WindaMeriyani, S.Ked *
dr. Fenny Febrianty,Sp.PD, FINASIM **
Disusun Oleh :
Winda Meriyani, S.Ked
G1A220037
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat ClinicalReportSession(CRS) yang
berjudul “….” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fenny Febrianty,Sp.PD,
FINASIM yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Jambi,Juni 2021
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang memberat sejak 1 hari SMRS
2
Os juga mengeluh mual dan terkadang disertai muntah, keluhan lain
seperti penurunan nafsu makan dan demam tidak ada.
± 10 hari yang lalu bahu kiri os terluka. Os juga mengeluhkanlukadisertai
pus pada bahu kanan. Osmengatakanlukainiberawaldaribintik-bintikkecil
pada bahu kanan dan terasagatal, demam(-). Kemudianbintik-
bintikkecilinimembesarhari demi haridisertai pus hinggaberukuran
diameter 5 cm. Oshanyamembersihkanlukanyadengan air dan
mengompreslukanyamenggunakan air hangatLukadibersihkansendiri oleh
os. Luka ostidakkunjungmembaik.
1 minggu yang lalu nyeri perut mulai seiring dirasakan os. Os juga
mengeluhkan perutnya terasa kembung dan tidak nyaman. Mual (+),
muntah (+), BAB dan BAK nomal. Os juga merasakannyeriotot di
pinggangnya.
Sejak 1 hari SMRS Os mengeluhkan muntah-muntah. Muntah>10 kali
tiapmuntah, berisicairan dan apa yang dimakan, darah (-), lendir (-). Os
juaga mengeluhkan nyeri perut dirasakan semakin memberat di ulu hati
dan menjalar ke punggung. Nyeri ulu hati dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dan terus menerus. Nyeri tidak membaik dengan makanan maupun obat
yang biasa dibeli oleh os. Keluhan demam sebelumnya dan diare
disangkal. Os juga nafsu makan menurundisertai kepala terasa pusing.
BAB dan BAK tidak ada keluhan. BAB cr (-), darah (-). Penurunan
kedaran disangkal, sesak (-), demam(-). Os mengeluhkan nyeri pertnya
semakin memberat hingga menusuk ke punggung sehingga pasien di
bawa ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi.
3
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Keluarga menderita DM(-)
- Riwayat Hipertensi (-)
Kulit
- Warna : Putih , icterus (-)
- Efloresensi : Tidak ada
- Pigmentasi : Hipo/hiperpigmentasi (-)
- Jaringan Parut : Tidak ada
- PertumbuhanRambut: Tidakmudahdicabut
- Suhu : Hangat
- Lembab kering : Kering
4
- Turgor : Baik
- Ikterus : Tidak ada
- Edema : Tidak ada
Kepala
- Ekspresi : Tampak sakit sedang
- Simetris muka : Simetris
- Rambut : Normal
- Deformitas : Tidak ada
- Nyeri tekan saraf : Tidak ada
Mata
- Exopthalmus/endopthalmus : Tidak ada
- Kelopak : Ptosis (-), sembab (-), blefaritis (-)
- Conjungtiva : Anemis (-)
- Sklera : Sklera ikterik (-)
- Kornea : Jernih
- Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)
- Lensa : Tidak keruh
- Gerakan kedua belah mata: Simetris
Telinga
- Cairan/ Sekret : Tidak ada
- Nyeri tekanmastoideus : Tidak ada
- Pendengaran : Normal
Hidung
- Septum : Deviasi (-)
- Sekret : Tidak ada
- Pendarahan : Tidak ada
5
Mulut
- Bibir : Kering (-), sianosis (-)
- Lidah : Tremor (-), atrofi papil (-), deviasi (-)
Faring
- Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-)
Leher :
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
- Kelenjar gondok : Pembesaran (-)
- Kaku kuduk : Tidak ada
Thoraks
Bentuk : Normal
Paru-paru
Anterior
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapang paru, wheezing (-/-),
rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktuskordis tidak terlihat
Palpasi : Iktuskordis teraba di ICS V lineamidclavicularis
sinistra
Perkusi
- Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
6
- Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : simetris, meteorismus (+), jejas, sikatrik
(-),venakolateral (-), massa (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastirum (+) Hepar tidak
teraba, spleen tidak teraba.
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Ekstremitas superior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)
Terdapat 1 buah ulkus berbentuk lingkaran dengan diameter ± 5cm
Ekstremitas inferior
Dekstra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema(-)
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik pada dextra dan sinistra, edema (-)
7
NEUTROFIL % 73.0 50-70
LYMFOSIT % 16.8 18-42
MONOSIT % 8.93 2-11
EOSINOFIL % .562 1-3
BASOFIL % .746 0-2
8
Keton +4 Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negative Negative
Sedimen Urine
Leukosit 10-15 0-3
Eritrosit 2-4 0-2
Epitel 3-5 0-5
Silinder Negative Negative
Kristal Negative Negative
Bakteri Positive Negative
9
Chlorida (Cl) 96.8 (98-106) mmol/L
Urin Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Warna Kuning muda Kuning muda
Kejernihan Keruh Jernih
pH 7 4-8.5
Berat Jenis 1005 1.005-1.030
Protein` Negative Negative
Glukosa (Reduksi) +4 Normal
Keton Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negative Negative
Sedimen Urine
Leukosit 12-18 0-3
Eritrosit 2-4 0-2
Epitel 4-5 0-5
Silinder Negative Negative
Kristal Negative Negative
Bakteri Positive Negative
10
Kesan : hipokalemia, sinus takikardi .
11
Sindroma Dispepsia e.c Ulkus Peptikum + Diabetes Mellitus Tipe 2+
Ketosis+ Ulkus Deltoid+Hipokalemia
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologi
- Perawatan luka :
- Kebutuhan kalori :
BBI =(TB - 100) – 10%
= (155 – 100 ) – 10%
= 49,5 kg
Kalori basal = BBI x 25
= 49,5 x 25
= 1237,5 kkal
Koreksi :
Umur = -5%
Aktifitas Fisik (ringan) = +20%
Berat Badan (gemuk)= -20%
Stres metabolik = +20%
Total kebutuhan = 1.170 x 15%
= 1237,5 + 185,6
= 1.423 kkal/ hari
Edukasi pada pasiententangperjalananpenyakit DM, pengendalian DM,
penyulit DM dan resikonya, intervensi non farmakologi dan
farmakologiserta target pengobatan, pemantauanglukosadarah, pentingnya
Latihan jasmani yang teratur.
12
Karbohidrat : 60-70% total asupan energi
Lemak : 20-25% kebutuhan kalori
Protein : 10 – 20% total asupan energi.
Serat : 20-35 gr/hari
- Ajarkan pasien dan keluarga cara penggunaan insulin
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka dan tata cara
kompres basah
- Edukasi pasien dan keluarga
• perjalanan penyakit DM.
• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
• Penyulit DM dan risikonya.
• Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
• Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
• Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia).
• Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit,
dengan total 150 menit perminggu..
• Pentingnya perawatan kaki.
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% 3100cc/24 jam (40 tpm)
InjOmeprazole 1x20 mg
InjCefotaxim 2x1gr
Lantus 13 IU malam hari
13
Novorapid 6 IU 3x1 sebelum makan
PO Domperidon 3x10mg
PO KSR 3x600 mg
Prognosis
o Vitam. : dubia ad bonam
o Fungtionam : dubia ad bonam
o Sanationam : dubia ad bonam
14
2.9. FollowUp
No Hari/ Tanggal S O A P
1 24-05-2021 - nyeri perut (+) GCS: 15 Gastropati+ DM Tipe 2 + IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
Pasien masuk ruang - mual (+) Vital sign: Ulkus deltoid sinistra + In Omeprazole1x20mg
rawat - muntah (+) TD:170/100 Ketosis + InjCefotaxim 2x1gr
- sesak (-) RR: 32x/i Hipokalemia+HT Grade Lantus 13 IU malam hari
N:80x/i II
Novorapid6 IU 3x1
Suhu: 36,1 C
sebelum makan
Spo2: 98%
PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (+)
Po KSR 3x600 mg
BU (+) normal
Diet 1423 kkal
-GDN 209
Perawatan luka
- GDPP 205
Cek GDS harian
- HbA1c 12,2
- Keton urin+4
15
Vital sign Ulkus deltoid sinistra +
TD: 151/97 mmHg Ketosis +Hipokalemia+HT In Omeprazole 1x20 mg
2 - nyeri perut (+) N: 101x/menitt Grade II Lantus 13 IU malam hari
25-05-2021 - mual (+) Suhu: 37’C Novorapid 6 IU 3x1
- muntah (+) RR: 18 x/menit sebelum makan
Spo2: 98% PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (-) PO KSR 3x1
GDS : 209 mg/dl
Diet 1423 kkal
Perawatan luka
Cek GDS harian
16
3 26-05-2021 - nyeri perut berkurang -GCS 15 Gastropati DM Tipe 2 + IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual berkurang Vital sign Ulkus deltoid sinistra + InjOmeprazole 1x20 mg
- muntah berkurang TD: 129/88 Hipokalemia+ HT Grade InjCefotaxim 2x1grLantus
N: 97x/menit II 13 IU malam hari
Suhu: 36,5’C Novorapid 6 IU 3x1
RR: 20x/menit sebelum makan
Spo2: 98% PO Domperidon 3x10mg
Meteorismus (-)
Po KSR 3x1
-GDS : 236 mg/dl
Diet 1423 kkal
Perawatan luka
Cek GDS harian
Cek elektrolit dan keton
urin
17
4. 27-05-2021 - nyeri perut berkurang GCS 15 Gastropati DM Tipe 2 + IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra + InjOmeprazole 1x20 mg
- muntah (-) TD: 151/97 mmHg Hipertensi grade 1 InjCefotaxim 2x1gr
N: 75x/menit Lantus 13 IU malam hari
Suhu: 36,5’c
Novorapid 6 IU 3x1
RR: 20x/menit
sebelum makan
Spo2: 99%
PO Domperidon 3x10mg
-GDS : 325 mg/dl
Diet 1423 kkal
- Albumin 3,2
Perawatan luka
- Globulin 3,2
Cek GDS harian
- Creatinin 0,64
PO Amlodipin 1x5 mg
18
5. 28-05-2021 - nyeri perut (-) -GCS 15 Gastropati + DM Tipe 2 + IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra + In Omeprazole 1x20 mg
- muntah (-) TD : 140/80 Hipertensi grade 1 InjCefotaxim 2x1 gr
N : 90x/menit Lantus 13 IU malam hari
Suhu : 37,0 C
Novorapid 6 IU 3x1
RR : 20x/i
sebelum makan
SPo2 : 94%
PO Domperidon 3x10mg
- GDS 212 mg/dl
Diet 1423 kkal
Perawatan luka
Cek GDS harian
PO Amlodipin 1x5
19
6. 29-05-2021 - nyeri perut (-) -GCS 15 Gastropati + DM Tipe 2 + Lantus
- mual (-) Vital sign Ulkus deltoid sinistra + Novorapid
- muntah (-) TD : 144/88 Hipertensi grade 1 PO Amlodipin 1x5 mg
Pasien pulang. N : 92x/menit Ajarkan pasien dan
Suhu : 37,0 C keluarga perawatab luka
RR : 32x/i Ajarkan pasien dan
SPo2 : 94% keluarga cara injeksi
insulin
Pasien Boleh Pulang
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Diabetes Melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau
Gestasional ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan tidak
didapatkan
Diabetes.
Tipe spesifik Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal,
yang berkaitan maturity – onset diabetes oftheyoung[MODY])
dengan penyebab Penyakit eksokrin pankreas (fibrosiskistik,
lain pankreatitis)
Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS
atau setelah transplantasi organ)
22
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot,
hepar, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis
penyandang DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan,
disebut sebagai theegregiouseleven (Gambar 3).
23
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati
(hepaticglucoseproduction) dalam keadaan basal meningkat secara
bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat
sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi agonis
GLP-1, penghambat DPP-4 dan amilin.
c) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas
(freefattyacid(FFA)) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan
otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan
oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidinedion.
d) Otot
Pada penyandang DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi
tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion.
e) Hepar
Pada penyandang DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh hepar (hepaticglucoseproduction) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.
f) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
24
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah agonis GLP-1,
amilin dan bromokriptin.
g) Kolon/Mikrobiota
Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan
hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1,
DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian
individu berat badan berlebih akan berkembang DM. Probiotik dan
prebiotik. diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan
hiperglikemia.
h) Usus halus
Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin
ini diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1)
dan glucose-dependentinsulinotrophicpolypeptideatau disebut juga
gastricinhibitorypolypeptide(GIP). Pada penyandang DM tipe 2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga
hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
kinerja DPP-4 adalah DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim
alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida,
dan kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa
darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim
alfa glukosidase adalah acarbosa.
i) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM
tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
enzim sodium glucoseco-transporter(SGLT-2) pada bagian
convulatedtubulusproksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulusdesenden dan asenden, sehingga akhirnya
25
tidak ada glukosa dalam urin. Pada penyandang DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di
dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat
urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT-2.
Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya.
j) Lambung
Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi
kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan
percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di
usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
postprandial.
k) Sistem Imun
Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respons fase akut (disebut
sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem
imun bawaan/innate) yang berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe
2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis.
Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada
endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM
tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi
insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan
perifer seperti adiposa, hepar dan otot.
Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa adanya hubungan antara
obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut
menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2,
yang dianggap sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan
metabolik lain yang berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada
DM tipe 2.
26
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat
ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
27
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO
glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa
plasma puasa < 100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%
28
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL
> 4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
(DMG).
e. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosisnigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
29
A. Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertama, yang meliputi:
a) Riwayat Penyakit
Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan berat badan.
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara
lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani.
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktus urogenital.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada
ginjal, mata, jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran
pencernaan, dll.
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat.
penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin
lain).
RiwayatpenyakitdanpengobatandiluarDM.
Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan
statusekonomi
b) Pemeriksaan Fisik
30
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik.
Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan jantung.
Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanya deformitas).
Pemeriksaan kulit (akantosisnigrikans, bekas luka,
hiperpigmentasi, necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe
lain.
c) Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO.
Pemeriksaan kadar HbA1c
31
kesehatan sekunder atautersier.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat
dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.
I. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.7
32
lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %.
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak
12-15%
Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh
tunggal: lemak tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
daging berlemak dan susu fullcream.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari.
3. Protein
Pada pasien dengan nefropatidiabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
Penyandang DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber bahan makanan
protein dengan kandungan saturatedfattyacid(SAFA) yang
tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan
produk hewani olahan sebaiknya dikurangi konsumsi.
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 1500 mg per hari.
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga
memperhatikan bahan makanan yang mengandung tinggi
natrium antara lain adalah garam dapur, monosodiumglutamat,
33
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit.
5. Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000
kal atau 20 – 35 gram per hari, karena efektif
6. Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (AcceptedDailyIntake/ADI). Pemanis alternatif
dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori.
Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol
dan fruktosa.
Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan
menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame
potasium, sukrose, neotame.
B. Kebutuhan Kalori
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:
34
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : kurang dari BB ideal – 10%
Gemuk : lebih dari BB ideal + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT :
BB kurang < 18,5
BB normal 18,5 – 22,9
BB lebih ≥ 23,0
Dengan risiko 23,0 – 24,9
Obese I 25,0 – 29,9
Obese II ≥ 30
35
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuksuntikan.
(1) Obat AntihiperglikemiaOral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea,
namun berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia postprandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia. Obat golongan glinid sudah tidak tersedia di Indonesia.
36
gagal jantung NYHA fungsional classIII-IV). Efek samping yang mungkin
terjadi adalah gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan
lain-lain.
Tiazolidinedion (TZD)
Tiazolidinedion merupakan agonis dari
PeroxisomeProliferatorActivatedReceptor Gamma (PPAR- gamma), suatu
reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidinedion meningkatkan retensi
cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA fungsional classIII-IV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah pioglitazone.
37
usus dan membran brush border ginjal, di hepatosit, endotelium vaskuler dari
kapiler villi, dan dalam bentuk larut dalam plasma. Penghambat DPP-4 akan
menghambat lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan mencegah
inaktivasi dari glucagon-likepeptide(GLP)-1. Proses inhibisi ini akan
mempertahankan kadar GLP-1 dan glucose-
dependentinsulinotropicpolypeptide(GIP) dalam bentuk aktif di sirkulasi
darah, sehingga dapat memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons
insulin, dan mengurangi sekresi glukagon. Penghambat DPP-4 merupakan
agen oral, dan yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin.
38
Rekomendasi
Pasien DM tipe 2 dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik
(stroke, infarkmiokard, atau Penyakit Arteri Perifer) disarankan menggunakan
penghambat SGLT-2 atau agonis GLP-1 setelah metformin. Pada pasien
penyakit kardiovaskular aterosklerotik dengan klinis predominan gagal
jantung dan gagal ginjal disarankan menggunakan penghambat SGLT-2 atau
agonis GLP-1 setelah metformin.
Untuk meminimalkan kejadian hipoglikemia, pilihan pengobatan adalah
penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, agonis GLP-1, atau TZD. Untuk
mendapatkan penurunan berat badan dan meminimalkan peningkatan berat
badan, pilihan pengobatan adalah agonis GLP-1 atau penghambat SGLT-2,
dan pilihan pengobatan yang ekonomis dengan menggunakan SU atau TZD.
2) Obat AntihiperglikemiaSuntik
39
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
Indikasi penggunaan insulin:
1. Indikasi Mutlak
DM tipe 1
2. Indikasi Relatif
Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi OHO dosis
optimal (3-6 bulan) DM tipe 2 rawat jalan dengan:
Kehamilan
Infeksi paru (tuberkulosis)
Kaki diabetik terinfeksi
Fluktuasi gula darah yang tinggi
Riwayat ketoasidosis berulang
Riwayat pankreatomi
Selain indikasi diatas, terdapat beberapa kondisi tertentu yang memerlukan
pemakaian insulin, seperti penyakit hati kronik, gangguan fungsi ginjal,
dan terapi steroid dosis tinggi.
40
41
42
Gambar 5.Algoritma intensifikasi terapi injeksi GLP-1RA pada DM tipe 2
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak
dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai
dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia
oral, baik secara terpisah ataupun fixeddosecombination, harus menggunakan
dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan
tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi
dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dan insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat
anti- hiperglikemia oral. (lihat gambar 4 tentang algoritma pengelolaan DM
tipe 2)
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum
tidur, atau diberikan pada pagi hari sesuai dengan kenyamanan pasien.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin
basal untuk kombinasi adalah 6 - 10 unit. kemudian dilakukan evaluasi dengan
mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila
kadar glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah men-
dapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
43
prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral terutama golongan
Sulfonilurea dihentikan dengan hati-hati.
Padakeadaaniniterjadipeningkatanglukosadarahsangat
tinggi(600-1200mg/dL),tanpatandadangejalaasidosis,
osmolaritasplasmasangatmeningkat(330-380mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan
konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem autonom, seperti adanya
whipple’striad:
o Terdapat gejala-gejalahipoglikemia
o Kadarglukosadarahyangrendah
o Gejala berkurang denganpengobatan
Sebagian pasien dengan diabetes dapat menunjukkan
gejala glukosa darah rendah tetapi menunjukkan kadar
glukosa darah normal. Di lain pihak, tidak semua pasien
44
diabetes mengalami gejala hipoglikemia meskipun pada
pemeriksaan kadar glukosa darahnya rendah. Penurunan
kesadaran yang terjadi pada penyandang diabetes harus
selalu dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh
hipoglikemia.
Hipoglikemiapalingseringdisebabkanoleh
penggunaansulfonilureadaninsulin.Hipoglikemiaakibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus
diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Pengawasan glukosa darah pasien harus
dilakukanselama24-72jam,terutamapadapasiendengan gagal
ginjal kronik atau yang mendapatkan terapidengan OHO
kerja panjang. Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan
suatu hal yang harus dihindari, mengingat
dampaknyayangfatalatauterjadinyakemunduranmental
bermaknapadapasien.PerbaikankesadaranpadaDMusia.
lanjut sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan
yang lebih lama.
Pasiendenganrisikohipoglikemiharusdiperiksamengenai
kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun
asimtomatikpadasetiapkesempatan.7
2) KomplikasiKronik
1) Makroangiopati
Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering
terjadi pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa
muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang saat istirahat (claudicatiointermittent), namun
sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki
45
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada
penyandang.
Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke
hemoragik.
2. Mikroangiopati
a. RetinopatiDiabetik
• Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progresiretinopati.
Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.
b. NefropatiDiabetik
• Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atau memperlambat progresinefropati.
• Untuk penyandang penyakit ginjal diabetik, menurunkan
asupan protein sampai di bawah 0.8 g/kgBB/hari tidak
direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko
kardiovaskular dan menurunkan GFR ginjal.
c. Neuropati
• Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan
faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus
kaki yang meningkatkan risiko amputasi.
• Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.
• Setelah diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal yang simetris dengan melakukan
pemeriksaan neurologi sederhana (menggunakan
monofilamen 10 gram). Pemeriksaan ini kemudian diulang
paling sedikit setiap tahun.
• Pada keadaan polineuropati distal perlu dilakukan perawatan
kaki yang memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus
dan amputasi.
46
• Pemberian terapi antidepresan trisiklik, gabapentin atau
pregabalin dapat mengurangi rasa sakit.
• Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko
ulkus kaki.
• Untuk pengelolaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja
sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
d. Kardiomiopati
• Pasien diabetes memiliki risiko 2 kali lipat lebih
tinggiuntukterjadinyagagaljantungdibandingkan
padanon-diabetes.
• Diagnosiskardiomiopatidiabetikharusdipastikan terlebih
dahulu bahwa etiologinya tidak ada
berkaitandenganadanyahipertensi,kelainankatup
jantung,dandanpenyakitjantungkoroner.
• Padapasiendiabetesdisertaidengangagaljantung, pilihan
terapi yang disarankan adalah golongan
penghambatSGLT-2atauagonisreseptorGLP-1.
Prognosis
Diabetes melitus berhubungan dengan peningkatan ASCVD, kendali
tekanan darah, penggunaan statin, olahraga rutin dan merokok berhenti merokok
berpengaruh penting dalam mengurangi risiko. Secara keseluruhan angak
mortalitas pada DM Tipe 2 sekitar 15%. Prevalensi gangguan penglihatan pada
retinopafi diabetes di USA sekitar 4,4% pada dewasa dengan diabetes, sementara
1% pada kasus CKD. Saat ini dengan farmakoterapi pada hiperglikemia dengan
obat-obatan hipertensi dan penggunaan aspirin untuk pencegahan sekunder,
komplikasi vaskular dapat di tangani secara adekuat dan menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas pada pasien.12
47
BAB IV
ANALISA KASUS
48
BAB V
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
50
12. Alvin C. Powers. Diabetes Mellitus in Kasper, et al editors. Harrison’s The
Principle of the Internal Medicine. 19th ed. United States : McGrawHill
Education.2015.
13. Masharani, Umesh & Michael S. Pancreatic hormone and diabetes Melitus in
David, G Gardner, et al Editors. Grennspan Basic & Clinical Endocrinology.
9th Ed. McGrawHill : Philadelphia. 2011.
14. Pengurus Besar PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia. Juli 2015.
15. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta: EGC.
2005.
16. Silbernagl S. Florian L. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2007.
17. American Diabetes Ascosiation. Standart Medical Care 2017. USA. Vol. 40.
Suplement 1.
18. Alwi, Idrus dkk, Editor. Diabetes Melitus tipe 2. Penatalaksanaan di bidang
ilmu penyakit dalam : Panduan Praktik Klinis. Perhimpunan dokter spesialis
penyakit dalam Indonesia. Jakarta: Interna Publishing. 2015. Hal 47 – 56
19. Ronald W. Kartika. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia. CDK-248/ vol. 44 no. 1
th. 2017
20. Yuanita A. Langi. Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Jurnal Biomedik, Volume 3.2011.Hal. 95-101
21. Kumar C Jain,Amit. dr. A new classification of diabetic foot
complications : a simple and effective teaching tool.Department of Surgery,
St. Johns Medical College, Bangalore The Journal of Diabetic Foot
Complications. Volume 4. 2012;Pages 1-5.
51