Anda di halaman 1dari 34

KOMPRE SENIOR NON INFEKSI Kepada Yth :

Rahmawan Sakup M
MAW - 1850915310006
08 Juni 2023

Identitas pasien Identitas orang tua


Nama : An. ADA Nama ayah : AH
Jenis kelamin : Laki-laki Usia ayah : 30 tahun
Usia : 2 tahun 7 bulan Pendidikan : SMA
Tanggal lahir : Pekerjaan : Sopir
Alamat : Jl. Veteran
Rekam Medis : 01-52-76-93 Nama ibu : MA
Masuk RS : 20 Maret 2023 Usia : 28 tahun
IGD RSUD Ulin Pendidikan : SD
Lama rawat : Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pasien diterima oleh peserta didik tanggal 20 Maret 2023 (hari perawatan ke-1)
ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu pasien)

Keluhan utama
Demam sejak 5 hari

Riwayat penyakit sekarang


5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh demam, suhu tertinggi tidak diukur,
demam turun-naik dengan pemberian parasetamol, tidak menggigil dan berkeringat, tidak
kejang; tidak ada keringat malam. Pasien juga mengeluh batuk sejak 5 hari, dahak sulit keluar,
awalnya tidak ada darah. Sesak nafas sejak 1 minggu, muncul tanpa waktu tertentu, tidak
berkurang dengan posisi tertentu, tidak ada kebiruan, tidak ada bunyi nafas tambahan. Pasien
mengalami kehilangan nafsu makan sejak 2 minggu, pasien tidak mau makan makanan apapun.
Pasien juga mengeluhkan adanya luka pada area selangkangan sejak 1 minggu. Luka tidak terasa
gatal. Ibu pasien memberikan bedak herocyn dan air hangat secara bergantian pada luka. Tidak
ada nyeri otot dan sendi. Tidak ada nyeri perut atau bengkak. Tidak ada pembengkakan kelopak
mata. Tidak ada pendarahan gusi, hidung berdarah, kemerahan pada kulit, buang air kecil
kemerahan atau tinja berwarna hitam. Buang air kecil dan buang air besar normal.

4 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien datang
dengan ibunya ke IGD, pasien tampak lesu dan lemah. Demam sudah mereda. Sesak nafas masih
bertahan. Batuk masih bertahan. Penurunan nafsu makan masih bertahan, pasien tidak mau
minum atau makan apapun. Tidak ada nyeri otot dan sendi. Tidak ada pembengkakan kelopak
mata. Tidak ada gusi berdarah, hidung berdarah. Tidak ada kemerahan pada kulit. Tidak ada
buang air kecil kemerahan atau feses berwarna hitam. Buang air kecil dan buang air besar normal

Saat di IGD RSUD Ulin Banjarmasin, pasien masih mengalami penurunan kesadaran. Pasien
tidak mau minum. Demam masih bertahan. Sesak nafas masih bertahan. Batuk masih bertahan.
Penurunan nafsu makan masih bertahan. Tidak ada kejang. Tidak ada nyeri otot dan sendi. Tidak
1
ada pembengkakan kelopak mata. Tidak ada gusi berdarah, hidung berdarah. Tidak ada
kemerahan pada kulit. Tidak ada buang air kecil kemerahan atau feses berwarna hitam. Buang air
kecil dan buang air besar normal. Pada pemeriksaan fisik di IGD, kondisi umum pasien sakit
berat, kesadaran stupor dengan GCS E2V3M3, TD 50/30, nadi 132x/menit, teratur dan tidak
adekuat, laju pernapasan 30 kali/menit, napas megap-megap, suhu 36,7 0C, SpO2 95-96% dengan
suplementasi oksigen NRM 10 lpm. Pasien kemudian didiagnosis dengan Syok sepsis + Susp.
Pneumonia dan ulkus decubitus grade 2. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan lab,
pemasangan infus, pemberian terapi dan dilakukan observasi ketat selama di IGD. Setelah
keadaan pasien stabil, pasien dimasukkan ke ruang PICU.

Riwayat penyakit dahulu


1 minggu sebelum masuk IGD RS Ulin, pasien dibawa ke RS Ansari Saleh karena keluhan yang
sama, namun keluarga menolak untuk dirawat inap.
Riwayat asma, alergi, dan TB disangkal
Kesimpulan: riwayat rawat inap dengan keluhan utama yang sama tetapi keluarga membawa
pasien pulang

Riwayat penyakit keluarga

Pasien

Pasien adalah anak pertama dalam keluarga. Kakek dari ibu dan ayah telah meninggal dunia.
Anak kedua meninggal tepat setelah dilahirkan. Tidak ada riwayat perkawinan sedarah. Kakek
pasien didiagnosa menderita diabetes melitus dan penyakit jantung tetapi keluarga lupa diagnosa
tersebut
Kesimpulan : riwayat diabetes dan jantung pada riwayat keluarga
Kesan : tidak ada data yang bermakna

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak pertama, pasien lahir cukup bulan, persalinan spontan, di rumah,
ditolong bidan. Berat lahir adalah 3.000 gram, Panjang lahir 51 cm dan lingkar kepala 27 cm.
Saat lahir, anak tidak langsung menangis, anak tampak kebiruan, dilakukan resusitasi aktif, dan
dirawat di rumah sakit setelah lahir. Sudah dilakukan pemberian vitamin K pada paha kiri oleh
bidan, tali pusat kering dan terlepas satu minggu setelah lahir. Saat kehamilan, ibu pasien rutin

2
dan teratur kontrol ke Puskesmas setiap bulan, mengikuti jadwal kontrol yang diberikan
puskesmas, rutin minum suplemen penambah darah dan vitamin dari puskesmas. Ibu kontrol ke
dokter spesialis kandungan saat usia kehamilan 7 bulan dan 8 bulan. Ibu tidak pernah melakukan
pemeriksaan TORCH sebelum hamil. Tidak ada riwayat demam tinggi, hipertensi, diabetes,
penyakit paru, penyakit jantung, keputihan atau infeksi saluran kemih saat kehamilan. Tidak ada
riwayat merokok, konsumsi obat-obatan, dan kopi berlebih selama kehamilan.
Kesan : riwayat asfiksia sejak lahir

Riwayat Nutrisi
Anak tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), hanya diberikan susu formula. Anak diberikan
MPASI sejak usia 6 bulan yang dimulai dengan pemberian bubur susu, kemudian konsistensi
dinaikkan bertahap oleh ibu hingga mencapai konsistensi makanan keluarga pada usia 1 tahun.
Saat ini, anak makan bubur 100 ml/hari. Sejak 2 minggu pasien kehilangan nafsu makan dan
tidak makan apapun.
Kesan : Asupan gizi tidak adekuat, penurunan asupan gizi sejak sakit, asupan gizi tidak
adekuat sejak sakit.

Riwayat imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, polio sebanyak 1 kali, Covid-19 sebanyak 2 kali.
Kesan: Status imunisasi dasar tidak lengkap berdasarkan jadwal imunisasi kementrian
kesehatan.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien masih belum bisa menegakkan kepala, membalikkan badan, berdiri dan berjalan sampai
sekarang. Pasien bisa mengoceh tanpa arti. Pasien dapat tersenyum dan mengikuti objek.
Kesan : Global developmental delay

Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan


Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan saudara perempuannya di
Banjarmasin, jauh dari kawasan industri. Ayah adalah perokok dan merokok di dalam rumah.
Rumah mereka tidak mendapat sinar matahari yang cukup, dan hanya memiliki sedikit ventilasi.
Ayah adalah seorang sopir dan jarang pulang. Ibu hanya tamat SD. Tidak ada riwayat
penggunaan bahan kimia di sekitar rumah. Mereka menggunakan galon isi ulang air mineral
untuk minum, dan air keran untuk keperluan rumah tangga dan mandi, mencuci pakaian dan
mencuci piring. Tidak ada riwayat flu, anosmia, dan diare. Keluarga mengaku jarang memakai
masker kain di luar dan jarang mencuci tangan.
Kesan : Pasien berasal dari status sosial ekonomi kelas rendah, risiko kelalaian tinggi, dan
risiko tinggi infeksi saluran pernapasan.

Riwayat pemenuhan kebutuhan dasar


- Asih : pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dan diberikan kasih sayang yang
cukup oleh ayah dan ibu. Selama perawatan, ibu sendirian yang menjaga dan mengurus pasien
dengan baik dan sabar.

3
- Asah : stimulasi emosi-sosial cukup diberikan oleh kedua orang tua pasien. Ibu dan ayah
berperan penting memberikan stimulasi emosi-sosial. Ibu rajin mengajak bicara dan mem-
berikan pengertian dengan sabar pada pasien.
- Asuh : kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan papan sudah terpenuhi, kebutuhan nutrisi
tercukupi. Pasien mendapatkan ASI sampai usia 1 tahun dan mendapatkan imunisasi lengkap
berdasarkan usia. Pemenuhan kebutuhan medis juga telah dipenuhi oleh orang tua.
Kesan : kebutuhan asih, asah dan asuh telah terpenuhi

PEMERIKSAAN FISIK
(Ruang PICU)
Keadaan umum: tampak sakit berat
Tanda vital
Kesadaran : Stupor, Glasgow Coma Scale (GCS) E2M2V4
VAS : tidak dapat dievaluasi
Tekanan darah : 75/50 mmHg
Frekuensi nadi : 104 kali/menit, reguler, tidak adekuat
Pernapasan : 25 kali/menit, cepat
Suhu : 36.7oC (aksila)
Saturasi O2 : 100% dengan supp O2 3 lpm

Status gizi dan antropometri


Berat badan (BB) : 6.5 kg
Tinggi badan (TB) : 75 cm
Lingkar lengan atas (LiLA) : 7.5 cm
Lingkar kepala : 40 cm (mikrosefali)
Berat badan ideal : 9,5 kg
Height Age : 11 bulan
Status Gizi berdasarkan kurva WHO
BB/U : Z < -3 SD (severely underweight)
TB/U : Z < -3 SD (stunting)
BB/TB : Z < -3 SD (gizi buruk)
LK/U (Nellhauss) : Z < -3 SD (mikrosefali)
LiLA/U (Frisancho) : Z < -3 SD
Kesan: severely underweight, stunting, gizi buruk

Tabel 3. Pemeriksaan fisik tanggal 21 Maret 2023


Sistem Deskripsi
Kulit Kulit kering, berkerut, ulkus dekubitus multipel a/r thorax
kanan atas posterior
Kepala Mikrosefali (+), edema wajah (-), dismorfik (-) wajah bulat (-), dagu
ganda (-), ubun-ubun cekung (+), ulkus dekubitus multipel a/r
oksipital
Rambut Alopesia tidak ada, hitam tidak mudah dicabut, rambut tipis rapuh (-)
warna rambut berubah (-)

4
Wajah Tidak tampak dismorfik, old face man (+)
Mata Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor 3 mm/3 mm,
refleks pupil normal, gerakan mata normal, edema palpebra (-/-),
nyeri retroorbital (-), mata cekung, tetes air mata (+)
Hidung Tidak terdapat deformitas, tidak ada sekret
Telinga Tidak terdapat sekret pada telinga kiri dan kanan, membran timpani
sulit dinilai.
Mulut Mukosa mulut tampak pucat dan kering, tidak tampak sianosis,
tidak ada stomatitis
Tenggorok Tonsil ukuran T1-T1, tidak tampak hiperemis, faring tidak hiperemis,
tidak ada eksudat, tidak ada detritus, tidak ada membran,
Leher Kelenjar getah bening tidak membesar, tidak tampak peningkatan
tekanan vena jugular, leher tidak pendek, tidak terdapat tortikolis.
Dada Inspeksi : retraksi subkostal, wasted ribs (+)
Palpasi : fremitus vokal simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening aksila
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +++/+++ ronchi +++/+++, wheezing ---/---
ekspirasi memanjang (-), stridor (-)
Jantung Iktus kordis tak tampak, bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat
gallop, tidak teraba thrill.
Abdomen Datar, tidak tampak venektasi, abdomen teraba supel, bising usus
normal (10 kali/menit), tidak terdapat hepatomegali maupun
splenomegali, tidak terdapat asites, nyeri tekan sulit dievalusi, turgor
kembali lambat.
Punggung Opisthotonus (-), Kyphosis (-) Scoliosis (-) multiple ulkus
dekubitus a/r lumbal
Anogenital Baggy pants (+) dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis
dextra et sinistra
Ekstremitas Akral teraba dingin, CRT 3 detik, pucat (+), pitting edema (-),
kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot atau lemak, ulkus
dekubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
Status neurologis Kaku kuduk tidak ada, rangsang meningeal Brudzinski I negatif,
Brudzinski II negatif.
Klonus tidak ada, spastik tidak ada, flaksid tidak ada.
Refleks patologis : Babinski (-/-) Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-)
Gordon (-/-) Clonus (-/-)
Refleks fisiologis : BPR (2+/2+) TPR (2+/2+) KPR (2+/2+) APR
(2+/2+)
Motorik : 5/5

5
5/5
Sensorik : normal pada keempat ekstrimitas
Refleks palmar (-), Refleks plantar (-)
Tonus otot (-), atrofi pada otot ekstremitas (+)

FOTO KLINIS

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG

20/03/23 21/03/23 22/03/23 Nilai Rujukan

Hb (g/dL) 8.0 10.3 13.0 - 16.0

Hematocrit 23.9 29.1 37 – 49


(%)
RBC 3.07 3.87 4.5-5.3
(milion/ul)
Leukocyte 6.600 14.8 4.500 – 13.500
(/µL)
Thrombocyt 156.000 119 150.000 – 450.000
(/uL)
MCV (fl) 77.9 75.2 78.0 - 95.0

MCH (pg) 26.1 26.6 28.0 – 32.0

MCHC 33.5 35.4 32- 36

7
(g/dl)
Neut % 70.1 85.2 33-76
Lymph % 20.9 9.8 15 - 55
RBG 175 <200.0
(mg/dL)
PT (sec) 11.9 9.9-13.5
Control PT 10.8
APTT (sec) 27.3 22.2-37

Control 24.8
APTT
Sodium 129 131 136-145
(Mmol/L)
Potassium 5 4.6 3.5-5.5
(Mmol/L)
Chloride 99 100 95-105
(Mmol/L)
Calsium 7.1 7.5
(Mmol/L)
Corrected 8.5 8.8 – 10.8
Calsium
(Mmol/L)
AST(U/L) 123 15-40

ALT(U/L) 158 10-55

Ureum 72 45 5-25
(mg/dL)
Creatinine 0.35 0.19
(mg/dL)
Albumin 2.1 3.8 – 5.4

Bilirubin 0.55 0.20 – 1.20


Total
Bilirubin 0.11 0.00 – 0.20
Direk
Bilirubin 0.44 0.20 – 0.80
Indirek
Alkaline 106 0 – 750
fosfatase
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Anti HCV Non Reaktif < 1.00

8
CRP 93.0 <= 5.00

Suhu 35.0 36.4 -

pH 7.513 7.458 7.350 – 7.450

PCO2 29.5 30.3 35.0 – 45.0

TCO2 25.0 23.0 22.0 – 29.0

PO2 270.0 213.0 80.0 – 100.0

HCO3 24.1 21.6 22.0 – 29.0

O2 Saturasi 100.0 100.0 75.0 – 99.0

Base Excess 1.0 -2.0 -2 – 3.0


(BE)
%FIO2 33 25 -

Laktat 0.9 Arteri: 0.36-1.25


Vena: 0.90-1.7

Kesan:
Anemia normositik normokromik
Hiponatremia
Hipokalsemia
Hipoalbuminemia
Peningkatan transaminase
Peningkatan ureum
Kreatinin rendah

FOTO THORAX (24 MARET 2023)


Kesimpulan:
Secara radiologi cor dalam batas normal
Bronchopneumonia

MSCT SCAN KEPALA TANPA DAN DENGAN KONTRAS (28 MARET 2023)
Kesan:
- Leptomeningeal enhancement regio parietal sinistra suspek encephalitis
- Hipoplasia cerebri dengan ventriculomegaly ex vacuo
- Tidak tampak massa intracranial
- Hipopneumatiasi dengan perselubungan pada aircell mastoid bilateral sugestif mastoidi-
tis
- Sinusitis maxillaris dextra

9
DAFTAR MASALAH
Anamnesis :
Laki-laki, 2 tahun 7 bulan:
- Demam sejak 5 hari
- Batuk sejak 5 hari
- Kehilangan nafsu makan sejak 2 minggu
- Penurunan kesadaran sejak 4 jam
- Riwayat rawat inap dengan keluhan yang sama tetapi keluarga membawa pasien pulang
- Riwayat diabetes dan jantung dalam riwayat keluarga
- Riwayat asfiksia saat lahir
- Imunisasi tidak lengkap berdasarkan usia
- Asupan nutrisi tidak adekuat, asupan nutrisi tidak adekuat sejak sakit
- Keterlambatan perkembangan global
- Status sosial ekonomi kelas bawah, risiko kelalaian tinggi, dan risiko tinggi infeksi salu-
ran pernapasan

Pemeriksaan Fisik
1. Sakit parah
2. Penurunan kesadaran  pGCS: E2V3M3
3. Hipotensi  TD : 50/30 mmHg (<P5)
4. Memperpanjang CRT: >3 detik
5. Desaturasi  SpO2 : 80-82 % udara ruangan, 98% dengan O2 NRM 10 lpm
6. Kepala : Mikrosefali, ubun-ubun cekung (+), old man face (+), multiple ulcus decubitus
a/r occipital
7. Mata : mata cekung, tetes air mata (+)
8. Mulut : bibir kering (+)
9. Thorax : retraksi subkostal, wasted ribs (+), ronchi +++/+++
10. Abdomen : turgor kulit kembali lambat
11. Ekstremitas : Dingin, CRT 3 detik, pucat (+), kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot
atau lemak, ulcus decubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
12. Kulit : Kulit kering, keriput, ulcus decubitus multipel a/r thorax kanan atas posterior
13. Anogenital : dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis dextra et sinistra
14. Vertebra : ulkus dekubitus multipel a/r lumbal

10
15. Neurologis : Tonus otot (-) Atrofi otot ekstremitas (+)

Pemeriksaan Penunjang
1. Anemia normokromik normositik
2. Hiponatremia
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Hipoalbuminemia
6. Peningkatan transaminase
7. Ureum dan kreatinin rendah

DIAGNOSIS
I. Syok Sepsis R65.21
II. Susp. Community acquired pneumonia J18.9
III. Susp. Septic Encephalopathy G93.4
IV. Ulkus Dekubitus grade 2 L89.90
V. Anemia Mikrositik Hipokromik D50
VI. Hipoalbuminemia E88.09
VII. Peningkatan transaminase R74.0
VIII. Hiponatremia E87.1
IX. Hipokalsemia E87.6
X. Severe Malnutrition Tipe Marasmik Fase Stabilisasi   E43.0
XI. Incomplete immunization Z28.9
XII. Child neglected T76.02XA
XIII. Global Delayed Development F88

TATA LAKSANA

1. Syok Sepsis
Diagnosis :
- Anamnesis didapatkan penurunan kesadaran sejak 4 jam, disertai dengan riwayat de-
mam, batuk, dan sesak
- Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran stupor dengan GCS E2V3M3, TD 50/30 mmHg,
HR 88x/menit reguler dan tidak adekuat, RR 30x/menit, dengan SpO2 80-85% tanpa su-
plementasi oksigen
- Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis, analisa gas darah PO2 270
mmHg dan FiO2 33%, serta penurunan kadar kreatinin
- Terapi :
- Drip dobutamine 10 mcg/kgBB/menit
- IV norepinefrine 0,05 mcg/kgBB/menit
Edukasi :

11
- Mengenai kondisi pasien, penyakit, pengobatan, efek samping pengobatan, lama
pengobatan, prognosis.
- Edukasi mengenai kemungkinan penyebab syok sepsis

2. Community Acquired Pneumonia


Diagnosis :
Diagnostik :
- Anamnesis didapatkan demam dan sesak.
- Pemeriksaan fisik didapatkan takipneu, retraksi subcostalis, terdapat ronki basah halus di
lapangan paru kanan dan kiri
- Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan trombositosis.
- Pemeriksaan foto rontgen dada didapatkan kesan pneumonia.
Terapi :
- Pemberian antibiotik untuk pneumonia yaitu ceftriaxone IV 350 mg per 12 jam
(100mg/kgBB/hari)
- Pemberian paracetamol 65 mg per 8 jam (10-15 mg/kgBB IV) untuk mengatasi demam.
Edukasi:
- Mengenai kondisi pasien, penyakit, pengobatan, efek samping pengobatan, lama
pengobatan, dan prognosis.
- Edukasi mengenai pneumonia dapat disebabkan penyebaran infeksi infeksi saluran napas
atas sehingga dapat mencegah faktor risiko berulangnya infeksi saluran napas atas dengan
pelihara higiene personal, ayah tidak merokok, dan tidak menggunakan obat nyamuk
bakar.

3. Ulkus Dekubitus grade 2


Diagnostik :
- Anamnesis didapatkan anak dalam keadaan berbaring cukup lama di rumah.
- Pemeriksaan fisik didapatkan multipel ulkus dekubitus a/r occipital, upper right thorax
posterior et lumbalis, dorsum et plantar pedis dextra
Terapi :
- Atur posisi berbaring dan dibalik tiap 1-2 jam agar mencegah tekanan berlebihan pada
kulit
Edukasi :
- Pemberian nutrisi adekuat, perbaiki hygiene pada kulit

4. Gizi Buruk Tipe Marasmik Fase Stabilisasi


Diagnostik :
- Anamnesis: anak tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sejak sebelum sakit sampai saat
sakit
- Pemeriksaan fisik didapatkan: ubun-ubun cekung, mata cekung, old man face, iga gam-
bang, turgor kulit kembali lambat, baggy pants, atrofi otot.
Terapi :
- Pencegahan hipoglikemia dengan pemberian infus RLD, pencegahan hipotermia dengan
menjaga anak tetap hangat dan menutupi tubuh anak dengan selimut, pencegahan de-
hidrasi dengan pemberian cairan sesegera mungkin
Edukasi :

12
- Pemberian nutrisi adekuat, memastikan kecukupan intake nutrisi, efek jangka panjang
yang dapat ditimbulkan gizi buruk pada anak.

5. Anemia mikrositik hipokromik


Diagnosis :
Anamnesis pemberian asupan nutrisi tidak adekuat dan pemeriksaan laboratorium kadar
hemoglobin darah.
Terapi :
- Tranfusi PRC 50 ml dengan target Hb 10
- Rencana pemberian terapi besi bila tidak didapatkan tanda infeksi dengan dosis 4
mg/kg/hari besi elemental selama 4 minggu, evaluasi kembali kadar Hb dan profil besi
pasca pemberian terapi besi 4 minggu.
- Terapi utama dengan mengatasi etiologi
Edukasi :
Pemberian nutrisi adekuat, memastikan kecukupan intake zat besi, efek jangka panjang yang
dapat ditimbulkan anemia pada anak, tanda-tanda pucat pada anak.

6. Global developmental Delay


Diagnostik :
- Anamnesis didapatkan anak masih belum bisa menegakkan kepala, membalikkan badan,
berdiri dan berjalan sampai sekarang
- Anak bisa mengoceh tanpa arti
- Pasien dapat tersenyum sosial dan mengikuti objek
- Terapi :
- Rehabilitasi
Edukasi :
- Rutin pemeriksaan status gizi anak, lengkapi imunisasi, teruskan stimulasi dan nutrisi
yang optimal,

PEMANTAUAN SELAMA PERAWATAN DI RUANG PICU


21 – 23 Maret 2023 (hari rawat ke-1-3 )
S Penurunan kesadaran (+), demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak ada, kejang tidak
ada, mual/muntah tidak ada, badan dingin (+), BAB dan BAK normal.
O Kesadaran: stupor, GCS E2V2M4
Tanggal 21 Mar 2023 22 Mar 2023 23 Mar 2023

Tekanan darah (mmHg) 75/50 89/65 97/75


Nadi (kali/menit) 104 72 74
Napas (kali/menit) 25 14 16
Suhu (oC) 36 36,3 36,1
SpO2 (%) 100 (NK 3 lpm) 100 (NK 3 lpm) 100 (NK 3 lpm)

Status generalis
Kulit : Kulit kering, berkerut, ulkus dekubitus multipel a/r thorax kanan atas

13
posterior
Kepala : Mikrosefali (+), ubun-ubun cekung (+), ulkus dekubitus multipel a/r
oksipital
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), mata cekung (+)
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa bibir kering (+)
Paru : Vesikuler, retraksi subcostalis, iga gambang ada, rhonki di kedua lapang
paru, mengi tidak ada, ekspirasi memanjang tidak ada, sonor
Jantung : Iktus kordis tak tampak, bunyi jantung I dan II normal, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Abdomen : Hepatomegali tidak ada, splenomegali tidak ada, asites tidak ada
Punggung : Opisthotonus (-), Kyphosis (-) Scoliosis (-) multiple ulkus dekubitus a/r
lumbal
Anogenital : Baggy pants (+) dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis dextra et
sinistra
Ekstremitas: akral dingin, waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, tidak ada
edema, pucat (+), pitting edema (-), kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot atau
lemak, ulkus dekubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
Status neurologis : Kaku kuduk tidak ada, rangsang meningeal Brudzinski I negatif,
Brudzinski II negatif.
Klonus ada, spastik ada, flaksid tidak ada.
Refleks patologis : Babinski (-/-) Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-) Gordon (-/-)
Refleks fisiologis : BPR (3+/3+) TPR (3+/3+) KPR (3+/3+) APR (3+/3+)
Motorik : sde /sde
sde /sde
Tonus otot (-), atrofi pada otot ekstremitas (+)

Apusan darah tepi (22 Maret 2023)


Anemia mikrositik hipokromik

A 1. Syok Sepsis dd Syok hipovolemik


2. Susp. Pneumonia dd TB Paru
3. Ulkus dekubitus grade 2
4. Hipoalbuminemia
5. Anemia mikrositik hipokromik
6. Severe malnutrition marasmic type stabilisation phase
P Oksigenasi Simple mask 5 lpm
Cairan dan Nutrisi TPN via CVC
D12,5% 458 ml, NaCl 3% 26 ml, KCl
6.5 ml, Ca gluconas 13 ml, AA5% 130
ml, Lipid 20% 16 ml
Vasopressor IV Norepinefrin 0,05 mcg/kgBB/menit
(dosis titrasi)
IV Dobutamin 12,5 mcg/kgBB/menit

14
Antibiotik IV Ceftriaxone IV 2 x 350 mg (50-100
mg/KgBB/hari)
Albumin IV Albumin 20% 50 ml untuk 2 hari
berturut-turut
Antipiretik IV Paracetamol 65mg/8 jam
Monitoring Tanda vital, tanda kelebihan volume,
tanda dehidrasi, diuresis, balans diuresis,
toleransi makan, berat badan,
dekubitus, koreksi pasca elektrolit,
GDS/8 jam
Rencana terapeutik Konsultasi divisi ERIA
Konsultasi divisi infeksi tropis
Konsultasi bagian respirologi
Konsultasi bagian neurologi
Konsultasi divisi pertumbuhan dan
perkembangan
Konsultasi bagian bedah plastik
Rencana diagnostik Kultur urine, kultur darah, kultur pus, pe-
meriksaan TB, CRP,
FT4, TSH

24 – 26 Maret 2023 (hari rawat ke-4-6 )


S Penurunan kesadaran (+), demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak ada, kejang tidak
ada, mual/muntah tidak ada, badan dingin (+), BAB dan BAK normal.
O Kesadaran: stupor, GCS E2V1M3
Tanggal 24 Mar 2023 25 Mar 2023 26 Mar 2023

Tekanan darah (mmHg) 128/85 113/84 97/75


Nadi (kali/menit) 63 85 74
Napas (kali/menit) 18 20 16
Suhu (oC) 36 36 36,1
SpO2 (%) 100 (NK 2 lpm) 100 (NK 2 lpm) 100 (NK 2 lpm)

Status generalis
Kulit : Kulit kering, berkerut, ulkus dekubitus multipel a/r thorax kanan atas
posterior
Kepala : Mikrosefali (+), ubun-ubun cekung (+), ulkus dekubitus multipel a/r
oksipital
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), mata cekung (+)
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa bibir kering (+)
Paru : Vesikuler, retraksi subcostalis, iga gambang ada, rhonki tidak ada, mengi
tidak ada, ekspirasi memanjang tidak ada, sonor
Jantung : Iktus kordis tak tampak, bunyi jantung I dan II normal, murmur tidak ada,

15
gallop tidak ada
Abdomen : Hepatomegali tidak ada, splenomegali tidak ada, asites tidak ada
Punggung : Opisthotonus (-), Kyphosis (-) Scoliosis (-) multiple ulkus dekubitus a/r
lumbal
Anogenital : Baggy pants (+) dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis dextra et
sinistra
Ekstremitas: akral dingin, waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, tidak ada
edema, pucat (+), pitting edema (-), kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot atau
lemak, ulkus dekubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
Status neurologis : Kaku kuduk tidak ada, rangsang meningeal Brudzinski I negatif,
Brudzinski II negatif.
Klonus ada, spastik ada, flaksid tidak ada.
Refleks patologis : Babinski (-/-) Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-) Gordon (-/-)
Refleks fisiologis : BPR (3+/3+) TPR (3+/3+) KPR (3+/3+) APR (3+/3+)
Motorik : sde /sde
sde /sde
Tonus otot (-), atrofi pada otot ekstremitas (+)

Laboratorium (24 Maret 2023)


Kalsium : 7.2 mg/dl
Natrium : 132 Meq/L
Kalium : 3.2 Meq/L
Klorida : 100 Meq/L
Albumin : 2.3 g/dl

Foto Thorax (24 Maret 2023)


Kesan: Bronchopneumonia

Pemeriksaan dahak (24 Maret 2023)


MTB not detected

Laboratorium (25 Maret 2023)


Hb 10.8 g/dl
HCT 31.5%
PLT 74.000/uL
pH 7.498
PO2 179.0 mmHg
TCO2 34.0 mEq/L
Anti-HIV 0.06, HIV rapid : Non Reaktif
Natrium 134 Meq/L
Kalium 3.3 Meq/L
Klorida 101 Meq/L

Analisa Cairan Otak (25 Maret 2023)


Kesan:

16
Dalam batas normal

Laboratorium (26 Maret 2023)


Hb 10.3 g/dl
WBC 7.000/uL
PLT 82.000/uL
Neut% 81.7
A 1. Syok Sepsis (perbaikan)
2. Bronkopneumonia
3. Ulkus dekubitus grade 2
4. Hipoalbuminemia
5. Anemia mikrositik hipokromik
6. Severe malnutrition marasmic type stabilisation phase
P Oksigenasi Nasal kanul 2 lpm  ½ lpm
Cairan dan Nutrisi IVFD RL : D10%  250 ml : 250 ml per
24 jam
TPN via CVC
D12,5% 458 ml, NaCl 3% 26 ml, KCl
6.5 ml, Ca gluconas 13 ml, AA5% 130
ml, Lipid 20% 16 ml
Diet F75 3 x 90 ml
Vasopressor IV Dopamin 6 mcg/kgBB/menit
IV Dobutamin 12,5 mcg/kgBB/menit
Antibiotik IV Ampicillin sulbactam 3x325 mg
IV Amikasin 1x160 mg (H1)  1x120
mg (H2 dst)
Anti-inflamasi IV Dexametason 2 x 1,5 mg
Antipiretik IV Paracetamol 65mg/8 jam
Multivitamin P.O Vitamin C 1x40 mg
P.O Vitamin B complex 1x1 tablet
P.O Vitamin A 1x200.000 IU
P.O Asam folat 1x1 mg
P.O Vitamin D 1x400 IU
Monitoring Tanda vital, tanda kelebihan volume,
tanda dehidrasi, diuresis, balans diuresis,
toleransi makan, berat badan,
dekubitus, koreksi pasca elektrolit,
GDS/12 jam
Rencana terapeutik Konsultasi divisi ERIA
Konsultasi divisi infeksi tropis
Konsultasi bagian respirologi
Konsultasi bagian neurologi
Konsultasi divisi pertumbuhan dan
perkembangan
Konsultasi bagian bedah plastik

17
Cek DR, IgG, IgM Dengue, kultur darah,
Rencana diagnostik analisa LCS

27 – 29 Maret 2023 (hari rawat ke-7-9 )


S Penurunan kesadaran (+), demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak ada, kejang tidak
ada, mual/muntah tidak ada, badan dingin (-), BAB dan BAK normal.
O Kesadaran: stupor, GCS E2V1M3
Tanggal 27 Mar 2023 28 Mar 2023 29 Mar 2023

Tekanan darah (mmHg) 86/63 93/73 103/75


Nadi (kali/menit) 104 87 86
Napas (kali/menit) 24 22 20
Suhu (oC) 36.9 36.6 36,3
SpO2 (%) 100 (NK 1/2 lpm) 96 (NK 1/2 lpm) 98 (NK 1/2
lpm)

Status generalis
Kulit : Kulit kering, berkerut, ulkus dekubitus multipel a/r thorax kanan atas
posterior
Kepala : Mikrosefali (+), ubun-ubun cekung (+), ulkus dekubitus multipel a/r
oksipital
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), mata cekung (+)
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa bibir kering (+)
Paru : Vesikuler, retraksi subcostalis, iga gambang ada, rhonki tidak ada, mengi
tidak ada, ekspirasi memanjang tidak ada, sonor
Jantung : Iktus kordis tak tampak, bunyi jantung I dan II normal, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Abdomen : Hepatomegali tidak ada, splenomegali tidak ada, asites tidak ada
Punggung : Opisthotonus (-), Kyphosis (-) Scoliosis (-) multiple ulkus dekubitus a/r
lumbal
Anogenital : Baggy pants (+) dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis dextra et
sinistra
Ekstremitas: akral dingin, waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, tidak ada
edema, pucat (+), pitting edema (-), kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot atau
lemak, ulkus dekubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
Status neurologis : Kaku kuduk tidak ada, rangsang meningeal Brudzinski I negatif,
Brudzinski II negatif.
Klonus ada, spastik ada, flaksid tidak ada.
Refleks patologis : Babinski (-/-) Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-) Gordon (-/-)
Refleks fisiologis : BPR (3+/3+) TPR (3+/3+) KPR (3+/3+) APR (3+/3+)
Motorik : sde /sde
sde /sde
Tonus otot (-), atrofi pada otot ekstremitas (+)

18
Kultur Darah (27 Maret 2023)
Tidak ada pertumbuhan kuman aerob
Tidak ditemukan jamur

Imuno-serologi (27 Maret 2023)


Anti Dengue IgG : negatif
Anti Dengue IgM : negatif

Laboratorium (27 Maret 2023)


Hb 10.9 g/dl
HCT 31.4%
PLT 47.000/uL
Neut% 84.8
SGOT 54 U/L
SGPT 123 U/L
Ureum 13 mg/dl
Kreatinin 0.27 mg/dl

Pemeriksaan BTA (27 Maret 2023)


Negatif (-)

Laboratorium (28 Maret 2023)


Hb 12.7 g/dl
WBC 7.100/uL
PLT 71.000/uL
Neut% 78.7

CT-Scan Kepala (28 Maret 2023)


Kesan:
- Leptomeningeal enhancement regio parietal sinistra suspek encephalitis
- Hipoplasia cerebri dengan ventriculomegaly ex vacuo
- Tidak tampak massa intracranial
- Hipopneumatiasi dengan perselubungan pada aircell mastoid bilateral suges-
tif mastoiditis
- Sinusitis maxillaris dextra

Laboratorium (29 Maret 2023)


Hb 12.0 g/dl
WBC 10.100/uL
PLT 82.000/uL
Neut% 81.8

A 1. Syok Sepsis (perbaikan)


2. Bronkopneumonia
3. Ulkus dekubitus grade 2
4. Hipoalbuminemia

19
5. Anemia mikrositik hipokromik
6. Severe malnutrition marasmic type stabilisation phase
P Oksigenasi Nasal kanul ½ lpm
Cairan dan Nutrisi IVFD RL : D10%  250 ml : 250 ml per
24 jam
TPN via CVC
D12,5% 458 ml, NaCl 3% 26 ml, KCl
6.5 ml, Ca gluconas 13 ml, AA5% 130
ml, Lipid 20% 16 ml
Diet F75 3 x 90 ml
Vasopressor IV Dopamin 8 mcg/kgBB/menit
IV Dobutamin 5 mcg/kgBB/menit
Antibiotik IV Ampicillin sulbactam 3x325 mg
IV Amikasin 1x120 mg
Anti-inflamasi IV Dexametason 2 x 1,5 mg
Antipiretik IV Paracetamol 65mg/8 jam
Multivitamin P.O Vitamin C 1x40 mg
P.O Vitamin B complex 1x1 tablet
P.O Vitamin A 1x200.000 IU
P.O Asam folat 1x1 mg
P.O Vitamin D 1x400 IU
Monitoring Tanda vital, tanda kelebihan volume,
tanda dehidrasi, diuresis, balans diuresis,
toleransi makan, berat badan,
dekubitus, koreksi pasca elektrolit,
GDS/12 jam
Rencana terapeutik Konsultasi divisi ERIA
Konsultasi divisi infeksi tropis
Konsultasi bagian respirologi
Konsultasi bagian neurologi
Konsultasi divisi pertumbuhan dan
perkembangan
Konsultasi bagian bedah plastik
Rencana diagnostik Cek DR, IgG, IgM Dengue, kultur darah,
analisa LCS

30 – 31 Maret 2023 (hari rawat ke-10-11 )


S Penurunan kesadaran (+), demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak ada, kejang tidak
ada, mual/muntah tidak ada, badan dingin (-), BAB dan BAK normal.
O Kesadaran: somnolen, GCS E4V2M3
Tanggal 30 Mar 2023 31 Mar 2023

20
Tekanan darah (mmHg) 86/63 118/94
Nadi (kali/menit) 116 143
Napas (kali/menit) 26 22
Suhu (oC) 36.8 37.4
SpO2 (%) 96 (NK 1/2 lpm) 96 (NK 1/2 lpm)

Status generalis
Kulit : Kulit kering, berkerut, ulkus dekubitus multipel a/r thorax kanan atas
posterior
Kepala : Mikrosefali (+), ubun-ubun cekung (+), ulkus dekubitus multipel a/r
oksipital
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), mata cekung (+)
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada, mukosa bibir kering (+)
Paru : Vesikuler, retraksi subcostalis, iga gambang ada, rhonki tidak ada, mengi
tidak ada, ekspirasi memanjang tidak ada, sonor
Jantung : Iktus kordis tak tampak, bunyi jantung I dan II normal, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Abdomen : Hepatomegali tidak ada, splenomegali tidak ada, asites tidak ada
Punggung : Opisthotonus (-), Kyphosis (-) Scoliosis (-) multiple ulkus dekubitus a/r
lumbal
Anogenital : Baggy pants (+) dermatitis intertrigenosa (+) a/r ingunialis dextra et
sinistra
Ekstremitas: akral dingin, waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, tidak ada
edema, pucat (+), pitting edema (-), kulit kendur, tungkai kurus, sedikit otot atau
lemak, ulkus dekubitus multipel a/r dorsum et plantar pedis dextra
Status neurologis : Kaku kuduk tidak ada, rangsang meningeal Brudzinski I negatif,
Brudzinski II negatif.
Klonus ada, spastik ada, flaksid tidak ada.
Refleks patologis : Babinski (-/-) Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-) Gordon (-/-)
Refleks fisiologis : BPR (3+/3+) TPR (3+/3+) KPR (3+/3+) APR (3+/3+)
Motorik : sde /sde
sde /sde
Tonus otot (-), atrofi pada otot ekstremitas (+)

Laboratorium (30 Maret 2023)


Hb 12.3 g/dl
WBC 11.500/uL
HCT 36.0%
PLT 69.000/uL
Neut% 84.6
SGOT 42 U/L
SGPT 100 U/L
Natrium 131 Meq/L

21
Kalium 3.9 Meq/L
Klorida 92 Meq/L
A 7. Syok Sepsis (perbaikan)
8. Bronkopneumonia
9. Ulkus dekubitus grade 2
10. Hipoalbuminemia
11. Anemia mikrositik hipokromik
12. Severe malnutrition marasmic type stabilisation phase
P Oksigenasi Nasal kanul ½ lpm
IVFD RL : D10%  250 ml : 250 ml per
Cairan dan Nutrisi 24 jam
TPN via CVC
D12,5% 458 ml, NaCl 3% 26 ml, KCl
6.5 ml, Ca gluconas 13 ml, AA5% 130
ml, Lipid 20% 16 ml
Diet F75 3 x 90 ml
IV Dopamin 8 mcg/kgBB/menit
Vasopressor IV Dobutamin 5 mcg/kgBB/menit
IV Ampicillin sulbactam 3x325 mg
Antibiotik IV Amikasin 1x120 mg
IV Dexametason 2 x 1,5 mg
Anti-inflamasi IV Paracetamol 65mg/8 jam
Antipiretik P.O Vitamin C 1x40 mg
Multivitamin P.O Vitamin B complex 1x1 tablet
P.O Asam folat 1x1 mg
P.O Vitamin D 1x400 IU
Tanda vital, tanda kelebihan volume,
Monitoring tanda dehidrasi, diuresis, balans diuresis,
toleransi makan, berat badan,
dekubitus, koreksi pasca elektrolit,
GDS/12 jam
Pindah ruang rawat anak
Rencana terapeutik

PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : dubia

DISKUSI KASUS

22
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 7 bulan, datang dengan keluhan demam sejak 5 hari,
suhu tertinggi tidak diukur, demam turun-naik dengan pemberian parasetamol, tidak menggigil
dan berkeringat, tidak kejang, tidak ada keringat malam. Pasien juga mengeluh batuk sejak 5
hari, dahak sulit keluar, awalnya tidak ada darah. Sesak nafas sejak 1 minggu, muncul tanpa
waktu tertentu, tidak berkurang dengan posisi tertentu, tidak ada kebiruan, tidak ada bunyi nafas
tambahan. Pasien mengalami kehilangan nafsu makan sejak 2 minggu, pasien tidak mau makan
makanan apapun. Pasien juga mengeluhkan adanya luka pada area selangkangan sejak 1 minggu.
Luka tidak terasa gatal. Saat di IGD RSUD Ulin, pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 4
jam sebelum masuk RS. Pasien tidak mau minum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi
umum pasien sakit berat, kesadaran stupor dengan GCS E2V3M3, dengan tanda vital : TD 50/30,
nadi 132x/menit, teratur dan tidak adekuat, laju pernapasan 30 kali/menit, napas megap-megap,
suhu 36,70C, SpO2 95-96% dengan suplementasi oksigen NRM 10 lpm. Status generalis
didapatkan ubun-ubun cekung, mata cekung, old man face, iga gambang, turgor kulit kembali
lambat, baggy pants, atrofi otot, retraksi subcostalis, terdapat ronki basah halus di lapangan paru
kanan dan kiri. Multipel ulkus dekubitus a/r occipital, upper right thorax posterior et lumbalis,
dorsum et plantar pedis dextra. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan
anemia normositik normokromik, hiponatremia, hipokalsemia, hipoalbuminemia, peningkatan
transaminase, peningkatan ureum, kreatinin rendah. Pada pemeriksaan penunjang foto thorax
didapatkan kesan bronkopneumonia. Sehingga pasien didiagnosis dengan syok sepsis, susp.
Pneumonia, ulkus dekubitus grade 2, gizi buruk tipe marasmik fase stabilisasi, anemia
normositik normokromik, dan global developmental delay.
Syok Sepsis
Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien dengan
kondisi kritis.1 Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global,
dan didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari kematian pada negara
berpendapatan rendah.2 Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes,
penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis,
diare, malaria.3 Dimana infeksi saluran pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5 besar penyebab
kematian di Indonesia.4
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. 5 Sepsis berat dan syok septik adalah masalah

23
kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang setiap tahunnya. 6 Sepsis
Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi
sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi.7 Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi
sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40
mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).8
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan
kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak membantu lagi. Kriteria SIRS
seperti perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur, dan laju nadi menggambarkan adanya
inflamasi (respon tubuh terhadap infeksi atau hal lainnya). Kriteria SIRS tidak menggambarkan
adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada
pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan adanya infeksi.9 Disfungsi organ didiagnosis apabila
peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi
dari definisi baru ini adalah pengenalan dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis
dari sepsis dan syok septik, peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan
penggunaan quick SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU. 1 Walaupun
penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU, qSOFA tidak
membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat dan berulang.
Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi
organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi.9 Dan septik syok didefinisikan sebagai
keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat
menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok
adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga
mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah
diberikan resusitasi cairan yang adekuat.1
Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen penting
dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat dengan adanya penundaan
penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan keefektifitas penggunaan antibiotik, penggunaan
antibiotik berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan
kuman.10 Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol terbaru merekomendasikan bahwa

24
penggunaan antibiotik harus diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini
berdasarkan berbagai penelitian yang meunjukkan bahwa penundaan dalam penggunaan
antibiotik berhubungan dengan peningkatan resiko kematian.11 Penggunaan vasopressor yang
direkomendasikan adalah norepinefrin untuk mencapai target MAP ≥ 65 mmHg. Penggunaan
cairan yang direkomendasikan adalah cairan kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan
dengan melakukan fluid challenge selama didapatkan peningkatan status hemodinamik
berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi, variasi volum sekuncup) atau statik
(tekanan nadi, laju nadi).6 Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Bernard et al , penggunaan
drotrecogin α (Human Activated Protein C) menurunkan tingkat kematian pada pasien dengan
sepsis. Protein C yang teraktivasi akan menghambat pembentukan thrombin dengan
menginaktifasi factor Va, VIIIa dan akan menurunkan respon inflamasi.7

Pada kasus, diagnosis syok sepsis pada pasien ditegakkan melalui anamnesis, yaitu
didapatkan penurunan kesadaran sejak 4 jam. Pasien juga memiliki riwayat keluhan demam,
batuk dan sesak napas sejak 5 hari. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran stupor dengan GCS
E2V3M3, TD 50/30 mmHg, HR 88x/menit reguler dan tidak adekuat, RR 30x/menit, dengan

25
SpO2 80-85% tanpa suplementasi oksigen. Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan
leukositosis, analisa gas darah PO2 270 mmHg dan FiO2 33%, serta penurunan kadar kreatinin.
Sehingga skor SOFA pasien menjadi > 2, dan dikatakan pasien mengalami syok sepsis. Sesuai
dengan teori, pasien diberikan vasopressor berupa dobutamine 10 mcg/kgBB/menit dan
norepinefrine 0,05 mcg/kgBB/menit yang diberikan secara intravena.

Bronkopneumonia
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi,
biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptokokus pneumonia dan Haemofilus influenzae
yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian
infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% per tahun.12 Insiden
penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit pada anak dibawah umur 2 tahun. Insiden
pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan
dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta
kematian pertahun pada anak balita di negara berkembang.13
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut
antara lain: a) Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal, b) Adanya pernapasan yang
cepat dan pernapasan cuping hidung, c) Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian
atas selama beberapa hari, d) Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare, e) Batuk
biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula
kering kemudian menjadi produktif, f) Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring, g)
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN, h) Pada
pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta
gambaran bronkopneumonia.14,15
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan: 1) Bronkopneumonia
sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik; 2) Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi

26
tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotik; 3) Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat
yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1
tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun; 4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa
adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia. Identifikasi kuman
penyebab dapat dilakukan melalui: a) Kultur sputum/bilasan cairan lambung, b) Kultur
nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus, c) Deteksi antigen bakteri.16
Pada kasus ini, anak datang dengan keluhan sesak, demam dan batuk. Pemeriksaan fisik
didapatkan takipneu, retraksi subcostalis, terdapat ronki basah halus di lapangan paru kanan dan
kiri. Pemeriksaan penunjang laboratorium (22 Maret 2023) didapatkan leukositosis, dan foto
rontgen dada didapatkan kesan bronkpneumonia. Oleh karena itu, anak didiagnosis dengan
bronkopneumonia. Anak kemudian diberi tatalaksana terapi supportif yaitu pemberian O2 simple
mask 5 lpm (target SpO2 >94%). Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan
usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium. Oksigen penting diberikan kepada
anak yang menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang
dalam.6 Pemberian antibiotik untuk pneumonia dengan ceftriaxone IV 350 mg per 12 jam.
Kemudian pada hari ke 5 perawatan antibiotik diganti menjadi ampicillin sulbactam IV 325 mg
per 8 jam (100mg/kgBB/hari) dan amikasin IV 120 mg per 24 jam. Pemberian deksametason IV
1,5 mg per 8 jam (1mg/kgBB/hari) sebagai anti-inflamasi untuk pneumonia. Pemberian
paracetamol 65 mg per 8 jam IV untuk mengatasi demam.

Ulkus Dekubitus Grade 2


Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.17 Ulkus dekubitus adalah
kerusakan jaringan setempat pada kulit dan/atau jaringan dibawahnya akibat tekanan, atau
kombinasi antara tekanan dengan pergeseran (Shear), pada bagian tubuh (Tulang) yang
menonjol.18,19,20 Ulkus dekubitus menandakan telah terjadi nekrosis jaringan lokal, sering terjadi
pada bagian tubuh yang menonjol, misalnya sakrum, tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus
dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, Pressure Ulcer, Pressure sore, bed sore,

27
decubital ulcer. Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas
tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil terpancang pada tempat tidurnya
secara pasif dan berbaring di atas kasur busa biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai
60-70 mmHg, daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah
iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Substansia H yang mirip histamin
dilepaskan oleh sel-sel iskemik, terjadi akumulasi metabolik seperti kalium, adenosine dipospat
(ADP), hydrogen dan asam laktat, yang diduga sebagai faktor penyebab dilatasi pembuluh
darah.21,22 Trauma akibat tekanan umumnya dimulai pada jaringan yang lebih dalam dan
menyebar ke permukaan kulit.17
Faktor terengangnya kulit misalnya akibat gerakan meluncur ke bawah pada penderita
dengan posisi setengah duduk atau setengah berbaring.Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan
badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakanakan kulit tertinggal dari area
tubuh lainnya.Pada dasarnya, sulit untuk menciptakan suatu tekanan tanpa disertai dengan
adanya faktor shearing baik disertai kompresi maupun tanpa kompresi. 17,23,24 Pada pasien
imobilisasi dengan posisi setengah duduk dan kecenderungan tubuh meluncur ke bawah, apalagi
keadaan tubuh basah.21 Gesekan yang terjadi antara kulit dan permukaan lain dapat menyebabkan
hilangnya lapisan startum korneum namun masih dalam batas normal. Bila gesekan terjadi secara
terus-menerus dan berulang maka akan menyebabkan pelepasan lapisan stratum korneum lebih
banyak sehingga akan menimbulkan cedera pada kulit.23
Menurut NPUAP / EPUAP ulkus dekubitus dikelompokkan menjadi 6 kelompok antara
lain adalah sebagai berikut. 1) Derajat I: Eritema Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan
utuh namun disertai dengan daerah yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas
dapat disertai dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya.Pada
kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-pasien
yang berkulit gelap. 2) Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit Hilangnya sebagian
ketebalan dari lapisan dermis menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan
dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain
dapat disertai dengan abrasi dan lecet. 3) Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit Pada
derajat ini hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melewati fascia yang berada di bawahnya. Luka

28
secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk dan maleolus tidak
memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan derajat III dasar
luka bersifat dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-lokasi dengan kandungan jaringan subkutan yang
banyak dapat membentuk dasar luka yang lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat
atau tidak teraba secara langsung. 4) Derajat IV: Hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan
otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis,
subkutaneus, otot dan kapsul sendi. Kedalaman luka ulserasi atau ulkus pada derajat IV
bervariasi berdasarkan lokasi anatomi yang dapat memperdalam luka sampai ke dalam otot dan /
atau struktur pendukung (misalnya, fascia, tendon atau kapsul sendi) sehingga dapat
mengakibatkan kemungkinan osteomyelitis.Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat
atau langsung teraba. 5) Unstageable: pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan
yang mana dasar ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan /
atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di sekitar luka. Dikatakan
klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh sloughd dan eschar yang sehingga
tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan kedalaman lukanya. 6) Suspected deep tissue
injury: pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa ungu atau
merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan jaringan lunak yang mendasari
dari tekanan.17,20,23 Pendekatan sistematik juga merupakan hal penting dalam penatalaksanaan
pasien dengan ulkus dekubitus. Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus diperhatikan dan
ditangani dengan baik.Asupan nutrisi yang adekuat harus disediakan untuk mencegah malnutrisi,
dan defisiensi harus dikoreksi. Pada pasien malnutrisi yang mengalami ulkus dekubitus, protein
yang diberikan setidaknya 1,25 sampai 1,5 g/kgBB/hari untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang positif. Kebutuhan akan mineral dan vitamin juga harus diperhatikan.22
Pada kasus ini, tampak pada pemeriksaan fisik didapatkan multipel ulkus dekubitus a/r
occipital, upper right thorax posterior et lumbalis, dorsum et plantar pedis dextra. Ulkus
dekubitus pada pasien diduga karena immobilitas yang lama selama di rumah. Pada kasus, orang
tua perlu diedukasi untuk mengubah posisi berbaring anak tiap 1-2 jam.

Anemia Mikrositik Hipokromik

29
Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin
di bawah nilai normal. Kadar hemoglobin bergantung pada umur, jenis kelamin, letak geografis,
dan metode pemeriksaan yang dipakai. Nilai batas anemia untuk anak adalah hemoglobin < 12
g/dL. Di antara jenis anemia, anemia defisiensi besi masih menempati urutan utama, baik di
negara maju dan terlebih lagi di negara berkembang. Pemeriksaan kadar feritin dalam plasma
umumnya dilakukan dengan metode Elisa. Hasil pemeriksaan tersebut akan meningkat karena
dipengaruhi oleh protein tahap (fase) akut seperti pada keadaan radang, infeksi, kerusakan
jaringan. Apa pun sebabnya, anemia mengakibatkan jaringan tubuh tidak mendapat oksigen yang
cukup. 21
Anemia defisiensi besi mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin dan penurunan
enzim yang mengikat zat besi dalam daur (siklus) Krebs mengakibatkan perubahan metabolisme
porfirin dan enzim monoamine oksidase; penurunan enzim monoamine oksidase akan
mengurangi pengeluaran (ekskresi) norepinefrin yang merupakan penerusan (transmisi) neuron
dari susunan saraf simpatis, setelah dikeluarkan dari ujung saraf simpatis akan berfungsi pada sel
penggerak (motoris). Cara diagnosis anemia perlu penggolongan anemia secara morfologi dan
etiologi. Berdasarkan morfologi, anemia dapat digolongkan dalam anemia makrositik,
normositik normokrom, dan mikrositik hipokrom. Sedangkan anemia berdasarkan etiologi
digolongkan dalam anemia mikrositik hipokrom yang disebabkan oleh anemia defisiensi besi,
hemoglobinopati, anemia penyakit menahun (kronis) dan anemia sideroblastik. Pengukuran
cadangan besi tubuh dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara langsung dan tidak langsung. Cara
langsung, dengan memeriksa cadangan besi tubuh di sumsum tulang dengan memeriksa
hemosiderin, namun cara ini kurang praktis. Cara tidak langsung adalah dengan memeriksa kadar
feritin atau saturasi transferin. Anemia kekurangan (defisiensi) besi, banyak di dunia, prevalensi
di negara berkembang lebih tinggi dibanding negara maju. Sekitar 25% populasi di dunia,
menderita anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting berdasarkan 3 alasan yaitu pertama anemia pada kehamilan terutama disebabkan oleh
anemia defisiensi besi, penyebab peningkatan risiko berat badan lahir rendah (BBLR),
prematuritas, dan kematian perinatal. Kedua, bayi dan anak yang menderita anemia defisiensi
besi mengalami gangguan perkembangan psikomotor dan intelektual (kognitif). Ketiga, orang
yang menderita defisiensi besi akan mengalami penurunan kegiatan (aktivitas) kerja. Berbagai
penelitian menyimpulkan bahwa setelah mendapat terapi (interfensi) besi terdapat kenaikan skor

30
mental dan motorik yang cukup berarti. 21
Keluhan subjektif pada penderita defisiensi besi yaitu lesu, letih, lelah, peka, palpitasi,
pusing, sesak nafas, dan sakit kepala. Gejala pada anak dijumpai berbagai gangguan tingkah laku
dan kurang perhatian terhadap lingkungan. Gejala klinis terjadi gangguan pertumbuhan, sistem
neuromuskuler cepat lelah, kuku rapuh, mudah retak, tipis dan datar (spoon shape nail);
hipofaring: disfagia; defek struktur atau kelainan jaringan epitel: atrofi dari papil lidah, glositis
dan angular stomatitis; gangguan di lambung berupa atrofi mukosa lambung, gastritis; kelainan
tulang kepala mirip dengan thalassemia dan anemia hemolitik. Guna mengatasi masalah anemia
defisiensi besi yang ideal adalah meningkatkan penyerapan (absorpsi) besi dan kualitas menu
makanan, seperti daging, ikan, ayam, atau bahan makanan yang banyak mengandung vitamin C.
Cara lain mengatasi masalah anemia defisiensi besi dengan cara pemberian preparat besi, seperti
tablet ferosulfat 300 mg yang mempunyai kandungan besi 60 mg.25
Pada kasus, anamnesis didapatkan anak tampak pucat. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium didapatkan kadar hemoglobin darah yang rendah, dan MDT menunjukkan
mikrositik hipokromik. Sehingga anak didiagnosis dengan anemia mikrositik hipokromik.

Gizi Buruk Tipe Marasmik


Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi atau
dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu
istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Secara garis besar, gizi
buruk disebabkan oleh asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit atau terkena infeksi.
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya
makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada
sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.26

Marasmus (gizi buruk non- edematous) ditandai dengan kegagalan untuk menambah
berat badan dan iritabilitas, diikuti dengan penurunan berat badan dan kelesuan sampai anak

31
terlihat sangat kurus. Kulit kehilangan turgor dan menjadi berkerut serta longgar akibat
kehilangan lemak subkutan. Kehilangan lemak dari bagian pipi sering terjadi terlambat dalam
perjalanan penyakit, dengan demikian, wajah bayi dapat dipertahankan dalam bentuk yang
relatif normal dibandingkan dengan seluruh tubuh, tetapi pada akhirnya akan menjadi menyusut
dan keriput. Perut buncit atau mungkin datar, dengan pola usus mudah terlihat. Terjadi hipotrofi
dan atrofi otot, suhu biasanya menjadi di bawah normal dan denyut nadi melambat.27

Pada kasus, anak tidak mau makan sejak 2 minggu, sehingga nutrisi selama sakit tidak
adekuat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun cekung, mata cekung, old man face, iga
gambang, turgor kulit kembali lambat, baggy pants, atrofi otot. Sehingga anak didiagnosis den-
gan gizi buruk tipe marasmik.
Penatalaksanaan gizi buruk dilakukan berdasarkan atas kondisi pertama kali dijumpai.
Secara umum tatalaksana anak gizi buruk melalui beberapa fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. Pemberian makanan secara oral dimulai dengan
formula khusus tinggi kalori. Formula yang dianjurkan WHO adalah F75 (75 kkal atau 325 kJ
/100cc) dan F100 (100 kkal atau 420 kJ/100cc). Diet diberikan dengan frekuensi yang sering dan
volume yang sedikit. Kalori yang diberikan adalah 80-100 kkal/kg per hari pada fase stabilisasi,
100- 150kkal/kgBB per hari pada fase transisi, dan 150-220 kkal/kgBB per hari pada fase
rehabilitasi.3
Talaksana gizi buruk yang diberikan pada pasien pada kasus dimulai dengan pemberian
cairal RDL secara intravena karena pasien mengalami penurunan kesadaran, cairan diberikan
secara intravena. Cegah hipotermia dengan menjaga anak tetap hangat dengan menutup badan
dan kepala dengan selimut. Cegah dehidrasi dengan pemberian susu segera, menurut teori yaitu
pada dua jam pertama susu F75 sebanyak 15 cc tiap 30 menit, evaluasi tanda vital tiap 30
menit selama 2 jam pertama. Dilanjutkan 10 jam berikutnya, pemberian F75 sebanyak 60 cc/2
jam, dan evaluasi tanda vital tiap 1 jam selama 10 jam pertama. Pada pasien diberikan susu F75
sebanyak 3 x 90 ml sejak perawatan hari ke 7. Mencegah kekurangan mikronutrien dengan
pemberian vitamin A 200.000 i.u (1 kali pemberian), asam folat 5 mg dosis tunggal dan
selanjutnya 1x1 mg, vitamin C 1x 50 mg.

Gambar 1. Skema alur pikir

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017;
1(1): 3-5.
2. Bataar O, Lundeg G, Tsenddorj G, Jochberger S, Grander W, Baelan I, et al. Nationwide
survey on resource availability for implementing current sepsis guidelines in Mongolia.
[Internet]. 2010 . [cited 2018 Jan 5]. Available from: URL: http:// www.who.int/bulletin/
volumes/88/11/10-077073/en/
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar 2013. 2013. Hal. 65
4. World Health Organization. Indonesia: WHO statistical profile. [Internet]. 2015. [cited
2018 Jan 6]. Available from: URL: http:// www.who.int/gho/countries/idn.pdf? ua=1
5. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence. 2013; 5(1):
4-11
6. Vincent JL, Moreno R, Takala J, Willatts S, De Mendonca A, Bruining H, et al.The
SOFA (sepsis-related organ failure assessment) score to describe organ dysfunction/
failure. Intensive Care Med. 1996; 22: 707- 10.
7. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J
Med. 2001; 344 (10): 699-709.
8. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.Kizilocak H,
Young G. Diagnosis and treatment of hemophilia. Clin Adv Hematol Oncol.
2019;17:344–51.
9. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS, Annane D, Bauer M, et al. The third
international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016:
315 (8): 801-10.
10. Howell MD, Davis AM. Management of sepsis and septic shock. JAMA. 2017; 317(8):
847-8.
11. Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better care
of patients with sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8.
12. Hood A, Wibisono MJ, Winariani. Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Graha
Masyarakat Ilmiah Kedokteran Universitas Airlangga; 2004.
13. Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes; 2009.
14. Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia. USA: Medscape LLC.; 2014. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication
15. Hudoyo A. Bronkopneumoni. Jakarta; 2014. Tersedia dari:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/13/a0c5c469 42a77a3619e1c23c169.pdf
16. Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2010.

33
17. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et
al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2004. hlm. 351-4.
18. Pranarka K. Dekubitus. In : Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar
BoedhiDarmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015. P306-18.
19. Goldman RJ, Leon JMD, Popescu A. Chronic Wounds. In : Braddom RL, Chan L,
Harrast MA, Kowalske KJ, Matthews DJ, Ragnarsson KT, Stolp KA, editors. Physical
Medicine and Rehabilitation 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2016. P519-
27.
20. Ho CH, Bogie K. Pressure Ulcers. In : Frontera RW, DeLisa JA, editors. DeLisa’S
Physical Medicine & Rehabilitation Principles And Practice 5th ed Volume I.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. P1399- 1405.
21. Agrawal K, Chauhan N. Pressure ulcers: Back to the basics. Indian Journal of Plastic
Surgery : Official Publication of the Association of Plastic Surgeons of India.
2012;45(2):244-254.
22. Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan dan
Tatalaksana. In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors. Proceeding the 7th Aceh
Internal Medicine Symposia (AIMS). Banda Aceh: Syiah Kuala University Press; 2016.
P84-94.
23. Pryde JA. Inflammation and Tissue Repair. In : Cameron MH. Physical Agents In
Rehabilitation, From Research To Practice 4th ed. Mossouri: Elsevier; 2013. P23-44.
24. Bhattachrya S, Mishra RK. Pressure Ulcers : Current understanding and newer modalities
of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery : Official Publication of the Association of
Plastic Surgeons of India. 2015;48(1):1-16.
25. Fify Henrika, T. Silangit, Riadi Wirawan. Anemia and Iron Deficiency Among Female
Adolescents from Junior High School (SLTP) Negeri I Curug, Tangerang. Departemen
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008; 15(1).
26. Arifin M, Nancy Y. Gizi buruk , ancaman generasi yang hilang. Inovasi [Internet]. 2005
[disitasi 2014 Apr 28]; 5(12):61-64. Tersedia dari: http://io.ppijepang.org/old/
download.php?file=files/inovasi_Vol.5_XVII_November_2 005.pdf.
27. Susanti JC, Mexitalia M, Nasar SS. Malnutrisi akut berat dan terapi nutrisi. Dalam: Sjarif
DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, editor. Buku ajar nutrsi pediatrik dan penyakit
metabolik jilid 1. Jakarta: FKUI; 2011. hlm. 128-57.

34

Anda mungkin juga menyukai