Anda di halaman 1dari 35

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran November 2016


Universitas Muslim Indonesia

DBD GRADE II

Disusun oleh :
Fatia Pujiati A.H
111 2015 2184

Pembimbing :
dr. Hj. Yulianti Mochtar, Sp.A, M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Di RSUD Andi Makkasau
Pare - Pare
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan


masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di
daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup
tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand,
saat ini ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang
mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995.
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD
dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat
menurun hingga kurang dari 1% (WHO, 2008).1
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama
30 tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695
kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100.000 penduduk.
Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus/Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes
RI, 2008). Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh provinsi di
Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD
(Depkes RI, 2008).1
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara.
Kelembaban udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes
Aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit
mungkin akan berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung
dari iklim dan kelembaban udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai
awal Januari sampai dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, 2006).1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 120747
Nama : An. NA
Tanggal Lahir/Umur : 13 Agustus 2007/9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara
Alamat Orangtua : Jl. U. Lero Suppa, Pinrang
Bangsa/Suku : Indonesia/Bugis
Tanggal Masuk RS : 20 November 2016
Ruang Perawatan : 09.00 WITA
Lama Perawatan : 3 hari
Tanggal Pemeriksaan : 22 November 2016

B. IDENTITAS ORANG TUA/WALI


Ayah : Nama : Tn. AS
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu : Nama : Ny. J
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SD

3
C. STATUS UMUM
Keluhan Utama : Demam

Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 7 hari SMRS, terus menerus, menggigil (-). Demam turun
dengan pemberian obat Paracetamol dan Amoxicilin dari puskesmas
namun pada hari ke 5 demam turun tetapi pasien mengeluh BAB hitam
dan muntah agak kecoklatan. Sakit kepala (+), batuk (-), sesak (-), mual
(+), muntah (+), nyeri perut (+), merasa pegal diseluruh badan (+).
Tampak juga bintik-bintik kemerahan pada kulit. BAK lancar. Riwayat
kejang demam (-), riwayat BBLR (-), ASI eksklusif (+), riwayat imunisasi
wajib lengkap (+).

Riwayat Pengobatan Sebelumnya : PCT dan Amoxicilin dari PKM

Riwayat Keluarga-Sosial :
Riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga (+), riwayat
menderita penyakit yang sama dalam lingkungan sekolah (+).

Status Neonatologi dan Tumbuh Kembang :


Pasien lahir di rumah sakit ditolong bidan secara spontan dan ketuban
berwarna jernih. Berat badan lahir (BBL) dan panjang badan lahir (PBL)
tidak diingat oleh orang tua. Riwayat pemberian Vit. K (+) dan vaksin
hepatitis B (+). Riwayat berbalik saat 3 bulan, duduk saat 7 bulan, gigi
pertama pasien muncul saat berumur 12 bulan dan mulai berbicara satu
suku kata saat 12 bulan.

Status Gizi :
a. Makanan
Sebelum yang dialami saat ini, kebiasaan/pola makan pasien menurut
orang tua baik. Pasien sering memakan jajanan di sekolahnya.

4
b. Antropometri
BB : 19 kg
TB : 108 cm

Status Gizi Menurut CDC 2000


BB/TB
S

5
Anak usia 9 tahun 3 bulan
BB : 19 kg
TB : 108 cm
19
BB/TB : x 100% = 17 x 100% = 111% (Overweight)

Status imunisasi : Lengkap

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi lebih, composmentis
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg P : 32x/menit
N : 131x/menit S : 37,70C
a. Kepala
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Mata Cekung : (-)
Bibir : Sianosis (-), kering (-), stomatitis (-)
b. Leher
Massa tumor (-), nyeri tekan (-), deviasi trakea (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-)
c. Thorax
Inspeksi : Simetris (ki=ka), ikut gerak nafas, normochest,
retraksi (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus
(ki=ka)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi pernafasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
d. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas ICS II

6
Batas kanan bawah ICS V linea parasternalis
Batas kiri ICS V linea medioclavicularis
Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising jantung (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Tymphani
f. Eksremitas
Edema (-), deformitas (-), fraktur (-), krepitasi (-)
g. Lain-Lain
Genital dan anus dalam batas normal
Rumple leed test (+)
Petechie (+)

E. RESUME
Pasien dengan keluhan demam yang dialami sejak 7 hari SMRS, terus
menerus. Demam turun dengan pemberian obat Paracetamol dan
Amoxicilin dari puskesmas pada hari ke 5 demam turun tetapi pasien
mengeluh BAB hitam dan muntah agak kecoklatan. Sakit kepala (+), mual
(+), muntah (+), nyeri perut (+), merasa pegal di seluruh badan (+). BAK
lancar. Petechie (+), Rumple leed test (+). Pasien sering memakan jajanan
di sekolahnya. Tinggal dirumah bersama kedua orang tua dan kakaknya.
Riwayat menderita penyakit yang sama dilingkungan keluarga dan sekolah
(+). Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik. Riwayat BBLR (-), ASI
eksklusif (+), riwayat imunisasi wajib (+) lengkap. Pemeriksaan fisis
didapatkan KU : sakit sedang, gizi lebih, composmentis. TD : 100/70
mmHg, N : 131x/menit, P: 32x/menit , S : 37,70C dengan status
antropometri gizi overweight.

7
F. DIAGNOSA KERJA
DBD Grade II

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin pada tanggal 20 November 2016
HASIL NILAI RUJUKAN
RBC 5.25 x 106/mm3 3.80 6.50
HGB 13.8 g/dL 11.5 17.0
HCT 41.8 % 37.0 54.0
MCV 80 m3 80 100
MCH 26.3 pg 27.0 32.0
MCHC 33.0 g/dL 32.0 36.0
PLT 8 x 103/mm3 150 - 500
WBC 8.4 x 103/mm3 4.0 10.0
NEU 27.6 % -
LYM 37.2 % -
MON 22.7 % -
EOS 4.1 % -
BAS 8.4 % -
LED 6 mm/jam 15 mm/jam
Tes Widal Negatif (-) Negatif (-)
Anti Dengue
Positif (+) Negatif (-)
IgG
Anti Dengue
Positif (+) Negatif (-)
IgM
GDS 70 mg/dl 140

H. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 16 tpm
- Inj. Ceftazidin 750 mg/12j/IV (skin test)

8
- Inj. Sanmol 170 mg/8j/IV
- Inj. Ranitidin amp/12j/IV

I. FOLLOW UP
SUBJECTIVE (S),
TANGGA OBJECTIVE (O), INSTRUKSI/IMPLEMENT
L ASSESMENT (A), ASI
PLANNING (P)
S : Demam (+), sakit kepala
(+), mual (+), muntah
warna coklat (+), BAB
hitam, BAK lancar.
O : Status vital :
TD : 100/70 mmHg
N : 88x/menit R/

P : 20x/menit - IVFD RL 5 cc/kgBB =

S : 37,90C 26 tpm

An (-/-), ikt (-/-) - Ceftazidim 850


21/11/201
Thoraks : mg/12j/IV
6
Bp : vesikuler - Ranitidin 15 mg/8j/IV
HARI KE
Rh (-/-), Wh (-/-) - B comp 2x1
-1
BJ I//II murni, regular - Psidii syr 3x1 cth

Abdomen : Peristaltik (+) - Sanmol 170 mg/8j/IV

kesan normal, NT (-) - Banyak minum

Ekstremitas : edema (-)


Petechie (+)
A : DBD grade II
P : Cek DR
HASI NILAI
L RUJUKA
N

9
RBC 4.99 4.06-5.58
HGB 13.4 12.9-15.9
HCT 40.1 37.7-53.7
MCV 80 81-96
MCH 26.9 27.0-31.2
MCH 33.5 31.8-35.4
C
PLT 16 155-366
WBC 7.8 3.7-10.1
NEU 25.8
LYM 41.7
MON 20.5
EOS 7.1
BAS 4.9

S : Demam (-), sakit kepala


(+), mual muntah (-),
BAB hitam (+), BAK
lancar.
O : Status vital :
TD : 100/70 mmHg
R/
N : 90x/menit
- IVFD RL 26 tpm
P : 22x/menit
22/11/201 - Ceftazidim 850
S : 36,50C
6 mg/12j/IV
An (-/-), ikt (-/-)
HARI KE - Ranitidin 15 mg/8j/IV
Thoraks :
-2 - B comp 2x1
Bp : vesikuler
- Psidii syr 3x1 cth
Rh (-/-), Wh (-/-)
- Banyak minum
BJ I//II murni, regular
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal, NT (-)
Ekstremitas : edema (-)
Petechie (+) namun sudah
berkurang

10
A : DBD grade II
P : Cek DR
HASI NILAI
L RUJUKA
N
RBC 4.77 4.06-5.58
HGB 12.8 12.9-15.9
HCT 38.9 37.7-53.7
MCV 82 81-96
MCH 26.8 27.0-31.2
MCH 32.8 31.8-35.4
C
PLT 50 155-366
WBC 6.6 3.7-10.1
NEU 21.2
LYM 49.0
MON 16.5
EOS 10.5
BAS 2.8

S : Demam (-), sakit kepala (-


), BAB hitam (-)
O : Status vital :
R/
TD : 100/70 mmHg
- IVFD RL 26 tpm
N : 96x/menit
- Ceftazidim 850
23/11/201 P : 28x/menit
mg/12j/IV
6 S : 36,80C
- B comp 2x1
HARI KE An (-/-), ikt (-/-)
- Psidii syr 3x1 cth
-3 Thoraks :
- Banyak minum
Bp : vesikuler
- Ranitidin (stop)
Rh (-/-), Wh (-/-)
BJ I//II murni, regular
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal, NT (-)

11
Ekstremitas : edema (-)
Petechie (-)
A : DBD grade II
P : Cek DR
HASI NILAI
L RUJUKA
N
RBC 4.72 4.06-5.58
HGB 12.4 12.9-15.9
HCT 38.0 37.7-53.7
MCV 81 81-96
MCH 26.4 27.0-31.2
MCH 32.7 31.8-35.4
C
PLT 172 155-366
WBC 6.9 3.7-10.1
NEU 26.7
LYM 40.6
MON 16.5
EOS 14.9
BAS 1.3

S : Demam (-), sakit kepala (-


), BAB hitam (-)
O : Status vital :
TD : 100/70 mmHg
R/
24/11/201 N : 88x/menit
- Aff infus
6 P : 25x/menit
- Psidii syr 3x1 cth
HARI KE- S : 370C
- B comp 2x1
4 An (-/-), ikt (-/-)
- Boleh rawat jalan
Thoraks :
Bp : vesikuler
Rh (-/-), Wh (-/-)
BJ I//II murni, regular

12
Abdomen : Peristaltik (+)
kesan normal, NT (-)
Ekstremitas : edema (-)
Petechie (-)
A : DBD grade II
P: -

J. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam

13
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien dalam laporan kasus ini, seorang anak perempuan, usia 9 tahun 3
bulan, BB 19 kg, masuk rumah sakit dengan keluhan demam yang dialami
sejak 7 hari SMRS, terus menerus. Demam turun dengan pemberian obat
Paracetamol dan Amoxicilin dari puskesmas namun pada hari ke 5
demam turun tetapi pasien mengeluh BAB hitam dan muntah agak
kecoklatan. Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri perut (+), merasa
pegal diseluruh badan (+). BAK lancar. Petechie (+), Rumple leed test (+).
Pasien sering memakan jajanan di sekolahnya. Tinggal dirumah bersama
kedua orang tua dan kakaknya. Riwayat menderita penyakit yang sama
dilingkungan keluarga dan sekolah (+). Pertumbuhan dan perkembangan
pasien baik. Riwayat BBLR (-), ASI eksklusif (+), riwayat imunisasi wajib
(+) lengkap. Pemeriksaan fisis didapatkan KU : sakit sedang, gizi lebih,
composmentis. TD : 100/70 mmHg, N : 131x/menit, P: 32x/menit , S :
37,70C dengan status antropometri gizi overweight.

DEFENISI
Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
Sesuai pustaka diatas, didalam kasus didapatkan bahwa manifestasi
klinis yang didapatkan adalah adanya demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi disertai adanya ruam, trombositopenia.

14
PATOGENESIS
Hipotesis infeksi heterolog sekunder oleh Halstead pada tahun
1973 (the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential
infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut oleh sebagian besar
sarjana sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan hipotesis
ini seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan infeksi berulang
oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu,
yang berkisar diantara 6 bulan 5 tahun. Hipotesis lain menentangnya
ialah hipotesis virulensi virus; menurut hipostesis ini perbedaan virulensi
serotipe/strain serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya DHF.2
Kelemahan hipotesis pertama ialah ketika dilaporkan adanya kasus
DSS pada seorang anak wanita berumur 3 tahun di Jakarta yang
mengalami infeksi primer. Kelemahan hipotesis kedua ialah tidak adanya
bukti eksperimental, baik percobaan binatang maupun kultur jaringan yang
dapat membuktikan perbedaan virulensi keempat serotipe/strain serotipe
virus dengue.3

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD


Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

15
dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui
berperan dalam patogenesis DBD adalah :4
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent
enchancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead
dan peneliti lain menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non
netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T
sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.4
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel
yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan

16
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium
III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga
berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak
(kalikrein C1-inhibitor complex).4

Gambar 2. Patofisiologi berdasarkan gejala yang muncul pada DHF5

GAMBARAN KLINIS

Gambar 3. Klasifikasi infeksi virus dengue5

17
Gambaran klinis pada infeksi virus dengue mulai dari
asimptomatis sampai keadaan yang berat bahkan sampai menyebabkan
kematian jika tidak mendapat penanganan. Kasus simptomatis
dikelompokkan menjadi Undifferentiated febrile illness (UF), dengue
fever (DF), dengue hemoragic fever (DHF), dengue shock syndrom (DSS),
dan unusual dengue (UD) atau expanded dengue syndrom (EDS).5
Klasifikasi gejala akibat infeksi virus dengue :5
Undifferentiated febrile illness (UF) tidak dapat didiagnosis secara
klinis namun diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi atau
virologi.
Dengue fever (DF) dianggap sebagai gangguan sedang karena laporan
kematian pada DF masih jarang, tapi perdarahan masif dapat
ditemukan pada kasus DF.
Dengue hemoragic fever (DHF) gambaran klinis pada fase febrile
tampak sama pada kelompok DF. Temuan khas pada DHF adalah
peningkatan permeabilitas vaskular (plasma leakage). Jika plasma
leakage terjadi pada pleura dan cavitas peritoneum maka dapat
menyeabkan efusi pleura dan asites.
Dengue shock syndrom (DSS) gambaran yang ditemukan hampir
mirip dengan DHF namun pada DSS kebocoran plasma yang terjadi
sangat hebat sampai menyebabkan pasien syok.
(Unusual dengue) UD atau expanded dengue syndrom (EDS) kasus
yang jarang terjadi, dengan kasus DHF disertai syok yang
berkepanjangan atau DHF dengan komorbiditas atau DHF yang
disertai infeksi lain.

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase


febris, fase kritis dan fase pemulihan.6

1. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari,


disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia,
artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri

18
tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti
petekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan
penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24
48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
3. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48
72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan
pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

Gambar 4. Gambaran klinis tiap fase dengue6

19
DIAGNOSIS

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis


dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan
adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak


2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia,
sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan.
Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis
ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan
dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam
terutama pada bayi.1

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet


(Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas
suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus,
petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan
palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran
cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok.1

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.1

20
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi :1

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik


Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
a. Uji bendung positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
d. Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
a. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
b. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemi

Sesuai dengan pustaka diatas, dalam kasus berdasarkan kriteria WHO


didapatkan demam 7 hari, uji bending (+), petekie, melena,
trombositopenia.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue5

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 Leukopenia


atau lebih tanda : Trombositopenia
sakit kepala, nyeri tidak ditemukan
retro-orbital, bukti kebocoran
myalgia, plasma.
arthralgia.

21
Serologi dengue
positif
DBD I Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah uji bukti ada kebocoran
bendungan positif plasma
DBD II Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah bukti ada
pendarahan kebocoran plasma
spontan.
DBD III Gejala diatas Trombositopenia,
ditambah bukti ada
kegagalan kebocoran plasma
sirkulasi (kulit
dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia,
dengan tekanan bukti ada
darah dan nadi kebocoran plasma
tidak terukur

* DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (DSS)

Tes Tourniquet
Sebuah tes tourniquet (juga dikenal sebagai Rumpel-Leede
Kerapuhan kapiler-Test atau hanya tes kerapuhan kapiler) menentukan
kapiler kerapuhan. Ini adalah metode diagnostik klinis untuk menentukan
kecenderungan perdarahan pada pasien. Ia menilai kerapuhan dinding
kapiler dan digunakan untuk mengidentifikasi trombositopenia (dengan
pengurangan count platelet).
Pengujian ini didefinisikan oleh WHO sebagai salah satu syarat
yang diperlukan untuk diagnosis DBD. Ketika manset tekanan darah

22
dipacu ke titik antara tekanan darah sistolik dan diastolik selama lima
menit, maka tes ini akan dinilai. Tes positif jika ada 10 atau lebih
petechiae per inci persegi. Dalam DBD tes biasanya memberikan hasil
positif yang pasti dengan 20 petechiae atau lebih. Tes ini tidak memiliki
spesifisitas tinggi.

Gambar 5. Sebuah tourniquet tes positif di sisi kanan pasien dengan


demam berdarah.

Menurut WHO pada tes tourniquet dilakukan penghitungan jumlah


petekie dalam daerah seluas 1 inci 2 (1 inci = 2,5 cm) dimana saja yang
paling banyak petekienya termasuk di bawah fosa cubiti dan bagian dorsal
lengan dan tangan. Dalam klinik untuk mempermudah penghitungan
digunakan plastik transparan dengan gambaran lingkaran beriameter 2,8
cm atau bujur sangkar dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm.

Gambar 6
Dengan demikian lingkaran atau bujur sangkar tersebut dapat
dengan mudah digeserkan di seluruh permukaan kulit dan dicari daerah di
mana petekie paling banyak. Dalam menilai kenaikan hematokrit harus

23
diingat pula pengaruh adanya anemia, perdarahan dan pemberian terapi
cairan dini. Untuk membuktikan adanya kebocoran plasma dapat pula
dicari efusi pleura pada pemeriksaan radiologik atau adanya
hipoalbuminemia. Dalam pengalaman klinik ternyata tidak selalu semua
kriteria WHO tersebut dipenuhi. Hemokonsentrasi baru dapat dinilai
setelah pemeriksaan serial hematokrit sehingga pada saat penderita
pertama kali datang belum dapat ditentukan adanya hemokonsentrasi atau
tidak.
Secara umum langkah-langkah tes tourniquet dapat dibagi dalam 3 tahap
utama yaitu :
1. Pra Analitik
Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
Prinsip : Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan
membendung darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan
tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika
ketahanan kapiler turun aan timbul petechie di kulit.
Alat dan bahan : Tensimeter dan stetoskop, Timer, Spidol
2. Analitik
Cara kerja :
Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah tekanan sistolik
(TS) dan tekanan diastolik (TD).
Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : Radius 3 cm, Titik
pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku
Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar x (TS + TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang telah dibuat
3. Pasca Analitik
Nilai rujukan :
< 10 : normal (nagatif)
10 20 : dubia (ragu-ragu)

24
> 20 : abnormal (positif)
Tes tourniquet merupakan tes yang sederhana untuk melihat gangguan
pada vaskuler maupun trombosit. Tes tourniquet akan positif jika ada
gangguan pada vaskuler maupun trombosit.
Tanpa tensimeter, kita dapat melakukannya sendiri dengan
membebat lengan atas dengan sapu tangan/karet elastis dengan tekanan
secukupnya. Setelah 5 menit, perhatikan apakah keluar bintik-bintik
merah pada kulit lengan bawah. Jika ada, langsung ke dokter.
Membedakan Peteki dengan bintik gigitan nyamuk jika
mencurigai infeksi dengue. Jika pasien demam memperlihatkan bintik
merah mirip bekas gigitan nyamuk, lakukan peregangan kulit di area
sekitarnya dengan jari. Jika kemudian bintik merah yang dicurigai bintik
perdarahan tampak menjadi lebih pudar merahnya kemungkinan bukan
bintik perdarahan. Sebaliknya, jika pada saat kulit ditekan bintiknya tidak
pudar, kemungkinan benar peteki tanda perdarahan DBD. Namun, tanda
perdarahan kulit dapat juga berupa lebam. Peteki spontan juga dapat
ditemui.

TATA LAKSANA

a. Pre Hospital7
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut (WHO, 1999) :
1. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik)
2. Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak
lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

25
3. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion
tambahan (pocari sweet)
4. Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit
5. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam
kuantitas yang banyak
6. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus
berikut ini :
a) Dewasa : 50 cc/kg BB/hari
b) Anak :
Untuk 10 kg BB pertama : 100cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB kedua : 50cc/kgBB/hari
Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya : 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang
demam maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan
kehilangan cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga
dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga harus diberikan obat
penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun
panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang
berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan
diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang
lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan
lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam
terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat
kejang demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat
anti kejang.
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali
dengan baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani
dengan baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan.

26
Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat
kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita
sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ
tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian
dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa
kerumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini :
1. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih)
2. Muntah terus menerus
3. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
4. Kejang
5. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6. Nyeri perut hebat
7. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa
haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
8. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah
atau penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk
membantu dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang
terkena demam berdarah maka harus segera melaporkan
Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan terdekat
bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji
tourniquet bagi kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini
demam berdarah dengue memberikan gambaran bahwa setelah
diberikan penyuluhan dan simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi
perubahan yang bermakna dimana para kader menjadi tahu dan paham
tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara deteksi dini
sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.

27
b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan
biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan
penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi
mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of
defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD
terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga
sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai < 100.000/pl atau kurang
dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.
Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan
plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan
garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.
Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang
terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara
umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah

28
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B
dan A
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan
tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk
pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang
dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan
cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi
yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan
oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan
antikonvulsif selama demam7
Tabel 2. Dosis Parasetamol Menurut umur
Parasetamol (tiap kali pemberian)
Umur (Tahun) Tablet (1 tab = 500
Dosis (mg)
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang
mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat

29
suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium
yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya
terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan
nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit
ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.
Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Dengan estimasi nilai
Ht = 3 x kadar Hb
b. Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase
syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan
awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok
mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal
mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume
yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila :
Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.

30
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis,
diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan11
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan
plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada
Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan waktu masuk Jumlah cairan Ml/kg berat
RS ( kg ) badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
> 18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan


tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat
kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi.
Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat
badan ideal untuk anak umur yang sama4

31
Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus menerus < 7 hari, tidak


disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan
lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Periksa uji tourniquet

Tanda syok,
muntah terus
menerus, kejang,
kesadaran Tourniquet (+) Tourniquet (-)
menurun, muntah
Tatalaksana darah, berak
disesuaikan darah
Rawat jalan

PCT, kontrol
tiap hari
sampai
Jumlah trombosit < Jumlah trombosit > demam
100.000/ 100.000/ hilang

Rawat inap Rawat jalan


Nilai tanda klinis dan
jumlah trombosit, Hb,
Ht bila masih demam
Minum banyak 1,5L/hr, Parasetamol, kontrol tiap hari sampai hari sakit ke - 3
demam turun periksa Hb, Ht, Trombosit tiap kali
Perhatian orang tua bila timbul tanda syok (gelisah, lemah, kaki
tangan dingin, sakit perut, BAB hitam, BAK kurang
LAB : Hb. Ht naik, trombosit turun

Segera bawa ke RS

Gambar 7. Tatalaksana kasus tersangka DBD1

32
DBD derajat I atau II tanpa
peningkatan Ht

Gejala klinis :
Demam 2-7 hari, uji tourniquet (+) atau
perdarahan spontan
Lab : Ht tidak meningkat, trombositopenia
(ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 L/hr atau 1 sendok Pasien muntah terus menerus
makan tiap 5 menit. Jenis minuman : air putih, teh
manis, sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 380C beri PCT
Bila kejang beri anti konvulsif sesuai BB Pasang infus NaCl 0,9%,
dextrose 5% (1:3) tetesan
rumatan sesuai BB
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,
trombosit 6-12 jam
Monitor gejala klinis dan lab :
Perhatikan tanda syok, palpasi hati setiap hari,
ukur diuresis setiap hari, awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht tiap 6-12 jam
Ht naik dan atau
trombosit turun

Perbaikan klinis dan lab

Infus ganti RL (tetesan


disesuaikan)
Pulang (kriteria memulangkan)
Tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Ht stabil, trombosit > 50.000
Tiga hari setelah syok teratasi
Tidak dijumpai distress pernapasan
(disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan


hematokrit1

33
PENCEGAHAN8

Hal yang penting dalam penanggulangan DBD adalah


pengendalian vektor dan kebersihan lingkungannya. Nyamuk Aedes
aegypti yang menyebarkan virus dengue berbeda dengan nyamuk rumah
biasa. Nyamuk ini memiliki belang hitam - putih di badan, kepala, dan
kakinya dan terbang pada siang hari. Nyamuk betina bertelur di genangan
air bersih, meninggalkan jentik nyamuk yang akan berkembang menjadi
pupa, kemudian menjadi nyamuk dewasa. Siklus nyamuk ini berlangsung
cepat, yaitu setiap 1 minggu sekali. Satu ekor nyamuk betina dapat
menggigit manusia berkali kali (multiple bites) sehingga penyebaran
virus dengue juga berlangsung cepat.
Strategi pencegahan DBD pada rumah tangga yang lama dikenal
adalah 3M Plus. Perlu diketahui bahwa 3M terdiri dari menguras bak
mandi, menutup tempat penampungan air (TPA), dan mendaur ulang
barang bekas. Pengurasan bak mandi tidak hanya dengan air, namun juga
perlu penyikatan dinding bak karena jentik nyamuk dapat menempel pada
dinding. Sebaiknya pengurasan bak dilakukan setiap 1 minggu sekali,
sesuai dengan daur hidup nyamuk. Untuk genangan air yang tidak
terjangkau dan tidak dapat dikuras (seperti talang air hujan), dapat
ditaburkan bubuk larvasida (abate). Tindakan Plus lain yang dapat
dilakukan adalah penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti nyamuk,
serta pemeliharaan ikan sebagai predator nyamuk. Fogging (pengasapan)
hanya bermanfaat untuk membasmi nyamuk dewasa, jentik tidak dapat
mati dengan pengasapan.
Usaha pembasmian jentik tidak cukup pada tingkat rumah tangga.
Pada tingkat lingkungan yang lebih besar, pengendalian jentik dapat
dilakukan dengan menggerakkan juru pemantau jentik (jumantik).
Jumantik adalah satu orang pada satu rumah yang bertugas memantau
keberadaan jentik dan mendorong upaya pemberantasannya.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak:
Infeksi & Penyakit Tropis Edisi ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2011.
2. Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008.
3. Abdoerrachman, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Jakarta : FK UI. 2012.
4. World Health Organization SEARO. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised
and expanded : India. 2011.
5. Sudjana, Primal. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue dewasa.
Pusat Data dan Surveilans Epidemologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2010.
6. Departemen kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemologi. Pusat Data dan
Surveilans Epidemologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2010.
7. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2012.
8. Yolanda, Natharina. Gerakan Bersama Melawan Demam Berdarah.
http://www.idai.or.id. Jakarta. 2016.

35

Anda mungkin juga menyukai