Anda di halaman 1dari 94

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa)

TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)


JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ETANOL

SKRIPSI

Oleh:

Rizky Rafiqoh Afdin

NIM. G1A114001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017
EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa)
TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ETANOL

SKRIPSI

Laporan Penelitian Praktek Belajar Riset

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Program Studi Kedokteran Universitas Jambi

Oleh:

Rizky Rafiqoh Afdin

NIM. G1A114001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

ii
PERSETUJUAN SKRIPSI

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa)


TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ETANOL

Disusun oleh:

RIZKY RAFIQOH AFDIN

NIM. G1A114001

Telah disetujui dosen pembimbing skripsi

Pada Oktober 2017

Pembimbing Substansi Pembimbing Metodologi

Dr. dr. Fairuz Quzwain, SpPA, M.Kes dr.Hj. Yulinda Fetri Tura, M.Kes
NIP: 19750814200501 2 001 NIP: 19660704 199603 2 001

iii
PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa)


TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ETANOL

Disusun oleh:

RIZKY RAFIQOH AFDIN

NIM G1A114001

Pembimbing Substansi Pembimbing Metodologi

Dr. dr. Fairuz Quzwain, SpPA, M.Kes dr.Hj. Yulinda Fetri Tura, M.Kes
NIP: 19750814200501 2 001 NIP: 19660704 199603 2 001

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Tanggal 2017

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

DR. dr. Herlambang, Sp.OG., KFM


NIP: 19690118200012 1 001

iv
EFEK HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa)
TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI ETANOL

Disusun oleh:

RIZKY RAFIQOH AFDIN

NIM G1A114001

Telah dipertahankan dan dinyatakan lulus dihadapan tim penguji pada:

hari/tanggal:

pukul:

tempat:

Pembimbing I: DR. dr. Fairuz Quzwain, Sp.PA, M.Kes

Pembimbing II: dr. Hj. Yulinda Fetri Tura, M.Kes

Penguji I : dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc

Penguji II :

v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rizky Rafiqoh Afdin

NIM : G1A114001

Jurusan : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Universitas Jambi

Judul Skripsi : Efek Hepatoprotektor Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa)


Terhadap Kerusakan Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan
Galur Sparague Dawley yang Diinduksi Etanol

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir skripsi yang saya tulis
ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi, 2017

Yang membuat pernyataan,

Rizky Rafiqoh Afdin


NIM G1A114001

vi
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Efek Hepatoprotektor Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) Terdahap
Kerusakan Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague
Dawley yang Diinduksi Etanol”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Kedokteran
Universitas Jambi.

Selama proses pendidikan dan penulisan laporan ini, penulis banyak


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa arahan, informasi,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. DR. dr. Herlambang, Sp.OG., KFM selaku DEKAN Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
2. Papa dan Mama tercinta serta keluarga besar yang menjadi sumber
semangat penulis, yang selalu mendo’akan, sabar serta memberikan
dukungan penuh kepada penulis.
3. Dr. dr. Fairuz Quzwain, SpPA, M.Kes, selaku dosen pembimbing
substansi atas semua bimbingan, dukungan serta saran yang diberikan
kepada penulis selama penulisan laporan skripsi.
4. dr. Hj. Yulinda Fetri Tura, M.Kes, selaku pembimbing metodologi yang
telah berkenan untuk meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau
untuk memberikan bimbingan, masukan dan dukungan kepada penulis
dalam menyempurnakan laporan skripsi.
5. dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc, selaku penguji yang telah berkenan untuk
memberikan bimbingan, masukan kepada penulis selama penulisan
laporan skripsi.

vii
6. dr. Ahmad Syauqy, M.Biomed selaku pembimbing akademik, atas segala
bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi di
program studi kedokteran.
7. Dosen pengajar program studi kedokteran yang telah memberikan ilmu
kepada penulis selama menempuh perkuliahan di program studi
kedokteran.
8. dr. Hasna Dewi, Sp.PA Selaku kepala laboratorium Biomedik FKIK
Universitas Jambi yang telah mengizinkan penggunaan fasilitas
laboratorium selama penelitian.
9. Staff bagian akademik, laboratorium dan perlengkapan FKIK Universitas
Jambi, yaitu kak Ibet, kak Lina, kak Dina, kak Pegy, pak Yusiro, dan bang
Wadi yang telah banyak membantu dari sebelum penelitian hingga
selesainya penelitian.
10. Sahabat Osce Kece yang penulis cintai dan teman-teman angkatan 2014
Program Studi Kedokteran Universitas Jambi yang selalu mendukung
selama mengikuti kuliah dan menyelesaikan laporan skripsi ini.
11. Sahabat Djr yang selalu memberikan dukungan dari jauh kepada penulis.
Jambi, 2017
Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. iv
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………….. 4
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………... 4
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………….5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka………………………………………………... 6
2.1.1 Hepar………………………………………………...6
2.1.1.1 Anatomi Hepar……………………………...6
2.1.1.2 Histologi Hepar……………………………..8
2.1.1.3 Fisiologi Hepar………………………….…..
10
2.1.1.4 Histopatologi Hepar………………………... 12
2.1.2 Tikus Putih (Rattus norvegicus)…………………….
14
2.1.2.1 Taksonomi Tikus Putih…………………….. 15
2.1.3 Radikal Bebas, Stress Oksidatif dan Antioksidan
2.1.3.1 Radikal Bebas……………………………… 16
2.1.3.2 Stress Oksidatif…………………………….. 20
2.1.3.3 Antioksidan………………………………… 21
2.1.4 Etanol…..................................................................
ix 22
2.1.4.1 Definisi Etanol……………………………... 22
2.1.4.2 Absorbsi Etanol……………………………..22
2.1.4.3 Distribusi Etanol…………………………… 22
2.1.4.4 Metabolisme Etanol………………………... 23
2.1.4.5 Ekskresi Etanol…………………………….. 24
2.1.4.6 Pengaruh Etanol Terhadap Hepar………….. 24
2.1.5 Jintan Hitam………………………………………... 27
2.1.5.1 Taksonomi Jintan Hitam…………………… 27
2.1.5.2 Morfologi Jintan Hitam……………………..
28
2.1.5.3 Manfaat Jintan Hitam Terhadap Hepar……..29
2.1.5.4 Kandungan Kimia Jintan Hitam…………….29
2.1.6 Ekstraksi…………………………………………….31
2.1.6.1 Metode Ekstraksi…………………………... 31
2.1.7 Euthanasia………………………………………….. 34
2.1.7.1 Metode Euthanasia…………………………. 34
2.2 Kerangka Teori………………………………………………. 37
2.3 Kerangka Konsep……………………………………………..38
2.4 Premis………………………………………………………... 39
2.5 Hipotesis…………………………………………………....... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian……………………… 40


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………... 41
3.3 Subjek Penelitian…………………………………….. 41
3.3.1 Populasi……………………………………….41
3.3.2 Sampel Penelitian dan besar sampel……….. 41
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi………………... 42
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel…………………. 42
3.3.5 Bahan dan Alat Penelitian…………………..43
3.3.5.1 Bahan Penelitian…………………… 43
3.3.5.2 Bahan Kimia……………………….. 43
x
3.3.5.3 Alat Penelitian………………………43
3.3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
Variabel……………………………………..43
3.3.6.1 Identifikasi Variabel………………………...43
3.3.6.2 Definisi Operasional Variabel………………44
3.4 Prosedur Penelitian………………………………… 48
3.5 Analisis Data………………………………………..55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian……………………………………. 56
4.1.1 Analisis Data………………………………. 59
4.2 Pembahasan………………………………………... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan………………………………………… 63
5.2 Saran……………………………………………….. 63
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...64
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Fisiologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)……………………...16

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Jintan Hitam (Nigella sativa)……………………..29

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………………..46

Tabel 4.1 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus kelompok I…...56

Tabel 4.2 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus kelompok II….57

Tabel 4.3 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus kelompok III…57

Tabel 4.4 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus kelompok IV…58

Tabel 4.5 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus kelompok V….58
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hepar, dilihat dari anterior dan posterior…………………………….6

Gambar 2.2 Histologi Hepar………………………………………………………9

Gambar 2.3 Lobulus Hepar………………………………………………………..9

Gambar 2.4 Penyakit Hepar Alkoholik…………………………………………..14

Gambar 2.5 Jalur ROS…………………………………………………………...20

Gambar 2.6 Mekanisme stress oksidatif menginduksi penyakit hepar………….21

Gambar 2.7 Metabolisme Etanol Jalur ADH…………………………………….23

Gambar 2.8 Metabolisme Etanol Jalur SOEM…………………………….........23

Gambar 2.9 Mekanisme Etanol Menyebabkan Kerusakan Hepar……………...25

Gambar 2.10 Perbedaan Makroskopis Liver Sehat dan Fatty Liver……………26

Gambar 2.11 Jintan Hitam (Nigella sativa)……………………………………..27

Gambar 2.12 Biji Jintan Hitam (Nigella sativa)………………………………...28

Gambar 2.13 Kerangka Teori Penelitian………………………………………..37

Gambar 2.14 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………......38

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian…….………………………………………..40

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian…………………………………………..54


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Perlakuan

Lampiran 2. Lembar Hasil Pemeriksaan Histopatologis Hepar Tikus Putih


xiv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepar rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba,
sirkulatorik, dan neoplastik. Penyakit primer utama pada hepar adalah hepatitis
virus, penyakit hepar alkoholik, dan karsinoma hepatoseluler. Studi-studi
surveilans terakhir di Amerika Serikat mencatat insiden per tahun penyakit hepar
kronik yang baru didiagnosis adalah 72,3 per 100.000 penduduk. Lebih dari
separuh (57%) pasien mengidap infeksi virus hepatitis C, diikuti oleh penyakit
hepar alkohol (24%), perlemakan hepar nonalkoholik (9%), dan infeksi virus
hepatitis B (4%).1

Mengkonsumsi alkohol atau minuman keras (miras) merupakan perilaku


yang biasa dilakukan oleh sekelompok orang dalam mengekspresikan suatu acara,
misalnya dalam pesta atau perpisahan tahun. Ironisnya miras atau alkohol tersebut
tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa, tetapi kaum remaja juga sudah mulai
mengkonsumsinya.2

Penelitian statistik di Amerika Serikat melaporkan bahwa 67% populasi


yang berusia 18 tahun atau lebih mengidap masalah-masalah kesehatan yang
disebabkan alkoholisme. Lebih dari 14 juta orang Amerika memenuhi kriteria
penyalahgunaan dan/atau ketergantungan alkohol, setara dengan prevalensi 7,4%.
Hal ini lebih tinggi pada pria (11%) daripada wanita (4%).1

Penyalahgunaan alkohol menyebabkan 200.000 kematian per tahun, yang


banyak berkaitan dengan kecelakaan lalu-lintas. Sekitar 40% kematian akibat
sirosis berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol. Sekitar 25% sampai 30% pasien
rawat-inap memiliki masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan alkohol,
1,5%-nya sebagai diagnosis pertama (first listed diagnosis).1

1
2

Pada tahun 2014, WHO melaporkan 38,3% penduduk di dunia di atas usia
15 tahun telah mengkonsumsi alkohol dalam 12 bulan terakhir. Angka konsumsi
per kapita di seluruh dunia mencapai 6,2 liter dan terus meningkat. Proporsi
pemakaian alkohol di Indonesia sendiri mencapai 0,6 liter per kapita. Hal ini
dipengaruhi oleh meningkatnya status sosial ekonomi sebagian besar penduduk,
sehingga mulai munculnya budaya minum alkohol, dan semakin mudahnya akses
untuk mendapatkan alkohol secara bebas.3

Didalam tubuh, alkohol mengalami metabolisme di ginjal, paru-paru dan


otot, tetapi umumnya di hati sekitar 1 gelas per jam, setara dengan 7 gram etanol
per jam, di mana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100%. 4 Timbulnya
keadaan yang merugikan pada pengonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu
sendiri ataupun hasil metabolismenya.5

Konsumsi alkohol kronik menimbulkan beragam efek samping pada


sistem saraf, sistem kardiovaskular, saluran cerna, otot rangka, sistem reproduksi,
dan pada janin. Namun, dampak terbesar adalah terjadinya tiga bentuk penyakit
hepar yaitu steatosis hepatis, hepatitis alkoholik dan sirosis yang secara kolektif
disebut penyakit hati alkoholik.1

Fatty liver atau perlemakan hepar terjadi pada sekitar 90% individu yang
mengkonsumsi alkohol lebih dari 60 gram per hari, namun mungkin juga bisa
terjadi pada individu yang mengkonsumsi kurang dari jumlah tersebut. Beberapa
studi telah menyebutkan bahwa perkembangan untuk terjadinya fibrosis dan
sirosis pada hepar dapat terjadi pada 5-15% individu, apabila mengkonsumsi
alkohol sebanyak 37-40 gram per hari.6

Etanol adalah agen penginduksi ROS (Reactive oxygen species) didalam


tubuh. Etanol dapat menyebabkan stress oksidatif dan hepar adalah organ utama
yang dipengaruhi. Peroksidasi lemak, menipisnya glutation dan pembentukan
radikal lemak akibat pemberian etanol dapat menginduksi kerusakan hepar.
Pemberian antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), vitamin E, dan
3

prekursor glutation dapat mencegah kerusakan hepar pada tikus. Peran radikal
bebas dalam cedera hepar yang disebabkan oleh alkohol dan efek perlindungan
antioksidan dalam mengurangi efek toksik menunjukkan bahwa stress oksidatif
adalah penyebab utama dalam kerusakan hepar yang diinduksi etanol.7

Di seluruh dunia, pengobatan tradisional adalah salah satu andalan


perawatan kesehatan atau berfungsi sebagai pelengkap dalam proses
penyembuhan.8 WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit. WHO
juga mendukung upaya-upaya meningkatkan keamanan dan khasiat dari obat
tradisonal.9
Di antara berbagai tanaman obat, jintan hitam (Nigella sativa) muncul
sebagai ramuan dengan latar belakang sejarah dan agama karena banyak
penelitian mengungkapkan potensi farmakologis dari tanaman tesebut. Nigella
sativa yang umumnya dikenal sebagai black seed adalah tanaman asli Eropa
Selatan, Afrika Utara dan Asia Barat Daya dan dibudidayakan di banyak negara di
dunia seperti wilayah Mediterania Timur, Eropa Selatan, India, Pakistan, Suriah,
Turki, dan Arab Saudi.10

Benih-benih Nigella sativa dan minyaknya telah banyak digunakan


selama berabad-abad dalam pengobatan berbagai penyakit di seluruh dunia.
Dalam masyarakat muslim, juga dianggap sebagai salah satu bentuk
penyembuhan yang tersedia karena itu disebutkan bahwa black seed adalah obat
untuk semua penyakit kecuali kematian di salah satu Hadits Nabi.10

Thymoquinone yang terdapat dalam jintan hitam dapat mengurangi stress


oksidatif dan meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh. Penurunan
malondialdehyde dan biomarker stress oksidatif lain terjadi secara paralel dengan
peningkatan total thiol dan level glutathione adalah hasil dari pengobatan
menggunakan thymoquinone. Glutathione ditemukan terutama dalam konsentrasi
tinggi dalam hepar dan dikenal memiliki mekanisme sebagai pelindung. Turunnya
konsentrasi thiol disebabkan oleh stress oksidatif yang dapat mengakibatkan
4

inaktivasi protein, oksidasi protein, peroksidasi lipid, gangguan dalam


homeostasis kalsium dan kehilangan viabilitas sel. Penurunan radikal dengan
thymoquinone dapat mengurangi risiko radikal tersebut menyerang DNA dan juga
dapat mengurangi risiko kanker.7

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti efek hepatoprotektor jintan
hitam (Nigella sativa) terhadap kerusakan hepar tikus putih (rattus norvegicus)
jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi etanol.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Apakah ekstrak jintan hitam
(Nigella sativa) memiliki efek hepatoprotektor terhadap kerusakan hepar tikus
putih (rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi etanol ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efek hepatoprotektor ekstrak jintan hitam(Nigella sativa)
terhadap kerusakan hepar tikus putih (rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley yang diinduksi etanol.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Membandingkan perubahan histopatologis hepar tikus putih antara
kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberikan etanol dan
ekstrak jintan hitam.

1.3.2.2 Mengetahui dosis ekstrak jintan hitam yang memberikan gambaran


degenerasi lemak yang minimal pada hepar tikus putih yang mengalami
kerusakan akibat induksi etanol.
5

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat tentang pemanfaatan jintan
hitam untuk pengobatan penyakit hepar.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan


Memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak jintan hitam
terhadap penurunan tingkat kerusakan hepar tikus yang diinduksi etanol.

1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Hepar
2.1.1.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Hepar bertekstur lunak


dan lentur, serta terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah
diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis dexter, dan
diaphragma setengah bagian kanan memisahkan hepar dari pleura, paru-paru,
perikardium, dan jantung. Hepar terbentang ke kiri untuk mencapai setengah
diaphragma bagian kiri. 11

Hepar dibagi dalam lobus dexter yang besar dan lobus sinister yang kecil
oleh ligamentum falciforme. Lobus dexter terbagi lagi menjadi lobus quadratus
dan lobus caudatus.11

7
Gambar 2.1 Hepar, dilihat dari anterior dan posterior
Dikutip dari: McKinley, Michael. Human Anatomy. Edisi 3.
Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, hanya sebagian ditutupi
6
oleh peritoneum. Hepar tersusun oleh lobulus-lobulus hepatis. Vena centralis pada
masing-masing lobulus bermuara ke vena hepatica. Di dalam ruangan di antara
lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria
hepatica, vena porta, dan sebuah cabang dari ductus choledochus (trias hepatis).
Darah arteri dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan
dialirkan ke vena centralis.11

Batas-batas penting hepar ke anterior adalah diaphragma, arcus cotalis


dextra dan sinistra, pleura dextra dan sinistra, serta margo inferior pulmo dextra
dan sinistra, processus xiphoideus, dan dinding anterior abdomen pada angulus
subcostalis. Ke posterior adalah diaphragma, ren dextra, flexura coli dextra,
duodenum, vesica biliaris, vena cava inferior, oesophagus, dan fundus gastricus.11

1. Ligamenta Hepatis
Ligamentum falcifrome, yang merupakan lipatan ganda peritoneum,
berjalan ke atas dari umbilicus ke hepar. Ligamentum falciforme berjalan ke
permukaan anterior dan kemudian ke permukaan superior hepar dan akhirnya
membelah menjadi dua lapis. Lapisan kanan membentuk lapisan atas ligamentum
coronarium, lapisan kiri membentuk lapisan atas ligamentum triangulare
sinistrum. Bagian kanan ligamentum coronarium dikenal sebagai ligamentum
triangulare dextrum.11
2. Perdarahan
a. Arteri
Arteri hepatica propria, cabang arteri coeliaca (truncus coeliacus), berakhir
dengan bercabang menjadi ramus dexter dan sinister yang masuk ke dalam
porta hepatis.11
b. Vena
Vena porta berakhir dengan bercabang menjadi cabang dexter dan sinister
8
yang masuk porta hepatis di belakang arteri. Vena hepatica (tiga buah atau
lebih) muncul dari permukaan posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena
cava inferior.11
c. Sirkulasi Darah Melalui Hepar
Pembuluh-pembuluh darah yang mengalirkan darah ke hepar adalah
arteria hepatica propria (30%) dan vena porta (70%). Arteria hepatica propria
membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, dan vena porta membawa darah
yang kaya akan hasil metabolisme pencernaan yang sudah diabsorbsi dari
tractus gastrointestinalis.
Darah arteri dan vena dialirkan ke vena centralis masing-masing lobulus
hepatis melalui sinusoid hepar. Vena centralis mengalirkan darah ke vena
hepatica dextra dan sinistra, dan vena-vena ini meninggalkan permukaan
posterior hepar dan bermuara langsung ke dalam vena cava inferior.11
3. Aliran Limfe
Hepar menghasilkan banyak cairan limfe, sekitar sepertiga sampai
setengah dari jumlah seluruh cairan limfe tubuh. Pembuluh limfe
meninggalkan hepar dan masuk ke dalam sejumlah kelenjar limfe yang ada di
dalam porta hepatis.11
4. Persarafan
Saraf simpatik dan parasimpatik membentuk plexus coeliacus. Truncus
vagalis anterior mencabangkan banyak ramus hepaticus yang berjalan
langsung ke hepar.11

2.1.1.2 Histologi Hepar

Hepar dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di
hilus, tempat vena porta dan arteri hepatica memasuki organ dan keluarnya duktus
hepatica kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hepar. Sel-sel hepar atau
hepatosit merupakan sel yang berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang
saling berhubungan. Hepatosit tersusun berupa ribuan lobulus hepar kecil
polyhedral yang merupakan unit fungsional dan struktural hati yang klasik.12
9

Gambar 2.2 Histologi Hepar


Dikutip dari: McKinley, Michael. Human Anatomy. Edisi 3.

Setiap lobulus memiliki tiga sampai enam area portal di bagian perifernya
dan suatu venula yang disebut vena sentral di bagian pusatnya. Zona portal
disudut lobulus terdiri atas jaringan ikat dengan suatu venula (cabang vena portal),
arteriol (cabang arteri hepatica), dan duktus epitel kuboid (cabang sistem duktus
biliaris) ketiga struktur yang disebut trias porta.12

Gambar 2.3 Lobulus Hepar


Dikutip dari: Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 12.
10

Hepatosit merupakan sel polihedral besar, dengan enam atau lebih


permukaan, dan berdiameter 20-30 µm. Pada sediaan yang dipulas dengan
hematoksilin dan eosin (H&E),sitoplasma hepatosit biasanya eosinofilik karena
banyaknya mitokondria, yang berjumlah hingga 2000 per sel. Hepatosit memiliki
inti sferis besar dengan nukleolus.12

2.1.1.3 Fisiologi Hepar


Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh, menyumbang sekitar 2%
berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg (3,3 pon) pada rata-rata manusia dewasa. Unit
fungsional dasar hepar adalah lobulus hepar, struktur berbentuk silindris dengan
panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 ml. Hepar manusia
mengandung 50.000 sampai 100.000 lobulus.13
Berikut ini adalah beberapa fungsi hepar:13
1. Hepar berfungsi sebagai penyimpan darah
Hepar merupakan suatu organ yang dapat membesar, sejumlah besar darah
dapat disimpan di dalam pembuluh darah hepar. Volume darah normal
hepar, meliputi yang di dalam vena hepar dan yang di dalam jaringan
hepar, adalah sekitar 450 ml, atau hampir 10% dari total volume darah
tubuh.
2. Sistem makrofag hepatik berfungsi sebagai pembersih darah
Darah yang mengalir melalui kapiler usus mengangkut banyak bakteri dari
usus. Sesungguhnya, suatu contoh darah yang diambil dari vena porta
sebelum masuk ke hepar hampir selalu menumbuhkan kuman basilus
kolon bila dibiakkan, sedangkan pertumbuhan kuman basilus kolon dalam
darah sirkulasi sistemik sangat jarang terjadi. Kerja sel kupffer dan
makrofag fagositik besar yang melapisi sinus venosus hati, menunjukkan
bahwa sel-sel ini secara efisien membersihkan darah sewaktu darah
melewati sinus. Bila satu bakteri bersentuhan sesaat dengan sel kupffer,
dalam waktu kurang dari 0,01 detik bakteri akan menembus dinding sel
kupffer dan menetap permanen di dalam sampai bakteri tersebut dicerna.
11

Mungkin kurang dari 1% bakteri yang masuk ke darah portal dari usus
berhasil melewati hepar masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
3. Fungsi metabolik hepar
a. Metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsinya yaitu
menyimpan glikogen dalam jumlah besar, konversi galaktosa dan
fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, pembentukan banyak
senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme Lemak
Walaupun sebagian besar sel tubuh memetabolisme lemak, aspek
tertentu dari metabolisme lemak terutama terjadi di hepar. Fungsi
spesifik hepar dalam metabolisme lemak yaitu oksidasi asam lemak
untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, sintesis
kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis
lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein yaitu
deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan
amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, interkonversi
beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
d. Fungsi metabolik hepar yang lain
1. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin
Hepar mempunyai kecenderungan tertentu untuk menyimpan
vitamin. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah
vitamin A, tetapi biasanya juga disimpan sejumlah besar vitamin D
dan vitamin B12.
2. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut
apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah
sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia
dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin
12

membentuk ferritin dan disimpan di dalam sel hepar sampai


diperlukan.
3. Hepar membentuk zat-zat darah yang digunakan untuk koagulasi
Zat-zat yang dibentuk di hepar yang digunakan pada proses
koagulasi meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator,
faktor VII, dan beberapa faktor koagulasi penting lain. Vitamin K
dibutuhkan oleh proses metabolisme hepar, untuk membentuk
protrombin dan faktor VII, IX, dan X. Bila tidak terdapat vitamin
K, maka konsentrasi zat-zat ini akan turun secara bermakna, dan
keadaan ini mencegah koagulasi darah.
4. Hepar menyingkirkan atau mengekskresi obat-obatan, hormon dan
zat-zat lain
Medium kimia yang aktif dari hepar dikenal kemampuannya dalam
mendetoksifikasi atau mengekskresi ke dalam empedu berbagai
obat-obatan, meliputi sulfonamida, penisilin, ampisilin, dan
eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon yang disekresi
oleh kelenjar endokrin diubah secara kimia atau diekskresi oleh
hepar, termasuk tiroksin dan terutama semua hormon steroid
seperti estrogen, kortisol, dan aldosterone. Kerusakan hepar dapat
mengakibatkan penimbunan berlebihan dari satu atau lebih hormon
ini di dalam cairan tubuh dan oleh karena itu menyebabkan
aktivitas berlebihan sistem hormon.

2.1.1.4 Histopatologi Hepar

Hepar rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba,


sirklulatorik, dan neoplastik. Penyakit primer utama pada hati adalah hepatitis
virus, penyakit hati alkoholik, dan karsinoma hepatoseluler. Dari sudut pandang
morfologik, hepar merupakan organ sederhana dengan respons yang terbatas
terhadap suatu cedera.1
13

Apapun kausanya, terdapat lima respons umum hepar terhadap suatu


cedera, yaitu:1

1. Degenerasi dan Akumulasi Intraseluler


Kerusakan akibat gangguan toksik atau imunologik, dapat
menyebabkan pembengkakan hepatosit. Pembengkakan derajat sedang,
masih bersifat reversible. Untuk kerusakan yang lebih parah (degenerasi
balon), hepatosit membengkak, disertai penggumpalan organel sitoplasma
dan terbentuknya ruang-ruang jernih yang besar.
Akumulasi butir lemak trigliserida di dalam hepatosit dikenal
sebagai steatosis. Butir butir kecil yang tidak mendesak nukleus disebut
steatosis mikrovesikel yang salah satunya dapat disebabkan oleh asupan
alkohol dalam jumlah sedang.
Satu butiran besar yang mendesak nukleus, yang dikenal dengan
steatosis makrovesikel, dapat dijumpai di seluruh hepatosit penderita
diabetes mellitus, obesitas dan juga dijumpai pada sebagian besar hepatosit
pengidap hepatitis C serta pada asupan alkohol kronik.
2. Nekrosis dan Apoptosis
Gangguan signifikan pada hepar dapat menyebabkan nekrosis
hepatosit. Nekrosis sering terdistribusi sesuai zona parenkim hepar. Yang
paling mencolok adalah nekrosis hepatosit tepat di sekitar vena hepatica
terminal disebut nekrosis sentrilobulus, kemudian nekrosis yang murni
jarang sekali terjadi adalah nekrosis midzonal dan periporta.
3. Inflamasi
Cedera hepar yang menyebabkan influks sel radang akut atau
kronik disebut hepatitis. Nekrosis hepatosit toksik atau iskemik akan
membangkitkan reaksi peradangan. Untuk cedera akibat toksik,
peradangan dapat mendahului awitan inflamasi.
4. Regenerasi
Hepatosit memiliki rentang usia yang panjang, dan sel ini dapat
berproliferasi sebagai respons terhadap reaksi jaringan atau kematian sel.
14

Regenerasi terjadi pada semua penyakit hepar, kecuali penyakit hepar


yang paling fulminant. Proliferasi hepatoseluler ditandai mitosis,
menebalnya korda hepatosit, dan juga disorganisasi struktur parenkim.
5. Fibrosis
Jaringan fibrosa terbentuk sebagai respons terhadap peradangan
atau kerusakan toksik langsung pada hepar. Tidak seperti respons lain
yang bersifat reversibel, fibrosis menunjukkan kerusakan hepar yang
umumnya ireversibel.

Gambar 2.4 Penyakit Hepar Alkoholik


Dikutip dari: Robbins and Cotran, 2009

2.1.2 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus merupakan hewan


coba yang kerap digunakan sebagai sarana penelitian biomedis. Kaitannya dengan
biomedis, tikus putih digunakan sebagai model penyakit manusia dalam hal
genetika. Hal tersebut karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi dan
metabolisme dari tikus putih mirip dengan manusia. Tikus putih merupakan
hewan nokturnal dan sosial. Habitat yang cocok untuk tikus putih memiliki
temperatur berkisar 19°C hingga 23°C.14
15

2.1.2.1 Taksonomi Tikus Putih

Taksonomi tikus putih adalah:15

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah hewan percobaan paling populer


dalam penelitian yang berkaitan dengan pencernaan . Hewan ini dipakai dengan
pertimbangan, pola makan omnivora seperti manusia, memiliki saluran
pencernaan dengan tipe monogastrik seperti manusia, kebutuhan nutrisi hampir
menyamai manusia serta, mudah di cekok dan tidak mengalami muntah karena
tikus ini tidak memiliki kantung empedu.16

Tikus putih (Rattus norvegicus) mempunyai 3 galur, yaitu Sprague Dawley,


Wistar, dan Long Evans. Galur Sprague Dawley memiliki tubuh yang ramping,
kepala kecil, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor
lebih panjang daripada badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan
ekor yang pendek, sedangkan galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang lebih
kecil serta bulu pada kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam.17
16

Tabel 2.1 Data Fisiologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)14


Nilai Fisiologis Kadar
Jantan 450-520 gram
Berat tikus dewasa
Betina 250-300 gram
Kebutuhan makan 5-10g/100g berat badan
Kebutuhan minum 10 ml/100g berat badan
Jangka hidup 3-4 tahun
Temperatur rektal 36° C- 40° C
Detak jantung 250-450 kali/ menit
Tekanan darah
Sistol 84-134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Laju pernafasan 70-115 kali/menit
Serum protein (g/dl) 5.6-7.6 g/dl
Albumin (g/dl) 3.8-4.8 g/dl
Globulin (g/dl) 1.8-3 g/dl
Glukosa (mg/dl) 50-135 mg/dl
Nitrogen urea darah
15-21 mg/dl
(mg/dl)
Kreatinin (mg/dl) 0.2-0.8 mg/dl
Total bilirubin (mg/dl) 0.2-0.55 mg/dl
Kolesterol (mg/dl) 40-130

2.1.3 Radikal Bebas, Stress Oksidatif, dan Antioksidan


2.1.3.1 Radikal Bebas
a. Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sebuah atom, molekul, atau senyawa yang
sangat tidak stabil karena struktur atom atau molekulnya tersebut. 18 Teori
radikal bebas didasarkan pada bukti bahwa organisme hidup (aerob)
17

menghasilkan radikal bebas, yang mampu merangsang kerusakan


permanen struktur biologis. Ini dibentuk di dalam sel-sel tubuh ketika
oksigen digunakan dalam proses metabolisme untuk menghasilkan energi.
Mitokondria menghasilkan reactive oxygen species (ROS) oleh karena
terjadi kebocoran dari rantai elektron. Molekul-molekul sangat tidak stabil
karena adanya elektron yang tidak berpasangan dan berusaha untuk
mencapai keadaan stabil dengan mengambil alih elektron dari molekul
terdekat, yang semuanya menjadi tidak stabil, sehingga menciptakan
reaksi berantai ketidakstabilan.19

b. Definisi ROS (Reactive Oxygen Species)


ROS merupakan representasi katagori molekul yang luas yang
merupakan derivate oksigen radikal dan nonradikal. Derivat oksigen
radikal meliputi ion OH, superoksida, nitrit oksida, dan peroxyl,
sedangkan derivat oksigen yang non-‐radikal meliputi ozon, lipid
peroksida, dan hydrogen peroksida. Derivat oksigen non-‐radikal
selanjutnya akan mengambil bagian dalam kaskade reaksi yang

menghasilkan radikal bebas. Selain derivat oksigen, radikal bebas juga


dapat berasal dari derivat nitrogen seperti nitrit oksida, peroksi nitrit,
dan ion nitroksil yang juga merupakan subklas dari ROS. Radiasi sinar
rontgen maupun sinar ultraviolet merupakan sumber pembentukan
ROS yang cukup penting, mengingat kedua sinar tersebut dapat

melisiskan air menjadi radikal .OH. Selain itu ion logam seperti Fe2+,

Co2+ dan Cu+ juga dapat bereaksi dengan oksigen atau hydrogen
peroksida (H2O2), menghasilkan radikal OH.20

C. Sumber utama ROS dalam sel


ROS terbentuk di sel secara konstan, sekitar 3% sampai 5% O 2
yang dikonsumsi dikonversi menjadi radikal bebas O2. Sumber utama
produksi ROS dalam sel adalah mitokondria karena sekitar 80% - 90% O 2
18

yang masuk digunakan oleh mitokondria untuk membentuk ROS.18,21


Sumber utama ROS yang lain adalah hepar karena mengandung banyak
enzim sitokrom P450. Salah satu jenis molekul sitokrom P450 yang aktif
memproduksi ROS adalah CYP2E1. CYP2E1 ini berperan penting dalam
metabolisme etanol.
ROS juga diproduksi oleh berbagai enzim oksidatif dalam sel,
seperti xantin oksidase. Dalam kondisi tertentu, seperti gangguan aliran
darah ke jaringan, xantin dehydrogenase dikonversi menjadi bentuk ROS.
Konsumsi etanol juga dapat mendorong konversi xantin dehydrogenase
menjadi xantin oksidase yang dapat membentuk ROS sehingga
meningkatkan stress oksidatif.18
Sumber ROS yang lain adalah sel imun tubuh, yaitu makrofag dan
neutrophil. Namun, ROS yang diproduksi oleh sel-sel ini berguna untuk
membunuh mikroorganisme yang masuk ke tubuh.18

Nitrit oksida suatu senyawa yang penting untuk relaksasi


pembuluh darah, selain merupakan senyawa radikal bebas, juga dapat
bereaksi dengan superoksida menghasilkan peroksinitrit, yang

kemudian dapat membentuk radikal OH. Sumber ROS yang lain


adalah berasal dari respiratory burst dari makrofag yang teraktifkan.
Aktivasi makrofag ini menyebabkan peningkatan penggunaan glukosa
melalui lintasan pentosa fosfat yang dipakai untuk mereduksi NADP
menjadi NADPH, dan peningkatan penggunaan oksigen yang dipakai
untuk mengoksidasi NADPH guna menghasilkan superoksida dan
halogen radikal sebagai agen yang sitotoksik untuk membunuh
mikroorganisme yang telah difagosit.20
Oksidasi terhadap koenzim flavin tereduksi di dalam

mitokondria dan rangkaian transport elektron dalam mikrosom

berlangsung melalui serangkaian langkah, dimana radikal flavin


19
semiquanon distabilkan oleh protein pengikat, dan membentuk radikal

oksigen (superoksida) sebagai hasil sementara atau sampingan.


Meskipun hasil akhirnya bukanlah radikal bebas, namun akibat dari
sifat radikal yang tidak dapat diprediksi, diperkirakan terdapat
kebocoran radikal bebas, sebanyak 3 – 5% dari 30 mol oksigen yang

dikonsumsi setiap hari atau sebanyak 1.5 mol ROS.20


Pembentukan ROS di dalam mitokondria selain oleh kebocoran
elektron, juga dipicu oleh respiratory burst intra mitokondrial,
sitoplasma, maupun ROS yang berasal dari luar. Di dalam mitokondria
superoksida dikonversi menjadi hidrogen peroksida yang dapat
menyebar dan kemudian dikonversi menjadi radikal OH yang bersifat
mutagenik. Oleh karena itu produksi ROS dalam mitokondria menjadi
hal penting dalam berbagai pathogenesis penyakit.20

D. Pengaruh ROS terhadap sel


Tiga reaksi yang berkaitan dengan jejas sel diperantarai oleh ROS adalah:1
1. Peroksidasi membran lipid
Ikatan ganda pada lemak tak jenuh membran mudah terkena serangan
ROS. Interaksi ROS dan lemak menghasilkan peroksida yang tidak
stabil dan reaktif serta terjadi reaksi rantai autokatalitik.
2. Fragmentasi DNA
Reaksi ROS dengan timin pada DNA mitokondria dan nuklear
menimbulkan kerusakan untai tunggal. Kerusakan DNA tersebut
menyebabkan kematian sel dan perubahan sel menjadi ganas.
3. Ikatan silang protein
ROS mencetuskan ikatan silang protein diperantarai sulfhidril,
menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya
aktivitas enzimatik. Reaksi ROS juga dapat secara langsung
menyebabkan fragmentasi polipeptida.
20

Gambar 2.5 Jalur ROS


Dikutip dari: Capasso Anna, 2013

2.1.3.2 Stress Oksidatif


ROS adalah molekul yang tidak berpasangan dan oleh karena itu sangat
tidak stabil dan sangat reaktif. ROS hanya dapat bertahan dalam hitungan

millisekon sebelum bereaksi dengan molekul lain untuk menstabilkan dirinya.


Diketahui berbagai macam ROS, namun yang paling banyak dipelajari karena

efeknya yang berbahaya dan merusak adalah superoksida (O‐), hydroxyl (OH),

dan perhydroxyl (O2H). Kerusakan jaringan akibat serangan ROS dikenal dengan
stress oksidatif.20

Hepar adalah organ pertama yang diserang oleh ROS. Sel-sel parenkim
adalah dasar sel yang mengalami stress oksidatif akibat cedera pada hepar. Pada
mitokondria, mikrosom dan peroksisom dalam sel-sel parenkim dapat
menghasilkan ROS, dan meregulasi PPARα, yang terutama terkait dengan
oskidasi asam lemak hepar. Selain itu, sel kupffer dan sel-sel endotel yang
berpotensi lebih sensitif terhadap stress oksidatif. Berbagai sitokin seperti TNF-α
dapat diproduksi dalam sel-sel kupffer yang mengalami stress oksidatif yang
mungkin dapat meningkatkan terjadinya proses peradangan dan apoptosis. Stress
oksidatif dianggap sebagai salah satu mekanisme patologis yang mengakibatkan
inisiasi dan perkembangan berbagai penyakit hepar, seperti hepatitis kronis virus,
penyakit hepar yang disebabkan alkohol dan steatohepatitis non-alkoholik.22

Gambar 2.6 Skema umum mekanisme stres oksidatif menginduksi penyakit hepar
Dikutip dari: Li Sha, dkk, 2015

2.1.3.3 Antioksidan
Di dalam sistim biokimia terdapat keseimbangan antara prooksidan
dan antioksidan, sehingga jaringan tubuh terhindar dari kerusakan akibat

ROS. Ketika terjadi peningkatan kadar ROS, tubuh akan merespon dengan
22
memproduksi enzim CAT, HPx, dan SOD untuk menetralkan ROS. Namun
demikian tetap ada sebagian ROS yang masih tersisa, terutama bila produksi
ROS berlebihan. Untuk meredam ROS yang masih tersisa perlu disediakan
antioksidan tambahan seperti vitamin C, vitamin E, asam urat, polyfenol
(flavonoid), dll untuk meminimalisir efek ROS tersebut.20

Antioksidan seperti ubiquinon dan beta karoten adalah antioksidan


larut lemak yang akan menangkap radikal pada membran sel dan plasma
lipoprotein. Selain antioksidan larut lemak juga ada berbagai antioksidan
yang larut air seperti askorbat, asam urat, dan derivat polifenol yang berasal
dari tanaman. Antioksidan tersebut bertindak sebagai antioksidan yang akan
menangkap radikal larut air, kemudian membentuk radikal yang relatif stabil
dan dapat bertahan cukup lama sampai bereaksi dengan produk nonradikal.20

2.1.4 Etanol
2.1.4.1 Definisi Etanol
Etanol (C2H5OH) ialah suatu molekul kecil, larut dalam air, dan diserap
dengan cepat dari saluran pencernaan.23

2.1.4.2 Absorbsi Etanol


Etanol diabsorbsi dengan cepat dari saluran pencernaan. Setelah menelan
alkohol dalam keadaan puasa, maka kadar puncak alkohol dalam darah dapat
dicapai dalam 30 menit. Adanya makanan dalam usus memperlambat penyerapan
karena pengosongan gaster melambat.23

2.1.4.3 Distribusi Etanol


Distribusi etanol berlangsung cepat, konsentrasi dalam jaringan kurang
lebih sama dengan konsentrasi plasma. Volume distribusi etanol kira-kira
sejumlah total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg).23

23

2.1.4.4 Metabolisme Etanol


Dua jalur utama metabolisme alkohol menjadi asetaldehid yaitu:23
a. Jalur Alkohol Dehidrogenase
Jalur utama metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehydrogenase
(ADH), suatu enzim sitosolik yang mengkatalisis perubahan alkohol
menjadi asetaldehid.
ADH
C2H5OH + NAD+ CH3CHO + NADH + H+

Gambar 2.7 Metabolisme Etanol Jalur ADH23


Enzim inti terutama terdapat di hepar, tetapi juga ditemukan di organ lain,
seperti otak dan lambung. Pada lambung pria terjadi metabolisme etanol
dalam jumlah yang signifikan oleh ADH lambung, tetapi pada wanita
hanya terjadi dalam jumlah yang lebih sedikit.
Saat perubahan etanol menjadi asetaldehid, ion hydrogen dipindahkan dari
alkohol ke faktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) untuk
membentuk NADH. Sebagai hasil akhir, oksidasi alkohol menghasilkan
zat yang bersifat mereduksi di dalam hepar dalam jumlah yang berlebihan,
terutama NADH.
b. Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom (SOEM)
Sistem enzim ini juga dikenal sebagai sistem oksidasi dengan fungsi
campuran, menggunakan NADPH pengganti NAD sebagai kofaktor dalam
metabolisme etanol.

CH3CH2OH + NADPH + O2 CH3CHO + NADP + 2H2O


SOEM

Gambar 2.8 Metabolisme Etanol Jalur SOEM22

Aktivitas SOEM akan meningkat dalam konsumsi alkohol kronik.


Akibatnya, konsumsi alkohol kronik akan menyebabkan peningkatan yang
signifikan tidak hanya pada metabolisme etanol tetapi juga pada klirens
obat-obat lain yang dieliminasi oleh sitokrom P450 yang berperan dalam
24

sistem SOEM dan pembentukan produk toksin dari reaksi sitokrom P450
(toksin, radikal bebas, H2O2).

2.1.4.5 Ekskresi Etanol


Lebih dari 90% alkohol yang dikonsumsi dioksidasi didalam hepar,
kebanyakan sisanya diekskresikan melalui paru-paru dan urin.23

2.1.4.6 Pengaruh Etanol Terhadap Hepar


Penyakit Hepar Alkoholik (Alcohol Liver Disease) merupakan kerusakan
hepar yang disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebih. Penyalahgunaan dan
konsumsi alkohol yang berlebihan dalam periode waktu yang lama dapat
menyebabkan ALD. Hampir semua alkohol yang dikonsumsi dimetabolisme
dalam hepar. Jika konsumsi alkohol lebih besar daripada laju metabolisme,
kemungkinan potensi perkembangan ALD semakin besar.7

Etanol adalah agen penginduksi ROS didalam tubuh. Etanol dapat


menyebabkan stress oksidatif dan hepar adalah organ utama yang dipengaruhi.
Peroksidasi lemak, menipisnya glutation dan pembentukan radikal lemak dapat
menginduksi kerusakan hepar. Pemberian antioksidan seperti superoksida
dismutase (SOD), vitamin E, dan prekursor glutation dapat mencegah kerusakan
hepar pada tikus. Peran radikal bebas dalam cedera hepar yang disebabkan oleh
alkohol dan efek perlindungan antioksidan dalam mengurangi efek toksik
menunjukkan bahwa stress oksidatif adalah penyebab utama dalam kerusakan
hepar yang diinduksi etanol.7

Ingesti jangka pendek hingga 80 gram alkohol (delapan bir atau 7 ons
liquor berkadar 80 persen) selama satu sampai beberapa hari umunya
menyebabkan kelainan hepar, seperti perlemakan hepar, yang ringan dan
reversibel. Asupan harian 80 gram atau lebih etanol, menimbulkan risiko
signifikan cedera hepar berat, dan ingesti harian 160 gram atau lebih selama 10
sampai 20 tahun secara konsisten menyebabkan cedera yang berat.1
25

Steatosis hepatoseluler terjadi akibat pengalihan substrat normal dari


proses katabolisme dan menuju biosintesis lemak, akibat terbentuknya
nikotinamida adenin dinukleotida tereduksi (NADH+ H+) dalam jumlah
berlebihan oleh dua enzim utama metabolisme alkohol, yaitu alkohol
dehydrogenase dan asetildehida dehydrogenase.1

Gangguan metabolisme metionin di hepar akibat alkohol menyebabkan


berkurangnya kadar glutation intrahepatik sehingga hepar rentan mengalami
cedera oksidatif. Induksi sitokrom P-450, terutama CYP2E1, dapat meningkatkan
katabolisme alkohol diretikulum endoplasma.1

Gambar 2.9 Mekanisme etanol menyebabkan kerusakan hepar


Dikutip dari: Zaid Mohamed Jaber, 2012
26

Terdapat tiga jenis utama kondisi hepar yang berkaitan dengan


penyalahgunaan alkohol. Pasien dapat mengalami tiga gangguan tersebut dalam
perkembangan alami penyakit, atau mengalami salah satu atau semuanya dalam
waktu yang sama.24
Gambar 2.10 Perbedaan makroskopis liver sehat dan fatty liver
Dikutip dari : Asian American Liver Centre. Penyakit Hati Alkoholik (online).

a. Perlemakan Hepar (Steatosis) adalah akumulasi lemak yang berlebihan


dalam hepar. Perubahan metabolisme dalam hepar dapat menyebabkan
peningkatan tumpukan trigliserida di dalam sel-sel hepar. Hepar dapat
menjadi semakin besar, menyebabkan ketidaknyamanan di perut bagian
kanan. Dapat dipulihkan dengan pantangan terhadap alkohol. Hepar
berlemak tidak spesifik terhadap konsumsi alkohol. Penyakit ini juga
umum ditemukan pada orang yang menderita obesitas, anoreksia, diabetes
dan efek samping obat-obatan tertentu.24

Steatohepatitis dievaluasi dengan menggunakan sistem grading dan


27
staging brun et al. Kriteria penilaian degenerasi lemak dapat
dikategorikan, yaitu:25
0 = tidak ada hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
1 = < 10% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
2 = 10%-33% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
3 = 34%-66% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
4 = >66%-100% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
b. Hepatitis alkoholik adalah peradangan hepar dan juga dikenal sebagai
steatohepatitis alkoholik. Penyakit ini dapat diakibatkan oleh tahap
perkembangan dari hepar berlemak atau penyebab langsung konsumsi
alkohol yang berlebihan. Gejala dapat berkisar dari gejala ringan hingga
parah.

Hepatitis alkoholik akut dapat disembuhkan dengan pantangan terhadap


alkohol namun pemulihannya lambat. Hepatitis kronis dapat menyebabkan
sirosis hepar dan gagal hepar.24

c. Sirosis alkoholik adalah tahap akhir ALD dan tidak dapat disembuhkan.


Jaringan normal secara bertahap diganti oleh jaringan luka, yang
mempengaruhi fungsi hepar. Penyakit ini dapat menyebabkan penyakit
hepar stadium-akhir (gagal hepar).24

2.1.5 Jintan Hitam


2.1.5.1 Taksonomi Jintan Hitam
Taksonomi jintan hitam (Nigella sativa) adalah sebagai berikut:26
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionata
Supervisi : Spermatophyte
Order : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Genus : Nigella.
28
Species : sativa.
Gambar 2.11 Nigella sativa
Dikutip dari: Ahmad Aftab, dkk, 2013

Gambar 2.12 Biji Nigella sativa


Dikutip dari: Rajsekhar Saha, Kuldeep Bhupendar, 2011

2.1.5.2 Morfologi Jintan Hitam

Nigella sativa adalah tanaman bercabang lebat, dengan tinggi sekitar 50


hingga 60 cm. Daun dibagi menjadi segmen linier dengan panjang 2 sampai 3 cm
yang terdapat pada kedua sisi batang. Bunga tumbuh pada bagian cabang. Buah
Nigella sativa berbentuk kapsul yang terdiri dari banyak biji berbentuk trigonal
berwarna putih dan setelah buah matang, akan terbuka dan biji dari buah tersebut
akan terkena udara dan berubah warna menjadi hitam.26

29
Pembungaan dan pembuahan terjadi dari bulan November hingga April.
umumnya dibudidayakan pada tanah yang kering, dan sekitar 10-15 hari adalah
waktu untuk tumbuhnya kecambah Nigella sativa.27

2.1.5.3 Manfaat Jintan Hitam Terhadap Hepar

Salah satu efek yang paling penting pada Nigella sativa adalah
hepatoprotektif yang ditelah dijelaskan dalam berbagai penelitian. Thymoquinone
memiliki kemampuan untuk menghambat peroksidasi lipid. Thymoquinone dapat
mengurangi stress oksidatif dan meningkatkan pertahanan antioksidan dalam
tubuh. Penurunan malondialdehyde dan biomarker stress oksidatif lain terjadi
secara paralel dengan peningkatan total thiol dan level glutathione adalah hasil
dari pengobatan menggunakan thymoquinone. Glutathione dalam hati ditemukan
terutama dalam konsentrasi tinggi dalam hati dan dikenal memiliki dalam
mekanisme sebagai pelindung. Turunnya konsentrasi thiol disebabkan oleh stress
oksidatif yang dapat mengakibatkan inaktivasi protein, oksidasi protein,
peroksidasi lipid, gangguan dalam homeostasis kalsium dan kehilangan viabilitas
sel. Penurunan radikal dengan thymoquinone dapat mengurangi risiko radikal
tersebut menyerang DNA dan juga dapat mengurangi risiko kanker.6

Thymoquinone menghambat aktivitas hepatic isozim CYP1A1/A2 yang


terlibat dalam biotransformasi dari xenobiotic yang banyak menjadi genotoksik.
Sifat-sifat antioksidan thymoquinone juga bertanggung jawab terhadap keruskan
hepar yang disebabkan oleh parasit. Sifat antioksidan thymoquinone dapat
mengurangi dampak dari ROS yang diproduksi. Thymoquinone meningkatkan
aktivitas katalase dan sebagai protektor terhadap jaringan hepar dari trauma.6

2.1.5.4 Kandungan Kimia Jintan Hitam

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Nigella sativa28


Komposisi Kadar Persentase Nigella sativa
Carvone 21,1%
Alfa-Pinene 7,4%
Sabinene 5,5%
Beta-pinene 7,7%
Komposisi Kadar persentase Nigella sativa
P-cymene 46,8% Senyawa
30
Fatty Acids aktif

Myristic Acid 0,5% yang

Palmitic Acid 13,7% paling

Palmitoleic Acid 0,1% penting


adalah
Stearic Acid 2,6%
Oleic Acid 23,7%
Linoleic Acid (Omega-6) 57,9%
Linoleic Acid (Omega-3) 0,2%
Arachidic Acid 1,3%
Saturated & Unsaturated Fatty
Acids
Saturated Acid 18,1%
Monounsaturated Acids 23,8%
Polyunsaturated Acids 58,1%
Nutrisi
Protein 208 ug/g
Thiamin 15 ug/g
Riboflavin 1 ug/g
Pyridoxine 5 ug/g
Niacin 57 ug/g
Folacin 610 IU/g
Calcium 1.859 mg/g
Iron 105 ug/g
Copper 18 ug/g
Zinc 60 ug/g
Fosfor 5.265 mg/g
Komposisi Nutrisi
Protein 21%
Komposisi Kadar persentase Nigella sativa
Karbohidrat 35%
Lemak 35-38%
thymoquinone (48% - 30%), thymohydroquinone, dithymoquinone, p-cymene
(7% - 15%), carvacrol (6% - 12%), 4-terpineol (2% - 7%), t-anethol (1% - 4%),
sesquiterpene longifolene (1% - 8%) Α-pinene dan thymol.26

2.1.6 Ekstraksi
Ekstraksi yaitu penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan akan
larut. Sedangkan ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan yang
diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari
pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya.29

Penggolongan ekstrak menurut sifat-sifatnya:30


a. Ekstrak encer (extractum tenue)
Sediaan ini mempunyai konsistensi seperti madu dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang, kandungan
airnya sekitar 30%.
c. Ekstrak kering (extractum siccum)
Sediaan yang berbentuk serbuk, dibuat dari ekstrak tumbuhan yang
diperoleh dari penguapan bahan pelarut.
d. Ekstrak cair (extractum fluidum)
Mengandung simplisia nabati yang mengandung ethanol sebagai bahan
pelarut.

32

2.1.6.1 Metode Ekstraksi


Beberapa metode yang digunakan dalam untuk ekstraksi:
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Suatu contoh metode ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan
dengan jalan membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses
perendaman dalam usaha mengekstraksi suatu substansi dari bahan alam
ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (pada temperatur kamar), dengan
pemanasan atau bahkan pada suhu pendidihan. Sesudah disaring, residu
dapat diekstraksi kembali menggunakan pelarut yang baru. Pelarut yang
baru dalam hal ini bukan berarti berbeda zat dengan pelarut yang terdahulu
tetapi bisa pelarut dari zat yang sama. Proses ini bisa diulang beberapa kali
menurut kebutuhan.
Jika maserasi dilakukan dengan pelarut air, maka diperlukan proses
ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan
pelarut organik. Jika maserasi langsung dilakukan dengan pelarut organik
maka filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu, kemudian
dievaporasi atau didestilasi. Selanjutnya dapat dilakukan proses pemisahan
dengan kromatografi atau rekristalisasi langsung.
Salah satu keuntungan metode maserasi adalah cepat, terutama jika
maserasi dilakukan pada suhu didih pelarut. Meskipun demikian, metode
ini tidak selalu efektif dan efisien. Waktu rendam bahan dalam pelarut
bervariasi antara 15-30 menit tetapi kadang-kadang bisa sampai 24 jam.
Jumlah pelarut yang diperlukan juga cukup besar, berkisar antara 10-20
kali jumlah sampel.31
2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari
jaringan seluler simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada 33
temperature ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik untuk ekstraksi
pendahuluan maupun dalam jumlah besar.30
b. Cara Panas
1. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.30
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna. Kekurangan yang utama dari metode ini adalah
terdegradasinya komponen yang tidak tahan panas.30
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.30
4. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), temperatur terukur
(96-98⁰C) selama waktu tertentu (15-20 menit).30
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih.30

34

2.1.7 Euthanasia
Pemanfaatan hewan pada bidang penelitian yamg disebut sebagai hewan
model atau hewan percobaan telah berlangsung sejak berabad lalu sejalan dengan
berkembangnya bidang kedokteran. Pemanfaatannya semakin meluas setelah
ditemukannya anaesthesi dan publikasi dari Darwin yang menyatakan bahwa ada
persamaan secara biologis antara manusia dan hewan.32
Ironisnya hewan yang telah selesai menjalani perlakuan, untuk melihat
perubahan yang ditimbulkan oleh agen yang diujikan maka di akhir masa
penelitian hewan tersebut harus dimatikan. Periode mematikan hewan percobaan
ini yang dikenal sebagai euthanasia. 32

Pemakaian metode euthanasia dalam bidang keilmuan sangat penting


perannya, apabila ditinjau dari segi manfaatnya. Uji laboratorium terhadap
material non-toksik dan non–infeksius sangat bisa diterima karena hewan
diasumsikan tidak akan merasakan penderitaan selama penelitian berlangsung.
Keadaan menjadi sangat memprihatinkan apabila hewan-hewan tersebut
dipergunakan untuk uji biologis virus maupun logam berat dan zat toxik lainnya.32
Kondisi ini yang menyebabkan perlu dilakukan suatu kajian etik terhadap
hewan yang akan menjalani euthanasia. Euthanasia berasal dari bahasa Greek,
yaitu eu = baik dan thanatos = kematian sehingga arti kata euthanasia adalah
kematian yang baik. Tandanya adalah kehilangan kesadaran secara cepat diikuti
dengan berhentinya detak jantung dan pernafasan serta hilangnya fungsi otak.32

2.1.7.1 Metode Euthanasia


Menurut Franson metode dasar euthanasia terbagi menjadi fisik dan kimia32
a. Euthanasia Fisik terdiri dari :
1. Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode euthanasia untuk
burung, hewan dengan bobot <125 gr, kelinci dan rodensia dengan BB 125 gr –
1 kg. Hewan yang akan dimatikan harus dalam keadaan telah anaestesi dan
35
tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar. Metode ini tidak
diperbolehkan untuk meng-euthanasia kelinci atau rodensia dengan BB > 1 kg,
anjing, kucing, ternak potong Teknik ini sangat efektif, cepat, murah dan efek
terhadap tes diagnostik sangat rendah.

2. Decapitation (perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan


jalan memotong kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan
tujuan untuk memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang
diperbolehkan untuk di-decapitation sama dengan pada cervical dislocation
3. Stunning & exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak
bagian tengah tengkorak agar hewan menjadi tidak sadar diikuti
penyembelihan untuk mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah
utama di bagian leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan
potong serta hanya bisa dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak tidak
diperlukan.

4. Captive bolt atau gunshot merupakan metode yang umum dipergunakan di


rumah potong hewan utamanya kuda, ruminansia dan babi.
Hewan dimatikan dengan jalan menembak langsung kepalanya apabila
otaknya diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher.
Pelaksanaannya memerlukan seorang ahli agar tercapai kematian
yang ,manusiawi selain untuk keamanan.

b. Euthanasia Kimia yaitu memasukkan agen toksin kedalam tubuh dengan


suntikan atau inhalasi.

Berdasarkan keterangan diatas yang mengacu pada petunjuk pelaksanaan


euthanasia , pada dasarnya euthanasia diperbolehkan apabila manfaat yang
diperoleh lebih besar dari pengorbanan hewan tersebut serta hewan tidak
menderita. Para ahli sepakat bahwa dasar utama euthanasia adalah meminimalkan
36
rasa takut dan rasa sakit dari hewan.

Meskipun demikian dalam pelaksanaannya masih ada unsur moral yang


belum diatur sehingga selalu menimbulkan kontroversial. Salonii mengungkapkan
bahwa euthanasia apabila diterapkan pada hewan masih bisa diterima sedangkan
pada manusia merupaka tindakan illegal. Perbedaan ini erat kaitannya dengan
fungsi hewan dalam menunjang kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa
selama hewan tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia maka
euthanasia diperbolehkan.
37

2.2 Kerangka Teori

Hepar Etanol

Cedera

Reduksi NAD
ADH CYP2E1 berlebihan
Regenerasi

NADH
Fibrosis
Jintan
Oksidasi etanol
Hitam
Inflamasi
Terjadi
Asetaldehid pergeseran
Nekrosis dan
NADH/NAD
apoptosis

Degenerasi dan ROS Ketogenesis dan


Akumulasi sintesis asam lemak

Keterangan:
ADH : Alcohol dehidrogenase
NADH : Nicotinamide adenine dinucleotide
ROS : Reactive oxygen species

38
: Menghambat

Gambar 2.13 Kerangka Teori Penelitian


2.3 Kerangka Konsep

Hepar

Penyakit primer
utama Etanol
Jintan Hitam

Penyakit hepar Radikal Bebas


alkoholik

ROS

Peroksidasi Lipid Ekstrak jintan hitam


konsentrasi 25%

Kerusakan Hepar
Ekstrak jintan hitam
konsentrasi 37,5%
Perlemakan Hepar

Ekstrak jintan hitam


konsentrasi 50%

Keterangan:
: Menghambat

Gambar 2.14 Kerangka Konsep Penelitian


39

2.4 Premis
Dari berbagai literatur di atas, maka didapatkan beberapa premis:
Premis 1: Penyakit primer utama pada hepar adalah penyakit hepar
alkoholik (Robbins & Cotran, 2009).
Premis 2: Penyakit hepar alkoholik merupakan kerusakan hepar yang
disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebih (Li Shaa, dkk, 2016).
Premis 3: Etanol (alkohol) dapat menyebabkan stress oksidatif dengan
hepar sebagai target utama (Katzung, 2010).
Premis 4: Peningkatan ROS (stress oksidatif) dapat menyebabkan
peroksidasi lemak (Robbins & Cotran, 2009).
Premis 5: Peningkatan ROS dalam mitokondria dapat menyebabkan
peningkatan ketogenesis dan sintesis asam lemak yang menyebabkan
terbentuknya degenerasi lemak pada hepar (Katzung, 2010).
Premis 6: Jintan hitam mengandung efek hepatoprotektif yang mampu
menghambat peroksidasi lemak (Mollazadeh H, Hosseinzadeh H, 2014).
Premis 7: Thymoquinone yang terkandung dalam jintan hitam dapat
mengurangi stress oksidatif dan dapat meningkatkan antioksidan tubuh
(Mollazadeh H, Hosseinzadeh H, 2014).

2.5 Hipotesis
Berdasarkan premis di atas, didapatkan hipotesis pada penelitian ini yaitu
terdapat efek hepatoprotektor ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap
kerusakan hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley
yang diinduksi etanol.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental di laboratorium
dengan memberikan perlakuan kepada subjek penelitian. Rancangan penelitian ini
dengan menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola pre and post
test control group design.

Tikus putih ( sampel )


Dibagi secara acak

Adaptasi Tikus putih Tikus putih Tikus putih Tikus putih Tikus putih
selama 1 kel. I kel. II kel. III kel. IV kel. V
minggu

Aquadest Etanol 50% Ekstrak Ekstrak Ekstrak


0,01 0,01 jintan hitam jintan hitam jintan hitam
ml/grbb p.o ml/grbb p.o konsentrasi konsentrasi konsentrasi
1x/hari 1x/hari 25% p.o 37,5% p.o 50% p.o
1x/hari 1x/hari 1x/hari

Etanol 50% Etanol 50% Etanol 50%


Menit ke 120 0,01 0,01 0,01
ml/grbb ml/grbb ml/grbb
Hari ke 15 Laparotomi untuk pengambilan hepar tikus
41
Gambar 3.1 Rancangan penelitian

40
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di dua Laboratorium, yaitu:

1. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Jambi.
2. Materia Medica, Kota Batu, Jawa Timur, untuk proses pembuatan ekstrak
jintan hitam, identifikasi tanaman dan uji fitokimia.
Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus 2017.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan yang
diperoleh dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi dan
Palembang Tikus Center.

3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel

Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 25 ekor tikus dan untuk


menentukan sampel menggunakan rumus Frederer.33

(n-1)(t-1) ≥ 15
Keterangan :
t : Jumlah kelompok percobaan
n : Jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok

Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan


42
sampel menjadi :

(n-1)(t-1) ≥ 15

(n-1)(5-1) ≥ 15

(n-1)(4) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 15 + 4

n ≥ 19/4

n ≥ 4,75

Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5


ekor (n ≥ 4,75) tikus dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5
kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan.

3.3.3 Kriteria inklusi dan eksklusi


Kriteria Inklusi :
a. Sehat (tidak tampak kusam, rambut rontok dan bergerak
aktif)
b. Jenis kelamin jantan
c. Berusia 3-4 bulan
d. Berat badan 150-300 gram
Kriteria eksklusi :
a. Mati selama masa pemberian perlakuan
3.3.4 Cara pengambilan sampel
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan sebanyak 25 ekor tikus yang dipilih secara acak dan dibagi
dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali, sesuai dengan
43
rumus Frederer.

3.3.5 Bahan dan Alat Penelitian


3.3.5.1 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan yaitu : etanol 50% v/v dengan
dosis 5 gr/kgBB, ekstrak jintan hitam, aquadest, alcohol 96%, tikus putih
jantan galur Sprague Dawley, pakan dan minum tikus.

3.3.5.2 Bahan Kimia


Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan preparat
histopatologi dengan metode paraffin meliputi : larutan formalin 10%
untuk fiksasi, alcohol 70%, alcohol 90%, alcohol absolut, etanol, xylol,
pewarna Hematoksilin dan Eosin dan entelan.

3.3.5.3 Alat Penelitian


a. Alat penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah timbangan digital untuk
menimbang tikus, spuit oral 1 cc dan 3 cc, minor set untuk membedah
tikus, kandang tikus, botol minum tikus, mikroskop cahaya, gelas ukur,
pengaduk dan kamera digital.
b. Alat pembuat preparat histopatologi
Alat yang digunakan adalah object glass, deck glass, tissue
cassette, rotary microtome, oven, water bath, platening table,
autotechnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring,
histoplast dan paraffin dispenser.

3.3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional


3.3.6.1 Identifikasi Variabel
a. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah gambaran histopatologi kerusakan hepar
44
tikus.

b. Variabel Independen
1. Variabel independen 1
Adalah tikus putih sebagai kontrol normal yang hanya diberikan
aquadest 0,01 ml/grBB (p.o) 1x/hari selama 14 hari.
2. Variabel independen 2
Adalah tikus yang hanya diberikan larutan etanol 50% per oral
dosis 0,01 ml/grBB (p.o) 1x/hari selama 14 hari.
3. Variabel independen 3
Adalah tikus yang diberikan ekstrak jintan hitam dengan
konsentrasi 25% dan larutan etanol 50% dosis 0,01 ml/grBB
selama 14 hari.
4. Variabel independen 4
Adalah tikus yang diberikan ekstrak jintan hitam dengan
konsentrasi 37,5% dan larutan etanol 50% dosis 0,01 ml/grBB
selama 14 hari.
5. Variabel Independen 5
Adalah tikus yang diberikan ekstrak jintan hitam dengan
konsentrasi 50% dan larutan etanol 50% dosis 0,01 ml/grBB
selama 14 hari.

3.3.6.2 Definisi Operasional Variabel


a. Gambaran Histopatologi Hepar
Merupakan gambaran yang dilihat dari preparat histopatologis
hepar tikus yang tidak diberi perlakuan (K1) dan yang diberi perlakuan
(K2, K3, K4, K5), yang diamati dan dinilai adalah kerusakan hepar tikus
yang berupa hepatosit yang mengalami degenerasi lemak. Kriteria
penilaian degenerasi lemak dapat dikategorikan, yaitu:25
0 = tidak ada hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
1 = < 10% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak 45
2 = 10%-33% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
3 = 34%-66% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
4 = >66%-100% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak

b. Degenerasi lemak/steatosis
Merupakan akumulasi butiran lemak didalam hepatosit. 21
Perlemakan hepar adalah respon yang paling awal dan yang paling umum
terhadap ingesti etanol dosis sedang atau besar. Perlemakan hepar terjadi
ketika etanol menghambat kemampuan hepatosit untuk mengangkut lemak
yang menyebabkan akumulasi lemak di dalam hepatosit.34,35
Diagnosis hepatosit dapat ditegakkan jika perlemakan di hepar
melebihi 5-10%.36,37

c. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah gambaran histopatologis kerusakan
hepar tikus. Sediaan hepar diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100x10. Kerusakan yang diamati berupa degenerasi lemak yang terjadi
pada hepatosit. Skala degenerasi lemak kemudian dihitung secara
semikuantitatif dalam 5 lapang pandang berbeda dengan mikroskop
cahaya perbesaran 100x10.38

d. Variabel Independen
Variabel independen berupa dosis pemberian ekstrak jintan hitam
dan larutan etanol yang diberikan pada tikus.
46

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Cara/Alat/Skala
Kel Definisi Operasional Hasil
Pengukuran
1 Gambaran histopatologis Cara: Preparat histopatologis Grading hepatosit
hepar yang hanya hepar yang telah dibuat yang mengalami
diberikan aquadest 0,01 diamati dibawah mikroskop degenerasi lemak:
ml/grBB per oral (p.o) dengan perbesaran 100x10.
selama 14 hari. Skala degenerasi 0= tidak ditemukan
lemak
Kelompok ini tidak kemudian dihitung secara degenerasi lemak
diberi perlakuan dan semikuantitatif dalam 1= < 10%
5
hanya sebagai kontrol lapang pandang berbeda. 2= 10%-33%
normal. 3= 34%-66%
Alat: Menggunakan 4=>66%-100%
mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x10.

Skala: Rasio
2 Gambaran histopatologis Cara: Preparat histopatologis Grading hepatosit
kerusakan hepar tikus hepar yang telah dibuat yang mengalami
yang hanya diberikan diamati dibawah mikroskop degenerasi lemak:
larutan etanol 50% dengan perbesaran 100x10.
sebanyak 0,01 ml/grBB. Skala degenerasi 0= tidak ditemukan
lemak
Pemberian larutan etanol kemudian dihitung secara degenerasi lemak
sekali sehari p.o selama semikuantitatif dalam 1= < 10%
5
14 hari. lapang pandang berbeda. 2= 10%-33%
3= 34%-66%
Alat: Menggunakan 4=>66%-100%
mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x10.

Skala: Rasio
Cara/Alat/Skala
Kel Definisi Operasional Hasil
Pengukuran
3 Gambaran histopatologis Cara: Preparat histopatologis Grading hepatosit
47
kerusakan hepar tikus hepar yang telah dibuat yang mengalami
yang diberikan ekstrak diamati dibawah mikroskop degenerasi lemak:
jintan hitam dengan dengan perbesaran 100x10.
konsentrasi 25% lalu Skala degenerasi lemak 0= tidak ditemukan
setelah 2 jam diberikan kemudian dihitung secara degenerasi lemak
etanol 50% sebanyak semikuantitatif dalam 5 1= < 10%
0,01ml/grBB. Pemberian lapang pandang berbeda. 2= 10%-33%
ekstrak jintan hitam dan 3= 34%-66%
etanol sekali sehari p.o Alat: Menggunakan 4=>66%-100%
selama 14 hari. mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x10.

Skala: Rasio
4 Gambaran histopatologis Cara: Preparat histopatologis Grading hepatosit
kerusakan hepar tikus hepar yang telah dibuat yang mengalami
yang diberikan ekstrak diamati dibawah mikroskop degenerasi lemak:
jintan hitam dengan dengan perbesaran 100x10.
konsentrasi 37,5% lalu Skala degenerasi lemak 0= tidak ditemukan
setelah 2 jam diberikan kemudian dihitung secara degenerasi lemak
etanol 50% sebanyak semikuantitatif dalam 5 1= < 10%
0,01ml/grBB. Pemberian lapang pandang berbeda. 2= 10%-33%
ekstrak jintan hitam dan 3= 34%-66%
etanol sekali sehari p.o Alat: Menggunakan 4=>66%-100%
selama 14 hari. mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100x10.

Skala: Rasio
Cara/Alat/Skala
Kel Definisi Operasional Hasil
Pengukuran
5 Gambaran histopatologis Cara: Preparat histopatologis Grading hepatosit
kerusakan hepar tikus hepar yang telah dibuat yang mengalami
yang diberikan ekstrak diamati dibawah mikroskop degenerasi lemak:
jintan hitam dengan dengan perbesaran 100x10.
konsentrasi 50% lalu Skala degenerasi lemak 0= tidak ditemukan
setelah 2 jam diberikan kemudian dihitung secara degenerasi lemak
etanol 50% sebanyak semikuantitatif dalam 5 1= < 10%
0,01ml/grBB. Pemberian lapang pandang berbeda. 2= 10%-33%
ekstrak jintan hitam dan 3= 34%-66%
etanol sekali sehari p.o Alat: Menggunakan 4=>66%-100%
selama 14 hari. mikroskop cahaya dengan 48
perbesaran 100x10.

Skala: Rasio

3.4 Prosedur Penelitian


a. Prosedur pemberian dosis ekstrak jintan hitam
Berdasarkan pertimbangan dosis ekstrak jintan hitam pada
penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian kali ini, konsentrasi dosis
yang direncanakan adalah:
Kelompok III : 25%
V1M1=V2M2
V1.100=8.25
V1=2 cc
Kelompok IV : 37,5%
V1M1=V2M2
V1.100=8.37,5
V1=3 cc
Kelompok V: 50%
V1M1=V2M2
49
V1.100=8.50
V1=4 cc

b. Prosedur pemberian dosis etanol


Alkohol mengalami metabolisme di ginjal, paru-paru dan otot,
tetapi umumnya di hati sekitar satu gelas per jam, setara dengan 7 gram
etanol per jam, di mana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100%.4
Konsentrasi etanol yang diinginkan 50%, maka dalam 50% v/v 100 ml
terdapat 50 gram etanol.39
Dosis Volume etanol tikus =5 gram/50 gram x 100 ml = 10 ml/kgBB.
Jadi, setiap tikus diberikan etanol 50% sebanyak 0,01 ml/grBB
selama 14 hari 1,5 jam setelah pemberian ekstrak jintan hitam. Pemberian
etanol 1,5 jam setelah pemberian ekstrak jintan hitam agar lambung tikus
telah kosong sehingga mempercepat absorbsi etanol.

c. Prosedur penelitian
1. Tikus sebanyak 25 ekor dikelompokkan dalam 5 kelompok.
Setiap kelompok diberikan perlakuan yang berbeda, kelompok I
kontrol normal, dimana hanya diberikan aquadest. Kelompok II
sebagai kontrol patologis, dimana diberikan etanol 50% 0,01
ml/grBB. Kelompok III adalah kelompok perlakuan dengan
pemberian etanol 50% 0,01 ml/grBB ditambah ekstrak jintan hitam
dengan konsentrasi 25%, Kelompok IV adalah kelompok
perlakuan dengan pemberian etanol 50% 0,01 ml/grBB ditambah
ekstrak jintan hitam dengan konsentrasi 37,5%, dan kelompok V
adalah kelompok perlakuan dengan pemberian etanol 50% 0,01
ml/grBB ditambah ekstrak jintan hitam dengan konsentrasi 50%
dan etanol 50% tersebut diberikan sebanyak 1 kali/hari. Masing-
masing diberikan secara per oral selama 14 hari.
2. Mengukur berat badan tikus sebelum perlakuan.
3. Memberi tikus ekstrak jintan hitam dan etanol 50% selama 14
50
hari secara per oral. Tikus tetap diberikan makan dan minum ad
libitum.
4. Setelah 14 hari, perlakuan dihentikan.
5. Tikus diterminasi dengan melakukan dislokasi pada leher tikus.
6.Tikus dilakukan laparotomi, hepar tikus diambil dan dibuat
preparat mikroskopis. Pembuatan dilakukan dengan metode
paraffin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Hematoksilin
memiliki sifat pewarna basa, yaitu memulas unsur jaringan yang
basofilik, sedangkan eosin memulas unsur jaringan yang bersifat
asidofilik.
7. Sampel hepar difiksasi dengan larutan formalin 10%, kemudian
dibuat preparat di laboratorium RS Abdul Manap Kota Jambi.
` d. Prosedur pemeriksaan dan teknik pembuatan preparat histopatologi
Prosedur pemeriksaan dan teknik pembuatan preparat
histopatologis:5
1. Pemeriksaan Makroskopis
Dilakukan oleh dokter dan didampingi analis kesehatan/teknisi
laboratorium, hasil pemeriksaan dicatat dan memotong jaringan
yang dicurigai.
2. Prosessing Jaringan
Untuk prosessing jaringan ada 2 cara: memakai alat tissue
prosessor automatic yang bekerja ± jam (bisa diubah sesuai
kebutuhan) dan dengan cara manual, prosessing manual
menggunakan oven dengan suhu 60⁰C. Pada penelitian ini,
prosessing jaringan dilakukan dengan cara manual. Tahapan
kerjanya yaitu:
a. Fiksasi
Botol 1. Buffer formalin 10% selama 30 menit.
Tujuannya untuk mempertahankan struktur sel
sehingga menjadi stabil secara fisik dan kimiawi dan
mencegah terjadi dialisis atau pembengkakan pada ruptur.
51

b. Dehidrasi
Botol 2. Alkohol 70% selama 30 menit.
Botol 3. Alkohol 80% selama 30 menit.
Botol 4. Alkohol 95% selama 30 menit.
Botol 6. Alkohol etanol xylol selama 30 menit.
Tujuannya untuk menghilangkan/menarik air dalam
jaringan dengan cara mulai konsentrasi terendah sampai
konsentrasi tinggi.
c. Clearing
Botol 7. Xylol selama 30 menit
Tujuannya untuk menarik keluar kadar alkohol yang
berada dalam jaringan, warna yang bening pada jaringan
dan juga sebagai perantara masuknya kedalam paraffin.
d. Infiltrasi paraffin
Botol 8. Paraffin cair sampai besok pagi (24 jam)
Tujuannya untuk mengisi rongga atau pori-pori
yang ada pada jaringan setelah ditinggal cairan xylol.
3. Pengeblokan
Tujuannya agar mudah dipotong menggunakan mikrotom
untuk mendapatkan irisan jaringan yang sangat tipis (sesuai
yang diinginkan).

Cara kerja:
a. Hangatkan paraffin cair, pinset dan penutup cetakan
b. Paraffin cair dituang kedalam cetakan
c. Jaringan dari prosessing dimasukkan kedalam cetakan yang
telah diisi paraffin cair, tekan jaringan agar semakin
menempel didasar cetakan
52
d. Tutup cetakan diambil, letakkan diatas cetakan dan ditekan.
Pasang etket dipinggir.
e. Biarkan sampai membeku
f. Setelah beku, keluarkan dari cetakan. Rapikan sisi-sisi blok.
Ganti etiket dengan yang permanen.
4. Pemotongan dengan mikrotom
a. Sebelum pemotongan masukkan kedalam plastik yang diisi
air dan letakkan di freezer ± 15 menit atau diberi batu es
b. Blok dijepit pada mikrotom kemudian dipotong dengan
pisau mikrotom dengan kemiringan ± 30⁰ dan tebal blok
paraffin ± 4-5 mikron
c. Hasil pemotongan dimasukkan kedalam waterbath yang
diisi air dan yang sudah dihangatkann50⁰C, kemudian
diambil dengan kaca objek. Meletakkan potongan kedalam
waterbath tidak boleh terbalik.
5. Pengecatan/pewarnaan
Umumnya menggunakan cat Hematoxylin-Eosin (HE).
Proses pengecatan:
a. Deparafinasi
Preparat masuk ke xylol I dan II masing-masing 3
menit, kemudian keringkan. Tujuannya untuk
melarutkan/melepaskan paraffin yang melekat pada
preparat.

b. Rehidrasi
Masukkan preparat ke dalam etanol, alkohol 90%,
alkohol 80% dan alkohol 70%. Masing-masing dicelupkan
sebanyak 20 kali. Tujuannya untuk menghilangkan xylol
yang terbawa oleh preparat dan memasukkan air ke dalam
jaringan.
c. Cuci dengan air mengalir
53
Tujuannya untuk melepaskan sisa cat atau cairan
yang terbawa sebelumnya.

d. Pengecatan inti
Preparat dimasukkan ke dalam Meyer Hematoxylin
selama 5 menit. Kemudian cuci dengan air mengalir selama
3 menit, rendam dalam Lithium karbonat 0,5% sebanyak 4
kali celup dan kemudian cuci dengan air mengalir.
e. Counter stain
Preparat direndam dengan alkohol 70% sebanyak 20
kali celupan, kemudian dimasukkan ke dalam larutan eosin
phloxin 1 % selama 1 menit, setelah itu bilas dengan air
mengalir.
f. Dehidrasi
Preparat dimasukkan ke dalam alkohol 70%, 80%,
dan 96%, kemudian masukkan kedalam etanol 10-20 kali
celup. Tujuannya untuk melepaskan air yang terbawa
preparat.
g. Clearing
Preparat dimasukkan ke dalam Carbol Xylol I dan II
masing-masing 10-20 kali celupan. Setelah itu preparat
dimasukkan ke dalam xylol I dan II masing-masing 10-20
kali celup. Tujuannya untuk melepaskan alkohol yang
terbawa oleh preparat dan memberi warna bening pada
preparat.
h. Mounting
Preparat diberi 1 tetes entelan dan ditutup dengan
menggunakan objek glass. Tujuannya untuk memberi
warna cerah dan sebagai pelindung dan pengawet jaringan
dari mikroba dan bakteri.
6. Pembacaan preparat 54

Preparat atau slide yang telah diwarnai kemudian dibaca


menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x10,
kemudian Tikus
catat diadaptasikan
hasil. selama 7 hari

Penimbangan berat badan tikus

25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus diberi perlakuan selama 14 hari

K3 K4 K5
K1 K2 Beri ekstrak Beri ekstrak Beri ekstrak
Beri aquadest Beri etanol 50% jintan hitam jintan hitam jintan hitam
0,01ml/grBB p.o 0,01 ml/grBB p.o konsentrasi konsentrasi konsentrasi
25% 37,5% 50%

Setelah 2 jam

K2 K2 K2
Beri etanol 50% Beri etanol 50% Beri etanol 50%
0,01 ml p.o 0,01 ml p.o 0,01 ml p.o
1x/hari

Setelah 14 hari, tikus diterminasi dengan cara dislokasi leher

Dilakukan laparotomi dan pengambilan hepar tikus difiksasi


dengan formalin 10%
Pembuatan preparat histopatologi di laboratorium RS Abdul
Manap Kota Jambi
55
Pengamatan sediaan preparat dengan mikroskop

3.5 Analisis Data Interpretasi hasil pengamatan


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan hepar secara histopatologis
Gambar 3.2 Diagram alur penelitian
akan dianalisis dengan menggunakan software komputer. Karena penelitian ini
merupakan jenis hipotesis komparatif variabel numerik, tidak berpasangan dan >
2 kelompok maka hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode uji
parametrik one-way ANOVA.40
Syarat dari uji one-way ANOVA harus memiliki distribusi yang normal
secara statistik dan memiliki varians yang sama atau homogen, untuk mengetahui
apakah memiliki distribusi yang normal atau tidak secara statistik yaitu dilakukan
dengan uji normalitas Shapiro-Wilk. Jika varians data berdistribusi normal dan
sama atu homogen, dilanjutkan dengan metode uji parametrik one-way ANOVA.
Bila tidak memenuhi syarat uji parametrik, digunakan uji nonparametrik Kruskal-
Wallis.
Hipotesis dianggap bermakna bila nilai p<0,05. Jika pada uji ANOVA atau
kruskal-wallis menghasilkan nilai p<0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan
analisis post-hoc multiple comparison test, Uji Least Significance Difference
(LSD) untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada penelitian ini, proses pembuatan ekstrak dilakukan di Materia
Medika, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, pembuatan preparat histopatologis
hepar tikus dibuat oleh pegawai bidang laboratorium klinik di RSUD Abdul
Manap dan dibaca oleh dosen ahli patologi anatomi beserta peneliti, dan proses
penelitian dilakukan di laboratorium FKIK UNJA.
Percobaan mengenai efek hepatoprotektor ekstrak jintan hitam (Nigella
sativa) terhadap kerusakan hepar tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
sparague dawley yang diinduksi etanol didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus pada kelompok 1
(kontrol normal)

Lapangan pandang Rata-rata


Tikus Total
1 2 3 4 5 (%)*
1 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 1 0 0 0 1 5
4 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 1 0 0 1 5
Kelompok Percobaan 1
Keterangan: Kelompok 1 diberikan larutan aquadest 0,01 ml/grBB
*
=Total skor/20 x 100%
57

Tabel 4.2 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus pada kelompok 2
(kontrol patologis)

Lapangan pandang Rata-rata


Tikus Total
1 2 3 4 5 (%)*
1 1 1 1 1 1 5 25
2 0 1 1 1 1 4 20
3 1 1 1 1 1 5 25
4 1 1 1 1 1 5 25
5 1 1 1 0 1 4 20
Kelompok Percobaan 2
Keterangan: Kelompok 2 diberikan larutan etanol 50% 0,01 ml/grBB
*
=Total skor/20 x 100%

Tabel 4.3 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus pada kelompok 3
Lapangan pandang Rata-rata
Tikus Total
1 2 3 4 5 (%)*
1 0 0 0 1 1 2 10
2 0 1 0 1 0 2 10
3 0 1 1 1 0 3 15
4 1 1 1 1 1 5 25
5 1 1 1 2 2 7 35
Kelompok Percobaan 3
Keterangan: Kelompok 3 diberikan ekstrak jintan hitam konsentrasi 25% dan
larutan etanol 50% 0,01 ml/grBB
58
*
=Total skor/20 x 100%

Tabel 4.4 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus pada kelompok 4
Lapangan pandang Rata-rata
Tikus Total
1 2 3 4 5 (%)*
1 0 0 1 0 0 1 5
2 1 1 0 0 1 3 15
3 0 0 0 1 1 2 10
4 1 0 0 0 1 2 10
5 1 1 1 1 1 5 25
Kelompok Percobaan 4
Keterangan: Kelompok 4 diberikan ekstrak jintan hitam dengan konsentrasi
37,5% dan larutan etanol 50% 0,01 ml/grBB
*
=Total skor/20 x 100%

Tabel 4.5 Persentase hasil penilaian histopatologis hepar tikus pada kelompok 5
Lapangan pandang Rata-rata
Tikus Total
1 2 3 4 5 (%)*
1 0 1 0 1 0 2 10
2 1 0 0 1 0 2 10
3 1 0 1 1 1 4 20
4 0 0 1 0 0 1 5
5 0 0 0 1 0 1 5
Kelompok Percobaan
Keterangan: Kelompok 5 diberikan ekstrak jintan hitam dengan konsentrasi 50%
dan larutan etanol 50% 0,01 ml/grBB
*
=Total skor/20 x 100%

59

Keterangan:

0 = tidak ada hepatosit yang mengalami degenerasi lemak


1 = < 10% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
2 = 10%-33% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
3 = 34%-66% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
4 = >66%-100% hepatosit yang mengalami degenerasi lemak

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa tikus putih dari kelompok I
(kelompok kontrol) tampak sedikit sekali terjadi perlemakan pada sel hepar,
sedangkan pada kelompok II (kontrol patologis) tampak banyak sel hepar yang
mengalami perlemakan. Untuk kelompok III, IV dan V tampak perbedaan sel
hepar yang mengalami degenerasi lemak.

4.1.1 Analisis Data


Analisis data pada penelitian ini yaitu menggunakan uji Oneway ANOVA,
tetapi sebelumnya harus dilakukan syarat pengujian ANOVA yaitu distribusi data
harus normal (p > 0,05) dan varians data juga harus sama atau rotecto (p >0,05).
Setelah dilakukan uji normalitas (lampiran 3), didapatkan bahwa distribusi data
untuk semua kelompok mempunyai distribusi data yang normal (dengan melihat
hasil uji Shapiro-Wilk, yaitu 0,065).
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians (lampiran 3), dimana
didapatkan pada awalnya data tidak rotecto (P=0,037), kemudian dilakukan
transformasi data dan didapatkan nilai p = 0,071. Dengan demikian, kedua syarat
uji oneway-ANOVA telah terpenuhi, sehingga uji ANOVA dapat dilakukan.

60

Hasil uji oneway-ANOVA dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


Tabel 4.6 Hasil uji oneway-ANOVA

ANOVA

persentase_transformasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .872 4 .218 4.843 .009

Within Groups .765 17 .045

Total 1.638 21

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa nilai p = 0,009 (p<0,05) yang berarti
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada persentase degenerasi lemak pada
pemeriksaan histopatologis hepar tikus putih diantara kelima kelompok perlakuan.
Analisis kemudian dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparions test
uji Least Significance Difference (LSD) (lampiran 3). Berdasarkan perhitungan
Post-hoc multiple comparions test dengan batas signifikansi 0,05, diperoleh data
perbandingan persentase sel hepatosit yang mengalami degenerasi lemak antar
kelompok perlakuan. Perbandingan yang bermakna didapatkan pada kelompok I
(kontrol normal) dengan kelompok II (kontrol patologis) dan kelompok 3 (dosis
I). Perbedaan yang bermakna juga didapatkan pada kelompok II (kontrol
patologis) dengan kelompok IV (dosis II) dan kelompok V (dosis III), dan juga
pada kelompok III (dosis I) dengan kelompok V (dosis III).
Perbedaam yang tidak bermakna terlihat pada kelompok I dengan
kelompok IV dan V, kelompok II dengan kelompok III, kelompok III dengan
kelompok IV, serta kelompok IV dan kelompok V.
4.2 Pembahasan
Akumulasi butir lemak trigliserida di dalam hepatosit dikenal sebagai
61
steatosis. Butir butir kecil yang tidak mendesak rotect disebut steatosis
mikrovesikel yang salah satunya dapat disebabkan oleh asupan rotect dalam
jumlah sedang.1
Satu butiran besar yang mendesak rotect, yang dikenal dengan steatosis
makrovesikel, dapat dijumpai di seluruh hepatosit penderita diabetes mellitus,
obesitas dan juga dijumpai pada sebagian besar hepatosit pengidap hepatitis C
serta pada asupan rotect kronik.1
Sumber utama ROS (Reactive oxygen species) yang lain adalah hepar
karena mengandung banyak enzim sitokrom P450. Salah satu jenis molekul
sitokrom P450 yang aktif memproduksi ROS adalah CYP2E1. CYP2E1 ini
berperan penting dalam rotector etanol.1
Salah satu reaksi yang berkaitan dengan jejas sel diperantarai oleh ROS
adalah Peroksidasi rotecto lipid. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh rotecto mudah
terkena serangan ROS. Interaksi ROS dan lemak menghasilkan peroksida yang
tidak stabil dan reaktif serta terjadi reaksi rantai autokatalitik.1
Walaupun sebagian besar sel tubuh memetabolisme lemak, aspek tertentu
dari rotector lemak terutama terjadi di hepar. Fungsi spesifik hepar dalam rotector
lemak yaitu oksidasi asam lemak untuk menyuplai rotec bagi fungsi tubuh yang
lain, sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein, serta sintesis
lemak dari protein dan karbohidrat.13
Pada penelitian yang dilakukan Chen, melakukan penelitian efek protektif
quercetin terhadap kerusakan hepar tikus yang diinduksi etanol. Dalam penelitian
tersebut, tikus wistar jantan diberikan etanol 50% selama 10 hari dengan dosis 5
gr/kgBB p.o, pemberian etanol tersebut menyebabkan sel hepar tikus mengalami
nekrosis sel, fibrosis, dan infiltrasi sel inflamasi pada hepar tikus.39 Penelitian
yang dilakukan oleh Larasati dkk juga memberikan etanol pada tikus dengan
konsentrasi 50%, hasilnya yaitu berupa terbentuknya degenerasi lemak yang
bermakna daripada semua kelompok uji.41
Thymoquinone yang terdapat pada jintan hitam dapat mengurangi stress
oksidatif dan meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh. Penurunan
62
malondialdehyde dan biomarker stress oksidatif lain terjadi secara rotecto dengan
peningkatan total thiol dan level glutathione adalah hasil dari pengobatan
menggunakan thymoquinone. Glutathione dalam hati ditemukan terutama dalam
konsentrasi tinggi dalam hati dan dikenal memiliki mekanisme sebagai pelindung.
Turunnya konsentrasi thiol disebabkan oleh stress oksidatif yang dapat
mengakibatkan inaktivasi protein, oksidasi protein, peroksidasi lipid, gangguan
dalam homeostasis kalsium dan kehilangan viabilitas sel. Penurunan radikal
dengan thymoquinone dapat mengurangi risiko radikal tersebut menyerang DNA
dan juga dapat mengurangi risiko kanker.6

Thymoquinone menghambat aktivitas hepatic isozim CYP1A1/A2 yang


terlibat dalam biotransformasi dari xenobiotic yang banyak menjadi genotoksik.
Sifat-sifat antioksidan thymoquinone juga bertanggung jawab terhadap keruskan
hepar yang disebabkan oleh rotecto. Sifat antioksidan thymoquinone dapat
mengurangi dampak dari ROS yang diproduksi. Thymoquinone meningkatkan
aktivitas katalase dan sebagai rotector terhadap jaringan hepar dari trauma.6

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ghina mengenai pengaruh jintan hitam
terhadap akivitas enzim ALT tikus putih jantan yang diinduksi etanol 50%, jintan
dengan dosis 450 mg/kgBB/hari p.o 2 jam sebelum induksi etanol memberikan
pengaruh dalam mengurangi peningkatan jumlah aktivitas enzim ALT tikus yang
diinduksi etanol selama 10 hari.42
63

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah Ekstrak jintan
hitam (Nigella sativa) memiliki efek protektif terhadap kerusakan hepar tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sparague Dawley yang diinduksi etanol.

5.2 Saran
1. Meneliti lebih lanjut efek protektif ekstrak jintan hitam terhadap kerusakan
akibat etanol pada organ selain hepar, seperti ginjal, paru-paru, jantung,
otak, dan testis.
2. Menguji lebih lanjut efek protektif ekstrak jintan hitam dengan
menggunakan induktor kerusakan hepar yang lain, seperti isoniazid,
parasetamol, asetaminofen, CCL4, natrium siklamat, dan zat hepatotoksik
lainnya.
3. Menguji lebih lanjut efek protektif ekstrak jintan hitam dengan
menggunakan parameter kerusakan hepar berupa penanda biokimiawi
hepar lainnya, seperti ALT (alanine aminotransferase), AST (aspartate
aminotransferase), ALP (alkalin phosphate), albumin dan bilirubin total.
DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL, Cotran RS. Dasar Patologis Penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC;
2009.
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Bahaya Miras Oplosan. 2014 (diakses
24 Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
ik.pom.go.id/v2014/artikel/BAHAYA-MIRAS-OPLOSAN.pdf
3. Murtadho, Muthohari Thoriq. Hubungan Sebab Kematian dengan Alkohol
pada Jenazah Forensik di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito
Tahun 1993-2013 (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2014.
4. Schuckit, Marc A. Drug and Alcohol Abuse: a Clinical Guide To Diagnosis
and Treatment. 1st ed. New York: Springer; 1989.

5. Irga, Muhammad. Efek hepatoprotektor madu hutan terhadap hepar tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diinduksi etanol (Skripsi). Jambi: Universitas Jambi;
2012.
6. American Association for the Study of Liver Diseases and the Practice
Parameters Committee of the American College of Gastroenterology.
Alcoholic Liver Disease. 2010 (diakses 24 Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
https://www.aasld.org/sites/default/files/guideline_documents/
AlcoholicLiverDisease1-2010.pdf
7. Mollazadeh H, Hosseinzadeh H. The protective effect of Nigella sativa against
liver injury: a review. Iran J Basic Med Sci 2014; 17:958-966.
8. World Health Organization (WHO). Traditional Medicine Strategy. 2013
(diakses 24 Maret 2017). Diunduh dari: URL:

http://www.who.int/medicines/publications/traditional/trm_strategy14_23/en/
9. World Health Organization (WHO). Traditional Medicine. 2008 (diakses 26
Maret 2017). Diunduh dari: URL:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/2003/fs134/en/
10. Ahmad A, dkk. A review on therapeutic potential of Nigella sativa: A miracle
64
herb. Asian Pac J Trop Biomed 2013; 3(5): 337-352.
11. Snell R.S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2011.
12. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Edisi ke-12.
Jakarta: EGC; 2011.
13. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Jakarta:
EGC; 2014.
14. Universitas Udayana Repository. Tikus Putih (Rattus norvegicus). (diakses 26
Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
http://erepo.unud.ac.id/9263/3/e8c2a2adfb6fada9f20f463d4c46b7a7.pdf
15. IPB Repository. Tikus Putih (Rattus norvegicus). 2012 (diakses 26 Maret
2017).
Diunduh dari: URL:
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/56395/4/Bab%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
16. Universitas Udayana Repository. Tikus Putih (Rattus norvegicus). (diakses 26
Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
http://erepo.unud.ac.id/17223/3/1009006041-3-BAB%20II.pdf
17. Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan
di Laboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112
18. Wu D, AI Cederbaum. Alcohol, Oxidative Stress, and Freaa Radical Damage.
Vol. 27 No.4. Alcohol Research and Health; 2003.
19. Capasso Anna. Antioxidant Action and Therapeutic Efficacy of Allium
sativum L. Molecules. 2013;18:690-700.
20. Jurnal.unissula.ac.id. Oxidasi Biologi, Radikal Bebas dan Antioxidant. 2017
(diakses 26 Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/
download/70/64
21. Smith MA, dkk. Oxidative Stress 65
in Alzheimer’s Disease. Biochim Biophys
Acta. 2000; 1502:139-44.
22. Li, Sha, dkk. The Role of Oxidative Stress and Antioxidants in Liver Diseases.
Int. J. Mol. Sci. 2015, 16, 26087–26124.
23. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik (Basic & Clinical Pharmacology).
Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010.
24. Asian American Liver Centre. Penyakit Hati Alkoholik. 2017 (diakses 25
Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
https://www.aamg.co/liver/id/health-information-resources/hati/penyakit-hati-
alkoholik/

25. Kawasaki T, dkk. Rats Fed Fructose-Enriched Diets Have Characteristics Of


Nonalcoholic Hepatic Steatosis. J. Nutr. 2009;139:2067-71.
26. Tembhurne S.V, dkk. A Review on Therapeutic Potential of Nigella sativa
(kalonji) Seeds. J Med Plants Res. 2014;8(3):167-177.
27. Ahmad A, dkk. A review on therapeutic potential of Nigella sativa: A miracle
herb. Asian Pac J Trop Biomed 2013; 3(5): 337-352.
28. Rajsekhar S, Kuldeep B. Pharmacognosy and Pharmacology of Nigella sativa.
A review. IRJP. 2011;2(11):36-39.
29. Ermawati, Elly Fauziah. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica
charantia L.) pada Tikus Putih Jantan (Skripsi). Surakarta: Universitas
Sebelas Maret; 2010.
30. Khairunnisa S. Uji aktivitas antidiabetes fraksi ekstrak ethanol herba meniran
(Phillanthus niruri I) melalui penghambatan aktivitas α glukosidase dan
identifikasi golongan senyawa kimia dari fraksi yang aktif (skripsi). Jakarta:
Universitas Indonesia. 2012.
31. Universitas Airlangga. Ekstraksi. (diakses 25 Maret 2017).
Diunduh dari: URL:
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_41323_EKSTRAKSI_PADAT_CAIR.doc

66 Etik Pada Hewan. Bogor: Institut


32. Setiatin Enny T. Euthanasia: Tinjauan
Pertanian Bogor; 2004.
33. Frederer W. Experimental Design, Theory, and Application. 1967 (diakses 2
April 2017). Diunduh dari: URL:
https://archive.org/stream/
in.ernet.dli.2015.134541/2015.134541.Experimental-Design-Theory-And-
Application#page/n309/mode/2up
34. DePetrillo P, M McDonough. Major Pathologies Associated with Acute and
Chronic Alcohol Use – a Reference Summary. The Alcohol Withdrawal
Treatment Manual. 2007. (diakses 2 April 2017). Diunduh dari: URL:
https://www.well.com/~mcdee/MajorPathologies.pdf
35. Osna NA. Alcohol-induced Steatosis in Liver Cells. World J Gastroenterol.
2007;13(37):1974-4978.
36. Reddy JK, Rao MS. Lipid Metabolism and Liver Inflammation. II. Fatty Liver
Disease and Fatty Acid Oxidation. Am. J. Physiol. Gastrointest. Liver Physiol.
2006;290 (5):G852-8.
37. Crabb DW, dkk. Molecular Mechanisms of Alcoholic Fatty Liver: Role of
Peroxisome Proliferator-Activated Receptor Alpha. Alcohol. 2004:34 (1): 35-
8.
38. El-Denshary ES, dkk. 2011. Dietary Honey and Ginseng Protect Against
Carbon Tetrachloride-Induced Hepatonephrotoxicity in Rats.
39. Chen, XI. Protective effects of quercetin on liver injury induced by ethanol.
Pharmacognosy Magazine. 2010 Apr;6(22):135-41.
40. Dahlan, M.S. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba
Medika; 2009.
41. Muhartono, Larasati N.D, dkk. Khasiat Proteksi Madu Terhadap Kerusakan
Hepar Tikus yang Diinduksi Etanol. Lampung: Universitas Lampung; 2013.
42. Nurmufthi, Ghina Y. Pengaruh Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella
sativa) Terhadap Aktivitas Enzim Alanin Aminotransferase (ALT) Tikus
Jantan Sparague Dawley yang diinduksi etanol 50%.

67
Lampiran 1

LEMBAR OBSERVASI PERLAKUAN

Kelompok Percobaan :1

Dosis Aquades : 0,01 ml/grBB

Dosis Ekstrak Jintan Hitam :-

Dosis Etanol :-

Pemberian
Tikus Percobaan Umur (minggu) BB (gram)
Aquades (ml)
Tikus 1 12 260 2,6
Tikus 2 12 200 2
Tikus 3 12 180 1,8
Tikus 4 12 150 1,5
Tikus 5 12 200 2
Setelah 1 minggu perlakuan
Tikus 1 12 260 2,6
Tikus 2 12 190 1,9
Tikus 3 12 150 1,5
Tikus 4 12 150 1,5
Tikus 5 12 180 1,8

Hari Pemberian Aquades


ke- Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
1 √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √
6 √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √
10 √ √ √ √ √
11 √ √ √ √ √
12 √ √ √ √ √
13 √ √ √ √ √
14 √ √ √ √ √

LEMBAR OBSERVASI PERLAKUAN

Kelompok Percobaan :2

Dosis Aquades :-

Dosis Ekstrak Jintan Hitam :-

Dosis Etanol : 0,01 ml/grBB

Pemberian Etanol
Tikus Percobaan Umur (minggu) BB (gram)
(ml)
Tikus 1 12 220 2,2
Tikus 2 12 150 1,5
Tikus 3 12 150 1,5
Tikus 4 12 190 1,9
Tikus 5 12 150 1,5
Setelah 1 minggu perlakuan
Tikus 1 12 210 2,1
Tikus 2 12 150 1,5
Tikus 3 12 120 1,2
Tikus 4 12 150 1,5
Tikus 5 12 150 1,5

Hari Pemberian Etanol


ke- Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
1 √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √
6 √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √
10 √ √ √ √ √
11 √ √ √ √ √
12 √ √ √ √ √
13 √ √ √ √ √
14 √ √ √ √ √

LEMBAR OBSERVASI PERLAKUAN

Kelompok Percobaan :3

Dosis Aquades :-

Dosis Ekstrak Jintan Hitam : 0,5 gr/grBB

Dosis Etanol : 0,01 ml/grBB

Pemberian Pemberian
Tikus Umur
BB (gram) Ekstrak Jintan Etanol
Percobaan (minggu)
Hitam (gr) (ml)
Tikus 1 16 300 0,25 cc 3 cc
Tikus 2 16 250 0,25 cc 2,5 cc
Tikus 3 16 300 0,25 cc 3 cc
Tikus 4 16 250 0,25 cc 2,5 cc
Tikus 5 16 280 0,25 cc 2,8 cc
Setelah 1 minggu perlakuan
Tikus 1 16 270 0,25 cc 2,7 cc
Tikus 2 16 230 0,25 cc 2,3 cc
Tikus 3 16 290 0,25 cc 2,9 cc
Tikus 4 16 240 0,25 cc 2,4 cc
Tikus 5 16 270 0,25 cc 2,7 cc
Hari Pemberian Ekstrak Jintan Hitam dan Etanol
ke- Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
1 √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √
6 √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √
10 √ √ √ √ √
11 √ √ √ √ √
12 √ √ √ √ √
13 √ √ √ √ √
14 √ √ √ √ √
LEMBAR OBSERVASI PERLAKUAN

Kelompok Percobaan :4

Dosis Aquades :-

Dosis Ekstrak Jintan Hitam : 1 gr/grBB

Dosis Etanol : 0,01 ml/grBB

Pemberian Pemberian
Tikus Umur
BB (gram) Ekstrak Jintan Etanol
Percobaan (minggu)
Hitam (gr) (ml)
Tikus 1 16 250 0,375 ml 2,5 cc
Tikus 2 16 250 0,375 ml 2,5 cc
Tikus 3 16 250 0,375 ml 2,5 cc
Tikus 4 16 280 0,375 ml 2,8 cc
Tikus 5 16 200 0,375 ml 2 cc
Setelah 1 minggu perlakuan
Tikus 1 16 250 0,375 ml 2,5 cc
Tikus 2 16 230 0,375 ml 2,3 cc
Tikus 3 16 240 0,375 ml 2,4 cc
Tikus 4 16 250 0,375 ml 2,5 cc
Tikus 5 16 180 0,375 ml 1,8 cc

Hari Pemberian Ekstrak Jintan Hitam dan Etanol


ke- Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
1 √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √
6 √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √
10 √ √ √ √ √
11 √ √ √ √ √
12 √ √ √ √ √
13 √ √ √ √ √
14 √ √ √ √ √

LEMBAR OBSERVASI PERLAKUAN

Kelompok Percobaan :5

Dosis Aquades :-

Dosis Ekstrak Jintan Hitam : 1,5 gr/grBB

Dosis Etanol : 0,01 ml/grBB

Pemberian Pemberian
Tikus Umur
BB (gram) Ekstrak Jintan Etanol
Percobaan (minggu)
Hitam (ml) (ml)
Tikus 1 16 250 0,5 ml 2,5 cc
Tikus 2 16 220 0,5 ml 2,2 cc
Tikus 3 16 300 0,5 ml 3 cc
Tikus 4 16 250 0,5 ml 2,5 cc
Tikus 5 16 250 0,5 ml 2,5 cc
Setelah 1 minggu perlakuan
Tikus 1 16 240 0,5 ml 2,4 cc
Tikus 2 16 220 0,5 ml 2,2 cc
Tikus 3 16 280 0,5 ml 2,8 cc
Tikus 4 16 230 0,5 ml 2,3 cc
Tikus 5 16 240 0,5 ml 2,4 cc
Hari Pemberian Ekstrak Jintan Hitam dan Etanol
ke- Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5
1 √ √ √ √ √
2 √ √ √ √ √
3 √ √ √ √ √
4 √ √ √ √ √
5 √ √ √ √ √
6 √ √ √ √ √
7 √ √ √ √ √
8 √ √ √ √ √
9 √ √ √ √ √
10 √ √ √ √ √
11 √ √ √ √ √
12 √ √ √ √ √
13 √ √ √ √ √
14 √ √ √ √ √
Lampiran 2
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HEPAR TIKUS

Kelompok 1

Kelompok 2
Kelompok 3

Kelompok 4
Kelompok 5
Lampiran 3
HASIL ANALISIS DATA SPSS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

persentase 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

persentase .198 25 .013 .924 25 .065

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway ANOVA

Test of Homogeneity of Variances

persentase_transformasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.631 4 17 .071

ANOVA

persentase_transformasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .872 4 .218 4.843 .009

Within Groups .765 17 .045

Total 1.638 21
Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

persentase_transformasi
LSD

95% Confidence Interval


Mean Difference
(I) kelompok (J) kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kelompok 1 kelompok 2 -.66021* .17753 .002 -1.0348 -.2856

kelompok 3 -.52465* .17753 .009 -.8992 -.1501

kelompok 4 -.35563 .17753 .061 -.7302 .0189

kelompok 5 -.24082 .17753 .193 -.6154 .1337

kelompok 2 kelompok 1 .66021* .17753 .002 .2856 1.0348

kelompok 3 .13556 .13420 .327 -.1476 .4187

kelompok 4 .30458* .13420 .037 .0214 .5877

kelompok 5 .41938* .13420 .006 .1362 .7025

kelompok 3 kelompok 1 .52465* .17753 .009 .1501 .8992

kelompok 2 -.13556 .13420 .327 -.4187 .1476

kelompok 4 .16902 .13420 .225 -.1141 .4522

kelompok 5 .28383* .13420 .050 .0007 .5670

kelompok 4 kelompok 1 .35563 .17753 .061 -.0189 .7302

kelompok 2 -.30458* .13420 .037 -.5877 -.0214

kelompok 3 -.16902 .13420 .225 -.4522 .1141

kelompok 5 .11481 .13420 .404 -.1683 .3979

kelompok 5 kelompok 1 .24082 .17753 .193 -.1337 .6154

kelompok 2 -.41938* .13420 .006 -.7025 -.1362

kelompok 3 -.28383* .13420 .050 -.5670 -.0007

kelompok 4 -.11481 .13420 .404 -.3979 .1683

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Lampiran 4
DOKUMENTASI

1 2 3

4 5

Foto 1. Kelima Kelompok tikus putih jantan saat adaptasi selama 7 hari

Foto 2. Perlakuan terhadap tikus putih


Foto 3. Instrumen dan bahan-bahan penelitian

Foto 5. Dislokasi leher tikus

Foto 6. Proses pembedahan tikus


Foto 7. Sampel hepar tikus masing-masing kelompok

Foto 8. Blok paraffin pembuatan preparat hepar tikus


Foto 9. Preparat hepar tikus

Anda mungkin juga menyukai