Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS RAWAT INAP

FAKULTAS KEDOKTERAN 18 SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

DIABETES MELITUS TIPE I

Disusun Oleh:

Yohanes Baptista, S.Ked

1021010013

Pembimbing:

dr Woro Indri Padmosiwi, Sp.A

dr. Fransiskus Taolin, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W.Z.JOHANNES
2021
2

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul “Diabetes Melitus Tipe 1” diajukan oleh :

Nama : Yohanes Baptista, S.Ked


NIM : 1021010013

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan dihadapan para pembimbing klinik


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif
di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Pembimbing Klinik

1. dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A 1. ………………….


Pembimbing Klinik I

2. dr. Fransiskus Taolin, Sp.A 2. ………………….


Pembimbing Klinik II

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : 18 September 2021


3

LAPORAN KASUS RAWAT INAP


Diabetes Melitus Tipe I
Yohanes Baptista, S.Ked
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A
dr. Fransiskus Taolin, Sp.A

A. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemia merupakan kadar glukosa
puasa ≥126 mg/dL yang dapat disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi
beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Kelainan metabolisme karbohidrat merupakan kelainan
utama yang terjadi pada DM. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2(1).
Diabetes mellitus tipe-1 disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas akibat proses autoimun maupun idiopatik yang menyebabkan
produksi insulin berkurang bahkan terhenti sehingga terjadi
hiperglikemia(1,2). Autoantibodi yang berkaitan dengan DM tipe 1 adalah
glutamicacid decarboxylase 65 autoantibodies (GAD), tyrosine
phosphatase-like insulinoma antigen 2 (IA2), insulin autoantibodies
(IAA); dan β-cell- specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8).
Ditemukannya satu atau lebih autoantibodi ini dapat membantu konfirmasi
diagnosis DM tipe-1(3).
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun
2018, tercatat 1220 anak menderita DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM
4

tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88
menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Faktor
genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1.
Walaupun hampir 80% penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor genetik diakui
berperan dalam patogenesis DM tipe-1(3,4).
Masalah utama DM tipe-1 di Indonesia adalah kesadaran
masyarakat dan tenaga kesehatan yang kurang sehingga banyak pasien
tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan tata laksana adekuat. Seorang
anak dikatakan mengidap penyakit DM tipe 1 jika memenuhi salah satu
kriteria berikut : gejala klasik diabetes (poliuri,polidipsi,polifagi) atau
hiperglikemi dan glukosa plasma ≥200 mg/dL, glukosa puasa plasma ≥126
mg/dl, Glukosa 2 jam postprandial 200 mg/dL dengan Uji Toleransi
Glukosa Oral dan HbA1c > 6,5%. Gejala lain yang dapat ditemukan pada
anak dengan DM tipe 1 adalah penurunan berat badan, kesemutan, lemas,
luka yang sukar sembuh, pandangan kabur, dan gangguan perilaku(4).

B. LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : By. ZS
Tanggal lahir : 12 Oktober 2010
Usia : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Oesapa
No RM : 546169
Tanggal MRS : 24 Agustus 2021
b. Ayah
Nama : Tn. AS
Jenis Kelamin : Laki-laki
5

Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Oesapa
c. Ibu
Nama : Ny. TA
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Oesapa

II. PEDIATRIC EARLY WARNING SCORE


Skor
Keadaan umum Bermain 0
Kardiovaskular Tidak sianosis, atau CRT <2 detik 0
Respirasi Normal, tidak ada retraksi 0
Total 0
Pasien dimonitoring setiap 4 jam

III. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan pada 25 Agustus 2021
Keluhan Utama
Mengompol
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki usia 11 tahun rujukan dari RS. Wirasakti masuk
lewat IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes dengan keluhan mengompol 3
kali sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan gejala lain seperti
frekuensi makan meningkat sekitar 4 kali dalam sehari tetapi tidak ada
penambahan berat badan sejak gejala muncul, frekuensi minum
meningkat, dan buang air kecil sekitar 10 kali dalam sehari dan kencing
dikerubungi semut sejak bulan februari 2021. Warna urin bening tetapi
kadang berwarna kuning dan urin tidak berbau menyengat. Kakek dari
6

ayah pasien mengidap DM tipe 2 dan pasien punya riwayat sakit asma
sejak kecil tetapi tidak ada serangan 2 tahun terakhir. Keluhan lain seperti
demam, mual, muntah, dan diare disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien punya riwayat sakit asma sejak kecil tetapi tidak ada serangan 2
tahun terakhir
Riwayat Pengobatan
Pasien memiliki riwayat pengobatan asma.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat – obatan maupun makanan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut ibu pasien, kakek dari ayah pasien mengidap DM tipe 2.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien lahir dari ibu G1P0A0, usia kehamilan 39-40 minggu, lahir secara
pervaginam di RS ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis dengan
berat badan lahir 3000 gram.
Riwayat Pemberian ASI
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan dilanjutkan hingga
usia 2 tahun.
Riwayat Nutrisi
Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi dan lauk pauk berupa sayur, ikan,
daging serta beberapa makanan selingan.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, BCG, campak, DPT,
polio, HIB.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama. Saat ini pasien tinggal bersama kedua
orang tua pasien beserta 1 adiknya di rumah.
Riwayat Tumbuh Kembang
Untuk riwayat tumbuh kembang, ibu pasien mengaku bahwa pertumbuhan
dan perkembangan pasien sesuai dengan anak seusianya.
7

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Tampak sakit ringan
Kesadaran
Compos Mentis
Tanda tanda vital
– Nadi : 84 x/menit
– Napas : 22 x/menit
– Suhu : 36,50 C
– SpO2 : 99%
Status Gizi/Antropometri
– Berat Badan : 28,7 kg
– Tinggi Badan : 147 cm
– IMT : 13,2
– BB/U : Antara P10-P25
– TB/U : P75-P90
– IMT/U : Kurang dari P5
– %BBI : 28,7/34 x 100: 84,41 % (Malnutrisi ringan)
Status Generalis
– Kulit : pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
– Kepala : normochepal, deformitas (-)
– Wajah : simetris
– Rambut : rambut hitam terdistribusi merata
– Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
– Hidung : rhinorrea (-/-), napas cuping hidung (-/-), deviasi
septum nasi (-), epistaksis (-)
– Bibir : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
– Mulut : tonsil T1/T2 hiperemis (-/-), perdarahan gusi (-),
karies (-)
– Lidah : lidah kotor (-)
8

– Telinga : otorrhea (-/-), deformitas (-/-), recoil pinna segera


– Leher : Pembesaran KGB (-)
– Pulmo :
I : pengembangan dada simetris bilateral, retraksi (-)
P : vokal fremitus kiri sama dengan kanan kesan normal
P : sonor di seluruh lapangan paru
A:
Vesikuler +|+ Rhonki -|- Wheezing -|-
+|+ -|- -|-
+|+ -|- -|-
– Cor :
I : jejas(-), skar(-), iktus kordis tidak tampak
P :Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
P : Batas jantung dalam batas normal
A : bunyi jantung I-II tunggal, regular, gallop(-), murmur(-)
– Abdomen :
I : tampak datar, tidak ada jejas, scar dan keloid.
A : bising usus (+) kesan normal
P : supel, distensi (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : shifting dullness (-)
– Ekstremitas : deformitas tulang (-), akral hangat, CRT < 3 detik,
edema ekstremitas atas (-/-), edema ekstremitas bawah (-/-)
9

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Urin Lengkap 23/08/2021
PARAMETER HASIL RUJUKAN
Makroskopis
Warna Kuning muda s/d kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Leukosit Negative negatif
Eritrosit Negative negatif
Berat jenis 1,005 1,005-1,030
Ph 6.0 Asam
Protein Negative Negatif
Reduksi (glukosa) Positif Negatif
Bilirubin Negative Negatif
Urobilinogen Negative Negatif
Keton Negative Negatif
Nitrit Negative Negatif
Mikroskopis
Eritrosit 2-3 lpb Negatif
leukosit 1-2 lpb Negatif
Silinder Negative Negatif
Parasite Negative Negatif
Kristal Negative Negatif
Epitel 1-3 lpb Negatif
Lain -lain negatif Negatif
10

Darah Lengkap (23/08/2021 pk. 16:30)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Interpretasi


Hemoglobin 14.0 g/dl 11.8 - 15.0 Normal
Jumlah eritrosit 5,51 10^6/uL 4.50 - 6.20 Normal
Hematokrit 41,2 % 40,0 – 54.0 Normal
MCV 74.8 fL 81,0 – 96.0 Rendah
MCH 25,4 Pg 27,0 – 36,0 Rendah
MCHC 34,0 g/L 31,0 – 37,0 Normal
RDW-CV 11,3 % 11,0 – 16,0 Normal
RDW-SD 31 fL 37-54 Rendah
Jumlah leukosit 8,44 10^3/uL 4,50 – 13,50 Normal
Neutrofil 44 % 25 – 60 Normal
Jumlah Neutrofil 3,68 10^3/uL 1,50 – 7,00 Normal
Limfosit 42.70 % 25.00 – 50.00 Normal
Jumlah Limfosit 3,60 10^3/uL 1,00 – 3,70 Tinggi
Monosit 4.90 % 1,00 – 6,00 Normal
Jumlah Monosit 0.41 10^3/uL 0,00 – 0,70 Normal
Eosinofil 8 % 1–5 Tinggi
Jumlah Eosinofil 0,70 10^3/uL 0,00 – 0,40 Tinggi
Basofil 1 % 0–1 Normal
Jumlah Basofil 0,05 10^3/uL 0,00 – 0,10 Normal
Jumlah trombosit 291.00 10^3/uL 156.00 – 408.00 Normal
PDW 10.20 fL 9.00 – 17.00 Normal
MPV 9.60 fL 9.00 – 13.00 Normal
P-LCR 22.40 % 13.00 – 43.00 Normal
PCT 0.28 % 0.17 – 0.35 Normal
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu 567.00 mg/dL 70.00 – 150.00 Tinggi
Kreatinin Darah 12.30 mg/dL 0.00 – 1.40 Tinggi
Urea N 0.88 mg/dL 6.00 – 20.00 Rendah
ELEKTROLIT
Natrium Darah 134 mmol/L 132 - 147 Normal
Kalium Darah 4.82 mmol/L 3.50 – 4.50 Tinggi
Klorida Darah 103 mmol/L 96 - 111 Normal
Calcium Ion 1.32 mmol/L 1.12 – 1.32 Normal
Total Calcium 3.02 mmol/L 2.20 – 2.70 Tinggi
11

Pemeriksaan Gula Darah


Tanggal Jam Hasil
06:00 GDP 121 mg/dL
24/8/2021 12:00 GDS 424 mg/dL
18:00 GDS 367 mg/dL
06:00 GDP 131 mg/dL
25/8/2021 12:00 GDS 216 mg/dL
18:00 GDS 265 mg/dL
06:00 GDP 148 mg/dL
26/8/2021 12:00 GDS 291 mg/dL
18:00 GDS 268 mg/dL
06:00 GDP 164 mg/dL
27/8/2021 12:00 GDS 246 mg/dL
18:00 GDS 275 mg/dL
06:00 GDP 100 mg/dL
28/82021
18:00 GDS 179 mg/dL
06:00 GDP 79 mg/dL
29/8/2021 12:00 GDS 139 mg/dL
18:00 GDS 245 mg/dL

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diabetes mellitus tipe 1

VII. TERAPI
– Diet 1700 kkal/hari
– Novorapid 3 x 6 unit S.C
– Levemir 1 x 8 unit S.C (22.00 S.C)
12

VIII. PLANNING
a. Terapi
– Tatalaksana diagnosis
b. Monitoring
– Perhatikan asupan nutrisi
– Periksa Gula darah puasa setiap jam 6 pagi
– Periksa gula darah sewaktu setiap jam 12 siang sebelum makan dan
jam 6 sore sebelum makan
13

FOLLOW UP

24 Agustus 2021 25 Agustus 2021 26 Agustus 2021 27 Agustus 2021


S Demam (-), lemas (-) batuk (-) Demam (-), lemas (-) batuk (-) Demam (-), lemas (-) batuk (-) Demam (-), lemas (-) batuk
sesak (-), nafsu makan masih sesak (-), nafsu makan masih sesak (-), nafsu makan masih (-) sesak (-), nafsu makan
tinggi dan minum tidak tinggi dan minum tidak tinggi dan minum tidak masih tinggi dan minum
sebanyak SMRS, BAK (±4x), sebanyak SMRS, BAK (±4x), sebanyak SMRS, BAK (±4x), tidak sebanyak SMRS, BAK
BAB (+) BAB (+) BAB (+) (±4x), BAB (+)

O Keadaan umum : TSR Keadaan umum : TSR Keadaan umum : TSR Keadaan umum : TSR
Tanda Vital : Tanda Vital : Tanda Vital : Tanda Vital :
Suhu : 36,5 °C Suhu : 35,6 °C Suhu : 35,4°C Suhu : 36,4°C
Nadi : 84 kali/menit Nadi : 62 kali/menit Nadi : 67 kali/menit Nadi :72 kali/menit
Napas : 24x/menit Napas : 24x/menit Napas : 20x/menit Napas : 24x/menit
SpO2 : 99% SpO2 : 98% SpO2 : 99% SpO2 : 99%
TD : 110/70 TD : 110/70 TD : 80/60 TD : 110/70

Glukosa darah : Glukosa darah : Glukosa darah : Glukosa darah :


06:00 : GDP 121 mg/dL 06:00 : GDP 131 mg/dL 06:00 : GDP 148 mg/dL 06:00 : GDP 164 mg/dL
12:00 : GDS 424 mg/dL 12:00 : GDS 216 mg/dL 12:00 : GDS 291 mg/dL 12:00 : GDS 246 mg/dL
18:00 : GDS 367 mg/dL 18:00 : GDS 265 mg/dL 18:00 : GDS 268 mg/dL 18:00 : GDS 275 mg/dL

Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Fisik :


Kepala : Normocephal, rambut Kepala : Normocephal, rambut Kepala : Normocephal, Kepala : Normocephal,
hitam tersebar merata, tidak hitam tersebar merata, tidak rambut hitam tersebar merata, rambut hitam tersebar
mudah dicabut. mudah dicabut. tidak mudah dicabut. merata, tidak mudah dicabut.
Kulit : sianosis (-), pucat (-), Kulit : sianosis (-), pucat (-), Kulit : sianosis (-), pucat (-), Kulit : sianosis (-), pucat
14

ikterik (-), ruam (-) ikterik (-), ruam (-) ikterik (-), ruam (-) (-), ikterik (-), ruam (-)
Mata : Konjungtiva anemis Mata : Konjungtiva anemis Mata : Konjungtiva anemis Mata : Konjungtiva anemis
(-)/(-), sklera ikterik (-)/(-) (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-) (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-) (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
Hidung : pernapasan cuping Hidung : pernapasan cuping Hidung : pernapasan cuping Hidung : pernapasan cuping
hidung(-), rhinorea (-/-), hidung(-), rhinorea (-/-), hidung(-), rhinorea (-/-), hidung(-), rhinorea (-/-),
deviasi septum nasi (-) deviasi septum nasi (-) deviasi septum nasi (-) deviasi septum nasi (-)
Telinga : otore (-)/(-), pina Telinga : otore (-)/(-), pina Telinga : otore (-)/(-), pina Telinga : otore (-)/(-), pina
recoil segera recoil segera recoil segera recoil segera
Bibir : mukosa bibir lembab Bibir : mukosa bibir lembab Bibir : mukosa bibir lembab Bibir : mukosa bibir lembab
(+), sianosis (-) (+), sianosis (-) (+), sianosis (-) (+), sianosis (-)
Mulut : perdarahan gusi (-), Mulut : perdarahan gusi (-), Mulut : perdarahan gusi (-), Mulut : perdarahan gusi (-),
karies (-) karies (-) karies (-) karies (-)
Lidah : lidah kotor (-) Lidah : lidah kotor (-) Lidah : lidah kotor (-) Lidah : lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Leher : Pembesaran KGB (-), Leher : Pembesaran KGB (-), Leher : Pembesaran KGB
peningkatan JVP (-) peningkatan JVP (-) peningkatan JVP (-) (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks : pengembangan dada Thoraks : pengembangan dada Thoraks : pengembangan dada Thoraks : pengembangan
simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-) simetris, retraksi (-) dada simetris, retraksi (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Paru : Vesikuler (+/+), Paru : Vesikuler (+/+), Paru : Vesikuler (+/+),
Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Ronchi (-/-), Wheezing (-/-) Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor : Bunyi Jantung S1S2 Cor : Bunyi Jantung S1S2 Cor : Bunyi Jantung S1S2 Cor : Bunyi Jantung S1S2
tunggal reguler, murmur (-), tunggal reguler, murmur (-), tunggal reguler, murmur (-), tunggal reguler, murmur (-),
gallop (-) gallop (-) gallop (-) gallop (-)
Abdomen : supel, Bising Abdomen : supel, Bising Abdomen : supel, Bising Abdomen : supel, Bising
usus (+) kesan normal usus (+) kesan normal usus (+) kesan normal usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, Ekstremitas : akral hangat, Ekstremitas : akral hangat, Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik, edema -/- CRT < 2 detik, edema -/- CRT < 2 detik, edema -/- CRT < 2 detik, edema -/-
A DM tipe I DM tipe I DM tipe I DM tipe I
15

P P/ dx : P/ dx : P/ dx : P/ dx :
– KIE Keluarga – KIE Keluarga – KIE Keluarga – KIE Keluarga
– Tatalaksan diagnosis – Tatalaksan diagnosis – Tatalaksan diagnosis – Tatalaksan diagnosis
– Cek GDP dan GDS – Cek GDP dan GDS – Cek GDP dan GDS – Cek GDP dan GDS
P/ tx P/ tx P/ tx P/ tx
– Diet 1700 kkal/hari – Diet 1700 kkal/hari – Diet 1700 kkal/hari – Diet 1700 kkal/hari
– Novorapid 3 x 6 unit – Novorapid 3 x 6 unit – Novorapid 3 x 6 unit – Novorapid 8 8 6 unit
S.C S.C S.C S.C
– Levemir 1 x 8 unit S.C – Levemir 1 x 8 unit S.C – Levemir 1 x 8 unit S.C – Levemir 1 x 8 unit
(22.00 S.C) (22.00 S.C) (22.00 S.C) S.C (22.00 S.C)
16

IX. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 11 tahun rujukan dari RS. Wirasakti datang dengan keluhan
mengompol 3 kali sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan gejala lain seperti
frekuensi makan meningkat sekitar 4 kali dalam sehari tetapi tidak ada penambahan
berat badan sejak gejala muncul, frekuensi minum meningkat, dan buang air kecil
sekitar 10 kali dalam sehari dan kencing dikerubungi semut sejak bulan februari 2021.
Kakek dari ayah pasien mengidap DM tipe 2 dan pasien punya riwayat sakit asma
sejak kecil tetapi tidak ada serangan 2 tahun terakhir. Keluhan lain seperti demam,
mual, muntah, dan diare disangkal, pemeriksaan fisik dalam batas normal dan pada
pemeriksaan lab didapatkan kenaikan glukosa darah puasa maupun sewaktu dan pada
pemeriksaan urin lengkap, terdapat glukosa dalam urin.

X. DIAGNOSA DEFINITIF
Diabetes Melitus tipe 1
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad sanationam : dubia at bonam
Quo ad functionam : dubia at bonam
C. DISKUSI
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien anak laki-laki usia 11 tahun
rujukan dari RS. Wirasakti masuk lewat IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes dengan
keluhan mengompol 3 kali sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan gejala lain
seperti frekuensi makan meningkat sekitar 4 kali dalam sehari tetapi tidak ada
penambahan berat badan sejak gejala muncul, frekuensi minum meningkat, dan buang
air kecil sekitar 10 kali dalam sehari dan kencing dikerubungi semut sejak bulan
februari 2021. Kakek dari ayah pasien mengidap DM tipe 2 dan pasien punya riwayat
sakit asma sejak kecil tetapi tidak ada serangan 2 tahun terakhir. Keluhan lain seperti
demam, mual, muntah, dan diare disangkal.
17

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit metabolik yang diakibatkan


oleh ketidakcukupan atau berhentinya produksi insulin oleh sel beta pankreas
sehingga terjadi hiperglikemia. Prevalensi DM tipe-1 sangat bervariasi. Di beberapa
negara barat kasus DM tipe-1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah penderita diabetes
dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DM tipe-1.
Insiden tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di
Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih
tinggi pada ras Kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya. Diperkirakan diseluruh
dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15 tahun akan berkembang menjadi
DM tipe-1(3,5).
Insiden diabetes mellitus Tipe-1 pada anak di dunia dan Indonesia terus
meningkat. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tercatat 1220
dengan DM tipe-1 pada tahun 2018. Seorang anak dikatakan mengidap penyakit
DM tipe 1 jika memenuhi salah satu kriteria berikut : gejala klasik diabetes (Poliuri,
polifagi, polidipsi), glukosa plasma ≥200 mg/dL, glukosa puasa plasma ≥126
mg/dl, Glukosa 2 jam postprandial ≥200 mg/dL dengan Uji Toleransi Glukosa Oral
dan HbA1c > 6,5%. Gejala lain yang dapat ditemukan pada anak dengan DM tipe 1
adalah penurunan berat badan, kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh,
glukosuria, pandangan kabur dan gangguan perilaku(4).
Dalam keadaan normal, sekitar 50% glukosa yang dikonsumsi mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan
kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada kondisi diabetes, semua proses
tersebut terganggu yang mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke sel sehingga
energi diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Hiperglikemia sendiri relatif
tidak berbahaya, kecuali bila kadarnya tinggi sehingga darah menjadi hiperosmotik
terhadap cairan intrasel sehingga menyebabkan glukosa keluar bersama urin
(glukosuria), terjadi diuretik osmotik dan diuresis meningkat (poliuria). Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM.
Akibat kekurangan cairan yang terjadi karena poliuri, tubuh mengompensasi hal
tersebut dengan dengan banyak minum (polidipsia) untuk menggantikan cairan
yang hilang. Polifagia (banyak makan) timbul karena adanya perangsangan pusat
18

nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di sel, jaringan,


dan hati. Pada penderita DM tipe 1 dapat terjadi penurunan berat badan yang
disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh memetabolisme glukosa dalam darah
menjadi energi akibat kekurangan insulin, yang menyebabkan terjadinya
glukoneogenesis dengan bahan dasar lemak dan protein. Apabila kondisi ini terus
berlangsung maka akumulasi lemak dan protein tubuh mulai berkurang sehingga
terjadi penurunan berat badan.Teori tersebut sesuai dengan anamnesis yang
dilakukan pada pasien dan ibu pasien, diketahui bahwa nafsu makan pasien
meningkat, pasien banyak minum, pasien sering berkemih bahkan mengompol pada
malam hari, kencing pasien dikerubungi semut dan berat badan pasien yang tidak
meningkat sejak bulan februari 2021(1,3,6).
Pada pemeriksaan fisik, pasien tidak mengeluh adanya kesemutan, lemas,
pandangan kabur, luka yang sukar sembuh selain itu, pada pemeriksaa fisik pada
pasien dalam batas normal. Untuk menajamkan diagnosis DM tipe I maka harus
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pengecekan kadar gula darah puasa dan
gula darah sewaktu. Pada pengecekan gula darah puasa maupun sewaktu pada
pasien selama 4 hari didapatkan GDP selalu > 126 mg/dL dan GDS selalu >200
mg/dL selain itu pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasil bahwa terdapat
glukosa pada urin pasien. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada diabetes mellitus
tipe 1 terjadi kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun, maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti yang mengakibatkan
glukosa di dalam darah meningkat dan tidak dapat dibawa ke sel untuk
dimetabolisme menjadi energi dan juga menyebabkan darah hiperosmotik terhadap
cairan intrasel sehingga menyebabkan glukosa keluar bersama urin (glukosuria)(1,6).
Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai DM tipe 1 yang rendah
seringkali menyebabkan keterlambatan diagnosis sehingga saat anak mengalami
gejala seperti polifagi, poliuri dan polidipsi, seringkali diabaikan oleh orang tua dan
menganggap hal tersebut wajar karena anak dalam masa pertumbuhan, sehingga
banyak kasus DM tipe I pada anak yang datang ke rumah sakit dalam keadaan
ketoasidosis diabetik.Berdasarkan anamnesis, ibu pasien mengaku bahwa awalnya
ia senang karena anaknya banyak makan dan banyak minum tetapi mulai khawatir
19

ketika kakek pasien mengatakan bahwa kencing pasien sering dikerubungi semut
dan ketika pasien mengompol selama 3 hari barulah ibu pasien membawa pasien ke
rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter(3).
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang diyakini berperan dalam
terjadinya DM tipe I pada anak meskipun hampir 80% penderita DM tipe-1 baru
tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit serupa. Faktor genetik
dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistim HLA bukan merupakan faktor
satu-satunya ataupun faktor dominan pada patogenesis DM tipe-1. Sistem HLA
berperan sebagai suatu faktor kerentanan, sehingga diperlukan suatu faktor pemicu
yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala
klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan. Apabila dikaitkan dengan HLA,
diperkirakan 10% penderita diabetes mempunyai riwayat keluarga diabetes. Risiko
pada kembar identik adalah kurang dari 40%, sedangkan pada saudara kandung
diperkirakan 4% pada usia 20 tahun, dan 9,6% pada usia 60 tahun dibandingkan
0,5% pada seluruh populasi. Pada pasien ini didapatkan bahwa kakek pasien
mengidap DM tipe 2(3).
Penanganan DM tipe 1 terdiri dari beberapa komponen yaitu pemberian
insulin, pengaturan makan, aktivitas fisik, edukasi dan pemantauan mandiri.
Pemberian terapi insulin bertujuan menjamin kadar insulin yang cukup di dalam
tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme akibat efek glikemik
dari makanan. Terdapat 6 jenis sediaan insulin yang tersedia di Indonesia untuk
penderita diabetes yaitu insulin kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja
panjang, basal analog dan insulin campuran. Pemilihan regimen insulin harus
memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama menderita diabetes melitus, gaya
hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb), target kontrol metabolik,
dan kebiasaan individu maupun keluarganya. Bagi anak-anak sangat dianjurkan
paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (insulin kerja cepat/ pendek
dengan insulin basal)(3,7).
Insulin kerja cepat merupakan Insulin yang mempunyai awitan kerja cepat
(5-15 menit), puncak kerja 30-90 menit, dan lama kerja berkisar 3-5 jam. insulin
20

kerja cepat efektif digunakan pada jam makan dan digunakan untuk
penatalaksanaan insulin saat sakit

Gambar 1. Profil farmakokinetik insulin kerja cepat (rapid acting)

Insulin kerja pendek merupakan insulin yang memiliki onset kerja 30 menit
sampai 1 jam dan mencapai puncak kerja 2-4 jam setelah diinjeksi. Durasi kerjanya
sedikit lebih lama daripada rapid acting insulin yaitu sekitar 5-8 jam dan diinjeksi
30 menit sebelum makan. Insulin kerja pendek Biasanya digunakan untuk
mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, penderita baru, dan tindakan bedah.
Balita Penderita DM tipe-1 sebaiknya menggunakan insulin jenis ini untuk
menghindari efek hipoglikemia akibat pola makan yang seringkali tidak teratur(3,7).

Gambar 2. Profil farmakokinetik insulin kerja cepat (short acting)

Insulin basal analog merupakan insulin yang mempunyai kerja panjang


sampai dengan 24 jam. Saat ini sudah tersedia insulin glargine dan detemir,
keduanya mempunyai profil kerja yang bisa diprediksi dengan variasi harian yang
lebih stabil dibandingkan insulin kerja menengah. Mengingat sifat kerjanya yang
tidak mempunyai kadar puncak (peakless) dengan lama kerja hingga 24 jam, maka
glargine dan detemir direkomendasikan sebagai insulin basal. glargine dan detemir
efektif menurunkan kadar glukosa darah puasa pada kelompok usia 5-16 tahun, dan
21

efektif mengurangi risiko terjadinya hipoglikemia nokturnal berat sehingga dapat


diinjeksi pada malam hari sebelum tidur (22:00) (3,7).

Gambar 3. Profil farmakokinetik insulin basal.

Pemberian terapi insulin harus memperhatikan dosis yaitu,


 Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/hari
 Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1 IU/kg/hari
 Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.
Dalam terapi insulin terkadang dibutuhkan penyesuaian dosis insulin yang
bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik yang optimal, tanpa meningkatkan
risiko terjadinya hipoglikemia dan tanpa mengabaikan kualitas hidup penderita baik
jangka pendek maupun jangka panjang(3,7).
Teori tersebut sesuai dengan tatalaksana insulin yang diberikan pada pasien
dimana pasien dirawat inap selama 4 hari. Pada 3 hari awal pasien diberikan insulin
kerja cepat (Novorapid) dengan dosis 3 x 6 unit secara sub kutan sesaat sebelum
makan dan diberikan insulin basal analog (Levemir) dengan dosis 1 x 8 unit secara
sub kutan sebelum tidur sekitar jam 22:00. Pada hari ke 4 dirawat inap terjadi
sedikit perubahan dosis Novorapid menjadi (8 8 6) dan dosis levemir tetap 1 x 8
unit. Perubahan dosis terjadi karena berdasarkan pemantauan GDS pasien, selalu
terjadi peningkatan GDS siang dan sore di kisaran 216 mg/dL – 424 mg/dL. Pada
dasarnya kebutuhan insulin harus sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh,
namun masalahnya penyesuaian dosis insulin tidak akan selalu memberikan hasil
22

yang diharapkan karena belum ada regimen insulin yang benar-benar sesuai dengan
fisiologi alamiah insulin(3,7).
Untuk mendapatkan efek insulin yang diharapkan, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penyerapan insulin. Faktor-faktor tersebut adalah lokasi, kedalaman
suntikan, jenis insulin, dosis insulin dan kegiatan fisik. Tempat suntikan biasa
dilakukan pada beberapa area yaitu, Abdomen (tempat yang paling disukai jika
membutuhkan absorpsi yang cepat), Lengan samping atas, Bokong samping atas
(pada anak, seluruh bagian atas dapat digunakan). Insulin harus disuntikkan secara
subkutan dalam dengan melakukan ‘pinched’ (cubitan) dan jarum suntik harus
membentuk sudut 45 derajat atau 90 derajat bila jaringan subkutannya tebal.
Penyuntikan ini dapat dilakukan pada daerah yang sama setiap hari tetapi tidak
dianjurkan untuk melakukan penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan
sangat dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi. Teori
tersebut sesuai dengan tatalaksana penyuntikan insulin yang dilakukan pada pasien
dimana penyuntikan dilakukan pada area lengan atas, abdomen dan bokong dengan
sudut suntikan 45 – 90 derajat secara sub kutan) (3,7).
Pengaturan asupan nutrisi penderita DM tipe 1 bertujuan untuk mencapai
kontrol metabolik tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme
basal, pertumbuhan, pubertas dan aktivitas fisik.
23

Gambar 3. Kecukupan kalori yang dianjurkan tiap hari


Pada penderita DM tipe I disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan indeks
glikemis yang rendah dengan komposisi makanan yang disarankan per hari adalah
karbohidrat 50-55%, lemak 30-35 %, protein 10-15% dan untuk kebutuhan vitamin
dan mineral pada anak diabetes sama dengan anak sehat lainnya. Jenis karbohidrat
yang dianjurkan adalah yang berserat tinggi seperti buah buahan, sayuran segar,
kacang-kacangan, roti gandum, sereal dan nasi merah. Jenis lemak yang dasarankan
bagi penderita DM adalah asam lemak tak jenuh rantai ganda atau PUFA
(Polyunsaturated fatty acid) yang bisa didapat pada minyak ikan, kedelai, biji-
bijian, jagung dan kacang-kacangan. Untuk memenuhi kebetuhan protein
disarankan mengonsumsi ayam, ikan, sayuran berprotein dan susu rendah lemak.
Teori tersebut sesuai dengan pemberian nutrisi pada pasien dimana kebutuhan
kalori pasien ini adalah 1700 kkal/hari dengan komposisi karbohidrat 55%, protein
15% dan lemak 30% dengan pemberian makan utama 3 kali sehari dan 2 kali
selingan berupa (3,7) :
Pagi Siang Malam
Nasi 75 gram Nasi 100 gram Nasi 75 gram
Tempe goreng 50 gram Telur dadar 75 gram Ikan goreng 50 gram
24

Ayam bumbu 50 gram Tahu bumbu 50 gram Perkedel tempe 50 gram


Sayur 150 gram Sayur 150 gram Sayur 150 gram
Susu Diabetasol 150 ml Pisang 100 gram
Pisang rebus 100 gram

Pemantauan glukosa darah mandiri di rumah merupakan hal mendasar yang


harus dilakukan. Pemantauan glukosa darah di rumah memungkinkan pasien untuk
melakukan penyesuaian insulin terhadap makanan yang dikonsumsi menjadi lebih
baik dan memungkinkan pasien DM untuk mengkoreksi kadar glukosa darah yang
mungkin berada diluar target. Untuk memaksimalkan kontrol glukosa darah maka
pemantauan harus dilakukan 4-6 kali sehari yaitu, Pagi hari setelah bangun tidur
untuk melihat kadar glukosa darah setelah puasa malam hari, setiap sebelum makan
dan pada malam hari untuk mendeteksi hipoglikemia atau hiperglikemia.
Pemantauan glukosa darah mandiri dilakukan secara lebih sering pada olahraga
dengan intensitas tinggi yaitu sebelum, selama dan setelah melakukan kegiatan
tersebut. Teori tersebut sesuai dengan edukasi yang diberikan dokter dan tenaga
medis kepada ibu pasien agar selalu mengecek kadar glukosa darah pasien setiap
jam 6 pagi, sebelum makan siang (12:00) dan sebelum makan malam (18:00) (3,7).
Edukasi merupakan hal yang tidak kalah penting dan tidak boleh dianggap
sepele. Edukasi harus dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat
pengetahuan serta status sosial penderita/keluarga. Sasaran edukasi adalah pasien
dan kedua orang tua, serta pengasuhnya. Edukasi tahap pertama dilakukan pada
orang tua dengan anak pengidap DM tipe 1 meliputi, pengetahuan dasar mengenai
DM tipe 1, pengaturan makanan, insulin (jenis, cara pemberian, efek samping dll),
dan pertolongan pertama pada kedaruratan medik akibat DM tipe 1 (hipoglikemia,
pemberian insulin pada saat sakit). Edukasi tahap kedua selanjutnya berlangsung
selama konsultasi di poliklinik. Pada tahap ini, edukasi berisi penjelasan lebih
terperinci tentang patofisiologi, olahraga, komplikasi, serta bagaimana menghadapi
lingkungan sosial. Pada pasien ini sudah dilakukan edukasi sesuai teori dan lebih
ditekankan pada pemilihan makanan dengan indeks glikemis rendah seperti pisang
rebus dan kentang rebus, mengingatkan orang tua dan pasien agar selalu mengecek
25

kadar glukosa dan dicatat dalam sebuah buku dan memberi semangat serta motivasi
kepada pasien maupun orang tua(7).
Penyakit DM dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yaitu
komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara
lain hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai
pada saat diagnosis pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat pemakaian insulin
yang salah. Risiko terjadinya KAD meningkat antara lain pada anak dengan kontrol
metabolik yang jelek, riwayat KAD sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan
gangguan makan, keadaan sosio-ekonomi kurang, dan tidak adanya asuransi
kesehatan. Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskular
berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang
sering didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah
menderita lebih dari 8 tahun. Faktor risiko timbulnya retinopati antara lain kadar
gula yang tidak terkontrol dan lamanya menderita diabetes. Nefropati diperkirakan
dapat terjadi pada 25%-45% pasien DM tipe 1 dan sekitar 20%-30 akan mengalami
mikroalbuminuria subklinis. Mikroalbuminuria merupakan manifestasi paling awal
timbulnya nefropati diabetik. Neuropati merupakan komplikasi yang jarang
didapatkan pada anak dan remaja, tetapi dapat ditemukan kelainan subklinis dengan
melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan saraf perifer(8).

D. KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus DM tipe 1 pada anak laki-laki usia 11 tahun. Diagnosis
ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Riduan RJ. Penatalaksanaan KAD Dan Dm Tipe 1 Pada Anak Usia 15 Tahun.

J Medula Unila. 2017 :114–22.

2. Hermayanti D. Hiperglikemia Pada Anak Dengan Diagnosis Diabetes

Mellitus Type-1 , Diferential Diagnostic Maturity Onset Diabetes Of The

Young (Mody). Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Malang; 2018. 77-80

3. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1; Ukk

Endokrinologi Anak Dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia World

Diabetes Foundation: 2015. 1-50.

4. Pulungan Ab, Annisa D, Imada S. Diabetes Melitus Tipe-1 Pada Anak:

Situasi Di Indonesia Dan Tata Laksana (Type 1 Diabetes Mellitus In

Children: Situation And Management In Indonesia). Sari Pediatri.

2019;20(6):392.

5. Hermayanti D, Nursiloningrum E. Hiperglikemia Pada Anak. Saintika Med.

2018;13(1):25.
27

6. Rias Ay. Hubungan Antara Berat Badan Dengan Kadar Gula Darah Acak

Pada Tikus Diabetes Mellitus. J Wiyata. 2017;4(1):72–7.

7. Idai. Diagnosis Dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 Pada Anak Dan

Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017;1–15.

8. Himawan Iw, Pulungan Ab, Tridjaja B, Batubara Jrl. Komplikasi Jangka

Pendek Dan Jangka Panjang Diabetes Mellitus Tipe 1 (Short- And Long-

Term Complications Of Type 1 Diabetes Mellitus). Sari Pediatri.

2016;10(6):367.

LAMPIRAN
28
29

Anda mungkin juga menyukai