Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

DIVISI NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK

GIZI BURUK TIPE MARASMUS PADA ANAK PEREMPUAN


USIA 3 BULAN 13 HARI DENGAN COVID 19 TERKONFIRMASI

MUHAMMAD ALIEF AKBAR YUSUF

Pembimbing :
Dr. dr. Aidah Juliaty A. Baso, Sp.A (K), Sp.GK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Laporan Kasus
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik

GIZI BURUK TIPE MARASMUS PADA ANAK PEREMPUAN


USIA 3 BULAN 13 HARI DENGAN COVID 19 TERKONFIRMASI

Muhammad Alief Akbar Yusuf

Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik


Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

PENDAHULUAN
Berdasarkan data WHO pada tahun 2019, terdapat sekitar 47 juta
anak dibawah usia 5 tahun menderita gizi buruk. Pada masa pandemik
COVID-19, anak yang menderita gizi buruk memiliki risiko kematian yang
lebih tinggi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak. Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di negara
sedang berkembang, dan melatarbelakangi (underlying factor) lebih dari
50% kematian balita. Umumnya penderita malnutrisi adalah anak-anak
baik dari usia bayi, balita atau anak-anak usia sekolah. Masalah nutrisi
yang sering terjadi pada anak-anak di indonesia yaitu Protein Energy
Malnutrition (kwashiorkor, marasmus, marasmik-kwashiorkor). 1,2

Marasmus adalah salah satu dari tiga bentuk gizi buruk atau
Protein Energy malnutrition (PEM). Dua bentuk lain PEM adalah
kwashiorkor dan bentuk campuran marasmus-kwashiorkor. Marasmus
adalah keadaan yang disebabkan oleh karena defisiensi kalori dan energi
yang dapat disebabkan oleh karena masukan makanan yang sangat
kurang, infeksi, kelainan struktur bawaan, prematuritas dan penyakit pada
masa neonatus, gangguan metabolik, serta pemberian ASI yang terlalu
lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 2
Covid 19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang
disebabkan oleh jenis coronavirus baru yaitu Sars-Cov-2, yang dilaporkan

1
pertama kali di Wuhan, Tiongkok pada bulan Desember 2019. Covid 19
dapat menular dari manusia ke manusia melalui kontak erat dan droplet. 3
Anak dengan Gizi buruk tipe marasmus memiliki beberapa resiko
selama masa pandemi Covid 19. Pertama, sulitnya mengakses fasilitas
layanan kesehatan untuk konseling gizi. Kedua, sulitnya mendapatkan
makanan yang bergizi karena hilangnya pendapatan dari orangtua.
Ketiga, gizi buruk membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi.
Keempat, anak dengan nutritional marasmus bergantung pada orang tua
untuk memberi makan, perawatan, dan dukungan sehari-hari, sehingga
pada saat pengasuh/orangtua sakit atau dikarantina, maka mereka tidak
mendapatkan makanan dan air minum yang bergizi dan aman. 1
Makalah ini melaporkan kasus gizi buruk tipe marasmus pada anak
perempuan usia 3 bulan dengan Covid 19 terkonfirmasi. Tujuan laporan
kasus ini adalah untuk memantau perjalanan penyakit dan untuk
mengamati respon pengobatan.

LAPORAN KASUS
FN, anak Perempuan usia 3 bulan 13 hari, masuk IRD anak
rumah sakit Wahidin Sudirohusodo ketiga kalinya, pada tanggal 26 Mei
2020.

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : FN
No. Rekam medik : 911007
Tanggal lahir : 13-02-2020
Tanggal pemeriksaan : 26-05-2020
Umur : 3 bulan 13 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 2,7 kg
Panjang Badan : 53 cm
Alamat : Pangkep

2
II. DATA KELUARGA
ANAK (ke-3 dari 3 Anak) Keguguran 0 Kali
NO. SEX TANGGAL LAHIR SEHAT/SAKIT KARENA
1 Perempuan 09-11-1998 Sehat
2. Perempuan 15-10-2002 Sehat
3. Perempuan 13-02-2020 Penderita

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu
Nama Sd Hj
Tgl Lahir 8/3/1972 11/11/1978
Umur 43 tahun 41 tahun
Pendidikan SLTA DIV
Pekerjaan Wiraswasta Guru

III.Anamnesis (Alloanamnesa ibu penderita)


Keluhan utama : Buang air besar encer (via stoma)
3.1.Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk IRD anak RSUP Wahidin Sudirohusodo dengan
keluhan utama buang air besar encer (via stoma) sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi lebih dari 10 kali dalam sehari, ada ampas,
tidak ada lendir dan darah. Tidak demam, tidak kejang, tidak batuk, tidak
sesak, tidak muntah. Anak mau menyusu. Buang air kecil kuning, kesan
cukup.

3.2.Riwayat Penyakit Sebelumnya


Riwayat dirawat di Rumah Sakit Wahidin 28 April hingga 20 Mei
2020, dengan keluhan yang sama, dengan diagnosa Diare Akut +
Dehidrasi tidak berat + Nutritional Marasmus + Post op Colostomy Et
Causa Atresia Intestinal Grade I + Leukositosis + Mikrosefal.

3
Anak menjalani operasi kolostomi saat usia 1 minggu di Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo dengan indikasi atresia intestinal grade 1
pada bulan februari 2020.

3.3. Riwayat Kehamilan


Seorang ibu usia 40 tahun, hamil anak ketiga, rutin kontrol
kandungan ke bidan puskesmas dan rutin konsumsi vitamin dan zat besi.
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit gula, penyakit jantung,
dan tekanan darah tinggi. Ibu tidak pernah mengalami keguguran
sebelumnya dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan selama hamil
yang tidak direkomendasikan dokter.

3.4. Riwayat Persalinan


Bayi lahir secara normal ditolong oleh dokter di RSUP Wahidin
Sudirohusodo, pada saat usia gestasi 37 minggu. Bayi lahir segera
menangis, apgar skor tidak diketahui. Berat badan lahir 2.650 gram dan
panjang badan 48 cm, lingkar kepala 32 cm. Segera setelah lahir, pasien
mendapat suntikan vitamin K dan imunisasi hepatitis B0 dan polio.

3.5. Riwayat Imunisasi


Riwayat imunisasi dasar hepatitis B0 dan polio satu kali.

3.6. Riwayat Asupan Nutrisi


Pasien mendapatkan ASI eksklusif sampai sekarang

3.7. Riwayat kebutuhan dasar anak


Asuh (fisis-biomedis)
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai sekarang (eksklusif).
Bila anak sakit, pasien terkadang membawa anak ke bidan atau
puskesmas. Keluarga mam memenuhi kebutuhan pangan dan
sandang karena keterbatasan ekonomi.
Asih (psikososial)

4
Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara, mendapatkan kasih
sayang yang cukup dari kedua orang tua dan saudaranya. Anak lahir
dari perkawinan pertama kedua orang tuanya dan merupakan anak
yang diharapkan.
Asah (stimuli)
Orang tua cukup memberikan perhatian terhadap pertumbuhan
dan perkembangan pasien.

3.8. Riwayat keluarga dan latar belakang sosial ekonomi


Kedua orang tua pasien masih hidup. Ayah bekerja sebagai
wiraswasta dan ibu sebagai guru honorer. Penghasilan ayah dan ibu
tidak menentu. Terkadang 2 sampai 3 juta perbulan. Pendidikan
terakhir ayah adalah SLTA dan ibu adalah DIV. Rumah yang ditempati
adalah rumah batu. Sumber listrik dari PLN. Sumber air dari air tanah
(sumur). Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Sarana kesehatan
yang terdekat adalah Puskesmas. Pasien sudah mempunyai jaminan
kesehatan.

3.9.Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit dalam keluarga (kelainan kongenital) dalam
keluarga disangkal. Ibu dan ayah pasien tidak memiliki hubungan
keluarga. Riwayat keluarga menderita Covid 19 atau kontak erat
dengan penderita Covid 19 disangkal.

Keterangan:

: Laki-laki : Penderita

: Perempuan
5
IV. DATA PASIEN SAAT DIJADIKAN KASUS
4.1. PEMERIKSAAN FISIS (OBJEKTIF)

Keadaan umum Sakit berat / gizi buruk / kompos mentis, GCS 15


E4M6V5
Tanda vital
Nadi 120 kali/menit
Napas 32 kali/menit
Suhu 36.6oC
Spo2 98 %
Skala nyeri 0 flacc
Antropometri
Berat badan 2,7 kg
Tinggi badan 53 cm
Lingkar lengan atas 9 cm
Lingkar kepala 35 cm (normal :38-43 cm,berdasarkan kurva Nellhaus)
BB/TB Terletak dibawah -3SD (gizi buruk)
TB/U Terletak dibawah -3SD ( perawakan sangat pendek)
BB/U Terletak dibawah -3SD (berat badan sangat kurang)
Height of age 1 bulan
Status gizi Gizi Buruk
Kepala Mesocephal, mikrocefal
Rambut Hitam, lurus, sukar dicabut
Muka Simetris, wajah tidak dismorfik
Ubun-ubun besar belum menutup, tidak cekung
Telinga Tidak ada otore, tidak tampak low set ear
Mata Tampak cekung, tidak ada Hipertelorisme
Hidung Tidak ada rinorea
Bibir Tampak kering, Tidak sianosis, tidak ada perdarahan.
Lidah Tidak ada deviasi, tidak ada makroglosi
Selaput mulut Tidak ada stomatitis, tidak ada perdarahan
Gigi Belum ada
Gusi Tidak ada perdarahan
Tenggorok Faring tidak hiperemis dan tonsil T1T1 tidak hiperemis
Leher Tidak ada kaku kuduk, tidak teraba limfadenopati.

6
Thoraks Bentuk normal. tidak ada retraksi. tampak iga gambang.
Paru Pergerakan simetris, perkusi sonor, fremitus kiri sama
dengan kanan, Bunyi pernapasan bronchovesikuler, tidak
terdengar bunyi tambahan ronki dan wheezing
Jantung Iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung I – II murni
reguler, tidak terdengar bising jantung atau irama gallop
Abdomen Datar, ikut gerak napas, tampak stoma pada abdomen
dekstra, tidak tampak hernia umbilikalis, peristaltik usus
kesan meningkat, hepar teraba 2 cm bawah arcus costa
dan 2 cm bawah procesus xyphoideus dan lien tidak
teraba. Turgor kesan normal
Ekstremitas Tampak wasting
Vertebra Tidak tampak scoliosis, tidak ada spina bifida.
Status pubertas A1M1P1
Status Neurologis Kesadaran : GCS 15(E4V5M6)
Nervus I : penciuman dalam batas normal
Nervus II : pupil isokor diameter 2,5mm/2,5mm,
reflex cahaya positif
Nervus III,IV,VI : pergerakan bola mata kesegala arah
Nervus V : refleks kornea ada
Nervus VII : parese fasialis tidak ada
Nervus VIII : pendengaran kesan normal dan
keseimbangan sulit dinilai
Nervus IX,X, XI : refleks menelan ada
Nervus XII : deviasi lidah tidak ada
Rangsang Meningeal : kaku kuduk tidak ada
Motorik : tonus otot normal, kekuatan otot
normal
Refleks fisiologis : Knee Pees Refleks ( KPR ) kesan
normal, Achilles Pees Refleks (APR) kesan normal
Refleks patologis :
Babinsky,cahaddock,Gordon,Oppenheim tidak ada.
Sensibilitas dan saraf otonom : sulit dinilai

7
Hasil Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin (26 Mei 2020)

Hb 8.0. g/dl. RBC 3.350.000/mm3, WBC 14.400 /ul, HCT 22 %, MCV 72 fl,

MCH 28 pg, PLT 296.000/ul Neutrofil 62.8%, limfosit 27 %, monosit 9.9

%, eosinofil 0.9%, basofil 0.3%, ferritin > 1.200, retikulosit 0,6

Urin rutin (26 Mei 2020)

Warna kuning, pH 7.5, BJ 1.070, protein negatif, darah negatif, leukosit

negatif, keton negatif, Nitrit negatif, sedimen : leukosit 0, eritrosit 0,

bakteri 0.

Feces rutin (26 Mei 2020)

Warna kuning, konsistensi encer, lendir negatif, darah negatif, telur cacing

tidak ditemukan.

Kimia darah (26 Mei 2020)

GDS 64 gr/dl Ureum 23 mg/dl


SGOT 66 U/L Kreatinin 0.34 mgdl
SGPT 56 U/L Natrium 130 mmol/l
Albumin 3.4 gr/dl Kalium 3,2 mmol/l
Klorida 102 mmol/l
Apusan darah tepi (27 Mei 2020)

Eritrosit Normositik Normokrom, anisopoikilositosis, ovalosit


positif, sel target positif, benda inklusi negatif,
normblast negatif
Leukosit Jumlah cukup, PMN > limfosit, granulasi toksik
positif, vakuolisasi positif, sel muda negatif
Trombosit Jumlah cukup, morfologi normal
Kesan Anemia normoositik normokrom suspek kausa infeksi
penyakit kronik

8
4.2. RESUME

Laporan kasus yang dilaporkan adalah seorang anak perempuan


berumur 3 bulan 13 hari didiagnosis dengan gizi buruk tipe marasmus +
diare akut + dehidrasi ringan sedang + post op colostomy et causa atresia
intestinal + anemia penyakit kronik + microcefal + perawakan sangat
pendek. Pada anamnesa, anak mau menyusu dan pemeriksaan fisik,
anak tampak sangat kurus, tampak iga gambang, pada ekstremitas
tampak wasting. Pasien ini didiagnosa dengan gizi buruk tipe marasmus
berdasarkan klinis dan antropometri, yaitu pada pemeriksaan fisik, anak
tampak sangat kurus, tampak iga gambang, pada ekstremitas tampak
wasting, dan dari antropometri, status gizi berdasarkan BB/PB didapatkan
berada dibawah -3SD berdasarkan kurva WHO. Pasien didiagnosa
mikrosefal karena lingkar kepala pasien berada dibawah garis -2 SD
berdasarkan kurva Nellhaus dan perawakan sangat pendek karena
berdasarkan BB/PB didapatkan berada dibawah – 3SD.
Diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang berdasarkan
anamnesis ada keluhan buang air besar encer via stoma sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, frekuensi lebih dari 10 kali, ada ampas, tidak
ada darah dan lendir. Tidak demam, tidak kejang, tidak batuk, tidak sesak,
tidak muntah. Buang air kecil kuning, kesan cukup. Pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan kepala, ada mikrosefal, ubun-ubun tidak cekung. Anak
tidak pucat, tidak ikterus. Ada mata cekung, bibir kering, turgor normal,
ada iga gambang. Pada pemeriksaan abdomen, tampak stoma di regio
lumbal dextra, peristaltik kesan meningkat, Hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costa dan 2 dibawah processus xyphoideus dan lien tidak teraba.
Derajat dehidrasi WHO : Keadaan umum anak rewel, ada mata cekung,
anak mau menyusu, turgor kulit normal. Anak didiagnosa imbalance
elektrolit karena dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan, Natrium
130 mmol/ul dan Kalium 3,2 mmol/ul
Anak didiagnosa post operasi colostomi karena saat usia 1 minggu
dilakukan operasi colostomy di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
dengan indikasi atresia intestinal grade 1 pada bulan februari 2020.

9
Diagnosa anemia penyakit kronik berdasarkan anamnesis
didapatkan anak tampak pucat tidak diperhatikan sejak kapan, pada
pemeriksaan fisik, didapatkan konjunctiva anemis, tidak didapatkan ikterus
dan limfadenopati tidak teraba, hepar teraba 2 cm bawah arcus costa, 2
cm bawah processus xyphoideus, permukaan rata, tepi tajam, tidak nyeri
tekan, lien tidak teraba, tidak ada manifestasi perdarahan spontan. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik normokrom
dengan Hb 8,0 g/dl, MCV 72 fl MCH 28 pg, ferritin lebh dari 1.200. Analisa
darah tepi Anemia normositik normokrom suspek kausa infeksi.
4.3. DIAGNOSIS KERJA

o Gizi buruk tipe marasmus


o Diare akut + Dehidrasi tidak berat
o Post operasi colostomy et causa atresia duodenum
o Anemia penyakit kronik
o Mikrosefal
o Perawakan sangat pendek
o Imbalance elektrolit

4.4. RENCANA PENGELOLAAN (PLANNING)

a. Tatalaksana kegawatdaruratan
Gejala yang membutuhkan tindakan kegawatdaruratan pada
pasien ini tidak ada.
b. Rencana pemeriksaan penunjang diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium : Darah rutin, GDS, elektrolit, feses rutin.
c. Rencana terapi medikamentosa
- Kebutuhan cairan + koreksi imbalance elektrolit : PWL + NWL +
CWL = 75 + 140 + 25 = 240 x 2,7 = 650 ml/hari = IVFD Kaen3B 8
tetes/menit Koreksi Natrium (135-130)x 2,8 x 0,6 + 2 x 2,8 = 14
mEq. Koreksi Kalium (3,5-3,2) x 2,8 + 1 x 2,8 = 3,6 mEq.(koreksi
natrium dan koreksi kalium tercukupi dengan cairan harian).
- Zink 10mg/24jam/oral

10
- Parasetamol 30 mg/8 jam/intravena (bila suhu >38,5 C)
d. Asuhan nutrisi
Nutritional assessment: gizi buruk tipe marasmus
Nutritional requirement:
- Tatalaksana gizi buruk, dengan fase rehabilitasi (WHO) :
- Kebutuhan kalori : 150 x BBA = 150 x 2,7 = 405 kkal
- Susu SGM BBLR 8 x 60 ml
- Vitamin C 50 mg/24 jam/oral
- Vitamin B kompleks 1 tablet/24 jam/oral
- Asam folat 1 mg/24 jam/oral
- Cotrimoxazole 60mg/12jam/oral
e. Rencana pemantauan
- Pemantauan kondisi umum pasien meliputi keluhan subjektif dan
tanda vital.
- Pemantauan tanda-tanda dehidrasi dan konsul ke divisi
gastroenterohepatologi anak
- Pemantauan tanda-tanda anoksia jaringan dan konsul ke divisi
hematologi anak
- Pemantauan stoma care dan konsul bagian Bedah Anak
- Pemantauan perkembangan penyakit, kesadaran, dan komplikasi
serta respon terhadap pengobatan
- Pemantauan balance cairan dan intake.
f. Pemberian komunikasi informasi dan edukasi
- Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang kondisi yang
diderita pasien meliputi penyebab, perjalanan penyakit, komplikasi,
prognosis dan rencana tindakan selanjutnya seperti rencana
operasi stoma closure.
- Menjelaskan pentingnya kerjasama dan dukungan dari keluarga
sehingga proses pengobatan dapat berjalan lancar

11
V. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT SETELAH DIJADIKAN
KASUS
Pemantauan hari ke-7 Perawatan(2/6/2020)
Subjective Buang air besar via stoma, encer frekuensi 5 kali,
ada ampas, tidak ada lendir dan darah.
Tidak demam, tidak kejang.
Tidak batuk, tidak sesak
Tidak muntah. Ada ruam merah di badan
Anak minum susu via sonde.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 2,8 kg
Panjang badan :53,5 cm
Lingkar kepala : 35 cm
Nadi 120 kali/menit
Napas 36 kali/menit
Suhu 37,0oC
skala nyeri 0 flacc
Saturasi oksigen 99%
Tidak pucat, tidak ikterus
Mata tidak cekung, bibir tidak kering
Tampak iga gambang, Tidak ada retraksi subcostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi dan
wheezing tidak ada.
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising
tidak ada
Abdomen : Tampak stoma di region lumbal dextra,
Peristaltik kesan normal, hepar teraba 2 cm bawah
arcus costae dan 2 cm bawah processus
xyphoideus, kenyal, permukaan rata, tidak nyeri
tekan dan lien tidak teraba. Tidak ada ascites.
Ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, ada

12
wasting, regio perianal : tidak ada kelainan
Derajat dehidrasi WHO :
Keadaan umum anak aktif, mata tidak cekung, anak
mau menyusu, turgor kulit normal.
Hasil laboratorium (02/06/2020):
Hb 8,3 g/dl, leukosit 21.500/mm3, trombosit
827.000/mm3, MCV 78 fL MCH 28 pg, GDS 88
mg/dl, ureum 12 u/l, creatinin 0,25 u/l, SGOT 37 u/l
SGPT 23 u/l Albumin 3,6 Natrium 129 mmol/l, kalium
3,6 mmol/l, clorida 95 mmol/l

Assesment - Gizi buruk tipe marasmus


- Diare akut
- Tanpa dehidrasi
- Post operasi colostomy et causa atresia
duodenum
- Anemia penyakit kronik
- Leukositosis
- Trombositosis reaktif
- Hiponatremia
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Infus Asering 8 tetes/ menit
Koreksi Natrium (135-129)x 2,8 x 0,6 + 2 x 2,8 =
15 mEq ( Koreksi terpenuhi dengan maintenance
cairan Asering )
- Ceftazidimie 130mg/12 jam/intravena (hari ke 3)
- Gentamisin 7 mg/12 jam/intravena (hari ke 3)
- Paracetamol 30mg/8 jam/intravena (bila suhu >
38,5 C)
- Zink 10mg/24jam/sonde
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO)

13
fase rehabiitasi :
Kebutuhan kalori : 220 x BBA = 220 x 2,8 = 616
kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde
Vitamin C 50mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde
Asam folat 1mg/24jam/sonde

Pemantauan hari ke-23 Perawatan(18/6/2020)


Subjective Anak tampak pucat
Ada demam (hari kedua)
tidak kejang.
Tidak batuk, tidak sesak
Tidak muntah.
Anak minum susu via sonde.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Buang air besar via stoma, konsistensi lunak warna
kuning.
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 3 kg
Panjang badan : 54 cm
Lingkar kepala : 35,5 cm
Nadi 130 kali/menit
Napas 40 kali/menit
Suhu 38,7oC
skala nyeri 1 flacc
Saturasi oksigen 99%
Ada pucat, tidak ikterus
Tampak iga gambang, Tidak ada retraksi subcostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi dan
wheezing tidak ada.

14
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising tidak
ada
Abdomen : Tampak stoma di regio lumbal dextra,
Peristaltik kesan normal, hepar teraba 2 cm bawah
arcus costae dan 2 cm bawah processus xyphoideus,
kenyal, permukaan rata, tidak nyeri tekan dan lien tidak
teraba. Tidak ada ascites.
Ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, ada wasting
Hasil laboratorium (18/6/2020)
WBC 10.100/ul, Hb 6,4 g/dl, MCV 88 fl MCH 29 pg
HCT 25%, PLT 358.000,
GDS 90mg/dl, ureum 20, creatinin 0,29, SGOT 106/ul,
SGPT 52/ul, Albumin 3,4 g/dl, Natrium 136 mmol/l,
kalium 3,8 mmol/l, clorida 101 mmol/l
Anti TOXO IgG non reaktif, Anti TOXO IgM non reaktif,
Anti Rubella IgG non reaktif, Anti Rubella IgM non
reaktif, Anti CMV IgM reaktif (titer > 2,17),
Pemeriksaan Radiologi (18/6/2020)
Foto polos abdomen

- Udara usus tidak tampak pada distal colon


- Tidak tampak dilatasi loop-loop usus dan
gambaran herring bone
- Tampak sof tissue density pada sisi lateral
region lumbal kanan (stoma)

15
- Kedua psoas line sulit dinilai, kedua peritoneal
fat line baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Tidak tampak kelainan radiologik pada foto
polos abdomen ini
Lopografi

- Kontras iodine +- 10cc dimasukkan melalui


kateter yang dipasang pada stoma distal
- Dengan fluoroscope, tampak ekstravasasi
kontras subkutis dan tidak mengisi colon
- Kontras iodine +- 50cc dimasukkan melalui

16
kateter yang dipasang pada anus
- Dengan fluoroscope, tampak kontras mengisi
dengan lancar rectum, sigmoid, colon
descenden, dan colon transversum.
- Tidak tampak filling defect, additional shadow,
maupun ekstravasasi kontras. Mukosa dan
caliber lumen usus dalam batas normal
Kesan : - Ekstravasasi kontras subkutis pada lopografi
distal melalui stoma distal, Colon inloop normal
Assesment - Gizi buruk tipe marasmus
- Post operasi colostomy et causa atresia duodenum
- Anemia penyakit kronik
- Peningkatan enzim transaminase
- Infeksi Citomegalovirus
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Infus Asering 8 tetes/ menit
- Meropenem 80mg/8 jam/intravena (hari ke 1)
Amikasin 75 mg/24 jam/intravena (hari ke 1)
Fluconazole 30mg/24jam/intravena (hari ke 1)
- Paracetamol 30mg/8 jam/intravena (dirutinkan)
- Kerjasama divisi Gastroenterohepatologi :
Urdafalk 30mg/8jam/sonde
- Kerjasama divisi Hematooncologi :
Transfusi packed red cell 45 ml/intravena
Awasi tanda anoksia jaringan
- Kerjasama divisi Infeksi :
Rencana pemberian terapi Gancyclovir
18mg/12jam/intravena (minggu I hari ke 1)
- Kerjasama Bedah Anak :
Rencana operasi Laparatomy + reseksi usus

17
(reanastomose end to end) hari senin Tgl
22/06/2020, bila kondisi umum baik (tidak demam)
Konsul tim covid untuk screening covid (persiapan
operasi)
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO) fase
rehabiitasi :
Kebutuhan kalori : 220 x BBA = 220 x 2,8 = 616 kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde
Vitamin C 50mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde
Asam folat 1mg/24jam/sonde

Pemantauan hari ke-25 Perawatan(20/6/2020)


Subjective Anak tampak sesak
Ada demam, tidak kejang.
Tidak batuk
Tidak muntah.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Buang air besar via stoma, konsistensi lunak warna
kuning.
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 3 kg
Panjang badan : 54 cm
Lingkar kepala : 36 cm
Nadi 140 kali/menit
Napas 68 kali/menit
Suhu 38,9oC
skala nyeri 1 flacc
Saturasi oksigen 95%
Tidak pucat, tidak ikterus
Tampak iga gambang, tampak retraksi subcostal dan

18
intercostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi dikedua
lapangan paru dan wheezing tidak ada.
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising tidak
ada
Abdomen : Tampak stoma di regio lumbal dextra,
Peristaltik kesan normal, hepar teraba 2 cm bawah
arcus costae dan 1 cm bawah processus xyphoideus,
kenyal, permukaan rata, tidak nyeri tekan dan lien tidak
teraba. Tidak ada ascites.
Ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, ada wasting
Laboratorium (19/6/2020)
WBC 13.400/ul, Hb 13 g/dl, HCT 38%, PLT 219.000/ul,
GDS 90mg/dl, ureum 20, creatinin 0,29, SGOT 106/ul,
SGPT 52/ul, Albumin 3,5.
CRP 1,5 Procalcitonin 0,05
Mikrobiologi (12/6/2020) Kultur dan sensitifitas : Tidak
ada pertumbuhan bakteri aerob.
Rapid test Antibodi Sars-Cov-2 IgM non reaktif,
Rapid test Antibodi Sars-Cov-2 IgG non reaktif
Pemeriksaan Radiologi (19/6/2020)
Foto Thorax

- Posisi asimetris, kondisi foto baik,inspirasi

19
cukup
- Bercak infiltrat pada lapangan tengah dan
bawah paru kiri
- Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Bronchopneumonia sinistra
Assesment - Gizi buruk tipe marasmus
- Pasien dalam pengawasan Covid 19
- Post operasi colostomy et causa atresia duodenum
- Peningkatan enzim transaminase
- Infeksi Citomegalovirus
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Oksigen 2 liter per menit via nasal kanul
- Nutrisi Parenteral
- Kerjasama divisi Respirologi :
Meropenem 80mg/8 jam/intravena (hari ke 3)
Amikasin 55 mg/24 jam/intravena (hari ke 3)
Fluconazole 30mg/24jam/intravena (hari ke 3)
Paracetamol 50mg/8 jam/intravena (dirutinkan)
Rencana perawatan infeksi center untuk
pemeriksaan swab orofaring
- Kerjasama divisi Gastroenterohepatologi :
Urdafalk 30mg/8jam/sonde (tunda)
- Kerjasama divisi Infeksi :
Gancyclovir 18mg/12jam/intravena (minggu 1 hari 1)
- Kerjasama Bedah Anak :
Rencana operasi Laparatomy + reseksi usus
(reanastomose end to end) hari senin Tgl
22/06/2020 (tunda)

20
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO) fase
rehabiitasi :
Kebutuhan kalori : 220 x BBA = 220 x 2,8 = 616 kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde (tunda)
Vitamin C 50mg/24jam/sonde (tunda)
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde (tunda)
Asam folat 1mg/24jam/sonde (tunda)

Pemantauan hari ke-29 Perawatan(24/6/2020)


Subjective Anak dirawat di infeksi center hari ke 3
Ada sesak
Tidak demam, tidak kejang.
Tidak batuk
Tidak muntah.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Buang air besar via stoma, konsistensi lunak warna
kuning.
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 2,8 kg
Panjang badan : 54,5 cm
Lingkar kepala : 36 cm
Nadi 130 kali/menit
Napas 54 kali/menit
Suhu 36,9oC
skala nyeri 0 flacc
Saturasi oksigen 99% via nasal kanul
Tidak pucat, tidak ikterus
Tampak iga gambang, tampak retraksi subcostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi
dikedua lapangan paru dan wheezing tidak ada.
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising

21
tidak ada
Abdomen : Tampak stoma di regio lumbal dextra,
Peristaltik kesan normal, hepar teraba 2 cm bawah
arcus costae, kenyal, permukaan rata, tidak nyeri
tekan dan lien tidak teraba. Tidak ada ascites.
Ekstremitas, CRT < 2 detik, ada wasting
Laboratorium (22/6/2020)
Swab Orofaring (RT-PCR) : Positif
Hasil laboratorium (24/6/2020)
WBC 11.100/ul, Hb 10,4 g/dl, MCV 88 fl MCH 29 pg
HCT 25%, PLT 301.000, GDS 87 mg/dl, ureum 24,
creatinin 0,19, SGOT 90/ul, SGPT 43/ul, Albumin 3,4
g/dl, Natrium 135 mmol/l, kalium 3,5 mmol/l, clorida
101 mmol/l
Assesment - Gizi buruk tipe marasmus
- Covid 19 terkonfirmasi
- Post operasi colostomy et causa atresia
duodenum
- Anemia penyakit kronik
- Peningkatan enzim transaminase
- Infeksi Citomegalovirus
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Oksigen 2 liter per menit via nasal kanul
- Nutrisi Parenteral
- Kerjasama divisi Respirologi :
Oseltamivir 9 mg/12jam/sonde (hari ke 1)
Meropenem 80mg/8 jam/intravena (hari ke 7)
Amikasin 55 mg/24 jam/intravena (hari ke 7)
Fluconazole 30mg/24jam/intravena (hari ke 7)
Paracetamol 50mg/8 jam/intravena (bila suhu

22
>38,5 C)
- Kerjasama divisi Gastroenterohepatologi :
Urdafalk 30mg/8jam/sonde
- Kerjasama divisi Infeksi :
Gancyclovir 18mg/12jam/intravena (minggu I hari
ke 5)
- Kerjasama Bedah Anak :
Rencana operasi Laparatomy + reseksi usus
(reanastomose end to end) bila swab negatif dan
kondisi umum stabil
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO)
fase rehabiitasi :
Kebutuhan kalori : 220 x BBA = 220 x 2,8 = 616
kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde
Vitamin C 50mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde
Asam folat 1mg/24jam/sonde

Pemantauan hari ke-37 Perawatan(01/7/2020)


Subjective Anak dirawat di ruang isolasi lontara 4
Tidak demam, tidak kejang.
Tidak batuk, tidak sesak
Tidak muntah.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Buang air besar via stoma, konsistensi lunak warna
kuning.
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 2,9 kg
Panjang badan : 55,5 cm
Lingkar kepala : 36,5 cm

23
Nadi 120 kali/menit
Napas 40 kali/menit
Suhu 36,6oC
skala nyeri 0 flacc
Saturasi oksigen 99%
Tidak pucat, tidak ikterus
Tampak iga gambang, tidak tampak retraksi
subcostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi dan
wheezing tidak ada.
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising
tidak ada
Abdomen : Tampak stoma di regio lumbal dextra,
Peristaltik kesan normal, hepar teraba 1 cm bawah
arcus costae, kenyal, permukaan rata, tidak nyeri
tekan dan lien tidak teraba. Tidak ada ascites.
Ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, ada
wasting
Laboratorium RSWS
Swab Orofaring I (RT-PCR) 22/6/2020 : Positif
Swab Orofaring II (RT-PCR) 26/6/2020:Negatif
Swab Orofaring III (RT-PCR) 30/6/2020 : Negatif
Hasil laboratorium (1/7/2020)
WBC 7.800, Hb 12,7, HCT 38%, PLT 508.000
GDS 85 mg/dl, ureum 13, creatinin 0,25, SGOT
45/ul, SGPT 39/ul, Albumin 3,9. Natrium 136 mmol/l,
Kalium 4,2 mmol/l, Chlorida 105 mmol/l.
Assesment - Gizi buruk tipe marasmus
- Post Covid 19
- Post operasi colostomy et causa atresia
duodenum
- Infeksi Citomegalovirus

24
- Trombositosis reaktif
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Infus Dekstrose 5%
- Paracetamol 50mg/8 jam/intravena (bila suhu
>38,5 C)
- Kerjasama divisi Infeksi :
Rencana Gancyclovir 18mg/12jam/intravena
(minggu II hari ke 1, obat sementara kosong)
- Kerjasama Bedah Anak :
Rencana operasi Laparatomy + reseksi usus
(reanastomose end to end) Tgl 6/7/2020
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO)
fase rehabiitasi :
Kebutuhan kalori:220xBBA = 220 x 2,8 = 616 kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde
Vitamin C 50mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde
Asam folat 1mg/24jam/sonde

Pemantauan hari ke-53 Perawatan(17/7/2020)


Subjective Anak dirawat di perawatan bedah anak
Tidak demam, tidak kejang.
Tidak batuk, tidak sesak
Tidak muntah.
Buang air kecil: lancar, warna kuning
Buang air besar konsistensi lunak warna kuning.
Objective Keadaan umum : Lemah, GCS 15 (E4M6V5)
Berat badan : 3,3 kg
Panjang badan : 56 cm

25
Lingkar kepala : 37 cm
Nad i 128 kali/menit
Napas 36 kali/menit
Suhu 36,7oC
skala nyeri 0 flacc
Saturasi oksigen 99%
Tidak pucat, tidak ikterus
Tampak iga gambang, tidak tampak retraksi
subcostal
Paru : bunyi napas bronchovesikuler, ronchi dan
wheezing tidak ada.
Jantung : Bunyi Jantung I-II murni regular, bising
tidak ada
Abdomen : Tampak luka post op tertutup verban,
Peristaltik kesan normal, hepar dan lien tidak teraba.
Tidak ada ascites.
Ekstremitas, akral hangat, CRT < 2 detik, wasting
Hasil laboratorium (16/7/2020)
WBC 7.800, Hb 12,7, HCT 38%, PLT 508.000
GDS 85 mg/dl, ureum 13, creatinin 0,25, SGOT
45/ul, SGPT 39/ul, Albumin 3,9. Natrium 136 mmol/l,
Kalium 4,2 mmol/l, Chlorida 105 mmol/l.
Assesment - Gizi buruk tipe marasmus
- Post Covid 19
- Post operasi reanastomose (stoma closure) hari
ke 10 et causa post colostomy et causa atresia
duodenum
- Infeksi Citomegalovirus
- Mikrosefal
- Perawakan sangat pendek
- Intake tidak terjamin
Planning - Infus Dekstrose 5%

26
- Paracetamol 30mg/8 jam/intravena (bila suhu
>38,5 C)
- Kerjasama divisi Infeksi :
Rencana Gancyclovir 18mg/24jam/intravena
(minggu II hari ke 1, obat sementara kosong)
- Kerjasama Bedah Anak :
Rawat luka/ Ganti verban 2 hari
- Tatalaksana gizi buruk tipe marasmus (WHO)
fase rehabiitasi :
Kebutuhan kalori : 220 x BBA = 220 x 2,8 = 616
kkal
Susu pregestimil 8x120 ml/sonde
Vitamin C 50mg/24jam/sonde
Vitamin B kompleks 1 tablet/24jam/sonde
Asam folat 1mg/24jam/sonde
Rencana rawat jalan hari ini

Prognosis
- Qua ad vitam : Dubia
- Qua ad functionam : Dubia
- Qua ad sanationem : Dubia

27
VI. DISKUSI
Berdasarkan data WHO pada tahun 2019, terdapat sekitar 47 juta
anak dibawah usia 5 tahun menderita gizi buruk. 1 Pada tahun 2018,
Prevalensi gizi kurang diperkirakan 6,7% dan gizi buruk sebesar 3,5%. Di
Indonesia, dengan jumlah penduduk 260 juta dan proporsi balita sekitar
8,8% maka jumlah total balita sekitar 23 juta balita, maka jumlah balita gizi
buruk menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 sekitar 805.000
balita. Dengan cakupan penanganan kasus balita gizi buruk diperkirakan
mencapai 20.000 balita maka hanya mencapai 2,5% dari jumlah balita
yang menderita gizi buruk, sehingga menjadi kendala dan tantangan
dalam upaya menurunkan angka gizi buruk di Indonesia. 4 Ditambah lagi,
pada masa pandemik COVID-19, anak yang menderita gizi buruk memiliki
risiko kematian yang tinggi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. 1
Malnutrisi pada anak-anak akan menganggu proses pertumbuhan
dan perkembangannya, karena pada usia inilah zat- zat gizi sangat
diperlukan untuk membentuk tubuh yang sehat dan mental yang kuat.
Malnutrisi merupakan kategori penyakit yang mencakup kekurangan gizi
(undernutrition), obesitas dan berat badan lebih (overweight), imbalance,
defisiensi spesifik (protein) disertai kekurangan nutrient mikro.2
Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan
maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan
penggunaan zat gizi dalam tubuh. Asupan energi secara tidak langsung
mempengaruhi perkembangan baik kognitif maupun motorik pada anak.
Malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan yang disebabkan
ketika tubuh tidak mendapatkan asupan yang tepat dari vitamin, mineral,
dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan dan fungsi organ. 2
Selain itu, malnutrisi bisa disebabkan apabila asupan kalori yang
berlebih dari kebutuhan harian, dan mengakibatkan penyimpangan energi
dalam bentuk bertambahnya jaringan adipose. Dikenal istilah malnutrisi
primer dan sekunder. Malnutrisi primer diartikan sebagai malnutrisi yang
diakibatkan oleh ketidakcukupan asupan makanan, sedangkan malnutrisi

28
sekunder diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan, menurunnya
penyerapan, dan atau meningkatnya kehilangan zat gizi. Malnutrisi akut
berat merupakan keadaan anak tampak sangat kurus, dimana BB/PB
dibawah < 3 SD, terdapat edema , dan pada anak 5-59 bulan ukuran
Lingkar lengan atas < 11,5 mm.5
PEM (Protein Energy Malnutrition) adalah keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh ketidakcukupan asupan energi dan protein dalam
makanan sehari-hari, diakibatkan oleh asupan dari kedua zat gizi ini
kurang dari kebutuhan normal untuk pertumbuhan atau akibat dari
kebutuhan yang meningkat melebihi asupan yang diperoleh. PEM hampir
selalu disertai dengan defisiensi dari zat gizi lainnya. 5,6

PEM terbagi menjadi beberapa tingkat yaitu ringan, sedang, berat,


yang didasarkan pada hasil antropometrik dan kondisi kilnik. PEM berat
terbagi menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran klinis yang terjadi yaitu
tipe Kwashiorkor, tipe Marasmus dan tipe Marasmik-Kwashiorkor. 2,5
Status gizi buruk dapat mempengaruhi respon tubuh terutama pada
proses pembentukan antibodi dan limfosit. Pembentukan ini memerlukan
bahan baku protein dan karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi
buruk, produksi antibodi dan limfosit terhambat yang dapat menyebabkan
gangguan immunologi dan mempengaruhi proses penyembuhan
penyakit.5,6
Beberapa faktor resiko gizi buruk yaitu faktor asupan makanan,
status sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan ibu, penyakit
penyerta, BBLR, pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi. 4,6
Asupan makanan yang kurang merupakan faktor resiko gizi buruk
dikarenakan kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi. Pada pasien ini,
asupan nutrisi diberikan hanya dengan pemberian ASI saja namun
mengingat usia ibu pasien saat ini, jumlah dan kualitas ASI sudah
menurun sehingga sudah tidak mencukupi kebutuhan anak. Kurangnya
pengetahuan ibu mempengaruhi pemberian ASI yang seadanya dan
cenderung tidak diperhatikan, mengingat ibu pasien merupakan seorang
guru honorer dan saudara pasien sudah bersekolah sehingga jadwal

29
pemberian ASI tidak teratur dan kurangnya penerapan informasi gizi
dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus ini, orang tua pasien belum
mendapatkan konseling gizi sehingga yang diberikan selama ini hanya
ASI eksklusif. 4
Rendahnya status ekonomi, merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan gizi buruk, dikarenakan asupan gizi pasien yang tidak
terpenuhi. Pada kasus ini, orang tua pasien tergolong kelas menengah
kebawah. 4
Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan faktor resiko
terjadinya gizi buruk dikarenakan antibodi yang terbentuk kurang
sempurna sehingga lebih besar kemungkinan terserang penyakit sejak
dini, yang menyebabkan penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi
tidak terpenuhi serta kebutuhan energi yang meningkat akibat adanya
proses infeksi. Pada pasien ini, pasien lahir dengan berat badan 2.650
gram dan tidak tergolong BBLR.
Kurang lengkapnya atau tidak imunisasi juga merupakan faktor
terjadinya gizi buruk, karena anak akan mudah terkena penyakit yang
menyebabkan penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi tidak
terpenuhi serta kebutuhan energi yang meningkat akibat adanya proses
infeksi. Pada kasus ini, pasien hanya mendapatkan imunisasi Hepatitis B0
dan polio 1 kali.
Pasien didiagnosa menderita gizi buruk tipe marasmus
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan antropometrik. Pada
anamnesa, anak mau menyusu namun sedikit-sedikit, pemeriksaan fisik,
anak tampak sangat kurus, tampak iga gambang, ekstremitas tampak
wasting. Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan
menurut panjang badan atau tinggi badan. Grafik pertumbuhan yang
digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5
tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Pada kasus ini,
anak perempuan usia 3 bulan, menggunakan grafik WHO 2006.
Berdasarkan BB/TB didapatkan terletak dibawah -3SD dan termasuk

30
dalam Gizi Buruk. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan
hasil darah normal. 2
Pada umumnya, terdapat 10 langkah tatalaksana gizi buruk, yaitu
pertama, mencegah dan mengatasi hipoglikemia dan pada pasien ini
diberikan susu formula untuk mencegah hipoglikemia, kedua mencegah
dan mengatasi hipotermia dan pada pasien ini menggunakan pakaian dan
selimut untuk mencegah hipotermia, ketiga mencegah dan mengatasi
dehidrasi dan pada pasien ini diberikan susu formula dan cairan infus
secara intravena untuk mencegah dehidrasi, keempat mengatasi
gangguan elektrolit dan pada pasien ini diberikan cairan infus Kaen3B
untuk mengatasi gangguan elektrolit, kelima mengobati infeksi dan pada
pasien ini diberikan antibiotik, keenam memperbaiki defisiensi
micronutrient dan pada pasien ini diberikan vitamin B kompleks, vitamin C
dan asam folat, ketujuh memberikan makanan stabilisasi dan transisi dan
pada pasien ini baru berusia 3 bulan maka belum mendapatkan makanan
hanya susu formula, kedelapan memberikan makanan tumbuh kejar,
kesembilan stimulasi sensorik dan dukungan emosional dan pada pasien
ini telah diberikan edukasi kepada orangtua agar senantiasa memberikan
stimulasi dan kasih saying terhadap pasien, kesepuluh ialah persiapan
tindak lanjut dirumah yaitu edukasi rutin evaluasi/monitoring tiap bulan ke
fasilitas kesehatan.7,8
Pengaturan diet pada gizi buruk dibagi menjadi 4 fase yaitu fase
stabilisasi, transisi, rehabilitasi dan tindak lanjut. Pada fase stabilisasi,
peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan tujuan
memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula
hendaknya hipoosmolar, rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Untuk
anak diatas 1 tahun, diberikan makanan formula 75 (F-75), setiap 100ml
mengandung 75 kalori dan protein 1 gram. Pada fase transisi, saat anak
mulai stabil, diberikan F100, setiap 100ml mengandung 100 kkal dan
protein 2,9 gram. Pada fase rehabilitasi, bertujuan untuk mengejar
pertumbuhan anak diberikan F100, setiap 100ml mengandung 100 kkal

31
dan protein 2,9 gram atau F135 dengan nilai gizi setiap 100ml
mengandung energi 135 kkal dan protein 3,3 gram. 7,8
Pada kasus ini, pasien telah dirawat sebelumnya dengan diagnosa
Nutritional Marasmus, pada fase rehabiltasi, pasien usia 3 bulan diberikan
susu formula pregistimil 8 x 120 ml. Pasien juga diberikan nutrisi
parenteral (NP) saat pasien mengalami sesak saat dirawat di infeksi
center dan saat pasien sebelum dan setelah operasi reanastome usus.
NP adalah pemberian nutrisi yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral melalui vena yang utuh. Tujuannya adalah
untuk memberikan nutrien yang dibutuhkan agar anak dapat tumbuh
kembang seperti anak lain yang mendapat dukungan nutrisi enteral. 9
Nutrisi parenteral (NP) merupakan salah satu alternatif dukungan
nutrisi yang telah terbukti dapat menunjang tumbuh kembang anak
selama sakit. NP diindikasikan untuk anak sakit yang tidak boleh atau
tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral/enteral. Adapun
Langkah-langkah pada tatalaksana NP meliputi, penentuan status nutrisi
(klinik, antropometrik), perhitungan kebutuhan nutrisi (energi, cairan dan
nutrien), pemilihan dan perhitungan cairan yang akan digunakan serta
cara pemberiannya, penentuan akses NP (sentral atau perifer),
pelaksanaan pemberian dan pemantauan komplikasi. Pada NP
mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral dan elektrolit, seperti
kalsium(Ca), fosfor (P), natrium (Na), kalium (K), klorida (Cl),asetat dan
magnesium (Mg).9
Pemberian antibiotik menurut WHO pada anak gizi buruk penting
diberikan karena rentan terkena infeksi. WHO merekomendasikan
antibiotik spektrum luas seperti Cotrimoksazole 2x1 hari selama 5 hari,
untuk gizi buruk tanpa komplikasi. Sedangkan pemberian amoksisilin serta
gabungan ampicillin dan gentamicin untuk gizi buruk dengan komplikasi.
Pada pasien ini diberikan antibiotik awal Cotrimoxazole syrup, kemudian
pemberian Ceftazidime, Meropenem, Gentamicin, dan Amikasin karena
pasien merupakan penderita gizi buruk dengan komplikasi Pneumonia.

32
Pada fase tindak lanjut, dilakukan dirumah setelah anak dinyatakan
membaik, bila BB/TB >-3 SD, tidak ada gejala klinis, tidak demam, tidak
muntah, tidak diare, tidak ada edema, dan selera makan sudah baik,
makanan/susu yang diberikan dapat dihabiskan, terdapat kenaikan berat
badan lebih dari 50gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut.
Mineral mix dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk membuat
Rehidration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan formula WHO.6,7
Pada kasus ini, pasien telah dinyatakan membaik karena sudah
ada perbaikan klinis, tidak demam, tidak muntah, tidak diare, tidak ada
edema, dan nafsu makan sudah baik, makanan/susu yang diberikan dapat
dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, terdapat kenaikan berat badan
lebih dari 50gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut. 6,7
Anak dengan Gizi buruk tipe Marasmus dan covid 19 terkonfirmasi
memiliki beberapa resiko selama pandemi covid 19. Pertama, sulitnya
mengakses fasilitas layanan kesehatan untuk konseling gizi dan
mendapatkan makanan yang bergizi karena hilangnya pendapatan dari
orangtua. Kedua, gizi buruk membuat mereka lebih rentan terhadap
infeksi. Ketiga, mereka bergantung pada orang tua untuk memberi makan,
perawatan, dan dukungan sehari-hari, sehingga pada saat
pengasuh/orangtua sakit atau dikarantina, maka mereka tidak
mendapatkan makanan dan air minum yang bergizi dan aman. 1,3
Adapun langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut adalah
dengan mengintensifkan program promosi dan mendukung pemberian
ASI yang optimal, MP-ASI yang sesuai standar, dan menjamin nutrisi ibu,
termasuk praktek kebersihan, dan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian infeksi. Edukasi kepada orangtua anak gizi buruk dengan
COVID-19 yang terkonfirmasi dan diisolasi di rumah sakit, agar tetap
melanjutkan praktek pemberian ASI dan makanan yang direkomendasikan
untuk anak gizi buruk dengan tindakan pencegahan infeksi yang
diperlukan selama menyusui. Krisis pangan, keuangan, dan kesehatan
selama pandemi COVID-19 akan meningkatnya jumlah anak-anak yang
kekurangan gizi, terutama masyarakat miskin. Oleh karena itu, penting

33
untuk meningkatkan program layanan gizi untuk menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas anak selama pandemi COVID-194,5
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) yang merupakan virus yang
mengandung genom single-stranded RNA. Virus ini memiliki tingkat
mutasi yang tinggi, penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-
3%. COVID-19 dapat dicurigai bila memiliki gejala saluran pernapasan,
seperti demam >38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai
dengan riwayat bepergian ke daerah dengan transmisi lokal atau riwayat
kontak dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-19.
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus
dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan
terjadi dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe
acute respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi,
pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan
genom yang menyebabkan outbreak di kemudian hari. Penegakan
diagnosis COVID-19 adalah dengan anamnesis serta menilai riwayat
kontak pasien. Pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase chain
reaction (RT-PCR) dari spesimen usap nasofaring merupakan baku emas
diagnosis COVID-19.10
Gejala COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2–14
hari. Demam, lemas, dan batuk kering merupakan gejala COVID-19 yang
paling sering ditemukan. Selain itu, juga mengalami nyeri tenggorokan,
mialgia, dispnea, dan batuk berdahak. Gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah, dan diare juga dapat timbul pada pasien COVID-19.
Namun, bisa saja tidak mengalami gejala atau asimtomatik. Beberapa
kasus menunjukkan gejala berat seperti pneumonia dan acute respiratory
syndrome distress. Penatalaksanaan COVID-19 diberikan terapi anti virus
seperti Oseltamivir, vitamin seperti vitamin B, vitamin C, Zink dan antibiotik
seperti azitromicin dan terapi suportif, seperti antipiretik, antitusif, dan
ekspektoran dapat digunakan untuk meringankan gejala pasien.11

34
Diagnosis Covid 19 terkonfirmasi berdasarkan anamnesis,
didapatkan ada sesak diperhatikan sejak perawatan hari ke 24 disertai
batuk dan lendir, demam sejak perawatan hari ke 23 , pada pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi subcostal dan intercostal, bunyi pernapasan
bronkovesikuler, bunyi tambahan ada ronkhi nyaring pada kedua
lapangan paru terutama pada hemithorax sinistra, pada pemeriksaan
penunjang didapatkan foto thoraks bronkopneumonia sinistra. Hasil rapid
test Sars-Cov-2 IgG non reaktif dan Sars-Cov-2 IgM non reaktif, namun
hasil swab orofaring RT-PCR positif. Menandakan bahwa pasien telah
terinfeksi virus Covid 19 namun antibody dalam tubuh belum terbentuk
(tahap awal infeksi virus Covid 19). 3 Pasien mendapatkan terapi
Oseltamivir 3mg/kgBB/hari = 9mg/12jam/oral selama 8 hari. Pasien
dinyatakan sembuh setelah dari klinis, pasien tidak ada keluhan sesak,
tidak batuk, tidak demam. Dari pemeriksaan fisik tidak tampak retraksi
bunyi pernapasan bronkovesikuler, bunyi tambahan ronkhi dan wheezing
tidak ada, pada pemeriksaan penunjang, hasil swab orofaring RT-PCR
negatif pada perawatan hari ke 5 dan hari ke 8 di infeksi center. Pada hari
ke 10 perawatan di infeksi center, pasien dipindahkan ke perawatan
bangsal di ruang isolasi kemudian dirawat selama 6 hari dan selanjutnya
setelah operasi pasien dirawat di PICU dan perawatan bedah saraf. 10,11
Diagnosis Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang berdasarkan
anamnesis ada keluhan buang air besar encer via stoma sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, frekuensi lebih dari 10 kali, ada ampas, tidak
ada darah dan lendir. Tidak demam, tidak kejang, tidak batuk, tidak sesak,
tidak muntah. Buang air kecil kuning, kesan cukup. Pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan kepala, ada mikrosefal. ubun-ubun tidak cekung. Anak
tidak pucat, tidak ikterus. Ada mata cekung, bibir kering, turgor normal,
ada iga gambang. Pada abdomen tampak stoma di regio lumbal dextra,
peristaltik kesan mening kat, Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costa dan
2 dibawah processus xyphoideus dan lien tidak teraba. Ektremitas akral
hangat, cappilary refill time kurang dari 3 detik, ada wasting. Derajat
dehidrasi WHO : Keadaan umum anak letargi, ada mata cekung, anak

35
mau menyusui, turgor kulit normal. Pasien mendapatkan terapi rehidrasi
dengan cairan Asering, enteral susu pregistimil 8 x 120cc, Zink
20mg/24jam/oral selama 10 hari.12 Diagnosis Peningkatan enzim
transaminase berdasarkan hasil laboratorium SGOT 106/ul, SGPT 52/ul,
pasien mendapat terapi urdafalk 30mg/8jam/oral selama 2 minggu, karena
setelah dilakukan pemeriksaan SGOT, SGPT kontrol 2 minggu setelah
pemberian urdafalk hasilnya sudah kembali normal .
Diagnosa anemia penyakit kronik berdasarkan anamnesis
didapatkan anak tampak pucat tidak diperhatikan sejak kapan, pada
pemeriksaan fisik, didapatkan anak tampak pucat, tidak didapatkan ikterus
dan limfadenopati, hepar teraba 2 cm bawah arcus costa, permukaan rata,
tepi tajam, tidak nyeri tekan, lien tidak teraba, tidak ada manifestasi
perdarahan spontan, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia
normositik normokrom dengan Hb 6,4 g/dl, MCV 88 fl MCH 29 pg, ferritin
lebh dari 1.200. Analisa darah tepi Anemia normositik normokrom suspek
kausa infeksi. Pasien mendapatkan transfusi packed red 80cc/intravena
pada perawatan hari ke 22. Diagnosis Trombositosis reaktif berdasarkan
hasil laboratorium Platelet 664.000/ul.13
CMV merupakan virus DNA yang termasuk dalam famili
herpesviridae. Virus ini disebut Cytomegalovirus karena sel yang terinfeksi
akan membesar hingga dua kali lipat dibandingkan dengan ukuran sel
yang tidak terinfeksi. CMV menginvasi sel inang dan kemudian
memperbanyak diri (replikasi). Transmisi CMV dapat terjadi secara
horizontal (dari satu orang ke orang yang lain) maupun vertikal (dari ibu ke
janin). Infeksi akibat CMV merupakan infeksi kongenital yang terbanyak
dan menyebabkan morbiditas yang cukup tinggi pada bayi baru lahir. CMV
juga merupakan penyebab terbanyak dari gangguan pendengaran,
gangguan perkembangan saraf, dan retardasi mental pada anak.
Sebagian besar anak yang lahir dengan infeksi CMV kongenital tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik) saat lahir. Anak yang menunjukkan
gejala infeksi CMV kongenital saat lahir hanya berkisar antara 7-10%.
Jaundice (62%), petechiae (58%), dan hepatosplenomegali (50%) adalah

36
tiga manifestasi klinis yang sering ditemukan sehingga disebut juga trias
infeksi CMV kongenital.14
Gold standard diagnosis infeksi CMV kongenital adalah isolasi
atau kultur virus pada anak dalam usia tiga minggu pertama. Sampel yang
diambil untuk isolasi virus dapat berupa sampel urin, saliva, sekret
servikovaginal, cairan amnion, darah, dan cairan serebrospinal (CSS).
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR) dari sampel urin atau saliva dengan
sensitivitas 89% dan spesifisitas 96%. Beberapa literatur menunjukkan
bahwa pemeriksaan imunoserologi IgG dan IgM anti-CMV dapat
menunjang diagnosis infeksi CMV kongenital bila didapatkan IgM anti-
CMV positif atau peningkatan kadar IgG anti-CMV hingga 4 kali lipat dari
nilai normal. Namun, pemeriksaan imunoserologi IgG dan IgM anti-CMV
tidak direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis infeksi CMV
kongenital. Hal tersebut dikarenakan IgG anti-CMV yang dideteksi pada
anak kemungkinan besar adalah antibodi IgG anti-CMV maternal yang
melewati plasenta dan dapat bertahan hingga anak berusia 18 bulan,
sedangkan IgM anti-CMV sering menunjukkan hasil positif palsu terhadap
infeksi virus lainnya, terutama infeksi EBV (Epstein-barr virus) dan HHV-6
(Human Herpes virus 6). 14
Antivirus yang diberikan untuk mengatasi infeksi CMV yang
diketahui saat ini adalah ganciclovir secara intravena dengan dosis 6
mg/kgBB/hari tiap 12 jam atau valganciclovir per oral dengan dosis 16
mg/kgBB/hari tiap 12 jam. Beberapa literatur menyatakan bahwa antivirus
tersebut diberikan selama 6 minggu, namun pemberian antivirus selama 6
minggu tidak selalu direkomendasikan. Pemberian antivirus selama 2
minggu sudah memberikan dampak yang baik pada perjalanan penyakit
anak dan dosis tambahan selama 1-2 minggu berikutnya dapat diberikan
apabila gejala dan tanda pada anak tidak juga berkurang. Evaluasi secara
berkala dilakukan pada anak untuk mengetahui perkembangan dari
perjalanan penyakit infeksi CMV. Evaluasi yang dilakukan meliputi
pemeriksaan neuroimaging serta fungsi pendengaran dan penglihatan. 14

37
Diagnosis Infeksi Cytomegalovirus berdasarkan anamnesis
didapatkan anak tampak tidak aktif, ada demam, ada pucat, pada
pemeriksaan fisik didapatkan mikrosefal, tidak didapatkan ikterus dan
limfadenopati, bunyi pernapasan bronkovesikuler, bunyi tambahan ada
ronkhi nyaring pada kedua lapangan paru, hepar teraba 2 cm bawah
arcus costa, permukaan rata, tepi tajam, tidak nyeri tekan, lien tidak
teraba, pada pemeriksaan penunjang didapatkan Anti TOXO IgG non
reaktif, Anti TOXO IgM non reaktif, Anti Rubella IgG non reaktif, Anti
Rubella IgM non reaktif, Anti CMV IgM reaktif (titer > 2,17). Pasien
mendapatkan terapi Gancyclovir 6mg/kgBB/hari = 18mg/24jam/intravena
selama 1 minggu. Pengobatan Gancyclovir tidak dilanjutkan pada minggu
ke 2 sampai minggu ke 6 karena obat tidak tersedia. 14
Atresia intestinal adalah kelainan kongenital berupa oklusi total
lumen usus, sedangkan oklusi parsial lumen usus disebut stenosis
intestinal. Atresia dan stenosis intestinal dapat terjadi di bagian usus mana
pun, yakni duodenum, jejunum-ileum, atau kolon. Atresia intestinal adalah
penyebab tersering kedua obstruksi intestinal pada bayi baru lahir setelah
intususepsi. Secara umum, patofisiologi atresia intestinal dibedakan
berdasarkan lokasi lesi. Atresia duodenal umumnya dihubungkan dengan
teori kegagalan rekanalisasi lumen usus setelah obliterasi lumen pada
tahap proliferasi epitel, sedangkan atresia jejunoileal serta kolon
dihubungkan dengan teori cedera vascular atau kelainan pada pembuluh
darah mesenterik intrauterin.15
Gejala klinis atresia dan stenosis intestinal ditentukan oleh lokasi
dan beratnya obstruksi. Pada umumnya, neonatus dengan obstruksi
intestinal menunjukkan gejala berupa distensi abdomen dan muntah
berwarna hijau (muntah bilier). Distensi abdomen lebih sering ditemukan
pada lesi yang terletak lebih distal, sedangkan muntah hijau terjadi pada
lesi proksimal. Diagnosis atresia intestinal sudah dapat dilakukan melalui
pemeriksaan USG antenatal, yaitu adanya kondisi polihidramnion. Setelah
kelahiran, atresia intestinal dapat dicurigai apabila ada gejala klinis atresia
dan stenosis intestinal ditentukan oleh lokasi dan beratnya obstruksi.

38
Grosfeld, et al. memodifikasi klasifikasi atresia intestinal dan ini menjadi
klasifikasi yang tersering digunakan saat ini, Tipe I: membran/web, Tipe II:
blind end yang dihubungkan jaringan fibrosa, Tipe IIIa: blind end yang
tidak berhubungan, Tipe IIIb: deformitas apple-peel, Tipe IV: gambaran
string of sausages. Tata laksana definitif untuk atresia intestinal adalah
dengan tindakan pembedahan/colostomy. Manajemen sebelum dan
sesudah pembedahan seperti resusitasi cairan dan koreksi gangguan
elektrolit sangat menentukan prognosis atresia intestinal. 16
Pasien riwayat menjalani operasi laparotomy + reseksi usus
(kolostomi) saat usia 1 minggu di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
dengan indikasi atresia intestinal grade 1 pada tanggal 20 februari 2020.
Pasien rencana operasi laparotomy + reseksi usus (reanastomose end to
end) pada perawatan hari ke 23 dan diusulkan untuk screening covid
untuk persiapan operasi namun operasi ditunda karena pasien
terdiagnosa Covid 19 terkonfirmasi dan dirawat di infeksi center. Pada
perawatan hari ke 41 pasien menjalani operasi, kemudian pasien dirawat
di PICU.15,16 Pasien pindah perawatan dari PICU ke perawatan bedah
anak pada perawatan hari ke 45. Pasien diperbolehkan rawat jalan pada
perawatan hari ke 53, setelah dari klinis, pasien tidak ada keluhan, tanda
vital dalam batas normal. Berat badan saat pulang 3,3 kg, panjang badan
56cm, lingkar kepala 37 cm, lingkar lengan atas 10 cm.
Dari kondisi-kondisi tersebut, pasien dikategorikan menderita Gizi
buruk tipe marasmus dan memiliki prognosis quo ad vitam : dubia, quo ad
functionam : dubia, quo ad sanationam : dubia karena pasien telah
dinyatakan sembuh dari Covid 19, nafsu makan membaik, makanan/susu
yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, terdapat
kenaikan berat badan lebih dari 50gram/kgBB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut.

39
VII. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus Gizi buruk tipe marasmus dengan
covid 19 terkonfirmasi pada anak perempuan usia 3 bulan. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, antropometri dan
swab PCR. Tatalaksana gizi buruk sesuai pedoman telah diberikan
kepada pasien ini dan pemberian obat anti virus diberikan untuk
mengatasi covid 19. Prognosis quo ad vitam dubia and quo ad
sanationam dubia.

SUMMARY
A case of severe malnutrition marasmic type with covid 19 in
3 months old girl was reported. The diagnosis were made based on history
taking, physical examination, antropometric, and swab PCR. Management
of these patients by management of severe malnutrition and anti viral to
cure covid 19. The prognosis are dubia.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. United Nation Children’s Fund (UNICEF) : Supporting children’s


nutrition during covid 19 pandemic. April 2020
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. Jakarta: UKK
Nutrisi dan Penyakit Metabolik; 2011.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19). Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; Juli 2020.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
5. J.Susanto et al, Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak.
Malnutrisi akut berat dan terapi nutrisi berbasis komunitas. Badan
penerbit IDAI. Jakarta: 2011. Hal 128-64
6. Saunders J,Smith T.Malnutrition : causes and consequences. Clin Med
2010
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tata
Laksana Anak Gizi Buruk: Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2011.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Tata
Laksana Anak Gizi Buruk: Buku II. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2011
9. Prawirahartono, EP. Nutrisi Parenteral. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan
Penyakit Metabolik. Jilid I, 2011
10. Sahin AR. 2019 Novel virus corona (covid 19) outbreak : a review of
the current literature. Eurasian J Med investig. 2020 : 4 (1) : 1-7
11. Wu R, Wang L,Kuo HCD, Shannar A, Peter R, Chou PJ et al. An
update on current therapeutic drugs treating covid-19. Curr Pharmacl
reports. 2020
12. World Health Organization. Zinc supplementation in the management
of diarrhea. WHO 2018.
13. Endang W, Yetti MN, Bambang S, Buku Ajar Hematologi Onkologi
Anak. Anemia Penyakit Kronik. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2018.

41
14. Swanson EC, Cytomegalovirus infection : new prosphects for
prevention and therapy. Pediatry Clinical Noth America. April 2013.
15. Shalkow J. Small intestinal atresia and stenosis, 2019
16. Flynn-O’brein KT. Ledbetter DJ, Structural anomalies of the
gastrointestinal tract, In Avery’s disease of the newborn,10 th edition,
2018

42
Lampiran :

43
LK : 47 cm

44
45

Anda mungkin juga menyukai