Anda di halaman 1dari 54

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A220037 / Juni2021


** Pembimbing / dr. Fenny Febrianty,Sp.PD, FINASIM

DIABETES MELITUS TIPE 2 + KETOSIS

WindaMeriyani, S.Ked *
dr. Fenny Febrianty,Sp.PD, FINASIM **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

GASTROPARESIS ec. DIABETES TIPE II + ULKUS DELTOID


SINISTRA + KETOSIS

Disusun Oleh :
Winda Meriyani, S.Ked
G1A220037

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden MattaherProv. Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Juni 2021

Pembimbing

dr. Fenny Febrianty, Sp.PD, FINASIM

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat ClinicalReportSession(CRS) yang
berjudul “….” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fenny Febrianty,Sp.PD,
FINASIM yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi,Juni 2021

Winda meriyani, S.Ked

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Angka kejadian diabetes meningkat tajam terutama di negara berkembang.


Pada tahun 2013 angka kejadian diabetes pada dewasa (usia 20-79 tahun) di
seluruh dunia adalah sekitar 382 juta kasus. Laporan terbaru dari International
Diabetes Federation mengestimasikan 425 juta orang dewasa diseluruh dinia
(8,8% dari total populasi global) mengalami diabates dan akan meningkat menjadi
629 juta orang pada tahun 2045. Diabetes dapat menjadi berkomplikasi penyakit
kardiovaskular dan ginjal, dan paling banyak adalah terjadinya kebutaaan pada
usia angkatan kerja dengan diabetes. Salah satu komplikasinya adalah ke sistem
saraf menyebabkan neuropati.1,2
Neuropati bertanggung jawab atas sebagian besar mortalitas dan
morbiditas pada diabetes dan dapat dibagi menjadi banyak gangguan, termasuk
neuropati perifer dan neuropati otonom. Neuropati otonom mempengaruhi
beberapa sistem organ, termasuk sistem kardiovaskular, genito-urin,
neuroendokrin dan gastrointestinal. Neuropati otonom diabetik, dapat memiliki
banyak manifestasi, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok kondisi seperti
dismotilitas esofagus, gastroparesis, dan enteropati diabetik termasuk sindrom
dismotilitas usus halus, diare dan inkontinensia. Komplikasi ini memiliki dampak
besar pada tingkat kesehatan pada individu dengan diabetes lama tidak
terkontrol.2,3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTIFIKASI PASIEN


Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 49 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat :BayungLencir RT 05 Kel. Bayung Lencir Kec.
Bayung Lencir Keb. Musi Banyuasin
Tanggal MRS IGD : 22/05/2021
Tanggal masuk Bangsal : 24/05/2021

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang memberat sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang


±5 tahun yang lalu. Os merasa badannya lemas tidak tau penyebabnya.
Os juga mengeluhkan sering BAK dan sering merasa lapar dan selalu
ingin minum. Os pergi berobat dan didapatkan gula darah os tinggi. Os
sempat mendapat obat untuk gula darahnya namun tidak rutin di
konsumsi. Keluhan seperti kebas-kebas pada ujunh jari disangkal,
penglihatan terasa kabur sejak 3 tahun yang lalu. Os juga mengeluhkan
jika luka cenderung lama untuk sembuh.
 1 bulanyang lalu Os mengeluhkan nyeri perut pertama kali, dirasakan
pada daerah epigastrium, nyeri dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-
tusuk dan tidak menjalar. Keluhan nyeri perut muncul tiba-tiba dan tidak
dipengaruhi oleh makanan. Nyeri reda dengan konsumsi obat warung.

2
Os juga mengeluh mual dan terkadang disertai muntah, keluhan lain
seperti penurunan nafsu makan dan demam tidak ada.
± 10 hari yang lalu bahu kiri os terluka. Os juga mengeluhkanlukadisertai
pus pada bahu kanan. Osmengatakanlukainiberawaldaribintik-bintikkecil
pada bahu kanan dan terasagatal, demam(-). Kemudianbintik-
bintikkecilinimembesarhari demi haridisertai pus hinggaberukuran
diameter 5 cm. Oshanyamembersihkanlukanyadengan air dan
mengompreslukanyamenggunakan air hangatLukadibersihkansendiri oleh
os. Luka ostidakkunjungmembaik.
 1 minggu yang lalu nyeri perut mulai seiring dirasakan os. Os juga
mengeluhkan perutnya terasa kembung dan tidak nyaman. Mual (+),
muntah (+), BAB dan BAK nomal. Os juga merasakannyeriotot di
pinggangnya.
Sejak  1 hari SMRS Os mengeluhkan muntah-muntah. Muntah>10 kali
tiapmuntah, berisicairan dan apa yang dimakan, darah (-), lendir (-). Os
juaga mengeluhkan nyeri perut dirasakan semakin memberat di ulu hati
dan menjalar ke punggung. Nyeri ulu hati dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dan terus menerus. Nyeri tidak membaik dengan makanan maupun obat
yang biasa dibeli oleh os. Keluhan demam sebelumnya dan diare
disangkal. Os juga nafsu makan menurundisertai kepala terasa pusing.
BAB dan BAK tidak ada keluhan. BAB cr (-), darah (-). Penurunan
kedaran disangkal, sesak (-), demam(-). Os mengeluhkan nyeri pertnya
semakin memberat hingga menusuk ke punggung sehingga pasien di
bawa ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat Hiperkolesterol (+)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat operasi katarak  3 tahun yang lalu.

3
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Keluarga menderita DM(-)
- Riwayat Hipertensi (-)

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Os adalah ibu rumah tangga dan memiliki toko sembako dengan ekonomi
menengah.Sehari-hari os menjaga warung dan mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas os kebanyakan duduk.

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Compos Mentis; GCS 15 (E4V5M6)
- Tekanan Darah : 170/100 mmHg
- Nadi : 80 x/menit (cepat, kuat angkat,reguler)
- Pernafasan : 32x/menit
- Suhu : 36,1°C
- SpO2 : 98 %
- Antropometri :
BB : 65 kg
TB : 155 cm
IMT : 27,08

 Kulit
- Warna : Putih , icterus (-)
- Efloresensi : Tidak ada
- Pigmentasi : Hipo/hiperpigmentasi (-)
- Jaringan Parut : Tidak ada
- PertumbuhanRambut: Tidakmudahdicabut
- Suhu : Hangat
- Lembab kering : Kering

4
- Turgor : Baik
- Ikterus : Tidak ada
- Edema : Tidak ada

 Kepala
- Ekspresi : Tampak sakit sedang
- Simetris muka : Simetris
- Rambut : Normal
- Deformitas : Tidak ada
- Nyeri tekan saraf : Tidak ada

 Mata
- Exopthalmus/endopthalmus : Tidak ada
- Kelopak : Ptosis (-), sembab (-), blefaritis (-)
- Conjungtiva : Anemis (-)
- Sklera : Sklera ikterik (-)
- Kornea : Jernih
- Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)
- Lensa : Tidak keruh
- Gerakan kedua belah mata: Simetris

 Telinga
- Cairan/ Sekret : Tidak ada
- Nyeri tekanmastoideus : Tidak ada
- Pendengaran : Normal

 Hidung
- Septum : Deviasi (-)
- Sekret : Tidak ada
- Pendarahan : Tidak ada

5
 Mulut
- Bibir : Kering (-), sianosis (-)
- Lidah : Tremor (-), atrofi papil (-), deviasi (-)

 Faring
- Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-)

 Leher :
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
- Kelenjar gondok : Pembesaran (-)
- Kaku kuduk : Tidak ada

 Thoraks
Bentuk : Normal
 Paru-paru
Anterior
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapang paru, wheezing (-/-),
rhonki (-/-)

 Jantung
Inspeksi : Iktuskordis tidak terlihat
Palpasi : Iktuskordis teraba di ICS V lineamidclavicularis
sinistra
Perkusi
- Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

6
- Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)

 Abdomen
- Inspeksi : simetris, meteorismus (+), jejas, sikatrik
(-),venakolateral (-), massa (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastirum (+) Hepar tidak
teraba, spleen tidak teraba.
- Perkusi : Timpani

 Ekstremitas
 Ekstremitas superior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)
Terdapat 1 buah ulkus berbentuk lingkaran dengan diameter ± 5cm
 Ekstremitas inferior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema(-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. HASIL PEMERIKSAAN DARAH RUTIN (22/05/2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 12.3 4-10
RBC 4.58 4.0-5.0
HGB 12.2 13,4-15,5 g/dl
HCT 37.0 34.5-54
PLT 675. 150-450
MCV 80.7 80-96 fl
MCH 26.6 27-31 pg
MCHC 32.9 32-36 g/dl
PDW 18.0 9-13fL

7
NEUTROFIL % 73.0 50-70
LYMFOSIT % 16.8 18-42
MONOSIT % 8.93 2-11
EOSINOFIL % .562 1-3
BASOFIL % .746 0-2

2. HASIL PEMERIKSAAN KIMIA DARAH (22/05/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
GULA DARAH
GDS 216 <200

3. HASIL PEMERIKSAAN ELEKTROLIT (23/05/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Natrium (Na) 132.1 (136-146) mmol/L
(3.34-5.10)
Kalium (K) 3.03
mmol/L
Chlorida (Cl) 89.5 (98-106) mmol/L

4. HASIL PEMERIKSAAN KIMIA KLINIK (23/05/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
FAAL GINJAL
Ureum 18 15-39
Kreatinin 0.90 0.55-1.3

5. HASIL PEMERIKSAAN URINALISA URIN RUTIN (24/05/2021)


Urin Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Warna Kuning muda Kuning muda
Kejernihan Keruh Jernih
pH 6 4-8.5
Berat Jenis 1.010 1.005-1.030
Protein` +1 Negative
Glukosa (Reduksi) +1 Normal

8
Keton +4 Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negative Negative
Sedimen Urine
Leukosit 10-15 0-3
Eritrosit 2-4 0-2
Epitel 3-5 0-5
Silinder Negative Negative
Kristal Negative Negative
Bakteri Positive Negative

6. HASIL PEMERIKSAAN KIMIA DARAH (24/05/2021)


Jenis pemeriksaan Hasil Normal
HbA1C 12,4 < 6.5

7. HASIL PEMERIKSAAN KIMIA DARAH (25/05/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
FAAL GINJAL
Ureum 12 15-39 fl
Kreatinin 0.64 0.55-1.3
GULA DARAH
GDS 231 < 200 mg/ dl
FAAL HATI
SGOT 17 15-37
SGPT 22 14-63
Total protein 6.5 6.4-8.2
Albumin 3.3 3.4-5.0
Globulin 3.2 2.5-3-5

8. HASIL PEMERIKSAAN ELEKTROLIT (27/05/2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Natrium (Na) 133.8 (136-146) mmol/L
(3.34-5.10)
Kalium (K) 3.06
mmol/L

9
Chlorida (Cl) 96.8 (98-106) mmol/L

9. HASIL PEMERIKSAAN URINALISA (27/05/2021)

Urin Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Warna Kuning muda Kuning muda
Kejernihan Keruh Jernih
pH 7 4-8.5
Berat Jenis 1005 1.005-1.030
Protein` Negative Negative
Glukosa (Reduksi) +4 Normal
Keton Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negative Negative
Sedimen Urine
Leukosit 12-18 0-3
Eritrosit 2-4 0-2
Epitel 4-5 0-5
Silinder Negative Negative
Kristal Negative Negative
Bakteri Positive Negative

1. HASIL PEMERIKSAAN EKG

10
Kesan : hipokalemia, sinus takikardi .

2.5 Diagnosis Kerja


Primer : Gastropati Diabetikum + Diabetes Mellitus tipe 2 +
Ketosis
Sekunder : Hipokalemia

2.6 Diagnosis Banding :


 Gastropati Diabetikum + Diabetes Mellitus tipe 2 + Ketosis+ Ulkus
Deltoid+Hipokalemia
 Gastroporesis Diabaetikum + Diabetes Mellitus tipe 2 + Ketosis +Ulkus
Deltoid+Hipokalemia
 Sindroma Dispepsia e.c Ulkus Gaster+ Diabetes Mellitus Tipe 2+Ketosis+
Ulkus Deltoid+Hipokalemia

11
 Sindroma Dispepsia e.c Ulkus Peptikum + Diabetes Mellitus Tipe 2+
Ketosis+ Ulkus Deltoid+Hipokalemia

1.7 Pemeriksaan Yang Dianjurkan


- Pemeriksaan Gula darah puasa dan 2 jam setelah makan
- Analisa Gas Darah
- Endoskopi

2.8 Tatalaksana
 Non Farmakologi
- Perawatan luka :
- Kebutuhan kalori :
BBI =(TB - 100) – 10%
= (155 – 100 ) – 10%
= 49,5 kg
Kalori basal = BBI x 25
= 49,5 x 25
= 1237,5 kkal
Koreksi :
Umur = -5%
Aktifitas Fisik (ringan) = +20%
Berat Badan (gemuk)= -20%
Stres metabolik = +20%
Total kebutuhan = 1.170 x 15%
= 1237,5 + 185,6
= 1.423 kkal/ hari
 Edukasi pada pasiententangperjalananpenyakit DM, pengendalian DM,
penyulit DM dan resikonya, intervensi non farmakologi dan
farmakologiserta target pengobatan, pemantauanglukosadarah, pentingnya
Latihan jasmani yang teratur.

12
 Karbohidrat : 60-70% total asupan energi
 Lemak : 20-25% kebutuhan kalori
 Protein : 10 – 20% total asupan energi.
 Serat : 20-35 gr/hari
- Ajarkan pasien dan keluarga cara penggunaan insulin
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka dan tata cara
kompres basah
- Edukasi pasien dan keluarga
• perjalanan penyakit DM.
• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
• Penyulit DM dan risikonya.
• Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
• Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
• Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia).
• Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu..
• Pentingnya perawatan kaki.

 Farmakologi
 IVFD NaCl 0,9% 3100cc/24 jam (40 tpm)
 InjOmeprazole 1x20 mg
 InjCefotaxim 2x1gr
 Lantus 13 IU malam hari

13
 Novorapid 6 IU 3x1 sebelum makan
 PO Domperidon 3x10mg
 PO KSR 3x600 mg

 Prognosis
o Vitam. : dubia ad bonam
o Fungtionam : dubia ad bonam
o Sanationam : dubia ad bonam

14
2.9. FollowUp
No Hari/ Tanggal S O A P
1 24-05-2021 - nyeri perut (+) GCS: 15 Gastropati+ DM Tipe 2 +  IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
Pasien masuk ruang - mual (+) Vital sign: Ulkus deltoid sinistra +  In Omeprazole1x20mg
rawat - muntah (+) TD:170/100 Ketosis +  InjCefotaxim 2x1gr
- sesak (-) RR: 32x/i Hipokalemia+HT Grade  Lantus 13 IU malam hari
N:80x/i II
 Novorapid6 IU 3x1
Suhu: 36,1 C
sebelum makan
Spo2: 98%
 PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (+)
 Po KSR 3x600 mg
BU (+) normal
 Diet 1423 kkal
-GDN 209
 Perawatan luka
- GDPP 205
 Cek GDS harian
- HbA1c 12,2
- Keton urin+4

GCS 15 Gastropati + DM Tipe 2 +  IVFD NaCl 0,9% 40 tpm

15
Vital sign Ulkus deltoid sinistra +
TD: 151/97 mmHg Ketosis +Hipokalemia+HT  In Omeprazole 1x20 mg
2 - nyeri perut (+) N: 101x/menitt Grade II  Lantus 13 IU malam hari
25-05-2021 - mual (+) Suhu: 37’C  Novorapid 6 IU 3x1
- muntah (+) RR: 18 x/menit sebelum makan
Spo2: 98%  PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (-)  PO KSR 3x1
GDS : 209 mg/dl
 Diet 1423 kkal
 Perawatan luka
 Cek GDS harian

16
3 26-05-2021 - nyeri perut berkurang -GCS 15 Gastropati DM Tipe 2 +  IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual berkurang Vital sign Ulkus deltoid sinistra +  InjOmeprazole 1x20 mg
- muntah berkurang TD: 129/88 Hipokalemia+ HT Grade  InjCefotaxim 2x1grLantus
N: 97x/menit II 13 IU malam hari
Suhu: 36,5’C  Novorapid 6 IU 3x1
RR: 20x/menit sebelum makan
Spo2: 98%  PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (-)
 Po KSR 3x1
-GDS : 236 mg/dl
 Diet 1423 kkal
 Perawatan luka
 Cek GDS harian
 Cek elektrolit dan keton
urin

17
4. 27-05-2021 - nyeri perut berkurang GCS 15 Gastropati DM Tipe 2 +  IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra +  InjOmeprazole 1x20 mg
- muntah (-) TD: 151/97 mmHg Hipertensi grade 1  InjCefotaxim 2x1gr
N: 75x/menit  Lantus 13 IU malam hari
Suhu: 36,5’c
 Novorapid 6 IU 3x1
RR: 20x/menit
sebelum makan
Spo2: 99%
 PO Domperidon 3x10mg
-GDS : 325 mg/dl
 Diet 1423 kkal
- Albumin 3,2
 Perawatan luka
- Globulin 3,2
 Cek GDS harian
- Creatinin 0,64
 PO Amlodipin 1x5 mg

18
5. 28-05-2021 - nyeri perut (-) -GCS 15 Gastropati + DM Tipe 2 +  IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra +  In Omeprazole 1x20 mg
- muntah (-) TD : 140/80 Hipertensi grade 1  InjCefotaxim 2x1 gr
N : 90x/menit  Lantus 13 IU malam hari
Suhu : 37,0 C
 Novorapid 6 IU 3x1
RR : 20x/i
sebelum makan
SPo2 : 94%
 PO Domperidon 3x10mg
- GDS 212 mg/dl
 Diet 1423 kkal
 Perawatan luka
 Cek GDS harian

 PO Amlodipin 1x5

19
6. 29-05-2021 - nyeri perut (-) -GCS 15 Gastropati + DM Tipe 2 +  Lantus
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra +  Novorapid
- muntah (-) TD : 144/88 Hipertensi grade 1  PO Amlodipin 1x5 mg
Pasien pulang. N : 92x/menit  Ajarkan pasien dan
Suhu : 37,0 C keluarga perawatab luka
RR : 32x/i  Ajarkan pasien dan
SPo2 : 94% keluarga cara injeksi
insulin
 Pasien Boleh Pulang

20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Diabetes Mellitus


a. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme heterogen yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya.4
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan hormone insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon yang
mengatur gula darah yang di produksi oleh organ pancreas. Dari pancreashormone
disekresikan dan didistribusikan ke seluruh tubuh untuk membantu penyerapan
glukosa kedalam sel sehingga sel tubuh dapat bekerja dengan normal. Jika jumlah
insulin tidak cukup, atau sel tubuh tidak mampu merespon insulin, maka akan
terjadi penumpukan glukosa dalam darah. Hiperglikemia atau peningkatan gula
darah adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan seiring waktu
menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan
pembuluh darah.5,6

3.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi DM dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DiabetesMelitus7
Klasifikasi Deskripsi
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan pada
defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek

21
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Diabetes Melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau
Gestasional ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan tidak
didapatkan
Diabetes.
Tipe spesifik  Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal,
yang berkaitan maturity – onset diabetes oftheyoung[MODY])
dengan penyebab  Penyakit eksokrin pankreas (fibrosiskistik,
lain pankreatitis)
 Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS
atau setelah transplantasi organ)

3.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2


Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta
pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2.
Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih
dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga
terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia),
ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut
berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan
tiga jalur patogenesis baru dari ominousoctet yang memperantarai terjadinya
hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ penting dalam gangguan
toleransi glukosa ini (egregiouseleven) perlu dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep:5
1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat
sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.

22
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot,
hepar, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis
penyandang DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan,
disebut sebagai theegregiouseleven (Gambar 3).

Gambar 3. The EgregiousEleven8

Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal


(egregiouseleven) yaitu:7,9
a) Kegagalan sel beta pankreas
Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-likepeptide(GLP-1) dan
penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP- 4).
b) Disfungsi sel alfa pankreas
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada

23
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati
(hepaticglucoseproduction) dalam keadaan basal meningkat secara
bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat
sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi agonis
GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.
c) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas
(freefattyacid(FFA)) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan
otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan
oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidinedion.
d) Otot
Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi
tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion.
e) Hepar
Pada penyandang DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh hepar (hepaticglucoseproduction) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.
f) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang

24
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1,
amilin dan bromokriptin.
g) Kolon/Mikrobiota
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan
hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1,
DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian
individu berat badan berlebih akan berkembang DM. Probiotik dan
prebiotik. diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan
hiperglikemia.
h) Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin
ini diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1)
dan glucose-dependentinsulinotrophicpolypeptideatau disebut juga
gastricinhibitorypolypeptide(GIP). Pada penyandang DM tipe 2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga
hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim
alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida,
dan kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa
darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim
alfa glukosidase adalah acarbosa.
i) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM
tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
enzim sodium glucoseco-transporter(SGLT-2) pada bagian
convulatedtubulusproksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulusdesenden dan asenden, sehingga akhirnya

25
tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di
dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat
urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT-2.
Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.
j) Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi
kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan
percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di
usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
postprandial.
k) Sistem Imun
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut
sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem
imun bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe
2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis.
Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada
endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM
tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi
insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan
perifer seperti adiposa, hepar dan otot.
Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa adanya hubungan antara
obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut
menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2,
yang dianggap sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan
metabolik lain yang berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada
DM tipe 2.

3.6 Diagnosis Diabetes Melitus7

26
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat
ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2.Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus7


Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.(B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan
klasik.
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National GlycohaemoglobinStandarization
Program (NGSP). (B)

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi


standard NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi
terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia,
hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 - 3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang memengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau
kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).

27
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO
glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa
plasma puasa < 100 mg/dL
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%

Tabel 3. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk DM dan Prediabetes.5


Glukosa darah Glukosa plasma
HbA1C % puasa (mg/dL) 2 jam setelah
TTGO (mg/dL)
Diabetes 6,5 126  200
Pre diabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 70 – 99 70 – 139

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis


Diabetes
Melitus Tipe 2 (DM tipe 2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi
yang tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu:
A. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥ 23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai
berikut :
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degreerelativeDM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.

28
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL
> 4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
(DMG).
e. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosisnigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

B. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas.


Catatan:
Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok
prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak
memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.

3.7 Penatalaksaan Diabetes Melitus


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan
kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil
lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

29
A. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertama, yang meliputi:
a) Riwayat Penyakit
 Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
 Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan berat badan.
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani.
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktus urogenital.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada
ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran
pencernaan, dll.
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat.
 penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin
lain).
 RiwayatpenyakitdanpengobatandiluarDM.
 Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan
statusekonomi
b) Pemeriksaan Fisik

30
 Pengukuran tinggi dan berat badan.
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik.
 Pemeriksaan funduskopi.
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan jantung.
 Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanya deformitas).
 Pemeriksaan kulit (akantosisnigrikans, bekas luka,
hiperpigmentasi, necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe
lain.

c) Evaluasi Laboratorium
 Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO.
 Pemeriksaan kadar HbA1c

B. Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus7


Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola
hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan
denganintervensifarmakologisdenganobatantihiperglikemia
secaraoraldan/atausuntikan.Obatantihiperglikemiaoraldapat
diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan
emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat,atauadanyaketonuria,harussegeradirujukkepelayanan

31
kesehatan sekunder atautersier.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat
dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.

I. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.7

II. Terapi Nutrisi Medis


A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
1. Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 – 65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.
 Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain.
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi
 Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori.

32
 lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %.
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak
12-15%
 Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh
tunggal: lemak tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
 daging berlemak dan susu fullcream.
 Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari.

3. Protein
 Pada pasien dengan nefropatidiabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
 Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber bahan makanan
protein dengan kandungan saturatedfattyacid(SAFA) yang
tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan
produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.
4. Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 1500 mg per hari.
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
 Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga
memperhatikan bahan makanan yang mengandung tinggi
natrium antara lain adalah garam dapur, monosodiumglutamat,

33
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit.
5. Serat
 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
 Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000
kal atau 20 – 35 gram per hari, karena efektif
6. Pemanis Alternatif
 Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (AcceptedDailyIntake/ADI). Pemanis alternatif
dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori.
 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol
dan fruktosa.
 Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan
menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
 Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukrose, neotame.

B. Kebutuhan Kalori
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:

34
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
 BB normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
 Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT :
 BB kurang < 18,5
 BB normal 18,5 – 22,9
 BB lebih ≥ 23,0
 Dengan risiko 23,0 – 24,9
 Obese I 25,0 – 29,9
 Obese II ≥ 30

III. Latihan Fisik


Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3 – 5 hari seminggu selama sekitar
30 – 45 menit, dengan total 150 menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari
bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan
berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50 – 70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi 220 dengan
usia pasien. Pasien diabetes dengan usia muda dan bugar dapat melakukan 90
menit/minggu dengan latihan aerobik berat, mencapai > 70% denyut jantung
maksimal.1

IV. Terapi Farmakologis


Terapifarmakologisdiberikanbersamadenganpengaturan

35
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuksuntikan.
(1) Obat AntihiperglikemiaOral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal).
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea,
namun berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia postprandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia. Obat golongan glinid sudah tidak tersedia di Indonesia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


 Metformin
Metformin mempunyai efek utama meng-urangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DM tipe 2. Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (LFG 30 – 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan LFG < 30 mL/menit/1,73 m2, adanya
gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,

36
gagal jantung NYHA fungsional classIII-IV). Efek samping yang mungkin
terjadi adalah gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan
lain-lain.
 Tiazolidinedion (TZD)
Tiazolidinedion merupakan agonis dari
PeroxisomeProliferatorActivatedReceptor Gamma (PPAR- gamma), suatu
reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidinedion meningkatkan retensi
cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA fungsional classIII-IV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah pioglitazone.

c. Penghambat Alfa Glukosidase


Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa glukosidase
di saluran pencernaan sehingga menghambat absorpsi glukosa dalam usus
halus. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan LFG ≤
30 ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat,
irritablebowelsyndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan
flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.

d. Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor)


Dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) adalah suatu serinprotease, yang
didistribusikan secara luas dalam tubuh. Enzim ini memecah dua asam amino
dari peptida yang mengandung alanin atau prolin di posisi kedua peptida N-
terminal. Enzim DPP-4 terekspresikan di berbagai organ tubuh, termasuk di

37
usus dan membran brush border ginjal, di hepatosit, endotelium vaskuler dari
kapiler villi, dan dalam bentuk larut dalam plasma. Penghambat DPP-4 akan
menghambat lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan mencegah
inaktivasi dari glucagon-likepeptide(GLP)-1. Proses inhibisi ini akan
mempertahankan kadar GLP-1 dan glucose-
dependentinsulinotropicpolypeptide(GIP) dalam bentuk aktif di sirkulasi
darah, sehingga dapat memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons
insulin, dan mengurangi sekresi glukagon. Penghambat DPP-4 merupakan
agen oral, dan yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin.

e. Penghambat enzim Sodium Glucoseco-Transporter 2(SGLT-2


inhibitor)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus
proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin. Obat golongan ini
mempunyai manfaat untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek
samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah infeksi saluran
kencing dan genital. Pada penyandang DM dengan gangguan fungsi ginjal
perlu dilakukan penyesuaian dosis, dan tidak diperkenankan bila LFG kurang
dari 45 ml/menit. Hati-hati karena dapat mencetuskan ketoasidosis.
Tabel 4.Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia

38
Rekomendasi
Pasien DM tipe 2 dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik
(stroke, infarkmiokard, atau Penyakit Arteri Perifer) disarankan menggunakan
penghambat SGLT-2 atau agonis GLP-1 setelah metformin. Pada pasien
penyakit kardiovaskular aterosklerotik dengan klinis predominan gagal
jantung dan gagal ginjal disarankan menggunakan penghambat SGLT-2 atau
agonis GLP-1 setelah metformin.
Untuk meminimalkan kejadian hipoglikemia, pilihan pengobatan adalah
penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, agonis GLP-1, atau TZD. Untuk
mendapatkan penurunan berat badan dan meminimalkan peningkatan berat
badan, pilihan pengobatan adalah agonis GLP-1 atau penghambat SGLT-2,
dan pilihan pengobatan yang ekonomis dengan menggunakan SU atau TZD.

2) Obat AntihiperglikemiaSuntik

39
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Indikasi penggunaan insulin:
1. Indikasi Mutlak
 DM tipe 1
2. Indikasi Relatif
Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi OHO dosis
optimal (3-6 bulan) DM tipe 2 rawat jalan dengan:
 Kehamilan
 Infeksi paru (tuberkulosis)
 Kaki diabetik terinfeksi
 Fluktuasi gula darah yang tinggi
 Riwayat ketoasidosis berulang
 Riwayat pankreatomi
Selain indikasi diatas, terdapat beberapa kondisi tertentu yang memerlukan
pemakaian insulin, seperti penyakit hati kronik, gangguan fungsi ginjal,
dan terapi steroid dosis tinggi.

Tabel 5. Jenis-Jenis Insulin10

40
41
42
Gambar 5.Algoritma intensifikasi terapi injeksi GLP-1RA pada DM tipe 2

3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak
dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia
oral, baik secara terpisah ataupun fixeddosecombination, harus menggunakan
dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan
tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi
dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dan insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat
anti- hiperglikemia oral. (lihat gambar 4 tentang algoritma pengelolaan DM
tipe 2)
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur, atau diberikan pada pagi hari sesuai dengan kenyamanan pasien.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin
basal untuk kombinasi adalah 6 - 10 unit. kemudian dilakukan evaluasi dengan
mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila
kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah men-
dapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan

43
prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral terutama golongan
Sulfonilurea dihentikan dengan hati-hati.

3.8 Komplikasi Diabetes Melitus


1. Komplikasi Akut
1) KrisisHiperglikemia
 Ketoasidosis Diabetik(KAD)
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300 - 600
mg/dL),disertaitandadangejalaasidosisdanplasmaketon (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300 - 320
mOs/mL)danterjadipeningkatananiongap.
 Status Hiperglikemia Hiperosmolar(SHH)

Padakeadaaniniterjadipeningkatanglukosadarahsangat
tinggi(600-1200mg/dL),tanpatandadangejalaasidosis,
osmolaritasplasmasangatmeningkat(330-380mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan
konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem autonom, seperti adanya
whipple’striad:
o Terdapat gejala-gejalahipoglikemia
o Kadarglukosadarahyangrendah
o Gejala berkurang denganpengobatan
Sebagian pasien dengan diabetes dapat menunjukkan
gejala glukosa darah rendah tetapi menunjukkan kadar
glukosa darah normal. Di lain pihak, tidak semua pasien

44
diabetes mengalami gejala hipoglikemia meskipun pada
pemeriksaan kadar glukosa darahnya rendah. Penurunan
kesadaran yang terjadi pada penyandang diabetes harus
selalu dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh
hipoglikemia.

Hipoglikemiapalingseringdisebabkanoleh
penggunaansulfonilureadaninsulin.Hipoglikemiaakibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus
diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Pengawasan glukosa darah pasien harus
dilakukanselama24-72jam,terutamapadapasiendengan gagal
ginjal kronik atau yang mendapatkan terapidengan OHO
kerja panjang. Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan
suatu hal yang harus dihindari, mengingat
dampaknyayangfatalatauterjadinyakemunduranmental
bermaknapadapasien.PerbaikankesadaranpadaDMusia.
lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan
yang lebih lama.
Pasiendenganrisikohipoglikemiharusdiperiksamengenai
kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun
asimtomatikpadasetiapkesempatan.7

2) KomplikasiKronik
1) Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering
terjadi pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa
muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang saat istirahat (claudicatiointermittent), namun
sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki

45
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada
penyandang.
 Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke
hemoragik.
2. Mikroangiopati
a. RetinopatiDiabetik
• Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progresiretinopati.
Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.
b. NefropatiDiabetik
• Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progresinefropati.
• Untuk penyandang penyakit ginjal diabetik, menurunkan
asupan protein sampai di bawah 0.8 g/kgBB/hari tidak
direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko
kardiovaskular dan menurunkan GFR ginjal.
c. Neuropati
• Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan
faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki yang meningkatkan risiko amputasi.
• Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.
• Setelah diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal yang simetris dengan melakukan
pemeriksaan neurologi sederhana (menggunakan
monofilamen 10 gram). Pemeriksaan ini kemudian diulang
paling sedikit setiap tahun.
• Pada keadaan polineuropati distal perlu dilakukan perawatan
kaki yang memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus
dan amputasi.

46
• Pemberian terapi antidepresan trisiklik, gabapentin atau
pregabalin dapat mengurangi rasa sakit.
• Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko
ulkus kaki.
• Untuk pengelolaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja
sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
d. Kardiomiopati
• Pasien diabetes memiliki risiko 2 kali lipat lebih
tinggiuntukterjadinyagagaljantungdibandingkan
padanon-diabetes.
• Diagnosiskardiomiopatidiabetikharusdipastikan terlebih
dahulu bahwa etiologinya tidak ada
berkaitandenganadanyahipertensi,kelainankatup
jantung,dandanpenyakitjantungkoroner.
• Padapasiendiabetesdisertaidengangagaljantung, pilihan
terapi yang disarankan adalah golongan
penghambatSGLT-2atauagonisreseptorGLP-1.

Prognosis
Diabetes melitus berhubungan dengan peningkatan ASCVD, kendali
tekanan darah, penggunaan statin, olahraga rutin dan merokok berhenti merokok
berpengaruh penting dalam mengurangi risiko. Secara keseluruhan angak
mortalitas pada DM Tipe 2 sekitar 15%. Prevalensi gangguan penglihatan pada
retinopafi diabetes di USA sekitar 4,4% pada dewasa dengan diabetes, sementara
1% pada kasus CKD. Saat ini dengan farmakoterapi pada hiperglikemia dengan
obat-obatan hipertensi dan penggunaan aspirin untuk pencegahan sekunder,
komplikasi vaskular dapat di tangani secara adekuat dan menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas pada pasien.12

47
BAB IV
ANALISA KASUS

48
BAB V
KESIMPULAN

49
DAFTAR PUSTAKA

1. International Diabetes Federation (IDF). Diabetes atlas. 6th ed. Brussels,


Belgium: International Diabetes Federation, 2018.
2. Maisey, Abigail. A Practical Approach to Gastrointestinal Complications of
Diabetes. Diabetes Ther. 2016 Sep; 7(3): 379–386
3. Ang L, Cowdin N, Mikozami K. Update on the Management of Diabetic
Neuropathy. American Diabetes Association. Diabetes Spectr. 2018 Aug;
31(3): 224–233. Doi: 10.2337/ds18-0036
4. Punthakee Z, Goldenberg R, Katz P. Definition, Classification and Diagnosis
of Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Clinical Practice
Guidelines Volume 1 2018
5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadbrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Diabetes Mellitus. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
6. Who.int. Diabetes. www.who.int. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/diabetes. Published 2020. Accessed March 24, 2021.
7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. Jakarta: PERKENI;2019
8. Liamis G, Tsimihodimos V, and Elisaf M. Hyponatremia in Diabetes Mellitus:
Clues to Diagnosis and Treatment. Journal of Diabetes and Metabolism.
Department of Internal
9. Mokolomban C, Wiyono W, Mpila DA. Jurnal Ilmiah Farmasi.
PHARMACON. Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan Metode Mmas-8. Unsrat. 2018;7
(4); ISSN 2302 – 2493
10. Marlina, Hasibuan R. Gambaran Glukosuria Pada Penderita Diabetes Mellitus
TipeIi Di RumahSakitUmum Daerah Dr. Pirngadi Medan. JurnalAnLabMed.
RumahSakitUmum Daerah DR. Pirngadi Medan,
JurusanTeknologiLaboratoriumMedis, PoltekkesKemenkes Medan. 2019;1(1)
11. Jialal I, Goyal R. Diabetes Mellitus Type 2. Lady Hardinge Medical College,
New Delhi, India. 2020

50
12. Alvin C. Powers. Diabetes Mellitus in Kasper, et al editors. Harrison’s The
Principle of the Internal Medicine. 19th ed. United States : McGrawHill
Education.2015.
13. Masharani, Umesh & Michael S. Pancreatic hormone and diabetes Melitus in
David, G Gardner, et al Editors. Grennspan Basic & Clinical Endocrinology.
9th Ed. McGrawHill : Philadelphia. 2011.
14. Pengurus Besar PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia. Juli 2015.
15. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta: EGC.
2005.
16. Silbernagl S. Florian L. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2007.
17. American Diabetes Ascosiation. Standart Medical Care 2017. USA. Vol. 40.
Suplement 1.
18. Alwi, Idrus dkk, Editor. Diabetes Melitus tipe 2. Penatalaksanaan di bidang
ilmu penyakit dalam : Panduan Praktik Klinis. Perhimpunan dokter spesialis
penyakit dalam Indonesia. Jakarta: Interna Publishing. 2015. Hal 47 – 56
19. Ronald W. Kartika. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia. CDK-248/ vol. 44 no. 1
th. 2017
20. Yuanita A. Langi. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Jurnal Biomedik, Volume 3.2011.Hal. 95-101
21. Kumar C Jain,Amit. dr. A new classification of diabetic foot
complications : a simple and effective teaching tool.Department of Surgery,
St. Johns Medical College, Bangalore The Journal of Diabetic Foot
Complications. Volume 4. 2012;Pages 1-5.

51

Anda mungkin juga menyukai