisi 6. Jakarta: EGC;
2005.
11. NIDDK (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease), 2016. Prediabetes and Insulin Resistance.
12. Sherwood, Luralee. Fisiologi manusia dari selke system Jakarta: EGC;
2001.
48
13. Soegondo, S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus
tipe 2. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI;2007.
14. Depkes Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan
Penyakit Metabolik Jakarta: Depkes Republik Indonesia; 2008
15. Soegondo S. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di indonesia. Jakarta: Perkeni; 2015.
16. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Terapi insulin pada pasien diabetes
melitus. Jakarta: Perkeni; 2007.
17. Guyton, Arthur Cdan John E. Hall. Bukuajarfisiologikedokteran, edisi11.
Jakarta: EGC; 2008.
18. Setyohadi, B. Arsana PM, Suroto, AY. Dll. EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan penyakit dalam. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia; 2012.
19. Soegondo, S. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus terkini dalam
penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Cetakan ke-7. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2009

49

Anda mungkin juga menyukai