Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS

Anamnesis
Identitas pasien
Nama : Ny. R
Usia : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Suku : Makassar
Agama : Islam
Status marital : Menikah
Alamat : Batua Raya

Keluhan utama
Merah pada mata kiri

Riwayat penyakit sekarang


Mata kiri merah dialami pasien sejak 3 hari yang lalu, merah timbul secara
tiba-tiba dan diketahui pasien saat bangun tidur, anaknya yang menyadarinya,
awalnya luas perdarahannya hanya kecil saja, semakin hari semakin melebar.
Merah terjadi di bola mata bagian atas. Selain merah, pasien juga adanya rasa
mengganjal pada mata yang merah. Keluhan ini tidak disertai adanya rasa nyeri,
bengkak pada bola mata, penurunan penglihatan dan kotoran yang berlebihan
pada mata.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual muntah
sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang
sukar sembuh, pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu, riwayat
trauma disangkal oleh pasien.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal pasien
- Riwayat diabetes mellitus (-), hipertensi (-), hiperkolesterol (-), penyakit hati
(-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Nadi : 82x/menit
 Respirasi : 20x/menit
 Suhu : 36,8o C
Status generalisata :
 Kepala leher : Anemis (-), ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya
+/+, hiperemi pada okuler sinistra, pembesaran KGB (-)
 Thorax : Bentuk dada dan pergerakan simetris, vesikuler,
rhonki (-/-), wheezing(-/-), Sonor (+/+), S1 S2 tunggal regular, gallop (-),
murmur (-)
 Abdomen : flat, soefl, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ginjal tidak
teraba.
 Ekstremitas : akral hangat, edem (-)

Status oftalmologi
Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus 6/6 6/6
Posisi bola mata simetris simetris
Pergerakan bola mata bebas ke segala arah bebas ke segala arah

2
nyeri gerak (-) nyeri gerak (-)
silia tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Palpebra superior hematom, hiperemis (- hematom, hiperemis (-
), benjolan (-) edem (-) ), benjolan (-) edem (-)

Palpebra inferior hematom, hiperemis(- hematom, hiperemis(-


), benjolan (-) edem (-) ), benjolan (-) edem (-)
Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva(-),
injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
perdarahan perdarahan
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (+) ø
11 mm
Kornea jernih, edem (-), jernih, edem (-),
sikatrik (-), infiltrat (-) sikatrik (-), infiltrat (-)
COA kedalaman normal, kedalaman normal,
hipopion (-), hifema (-) hipopion (-), hifema (-)
Pupil bulat, regular, ø 3 mm, bulat, regular, ø 3 mm,
refleks cahaya (+), refleks cahaya (+),
seklusio pupil (-), seklusio pupil (-),
oklusio pupil (-) oklusio pupil (-)
Iris warna kecoklatan, warna kecoklatan,
kripte baik kripte baik
Lensa jernih jernih

Resume
Seorang wanita usia 29 tahun datang berobat ke poli mata dengan keluhan
mata kiri merah secara tiba-tiba dan baru disadari saat bangun tidur, rasa
mengganjal pada mata (+), nyeri (-), sekret (-), penglihatan menurun (-). Tidak
ada riwayat trauma, mual dan muntah, hipertensi, DM, dan mengkonsumsi obat-
obat tertentu.

3
Pemeriksaan oftalmologis OS : visus OS 6/6 , pada konjungtiva bulbi
terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva dengan ø 11mm, nyeri tekan (-
), kornea jernih dan intake (+), pupil isokor, tepi regular, diameter 3mm, reflek
cahaya (+).

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis kerja
Perdarahan subkonjungtiva oculi sinistra

Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
 Lyters 3x1 ODS
b. Non Medikamentosa (edukasi)
 Hindari pemakaian aspirin, ibuprofen, naproxyn, atau beberapa NSAID lain
yang dapat meningkatkan perdarahan untuk sementara.
 Kondisi ini akan membaik dengan sendirinya, perdarahan subkonjungtiva
dapat diserap dalam satu atau dua minggu. Biasanya, pemulihan terjadi
utuh, tanpa adanya masalah jangka panjang
 Kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan
bertambah luas (mata bertambah merah).

Prognosis
Bonam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Mata dan Konjungtiva


Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu
sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada
beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing
yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian –
bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar
Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator
palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
 Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau
lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
 Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva
ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.

5
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus
oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
 Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
 Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
 Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar
orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang
palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :
 Kornea
 Kamera okuli anterior
 Iris
 Lensa

6
 Kamera okuli posterior (vitreus body)
 Retina
 Nervus optikus

Gambar 1. Anatomi mata 2

Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang
membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh
dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang
berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal
merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier
pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler
dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
 Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi
kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada

7
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan
menjadi konjungtiva bulbaris.4
 Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra
dan bulbi
 Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk
palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus
dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke
septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali. Pelipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva
sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak
(plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata
ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran
mukosa. 4

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5

8
Pasokan darah, limfe dan persarafan
Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring –
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri. 4
Histologi konjungtiva :
 Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya
sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar
sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel
epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di
konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.3
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.4
 Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

9
Perdarahan Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan
sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya
mengkhawatirkan bagi pasien. 4

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6

B. Sinonim 6
Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye
2. eye injury
3. ruptured blood vessels
4. blood in the eye
5. bleeding under the conjunctiva
6. bloodshot eye
7. pinkeye

C. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).

10
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi
hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya
perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah
muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp
W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva.
Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva. 8

D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva


Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
 Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva
pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak
nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.
 Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal).
 Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang
ringan.
 Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9

E. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian
putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva
mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus.
Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat
mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di

11
konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di
sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat
menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan
eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih
sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan
biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya.
Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah
karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa
sakit. 6
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai
perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat
menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang
berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah
konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi
secara tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh
menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah
pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik,
anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi
unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau

12
kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah
(gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatic
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami
trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala
daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

F. Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara
Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan
terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik
homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor
predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34
diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan
subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami
kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan
subkonjungtiva. 11
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar
atau ruptur bola mata)
4. Hipertensi12
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa
adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau
hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan
D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.

13
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox,
measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli
dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi
bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan
subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah
konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang
memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan
subkonjungtiva.

G. Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan
adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila
perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-
langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian
kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata
proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena
sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada
perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan
subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh
Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000
menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva
disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <
6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari

14
itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap
trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada
trauma organ mata lainnya. 6
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada
defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur
bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika
pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan
untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial
tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit. 16

H. Diagnosis banding 6
 Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya
yaitu mata merah.
 Konjungtivitis hemoragik akut
 Sarcoma kaposi

I. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan
kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi
dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea,
dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang
simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab
utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi
untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan
untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang.17

15
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata
jika ditemukan kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan
untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

J. Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh
dalam waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi.
Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter
spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau
berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang
dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva
yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa
perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari
limfoma adneksa okuler. 6

K. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena
sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan
tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai
gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Kulit Uci 4
    Tugas Kulit Uci 4
    Dokumen3 halaman
    Tugas Kulit Uci 4
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen19 halaman
    Lapsus
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar + Daftar Isi
    Kata Pengantar + Daftar Isi
    Dokumen5 halaman
    Kata Pengantar + Daftar Isi
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Montegia
    Lapsus Montegia
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Montegia
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Skabies
    Jurnal Skabies
    Dokumen4 halaman
    Jurnal Skabies
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Skabies Jurding
    Skabies Jurding
    Dokumen14 halaman
    Skabies Jurding
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • DEPAN
    DEPAN
    Dokumen15 halaman
    DEPAN
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Yang HGJ
    Yang HGJ
    Dokumen1 halaman
    Yang HGJ
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen19 halaman
    Lapsus
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Montegia
    Lapsus Montegia
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Montegia
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Kultweet
    Kultweet
    Dokumen1 halaman
    Kultweet
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • PKM Jongaya, Monre 9 Des
    PKM Jongaya, Monre 9 Des
    Dokumen62 halaman
    PKM Jongaya, Monre 9 Des
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Orto Colles
    Lapsus Orto Colles
    Dokumen34 halaman
    Lapsus Orto Colles
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen27 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Jhun Eju
    Belum ada peringkat
  • JGGJHH
    JGGJHH
    Dokumen3 halaman
    JGGJHH
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal TIA
    Jurnal TIA
    Dokumen9 halaman
    Jurnal TIA
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen48 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    cruss3101
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ujian
    Lapsus Ujian
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Ujian
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen48 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    cruss3101
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ujian
    Lapsus Ujian
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Ujian
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO Anastesi
    PORTOFOLIO Anastesi
    Dokumen14 halaman
    PORTOFOLIO Anastesi
    irsyadmb
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen27 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Jhun Eju
    Belum ada peringkat
  • Batu Saluran Kemih
    Batu Saluran Kemih
    Dokumen23 halaman
    Batu Saluran Kemih
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Appendicitis
    Appendicitis
    Dokumen24 halaman
    Appendicitis
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujianbbnb
    Kasus Ujianbbnb
    Dokumen7 halaman
    Kasus Ujianbbnb
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ujian
    Lapsus Ujian
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Ujian
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian 3
    Status Ujian 3
    Dokumen5 halaman
    Status Ujian 3
    Fatia Pujiati
    Belum ada peringkat