Oleh:
Pembimbing:
1
LABORATORIUM/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
MALANG
2020
DAFTAR ISI
Judul................................................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
2.2 Anamnesis..................................................................................5
2.5 Assessment................................................................................7
3.1 Definisi.......................................................................................12
2
3.2 Epidemiologi..............................................................................12
3.3 Etiologi.......................................................................................12
3.4 Patogenesis................................................................................13
3.7 Penatalaksanaan........................................................................17
3.8 Prognosis....................................................................................17
3.9 Pencegahan................................................................................18
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia.
Penyakit ini kadang-kadang memiliki episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata, atau
subklinis. Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan menyerang hati akibat
masuknya virus hepatitis A (HAV) melalui transmisi fekal-oral dari makanan atau minuman yang
telah terkontaminasi. Penyakit hepatitis A masih endemis di negara berkembang, terutama karena
keadaan lingkungan yang masih buruk.
Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahunnya. Lebih dari 75%
anak di benua Asia, Afrika, dan India memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar
infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik, dan anikterik. Di Indonesia
sendiri insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,8-63,8% kasus (WHO, 2011).
Manifestasi klinis berupa demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran kanan atas
perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya
berwarna kuning hingga coklat gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Selain
itu pula terjadi pembesaran pada organ hati dan tenderness (nyeri tekan) pada perabaan hati
(Sudoyo AW dkk., 2006).
Diagnosis penyakit hepatitis dilakukan dengan tes virologi dan tes serologi. Pencegahan
dilakukan dengan cara meningkatkan pola hidup bersih dan sehat. Upaya menjaga kebersihan diri
melalui mencuci tangan dengan sabun hingga bersih, terutama setelah buang air dan sebelum
makan atau menyiapkan makanan, serta dengan pemberian vaksin. Jika seseorang sudah terkena
hepatitis A, untuk pengobatannya tidak ada yang spesifik, melainkan hanya bersifat simtomatis
seperti pemberian antipiretik untuk menurunkan panas, antiemetik jika penderita mengalami mual
muntah, serta yang paling penting adalah istirahat dengan tirah baring (Gilroy RK, 2010).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita tidak bisa dibangunkan
dari tidurnya. Sebelum tidur penderita mengkonsumsi obat anti diabetes. Hal serupa
juga terjadi 1 hari sebelum masuk rumah sakit, namun saat itu penderita masih bisa
dibangunkan walaupun dalam kondisi bicara meracau dan badan lemas. Penderita
tampak berkeringat dingin dan gemetar saat memegang benda. Saat itu juga
penderita mengeluhkan nyeri pada perut bagian atas dan merasa ada benjolan pada
perut bagian atasnya dan sakit saat bergerak.
Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluhkan nyeri ulu
hati disertai mual terkadang muntah. Keluhan berkurang jika penderita makan, dan
meminum obat-obatan yang dibelinya di warung.
Penderita juga mengatakan bahwa sering susah sembuh pada beberapa luka
pada tubuhnya. Sekitar 5 tahun yll, jari kelingking kaki kanan pernah terluka hingga
bernanah, namun penderita hanya mengobatinya dengan obat-obatan kampung,
akibatnya, jari kelingking yang luka tersebut putus dengan sendirinya.
5
Sejak 10 tahun yang lalu, penderita menderita kencing manis. Hal tersebut
diketahui saat penderita memeriksakan diri di puskesmas dengan keluhan sering
buang air kecil saat malam dan penurunan berat badan. Penderita rutin
memeriksaakan dirinya di puskesmas, rutin meminum obat anti diabetes, namun
tidak mengontrol pola makannya. Obat yang biasa diminum ialah glibenklamid 3x1
tablet dan metformin 1x1 tablet.
D. Riwayat Pengobatan:
Pada keluhannya sekarang penderita belum berobat. Konsumsi glibenklamid 3x1
tablet dan metformin 1x1 tablet
E. Riwayat Penyakit Keluarga:
F. Riwayat Alergi:
G. Riwayat Psikososial:
-
H. Riwayat Sistemik:
Penderita mengeluh nyeri pada perut bagian atas dan merasa ada benjolan pada
perut bagian atasnya dan sakit saat bergerak.
Status Generalis
6
Kepala/Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbita (-/-), sianosis (-), fetor
hepatikum (-), fetor uremikum (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), peningkatan
JVP (-).
Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : bentuk dan gerakan simetris, retraksi interkosta (-), spider nevi (-),
rambut aksila (+), venektasi (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV parasternal line dekstra batas jantung
kiri ICS VI midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, suara tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, caput medusae (-), vena paraumbilikalis (-)
Palpasi :distensi (-), nyeri tekan (-) pada semua kuadran, massa (-),
organomegali (-), defans muscular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit di atas hepar (-)
Ekstremitas : Akral hangat, eritema palmaris (-), leukonikia (-), hepatic flapping (-
), clubbing finger (-), edema (-/-/+/+)
7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
2.5 Assessment
Diagnosis IGD : Hipoglikemia + HT stage II + Hiperkalemia
Diagnosis Akhir : DM Tipe 2 dengan komplikasi hipoglikemia
(terkoreksi) dan sup.nefropati DM; HT stage II
1. Pemeriksaan darah :
- Darah lengkap
- Gula darah Sewaktu
- HbA1C
- Analisis gas darah
2.7 Follow Up
8
Hari/
Evaluasi Terapi
Tanggal
06/01/2012 S: lemas, batuk kering, ketika batuk dada terasa IVFD D5% 20 tpm
08.00 (GDS: sakit Amlodipin 1x10 mg
140) Cek GDS / 6 jam, apabila <80,
10.00 O: Compos mentis, TD: 180/80 mmHg, bolus D40% 2 fl
(GDS: 119) Cek ulang elektrolit
16.00 N: 87 x/’, RR: 23 x/’, T: 36,80C
(GDS: 111)
22.00 Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2
(GDS: 76) tunggal reguler, NT (-), distensi abdomen (+),
bolus BU (+), edema
D40% 2 fl
00.30
(GDS: 124)
A: Observasi Hipoglikemia + DMT 2 +
HT stage II + Hiperkalemia + AKI
9
O: 06.00 GDS : 115 Amlodipin 1x10 mg
09/01/2012 S: Batuk, lemas, mual (-), muntah (-), BAB (dbn), IVFD D5% 20 tpm
06.00 BAK (dbn) Amlodipin 1x10 mg
(GDS stick: Cek GDS tiap jam
77) O: Compos mentis, TD: 160/80 mmHg,
19.00
(GDS: 229) N: 83 x/’, RR: 23 x/’, T: 36,30C
10/1/2012 S: Batuk, dahak (+), lemas, mual (-), muntah (-) IVFD RL 20 tpm
GDS : 126 Amlodidpin 1x10 mg
O: Compos mentis, TD: 150/80 mmHg, Cek GDS tiap jam
DMP syr 3xCI
N: 85 x/’, RR: 22 x/’, T: 36,10C
11/1/2012 S : Batuk (+), lemas, mual (-), muntah (-) RL 20 tpm D5% 20 tpm
GDS : 58 Amlodipin 1x10 mg
O : Compos mentis, TD: 160/70 mmHg, DMP syr 3x IC
10
12/1/2012 S : Batuk (+), lemas, mual (-), muntah (-) D5% 20 tpm RL 20 tpm
GDS : 120 Amlodipin 1x10 mg
O : Compos mentis, TD: 150/80 mmHg, DMP syr 3x IC
11
2.9Problem Oriented Medical Record
Cue and Clue Problem List Initial Planning Planning Therapy Planning Planning Education
Diagosis Diagnosis Monitoring
Ny.N/ 41 tahun -Hipoglikemia -DM tipe 2 Pemeriksaan Non-Farmakologi : -Kontrol GDS -Anjuran untuk
Anamnesis: -DM dengan darah: - Tirah baring per 6 jam untuk beralih ke diet pola
-keluhan utama: penurunan hipoglikemia -GDS -Diet pola DM menilai hasil DM
kesadaran -Darah pengobatan -Anjuran untuk
-sejak 3 jam SMRS, penderita Lengkap Farmakologi : beraktivitas fisik
tidak bisa dibangunkan dari -Urin lengkap Koreksi Hipoglikemia: terutama olahraga
tidurnya -HbA1C -IVFD D5% 20 tpm aerobik selama 30-45
- Sebelum tidur penderita -BGA -Bila GDS <80, menit setiap 2-3 kali
minum obat anti diabetes diberikan D40% bolus seminggu dengan
- Hal serupa juga terjadi 1 hari 2 fl total 150
sebelum masuk rumah sakit, DMP 1x3 CI menit/minggu
namun saat itu penderita masih -Rutin kontrol dan
bisa dibangunkan walaupun meminum obat anti-
dalam kondisi bicara meracau diabetes
dan badan lemas -Rutin mengecek
glukosa darah
- Penderita mandiri
tampak berkeringat -Anjuran untuk
dingin dan gemetar merawat luka dan
saat memegang benda. perawatan kaki
Saat itu juga penderita secara benar
mengeluhkan nyeri -Edukasi mengenai
pada perut bagian atas tanda dan gejala
dan merasa ada
12
benjolan pada perut hipoglikemia
bagian atasnya dan -KIE mengenai DM
sakit saat bergerak.
13
diri di puskesmas dengan
keluhan sering buang air kecil
saat malam dan penurunan
berat badan
- Penderita rutin
memeriksaakan dirinya di
puskesmas, rutin meminum
obat anti diabetes, namun tidak
mengontrol pola makannya
- Riwayat keluarga: Bapak
penderita menderita diabetes
melitus, saat ini sudah
meninggal
Pemeriksaan fisik:
Tanda vital
A. BP: 190/100 mmHg
B. HR:108 x/mnt, reguler,
equal, isi cukup
C. RR: 28 x/menit
14
D. T: 36,60C
Status generalis:
Edema tungkai bilateral
Pemeriksaan lab:
Leukosit: 10.200
Hb 10.4
Ht 31.5
Platelet 370.000
GDS 58/289
Ureum 60.4
Kreatinin 1.2
Natrium 140
Kalium 6.3
Klorida 116
Ny.N/ 41 tahun -HT stage stage -HT stage 2 -Periksa Non-Farmakoterapi: -Kontrol rutin
2 tekanan -Diet rendah garam tekanan darah
Tanda vital darah Farmakoterapi:
BP: 190/100 mmHg -Amlodipin 1x10 mg
15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (PERKENI, 2015).
DM adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin (hormon yang mengatur glukosa darah), atau ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu empat penyakit tidak
menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh pemimpin negara. Jumlah
kasus dan prevalensi. Jumlah kasus dan prevalensi DM terus meningkat selama
dekade terakhir (WHO Global Report, 2016)
3.2 Epidemiologi
Gambar 1
Pada tahun 2014 diperkirakan 422 juta orang dewasa di dunia hidup dengan
DM. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi DM meningkat lebih cepat di negara
berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi. DM
menyebabkan 1,5 juta kematian pada 2012. Hiperglikemia mengakibatkan tambahan 2,2
16
juta kematian, meningkatkan risiko kardiovaskuler. 43% kematian pada DM terjadi
sebelum usia 70 tahun yang sebagian besar terjadi di negara penghasilan rendah dan
menengah (WHO Global Report, 2016)
WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penderita
DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.
Gambar 2. Klasifikasi DM
17
c. Faktor lingkungan meliputi kondisi ekonomi daerah, lingkungan sosial seperti
modernisasi, status sosio-ekonomi dan lingkungan fisik
Gambar 4. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis
dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot:
18
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel alfaberfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat
yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP- 4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
19
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya
tidak ada glukosa dalam urin. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-
2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh
obatnya.
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria diagnosis didasarkan pada pemeriksaan laboratorium kadar glukosa dan HbA1C,
salah satu dari 4 kriteria dibawah ini:
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dL. Puasa dilakukan minimal 8 jam
ATAU
2. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL, 2 jam setelah tes toleransi
glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram ATAU
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL dengan keluhan klasik ATAU
4. Pemeriksaan HbA1C >6,5% dengan menggunakan metode terstandar NGSP
Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3
bulan terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi
ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi. Hasil
pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
20
dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
3.7.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sanga penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi
tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada tingkat
awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani
21
sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit (total 150
menit/minggu). Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah
sebelum latihan jasmani. Bila kadar glukosa darah <100 mg/dL
penderita harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila
>250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan
sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan
jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka
220 dengan usia penderita. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi
(contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati,
nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan
beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penderita DM
yang relative sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penderita DM
yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan
disesuaikan dengan masing-masing individu.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia). Mengenal gejala dan penanganan awal
hipoglikemia. Pentingnya latihan jasmani yang teratur. Pentingnya
perawatan kaki. Cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan.
Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM. Penatalaksanaan selama
menderita penyakit lain.
Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
Pemeliharaan/perawatan kaki.
22
Gambar 5. Edukasi perawatan kaki
23
Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Komposisi yang dianjurkan: lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori,
lemak tidak jenuh ganda < 10 %. selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream.
- Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe. Pada penderita dengan nefropati
diabetic perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya
bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah
menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB
perhari.
24
3.7.3 Terapi Farmakologis
25
1.8 Monitoring
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah. Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
a. Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
b. Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
c. Waktu pelaksanaan pemeriksaan glukosa darah: Pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, Glukosa 2 jam setelah makan, atau Glukosa darah
pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan HbA1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai
glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai HbA1C),
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12
minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi,
HbA1c diperiksa setiap 3 bulan atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang sangat
tinggi (> 10%). Pada penderita yang telah mencapai sasaran terapi disertai
kendali glikemik yang stabil HbA1C diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun.
HbA1C tidak dapat dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada kondisi
tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan
terakhir, keadaan lain yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi
ginjal.
Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan
darah kapiler. Saat ini banyak didapatkan alat pengukur kadar glukosa darah
dengan menggunakan reagen kering yang sederhana dan mudah dipakai. PGDM
dianjurkan bagi penderita dengan pengobatan suntik insulin beberapa kali
perhari atau pada pengguna obat pemacu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan
PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya
terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat
sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskursi glukosa),
menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus
tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala),
atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
26
Gambar 7. Sasaran pengendalian DM (ADA, 2015)
27
Gambar 8. Tanda dan Gejala Hipoglikemia
28
3. Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon kenaikkan glukosa
darah,
4. Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah terapi pilihan
pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar,
5. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15 menit
pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit setelah
pengobatan hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali,
6. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal, pasien
diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah berulangnya
hipoglikemia.
Hipoglikemia berat:
1. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dextore 40% sebanyak 25
cc), diikuti dengan infus D5% atau D10%,
2. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila kadar glukosa
darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian dextrose 20%,
3. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1-2 jam kalau masih terjadi
hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang,
4. Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia.
Cara mencegah pasien DM jatuh dalam kondisi hipoglikemia, maka dapat diberikan
KIE untuk mengetahui tanda dan gejala hipoglikemia, sebagai berikut:
1. Melakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan awal, dan hal
lain harus dilakukan
2. Menganjurkan untuk rutin memantau glukosa secara mandiri dengan, khususnya bagi
pengguna insulin atau obat oral golongan insulin sekretagog.
3. Menginformasikan dengan jelas dan detail tentang obat-obatan atau insulin yang
dikonsumsi, dosis, waktu mengkonsumsi, efek samping obat
29
kegiatan oleh raga, atau adanya penyakit penyerta yang memerlukan obat lain
yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan
menimbulkan hipoglikemi.
30
BAB IV
KESIMPULAN
Terapi harus mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang
cukup. Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah
kalori dan protein adekuat (Protein: 48 g, Kalori: 1440-1680 kal), menu dapat
disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang
akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral contohnya
infus Dekstrose 10-20%. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat membantu
memberikan asupan kalori yang baik. Minuman mengandung alkohol tidak boleh
dikonsumsi selama hepatitis akut karena efek hepatotoksiknya.
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut,
pengobatan hanya bersifat simtomatis. Penambahan vitamin dengan makanan tinggi
31
kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami penurunan berat badan
atau malnutrisi. Pengobatan simtomastis yang biasa diperlukan:
32
DAFTAR PUSTAKA
International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International
Diabetes Federation (IDF). 2013.
33