Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS RAWAT JALAN

STUNTING
Elisabeth Sri Intan Ikun, S.Ked
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Woro I. Padmosiwi, Sp.A ; dr. Fransiskus Taolin, Sp.A

I. PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal
tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu
lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi
oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK yaitu dari janin
hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi
badannya berada dibawah <-2 standar deviasi panjang atau tinggi badan anak
seumurnya.1
Global Nutrition Report mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia
berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan sebelumnya, Indonesia
tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik
kelebihan maupun kekurangan gizi. Di kawasan Asia Tenggara prevalensi
stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja.2
Prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya
perubahan yang signifikan yakni masih berada diatas 30%. Hasil Riset kesehatan
dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan angka kejadian stunting mengalami
penurunan dari tahun 2013 sebesar 37,2% menjadi 30,8% pada tahun 2018
dengan angka terendah DKI Jakarta 27,5% tahun 2013 dan 17,7% tahun 2018
sedangkan tertinggi pada NTT sebanyak 51,7% tahun 2013 dan 42,6% pada tahun
2018.3
Anak kerdil yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh
rumah tangga/keluarga yang miskin dan kurang mampu, karena stunting juga
dialami oleh rumah tangga/keluarga yang tidak miskin/ yang berada di atas 40 %

1
tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi.4 Stunting disebabkan oleh faktor multi
dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu
hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat
mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Praktek pengasuhan
yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan
gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa
fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan
tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI,
serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadapmakanan maupun minuman. 2. Masih terbatasnya layanan kesehatan
termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama
masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari
79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang
memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses
ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun
belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini). 3. Masih
kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi. Penyebabnya
karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. 4. Kurangnya
akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan
bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang
terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.4

2
Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK dapat
menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada
tingkat kecerdasan anak dimana menurut Asesmen yang dilakukan pada tahun
2012 oleh OECD PISA (Organisation for Economic Cooperation and
Development Programme for International Student Assessment), suatu organisasi
global bergengsi, terhadap kompetensi 510.000 pelajar usia 15 tahun dari 65
negara, termasuk Indonesia, dalam bidang membaca, matematika, dan science
tingkat keerdasan anak Indonesia diurutan 64 terendah dari 65 negara. Stunting
juga berisiko pada hambatan pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap
penyakit, menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. 5

II. LAPORAN KASUS


1. Identitas Pasien
Nama : An. JAT
Tanggal lahir/Umur : 5 April 2019/4 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Sikumana

Identitas Orang Tua:


Nama Ayah : Tn. ST
Umur : 37 tahun
Alamat : Sikumana
Pekerjaan : Tukang parkir
Nama Ibu : Ny. JM
Umur : 36 tahun
Alamat : Sikumana
Pekerjaan : IRT

3
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Anamnesis dilakukan secara Heteroanamnesis (ibu kandung pasien) pada
tanggal 1 Agustus 2019.
a. Keluhan Utama :
Pasien kontrol post rawat inap.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli anak RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes diantar
oleh keluarga untuk kontrol post rawat inap dengan diagnosis
Bronkopneumonia, Anemia dan Gizi buruk. Keluhan Batuk (-) pilek (-),
demam (-), mual (-), muntah (-). Minum baik, BAB dan BAK lancar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien merupakan pasien rujukan dari puskesmas
sikumana dengan diagnosis Bronkopneumonia, Anemia berat dan
Marasmus. Awalnya ibu pasien datang membawa pasien ke puskesmas
sikumana untuk diimunisasi namun dari hasil pemeriksaan ditemukan
keluhan batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk lendir susah dikeluarkan dan
saat bernafas terdengar bunyi nafas yang keras. Dari pemeriksaan
laboratorium juga dikatakan Hb pasien rendah sehingga memerlukan
transfusi darah. Pasien dirawat di RSU Johannes dengan diagnosis
Bronkopneumonia, Anemia dan Gizi buruk selama 5 hari.
d. Riwayat Pengobatan
Selama dirawat pasien mendapatkan IVFD D5 1/4 NS 350cc/24jam,
Ampisilin 4x80mg, Gentamisin 2x8mg, Dexametasone 3x0,5mg, Nebul
Nacl 2x. Transfusi PRC 1 bag
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua kakak pasien sewaktu kecil juga tampak lemas dan pucat
seperti pasien saat ini.
f. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien rutin ANC, 1x/bulan, selama hamil berat badan ibu hanya
naik sedikit yaitu pada kontrol bulan pertama dan kedua BB ibu tetap 54
kg, bulan ketiga menjadi 55kg, bulan keempat turun lagi menjadi 54kg,

4
bulan kelima sampai ketujuh BB tetap 55kg dan bulan kedelapan 56kg.
Selama hamil ibu hanya makan bubur dan telur goreng tanpa lauk yang
lain karena merasa mual dan muntah. Hipertensi dalam kehamilan (-)
g. Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien lahir SC
atas indikasi presentasi bokong, cukup bulan, di RS SK Lerik ditolong
dokter dengan BBL 2200 gram.
h. Riwayat Imunisasi
Mendapatkan Hb0 saat lahir dan setelah itu tidak pernah menerima
Imunisasi apapun.
i. Riwayat ASI
Pasien diberikan ASI eksklusif sampai sekarang, diberikan setiap 2
jam dan lebih dari 10x/hari.
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara anak pertama
berumur 8 tahun dan anak kedua 5 tahun. Ayah pasien bekerja sebagai
tukang parkir dan terkadang sebagai penjahit, ibu pasien tidak bekerja.

3. Pemeriksaan Fisik (1 Agustus 2019)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Berat Badan : 3 kg
Tinggi Badan : 54 cm
Lingkar kepala : 36 cm
Status Gizi : Growth Chart WHO
BB/U : < -3SD  Gizi Buruk
PB/U : < -3SD  Sangat pendek
BB/PB : < -3SD  Gizi Buruk
Tanda-tanda vital
Heart rate : 142 kali/menit
Pernapasan : 44 kali/menit

5
Suhu : 36,5 oC
SpO2 : 97%
Kepala : Mikrocephal, warna rambut hitam tipis, wajah
simetris, ubun-ubun belum menutup
Kulit : Pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), turgor kulit
kembali cepat
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), Pupil Isokor 3 mm/3 mm (+/+),
reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tak
langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Rhinore (-/-), deformitas (-), deviasi septum (-),
perdarahan (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak pucat (-),
perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa mulut
tampak lembab, lidah bersih
Leher :Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid(-)
Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak bekas luka
(scar)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, RDD (+) ,
massa (-), iga gambang (+)
Palpasi : Taktil fremitus simetris dekstra = sinistra, tidak teraba
massa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : : Vesikuler Ronkhi Wheezing

6
Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra,
thrill tidak teraba
Perkusi : redup
batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal dekstra
batas jantung bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra
batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris, perut tampak cekung , pelebaran vena (-), tidak
tampak scar ataupun massa
Auskultasi : BU (+), kesan normal
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), lien schuffner 0, hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)
Genitalia : Labia minora dan labia mayora tidak ada kelainan

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, Baggy pants (+)


Edema :

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan laboratorium (29 Juli 2019)
Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Satuan Nilai rujukan Ket
Hemoglobin 15,3 g/dL 10,3-16,6 H
Eritrosit 6,20 10^6/uL 3,60-5,20 H
Hematrokrit 43,4 % 35-43 N
MCV 70,0 fL 74-102 L
MCH 24,7 Pg 23-32 N
MCHC 35,3 g/L 28-32 H
Leukosit 10,73 10^3/uL 6-17 N
Eosinofil 0,00 10^3/uL 0-0,40 N

7
Basofil 0,07 10^3/uL 0-0,10 N
Neutrofil 6,59 10^3/uL 1,50-7,00 N
Limfosit 3,25 10^3/uL 1,00-3,70 N
Monosit 0,82 10^3/uL 0,00-0,70 H
Trombosit 450 10^3/ul 229-553 N

2) Pemeriksaan Foto Thoraks AP (24 Juli 2019)

Gambar 1 Foto Thoraks


 Cor terkesan membesar, bentuk normal
 Mediastinum superior tidak melebar
 Tampak kesuraman di suprahilar kanan, parakardial kanan dan
dilapangan atas paru kiri
 Kedua hilus tersuperposisi bayangan jantung
 Kedua diafragma cenderung mendatar
 Tulang-tulang intak
Kesan:
 Bronkopneumonia disertai kecurigaan hiperaerasi lobus inferior kedua
paru.

8
4. Resume

Pasien datang ke poli anak RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes diantar oleh
keluarga untuk kontrol post rawat inap dengan diagnosis Bronkopneumonia,
Anemia dan Gizi buruk. Keluhan Batuk (-) pilek (-), demam (-), mual (-),
muntah (-). Minum baik, BAB dan BAK lancar. Pasien sebelumnya dirawat
di RSU Johannes dengan diagnosis Bronkopneumonia, Anemia dan Gizi
buruk selama 5 hari. Kedua kakak pasien sewaktu kecil juga tampak lemas
dan pucat seperti pasien saat ini. selama hamil berat badan ibu hanya naik
sedikit dan selama hamil ibu hanya makan bubur dan telur goreng tanpa lauk
yang lain karena merasa mual dan muntah. Pemeriksaan Fisik: Keadaan
umum : tampak sakit sedang , Kesadaran : compos mentis, HR: 142x/menit,
RR : 44 x/menit, T : 36,50 C, SpO2 : 97%, BB/U: Gizi buruk, PB/U: Sangat
pendek, BB/PB: Gizi buruk, kepala mikrocephal, rambut warna hitam tipis,
pada pulmo ditemukan RDD (+), iga gambang (+), perut tampak cekung,
Baggy pants (+).
5. Diagnosis Kerja

Gizi buruk tipe marasmus

6. Tatalaksana

1. Zinc 10 mg/hari atau ½ tablet/hari


2. Asam folat 1mg

7. Kunjungan rumah (22 Agustus 2019)

DM:

S: Batuk dan pilek berkurang, pasien besok kontrol ke puskesmas, obat dari
poli masih ada, minum ASI baik setiap 2 jam

9
O:
Gambar 2 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Berat Badan : 3,5 kg
Tinggi Badan : 54 cm
Lingkar kepala : 36 cm
Status Gizi : Growth Chart WHO
BB/U : < -3SD  Gizi Buruk
PB/U : < -3SD  Sangat pendek
BB/PB : < -3SD  Gizi Buruk
Tanda-tanda vital
Heart rate : 148 kali/menit
Pernapasan : 42 kali/menit
Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 97%
Kepala : Mikrocephal, warna rambut hitam tipis, wajah
simetris, ubun-ubun belum menutup
Kulit : Pucat (-), kuning (-), kebiruan (-), turgor kulit
kembali cepat
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),

10
mata cekung (-/-), Pupil Isokor 3 mm/3 mm (+/+),
reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tak
langsung (+/+)
Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), otorea (-/-)
Hidung : Rhinore (-/-), deformitas (-), deviasi septum (-),
perdarahan (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak pucat (-),
perdarahan gusi (-), plak putih (-), mukosa mulut
tampak lembab, lidah bersih
Leher : Pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid(-)
Toraks (bentuk) : Bentuk toraks normal, tidak tampak bekas luka
(scar)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan, RDD (+) ,
massa (-), iga gambang (+)
Palpasi : Taktil fremitus simetris dekstra = sinistra, tidak teraba
massa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : : Vesikuler Ronkhi Wheezing

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra,
thrill tidak teraba
Perkusi : redup
batas jantung atas : ICS 2 linea parasternal dekstra
batas jantung bawah : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternal dekstra

11
batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris, perut tampak cembung , pelebaran vena (-), tidak
tampak scar ataupun massa
Auskultasi : Terdengar bising usus 12 kali/menit, kesan normal
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), lien schuffner 0, hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-),
undulasi (-)
Genitalia : Labia minora dan labia mayora tidak ada kelainan

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik, Baggy pants (-),

Edema

A: Gizi Buruk Marasmus + Stunting

P: Nonfarmakologi

KIE ibu untuk memberikan:

1. Kasih sayang
2. Lingkungan yang ceria
3. Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari (permainan cilukba
dll)
4. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya)
5. Membawa anaknya untuk kontrol secara teratur di puskesmas

Farmakologi

1. Zinc 10 mg/hari atau ½ tablet/hari


2. Asam folat 1mg

12
III. DISKUSI

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal
tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu
lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi
oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK yaitu dari janin
hingga anak berusia 23 bulan.1
Dari anamnesis didapatkan Ibu pasien rutin melakuan ANC, 1x/bulan,
namun selama hamil berat badan ibu hanya naik sedikit dan selama hamil ibu
hanya makan bubur dan telur goreng tanpa lauk yang lain seperti daging, sayur
dan buah-buahan. Berdasarkan teori 1.000 HPK merupakan masa yang paling
kritis dalam tumbuh kembang anak. Di Indonesia, gangguan pertumbuhan
terbesar terjadi pada periode ini. Sebanyak 48,9% ibu hamil menderita anemia dan
sebagian lainnya mengalami gangguan Kurang Energi Kronis (KEK). Akibatnya,
prevalensi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih tinggi, yaitu
sekitar 6,2%. BBL pasien adalah 2200gram yaitu <2500gram dan termasuk dalam
BBLR dimana berdasarkan teori BBLR merupakan salah satu penyebab utama
stunting.
Dari anamnesis diketahui bahwa kedua kakak kandung pasien juga selalu
tampak lemas seperti pasien dimana berdasarkan teori Kelainan patologis pada
stunting dapat dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional. Stunting
dengan tubuh proporsional meliputi malnutrisi, intrauterine growth retardation
(IUGR), psychosocial dwarfism, penyakit kronik, dan kelainan endokrin, seperti
defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom Cushing, resistensi hormon
pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan defisiensi insulin-like growth faktor 1
(IGF-1). Sedangkan stunting dengan badan tidak proporsional disebabkan oleh
kelainan tulang, seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Kallman, sindrom
Marfan, dan sindrom Klinifelter.
Dari anamnesis didapatkan riwayat sosial ekonomi pasien merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara anak pertama berumur 8 tahun dan anak kedua 5 tahun.
Ayah pasien bekerja sebagai tukang parkir dan terkadang sebagai penjahit, ibu

13
pasien tidak bekerja. Berdasarkan teori penyebab tidak langsung masalah stunting
dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi,
perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem
kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.
Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan kepala mikrocephal, rambut warna
hitam tipis, pada pulmo ditemukan RDD (+), iga gambang (+), perut tampak
cekung, Baggy pants (+). Berdasarkan teori pada gizi buruk, didapatkan 3 bentuk
klinis yaitu kwarshiorkor, marasmus, dan marasmik-kwarshiorkor, walaupun
demikian dalam penatalaksanaannya sama. Pada marasmus didapatkan (4):
 wajah seperti orang tua, terihat sangat kurus
 perubahan mental, cengeng
 kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
 lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
 otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
 kadang-kadang terdapat bradikardi
 tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum: tampak sakit sedang ,


Kesadaran : compos mentis, HR: 142x/menit, RR : 44 x/menit, T : 36,50 C, SpO2
: 97%, BB/U: Gizi buruk, PB/U: Sangat pendek dimana anak tergolong stunting
apabila panjang atau tinggi badannya berada dibawah <-2 standar deviasi panjang
atau tinggi badan anak seumurnya.1, BB/PB: Gizi buruk. Berdasarkan teori,
kriteria diagnosis gizi buruk adalah terlihat sangat kurus, edema nutrisional,
simetris, BB/TB < -3 SD, lingkar lengan atas < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Gizi buruk ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi, rehabilitasi) dengan
10 langkah tindakan (6) :

14
Gambar 3 Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

Berdasarkan hasil pemeriksaan, maka anak ini termasuk dalam kondisi V


karena penderta gizi buruk tidak menunjukkan tanda bahaya atau tanda penting
tertentu seperti renjatan (syok), letargis dan muntah/diare/dehidrasi.
Pada stabilisasi, segera berikan 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% oral.
Catat nadi, pernafasan dan kesadaran. Pada 2 jam pertama, berikan F-75 setiap 30
menit, ¼ dari dosis untuk 2 jam sesuai berat badan. Volume F-75 per 1 kali makan
setiap 2 jam sesuai berat badan pasien. Catat nadi, pernafasan, kesadaran dan
asupan F-75 setiap 30 menit. Pada 10 jam berikutnya, teruskan pemberian F-75
setiap 2 jam. Catat nadi, pernafasan, kesadaran dan asupan F-75. Bila anak masih
menetek berikan ASI antara pemberian F-75. Bila anak dapat menghabiskan
sebagian besarF-75, ubah pemberian menjadi setiap 3 jam. Bila anak dapat
menghabiskan F-75, ubah pemberian menjadi setiap 4 jam. 6
Pada tahap akhir fase stabilisasi, bila setiap dosis F-75 yang diberikan
dengan interval 4 jam dapat dihabiskan maka F-75 diganti dengan F-100,
diberikan setiap 4jam, dengan dosis sesuai BB seperti dalam tabel F-75,
dipertahankan selama 2 hari. Ukur dan catat nadi, pernafasan dan asupan F-100
setiap 4 jam. Pada hari ke 3, volume F100 mulai ditambah sampai mencapai

15
volume minimum pada tabel F-100. Bila volume minimum sudah tercapai berarti
fase transisi selesai. 6
Pemberian antibiotika pada anak dengan komplikasi (renjatan,
hipoglikemia, hipotermia, dermatosis dengan kulit kasar/infeksi saluran nafas atau
infeksi saluran kencing atau letargis/tampak sakit) maka diberikan antibiotik
Gentamisin IV atau IM (7,5 mg/kgbb) setiap hari selama 7 hari ditambah
Ampisilin IV atau IM (50 mg/kg) setiap 6 jam selama 2 hari ikuti dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kg) setiap 8 jam selama 5 hari. Pada kasus ini saat
perawatan sebelumnya diberikan Ampisilin 4x80mg, Gentamisin 2x8mg. 6
Pada pasien diberikan Zinc 10 mg/hari atau ½ tablet/hari, Asam folat 1mg
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro, Tablet besi tidak diberikan pada
pasien ini karena harus diberikan setelah memasuki fase rehabilitasi atau hari ke
(13)
14 dan dari ASI juga masih memenuhi kebutuhan besi sampai 6 bulan .
Prognosis pasien ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia ad bonam, ad
sanationam dubia ad bonam.6

Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK,
akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting
menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Balita
stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan
menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu hilangnya
masa hidup sehat setiap tahun. Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan
gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak
optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam jangka
panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual. Gangguan
struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen dan
menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang
akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, kekurangan gizi
juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan
meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung kroner, dan stroke.7

16
Gambar 4 Dampak stunting terhadap kualitas sumber daya manusia

“The Conceptual Framework of the Determinants of Child


Undernutrition”13, “The Underlying Drivers of Malnutrition”14, dan “Faktor
Penyebab Masalah Gizi Konteks Indonesia”.15 Pencegahan stunting menitik
beratkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan
dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan),
lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak
(pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan
pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya
sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut secara tidak
langsung mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi
terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah malnutrisi, baik
kekurangan maupun kelebihan gizi. Penyebab tidak langsung masalah stunting
dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi,
perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem
kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk
mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup:
(a) Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan; (b) Keterlibatan
pemerintah dan lintas sektor; dan (c) Kapasitas untuk melaksanakan. Gambar 1-1

17
menunjukkan bahwa pencegahan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.7

Gambar 5 kerangka penyebab stunting di Indonesia

Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu


intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi
sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab
langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup
komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan
lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting
memerlukan pendekatan yang menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan
prasyarat pendukung. Kerangka konseptual Intervensi penurunan stunting
terintegrasi.7
Kerangka konseptual intervensi penurunan stunting terintegrasi di atas
merupakan panduan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menurunkan kejadian
stunting. Pemerintah kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk berinovasi
untuk menambahkan kegiatan intervensi efektif lainnya berdasarkan pengalaman
dan praktik baik yang telah dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota

18
dengan fokus pada penurunan stunting . Target indikator utama dalam intervensi
penurunan stunting terintegrasi adalah7:
1) Prevalensi stunting pada anak baduta dan balita
2) Persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
3) Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
4) Prevalensi wasting (kurus) anak balita
5) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
6) Prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri
7) Prevalensi kecacingan pada anak balita
8) Prevalensi diare pada anak baduta dan balita

Gambar 6 Kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting


Terintegrasi

19
IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus stunting pada anak perempuan usia 4 bulan. Diagnosis
pasien yaitu gizi buruk tipe marasmus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Saat dirawat inap
pasien mendapatkan pengobatan IVFD D5 1/4 NS 350cc/24jam, Ampisilin
4x80mg, Gentamisin 2x8mg, Dexametasone 3x0,5mg, Nebul Nacl 2x. Transfusi
PRC 1 bag. Pada pasien juga diberikan KIE untuk tahap pertumbuhan dan
perkembangan yaitu diberikan Kasih saying, Lingkungan yang ceria, Terapi
bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari (permainan cilukba dll), Keterlibatan
ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya), Membawa anaknya
untuk kontrol secara teratur di puskesmas.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian PPN/Bappenas. Pedoman Pelaksanaan intervensi penurunan


stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Jakarta; 2018.
2. International Food Policy Research Institute. The 2016 Global Nutrition
Report. IFPRI: Washington DC. 2016
3. Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar
(RISKESDAS). 2018
4. TNP2K.100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil
(Stunting). Pertama. (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, ed.). Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan; 2017
5. Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Penanganan stunting terpadu. Jakarta. 2018
6. Direktorat bina gizi. Bagan tatalaksana anak gizi buruk Jilid I. Jakarta.
2011
7. Kementerian/lembaga pelaksana program/kegiatan pencegahan anak kerdil
(stunting). Strategi nasional percepatan pencegahan stunting periode 2018-
2024. Jakarta. 2018

21

Anda mungkin juga menyukai