Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
DIVISI NEONATOLOGI
DIVISI NEONATOLOGI

SYOK SEPSIS PADA BAYI LAKI-LAKI USIA 16 HARI DENGAN


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN: LAPORAN KASUS

Oleh:
NURHIDAYAH
No. Pokok: C110216104

Supervisor:
DR. Dr. EMA ALASIRY, Sp. A (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LAPORAN KASUS
DIVISI NEONATOLOGI

Syok Sepsis Pada Bayi Laki-Laki Usia 16 Hari dengan Penyakit


Jantung Bawaan: Laporan Kasus
Nurhidayah

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin/ RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

A. PENDAHULUAN
Sepsis dan syok sepsis merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang
rawat intensif.1Sepsis pada umur 4 minggu pertama kehidupan
2
membunuh lebih dari 1 juta bayi baru lahir diseluruh dunia. Insidens
sepsis neonatal dilaporkan bervariasi dari 7,1 – 38/1000 kelahiran hidup di
Asia, 6,5 -23/ 1000 kelahiran hidup di Afrika, dan 3,5-8,9/1000 kelahiran
hidup di Amerika selatan dan Karibia.3 Sepsis adalah disfungsi organ yang
mengancam kehidupan (life-threatening organ dysfunction) yang
disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi. Sepsis neonatorum
dapat berkembang menjadi syok sepsis dimana terjadi disfungsi
kardiovaskular yang membutuhkan resusitasi cairan hingga obat-obatan
inotropik. Jika perlangsungan infeksi tidak bisa dihentikan, dapat terjadi
kerusakan organ hingga kematian. Sepsis berat lebih sering dialami anak
dengan komorbiditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas
seperti keganasan, transplantasi, penyakit respirasi kronis dan defek
jantung bawaan.1
Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu kelompok
malformasi kongenital yang paling umum dengan insidensi 8 tiap 1000
kelahiran hidup. Transposition of the great arteries (TGA) merupakan
salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) tipe sianotik yang
bermanifestasi pada periode bayi baru lahir. Ditandai dengan adanya
abnormalitas dari ventrikuloarterial, di mana aorta keluar dari ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Insiden TAB
diperkirakan 1:3.500–5.000 kelahiran hidup dan lebih sering ditemukan
pada bayi laki-laki. Prognosis tergantung pada diagnosis dini dan

1
manajemen terapeutik. Tanpa terapi koreksi bedah, 30% akan meninggal
pada minggu pertama kehidupan, 50% akan meninggal pada bulan
pertama kehidupan dan 90% pada usia satu tahun.4
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya pneumonia. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar
pada anak di seluruh dunia dan merupakan infeksi saluran pernapasan
akut yang memengaruhi paru. Kondisi yang mendasari kematian
pneumonia pada anak salah satunya karena penyakit jantung bawaan. 5
Pneumonia merupakan salah satu tanda dari sindrom sepsis, dan dapat
berkembang menjadi syok sepsis dan kematian.6 Serratia marcescens
salah satu organisme yang bisa menyebabkan sepsis, termasuk dalam
famili Enterobacteriaceae, yang banyak ditemukan di air, tanah, hewan,
serangga, tumbuhan. Meskipun S. marcescens menunjukkan virulensi
yang relatif rendah, hal itu menyebabkan infeksi nosokomial dan wabah
pada pasien yang mengalami gangguan sistem kekebalan atau sakit kritis,
terutama di rangkaian seperti unit perawatan intensif (ICU), terutama unit
neonatal (NICU).7
Makalah ini melaporkan sebuah kasus kematian pada bayi usia 16
hari yang mengalami syok sepsis et causa sepsis neonatorum et causa
bekterimia et causa Serratia Marcessens disertai dengan penyakit jantung
bawaan sianotik et causa transposition of great artery, Ventrikel septal
defect, dan Patent ducus arteriosus.

B. LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. L
No. Rekam Medik : 910396
Tanggal Lahir : 24-11-2020
Umur : 8 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Gambar 1. Foto pasien
Masuk RS Tanggal : 2 Desember 2020

2
II. IDENTITAS ORANG TUA
Identitas Ayah Ibu
Nama FA LS
Tgl Lahir 23-1-1981 30-11-82
Umur 39 tahun 38 tahun
Pendidikan D3 S-1
Pekerjaan Wiraswasta IRT

III. ANAMNESIS
Berdasarkan heteroanamnesis dari orang tua pasien.
Keluhan utama : Sesak
1. Anamnesis terpimpin
 Sesak diperhatikan sejak lahir, disertai kebiruan pada bibir, kuku
tangan, dan kaki. Bayi tidak demam, tidak kejang, tidak batuk,
dan tidak muntah. Buang air besar: kuning. Buang air kecil:
lancar, kuning.
 Bayi dirawat di RS LB selama 8 hari dengan diagnosis penyakit
jantung bawaan sianotik, respiratory distress of the newborn,
sepsis neonatorum, bayi cukup bulan/sesuai masa kehamilan,
dan telah mendapat terapi cefotaxime, gentamicin, meropenem,
furosemide, captopril, aldacton, kemudian dirujuk ke RS WS.
2. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat pribadi atau sosial pasien
a. Riwayat kehamilan ibu
Pasien merupakan anak ke-6. Kehamilan ini merupakan kehamilan
yang diinginkan. Pada saat hamil, ibu berusia 38 tahun. Selama
hamil, ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan,
mengkonsumsi vitamin dan suplemen penambah darah. Ibu tidak

3
pernah sakit selama hamil, tidak ada riwayat keputihan, hipertensi
dan diabetes selama hamil. Tidak pernah mengkonsumsi jamu-
jamuan dan alkohol selama hamil.
b. Riwayat kelahiran
Pasien lahir melalui persalinan section cesaria di RSIA Ananda
Makassar dengan pertolongan dokter kandungan. Kehamilan cukup
bulan, segera menangis. APGAR Score tidak diketahui. Warna air
ketuban jernih. Pasien lahir dengan berat badan 3800 gram,
panjang badan 51 cm, ibu tidak mengetahui lingkar kepala saat
lahir.
c. Riwayat paska lahir
Segera setelah lahir, pasien mendapatkan suntikan vitamin K, dan
imunisasi Hepatitis B0 dan polio-1. Pasien mengalami sesak nafas
hingga pasien tetap dirawat di rumah sakit sampai saat ini.
d. Riwayat nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir melalui sonde.
e. Riwayat tumbuh kembang
Belum dapat dinilai.
f. Riwayat imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar Hepatitis B0 dan polio-
1.
g. Riwayat kebutuhan dasar anak
Asuh (fisis-biomedis)
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir. Orang tua memenuhi
kebutuhan pangan dan sandang.
Asih (psikososial)
Pasien mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang
tuanya. Anak lahir dari perkawinan pertama kedua orang tuanya
dan merupakan anak yang diharapkan. Pasien merupakan anak
ke-6.

4
Asah (stimuli)
Semenjak lahir, orang tua memberikan perhatian penuh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pasien.

IV. PEMERIKSAAN FISIS (OBJEKTIF)


a. Status present
Keadaan umum : pasif
Kesadaran : GCS 15 E4M6V5
Heart Rate : 163 kali/menit
Napas : 72 kali/menit
Suhu : 37.2° C
Saturasi 02 : 82 % (via nasal kanul)
Skala nyeri : 1 NIPS
b. Status generalis
Organ Deskripsi
Kepala Mesosefal, normosefal, rambut hitam, lurus, sukar
dicabut, ubun-ubun besar belum menutup
Wajah Tidak tampak wajah dismorfik, tidak tampak
hipertelorisme
Mata Tidak ada strabismus, refleks cahaya kesan
normal, lensa jernih, pupil bulat isokor dengan
diameter 2,5 mm / 2,5 mm
Hidung Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
atresia choana
Telinga Tidak tampak low set ear.
Mulut Tampak sianosis pada bibir. Tidak ada
palatoschisis. Tidak makroglossi
Gigi Belum ada
Leher Tidak ada webbed neck
Dada Bentuk dan pergerakan simetris kiri dan kanan.

5
Organ Deskripsi
Paru Ada retraksi intercosta
Perkusi sonor, fremitus kanan sama dengan kiri,
bunyi nafas bronchovesikuler di kedua lapangan
paru, terdengar bunyi nafas tambahan ronkhi di
kedua lapang paru, wheezing tidak terdengar
Frekuensi napas (1), air entry (1), retraksi (2),
sianosis (1), grunting (0), Downe score 5
Jantung Tidak tampak iktus kordis. Tidak teraba thrill.
Batas kanan linea parasternalis kanan.
Batas kiri linea midclavicularis kiri.
Bunyi jantung I-II murni, regular.
Ada bising kontinyu grade 3/6, punctum maximum
ICS II-III left sternal border.
Akral hangat, capillary refill time <3 detik.
Abdomen supel, tidak tampak pelebaran vena kolateral, ikut
gerak napas, bising usus ada kesan normal, hati
dan limpa tidak teraba. Massa intraabdomen tidak
ditemukan.
Genitalia Testis sudah turun, rugae jelas.
Ekstremitas Tidak ada kelainan
Kelenjar Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
(KGB).
Refleks
Refleks moro simetris, refleks isap dan telan ada.
Primitif
Kategori sepsis A: ada distress napas, kondisi memburuk
dengan cepat

Kategori sepsis B: -

6
c. Status gizi dan antropometri
Berat badan (BB) : 3.545 gram
Panjang badan (PB): 53 cm
Lingkar kepala : 37 cm (Normal 32-38cm)
BBL : 3800 gram
PBL : Tidak diketahui
Status gizi:
BB/U: terletak antara garis median dan + 1 standart deviasi (Berat
badan normal)
TB/U: terletak antara garis median dan +2 standart deviasi
(perawakan normal)
BB/TB: terletak antara garis -1 dan -2 standart deviasi (gizi baik)
Kesan: Gizi baik, perawakan normnal

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
Parameter 1/12/2020 2/12/2020 Normal
(RS LB) (RS WS)

HB 12,6 12,3 12-16 g/dl


MCV 90,1 99 80-97 µm3
MCH 33,7 34,4 26,5-33,5 pg
WBC 24.500 22.200 4000-10.000 mm3
PLT 82.000 24.000 150.000-400.000/mm3
GDS 52 74 140 mg/dl
Kesan: Leukositosis, Trombositopenia, Anemia

b. Hasil Echocardiography (RS LB 1/12/2020):


Kesan: Transposition of great artery, Ventrikel Septal Defek diameter 4
mm, L-R shunt, Patent Dustus Arteriosus (+).

7
c. Foto Thorax (RS WS 2/12/2020):

Gambar 2. Foto thorax AP:


Tampak terpasang gastric tube kesan
pada gaster
Posisi asimetris, kondisi film baik,
inspirasi kurang
Corakan vascular kedua paru
meningkat
Tidak Tampak penebalan hilus pada
kedua paru
Cor ukuran dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Jaringan lunak sekitar baik
Kesan:
 Terpasang gastric tube kesan
pada gaster
 Gambaran L to R shunt
Usul: Echocardiography

VI. RESUME

Seorang bayi laki-laki usia 8 hari dengan keluhan sesak disertai


kebiruan pada bibir, kuku tangan, dan kaki yang diperhatikan sejak kahir.
Bayi tidak demam, tidak kejang, tidak batuk, dan tidak muntah. Buang air
besar: kuning, buang air kecil: lancar, kuning. Riwayat Pengobatan
sebelumnya bayi telah dirawat di RS LB selama 8 hari dengan diagnose
penyakit jantung bawaan sianotik, respiratory distress of the newborn,
sepsis neonatorum, dan mendapat terapi cefotaxime, gentamicin,
meropenem, furosemide, captopril, aldacton, kemudian dirujuk ke RS WS.
Riwayat kehamilan ibu: ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter
kandungan dan mengkonsumsi vitamin dan suplemen penambah darah.
Ibu tidak pernah sakit selama hamil, tidak ada riwayat keputihan,
hipertensi dan diabetes. Riwayat kelahiran: bayi lahir secara section
cesaria di RS Ananda atas indikasi post section cesaria 1 kali, cukup
bulan, segera menangis. APGAR Score tidak diketahui, ketuban jernih.
BBL 3800 gram, PBL 51 cm, lingkar kepala saat lahir tidak diketahui.
Riwayat menyusu: pasien belum pernah menyusu langsung, bayi

8
mendapat ASI via sonde. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasif,
GCS 15, heart rate 164 kali/menit, napas 72 kali/menit, suhu 37,1°C, skala
nyeri 2 NIPS, SpO2 82 %. Pada regio thoraks terdapat retraksi subkostal,
bunyi napas bronkovesikuler,ada ronki dikedua lapangan paru, down
score 6. Pada jantung, bunyi jantung I/II murni, regular. Terdapat bising
kontinyu grade 3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal border. Pada
abdomen, tidak tampak distensi abdomen, peristaltik kesan normal. Hepar
dan lien sulit dinilai.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin
ditemukan kesan anemia, leukositosis, trombositopenia; pemeriksaan foto
thorax tampak gambaran left to riht shunt, dan pemeriksaan
echocardiografi menunjukkan Transposition of great artery, VSD diameter
4 mm, L-R shunt, PDA (+).
Pasien dirawat di ruang Neonatal Intensive Care Unit dan diberi
tatalaksana oksigen, hidrasi, antibiotik dan dikonsul ke divisi kardiologi
anak. Orang tua diberikan edukasi mengenai perjalanan penyakit, rencana
penegakan diagnosis dan tatalaksana lebih lanjut serta komplikasi yang
mungkin ditimbulkan.

VII. DIAGNOSIS KERJA


 Respiratory distress of the newborn
 Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great
artery, Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus
 Curiga besar sepsis
 Trombositopenia

VIII. RENCANA PENGELOLAAN


 Tatalaksana kegawatdaruratan
Gejala yang membutuhkan tindakan kegawatadaruratan pada
pasien ini adalah sesak disertai distress nafas sehingga diberikan
oksigen via continuous positive airway pressure.

9
 Rencana pemeriksaan penunjang diagnosis
- Septic work up (Apusan Darah Tepi, IT ratio, CRP, prokalsitonin,
kultur darah)
- Periksa PT, APTT
- Pemeriksaan ekokardiografi, konsul divisi kardiologi
 Rencana terapi non-medikamentosa
- Rawat Inkubator
 Rencana terapi medikamentosa
- Continuos positive airway pressure: FiO2 40%, Peep 7 cmH2O,
Flow 8 liter/meit
- Infus nutrisi parenteral 22,2 ml/jam/intravena
- 5) Meropenem 105 mg/8 jam/intravena
- Furosemide 3,5 mg/24 jam/sonde
- Spironolactone 3,5 mg/24 jam/sonde
- Captopril 1 mg/8 jam/sonde
- Transfusi trombosit 10 cc/kgbb/intravena dilanjutkan dengan
pemberian furosemide 1mg/kgbb/hari
 Asuhan nutrisi
- Nutritional assessment : Gizi baik
- Nutritional requirement : enteral 30 ml/KgBB = 8x15 ml ASI via
NGT. Nutrisi juga dijamin dengan nutrisi parenteral hingga
memungkinkan nutrisitotal enteral.
Nutrisi Parenteral:
 Smoof lipid (2): 88 ml, kecepatan: 1,6 ml/jam
 Aminosteril (3) 190 ml + Ca gluconas (0,5) 1,9ml + NaCl 3% (2)
15,2 ml +KCl 7,4% (2) 7,6 ml + Dextrose 40% (12,5) 172 ml +
aquades 145,3 ml = 532 ml, kecepatan 22,2 ml/jam. (GIR 12,2
mg/kgBB/menit, kalori: 469 kal atau 123 kkal/kgbb/hari
 Rencana pemantauan
- Pemantauan kondisi umum pasien meliputi keluhan subjektif dan
tanda vital.

10
- Pemantauan perkembangan penyakit, tanda-tanda gagal nafas,
dan komplikasi serta respon terhadap pengobatan.
- Pemantauan balance cairan dan intake.
 Pemberian komunikasi informasi dan edukasi
- Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang kondisi yang
diderita pasien meliputi penyebab, perjalanan penyakit, komplikasi,
prognosis dan rencana tindakan selanjutnya.
- Menjelaskan pentingnya kerjasama dan dukungan dari keluarga
sehingga proses pengobatan dapat berjalan lancar.

IX. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT

Perawatan hari ke 2 (3 Desember 2020)


S Ada sesak, ada biru. Ada demam. BAB kuning. BAK biasa kuning
O Keadaan umum: pasif
Tanda vital : Nafas 72 kali/menit, nadi 148 kali/menit , suhu 37,7 ºC, skala
nyeri 0 Nips, SpO2 85 % dengan CPAP: FiO2 21%, flow 8 liter/menit, PEEP
6 cmH2O
Status generalis: tidak sianosis, ada retraksi subcostal. Ada ronki dikedua
lapangan paru, tidak ada wheezing, ada grunting, air entry menurun (Downe
Score 5). Bunyi jantung I/II murni, reguler, terdengar bising kontinyu grade
3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal border. Tidak teraba hepar dan
lien. CRT < 3 detik. Edema dan ikterus tidak ada. Produisi urin 2,3
ml/kgBB/jam, balance +98,5 ml. Perdarahan spontan tidak ada.

Hasil laboratorium (3/12/2020)


Hb : 14,6 gr/dl
WBC : 33.100/ul
Plt : 60.000/ul
GDS : 313 mg/dl
Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 0,25 mg/dl

11
SGOT : 35 U/L
SGPT : 13 U/L
Albumin : 3,2 g/dl
Natrium : 131 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Klorida : 97 mmol/L
Prokalsitonin : 4,35 ng/ml
CRP : 31,3 mg/l
Hasil echocardiography, 3-11-2020:
Situs solitus
AV-VA concordance
Arcus aorta di kanan, tidak tampak COA
IAS tidak intak, terlihat PFO dengan ukuran 1,2 mm
IVS tidak intak, tampak VSD perimembranous L to R shunt ukuran 4-5 mm
dengan VSD Vmax PG 9 mmHg
Pulmonary artery di Posterior dan keluar dari ventrikel kiri, Aorta terletak di
anterior dan keluar dari ventrikel kanan
PA konfluens, overriding pulmonal, tampak PDA L to R shunt ukuran 2-3 mm
dengan PDA continuous dengan PDA continuous dengan PDA gradient 6
mmHg
Dimensi ruang jantung: balance
Katup-katup jantung: kesan baik
Fungsi sistolik LV dan RV kesan baik
Tidak tampak efusi pericard
Kesan:
 Transposition of great artery
 Ventricle septal defect L to R shunt
 Patent ductus arteriosus L to R shunt
 Patent foramen ovale
 Lung overflow

12
A 1. Respiratory distress of the newborn
2. Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great artery,
Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, Patent foramen ovale,
Lung overflow
3. Sepsis neonatorum
4. Trombositopenia
5. Leukositosis
6. Hiperglikemia

P  Rawat Inkubator
 Jamin oksigenasi: Oksigen via CPAP FiO 21%, Peep 6 cmH2O, Flow 8
liter/meit
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) = 570 cc
- Enteral  50 cc/kgbb/hari = 8 x 25 cc ASI via sonde.
- Parenteral:
- Smoof lipid (2,5): 47,5 ml, kecepatan: 1,9 ml/jam
- Aminosteril (2,5) 158 ml + Ca gluconas (0,5) 1,9ml + NaCl 3%
(2) 14 ml +KCl 7,4% (2) 7,6 ml + Dextrose 40% (12,5) 103 ml +
aquades 46 ml = 330,5 ml, kecepatan 13,75 ml/jam. (GIR 7,5
mg/kgBB/menit, kalori: 471 kkal
 6) Meropenem 105 mg/8 jam/intravena
 Kerja sama divisi kardiologi
 Pertahankan saturasi 70%
 Furosemide 3,5 mg/24 jam/sonde  stop
 Spironolactone 3,5 mg/24 jam/sonde  stop
 Captopril 1 mg/8 jam/sonde
 Konsul Bagian Kardiologi: Rencana pulmonary banding jika kondisi
memungkinkan
 Menunggu hasil kultur darah dan pemeriksaan PT, APTT

13
Perawatan hari ke 5 (6 Desember 2020), pukul 07.00 wita
S Ada sesak, ada biru. Ada demam. BAB kuning. BAK biasa kuning
O Keadaan umum: pasif
Tanda vital : Nafas 72 kali/menit, nadi 176 kali/menit , suhu 37,9 ºC, skala
nyeri 0 Nips, SpO2 85 % dengan CPAP: FiO2 21%, flow 8 liter/menit, PEEP
6 cmH2O
Status generalis: ada mild sianosis, ada retraksi subcostal. Ada ronki
dikedua lapangan paru, tidak ada wheezing, ada grunting, air entry menurun
(Downe Score 5). Bunyi jantung I/II murni, reguler, terdengar bising kontinyu
grade 3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal border. Tidak teraba hepar
dan lien. CRT < 3 detik.Edema tidak ada, icterus kremer II. Ada pucat.
Produisi urin 1,2 ml/kgBB/jam, balance + 227 ml. Perdarahan spontan tidak
ada.

Hasil laboratorium (5/12/2020)


Hb : 10.8 gr/dl
WBC : 28.000/ul
Plt : 126.000/ul
Natrium : 130 mmol/L
Kalium : 4,3 mmol/L
Klorida : 99 mmol/L
A 1. Respiratory distress of the newborn
2. Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great artery,
Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, lung overflow
3. Sepsis neonatorum

P  Rawat Inkubator
 Jamin oksigenasi: Oksigen via CPAP FiO 25%, Peep 6 cmH2O, Flow 8
liter/meit
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) – 20 % Balance – 10

14
kelainan jantung = 399 cc
- Enteral  70 cc/kgbb/hari = 8 x 33 cc ASI via sonde.
- Parenteral:
- Smoof lipid (1): 19 ml, kecepatan: 0,8 ml/jam
- Aminosteril (1) 63 ml + Ca gluconas (0,5) 1,9ml + NaCl 3% (2)
15,2 ml +KCl 7,4% (2) 7,6 ml + Dextrose 40% (10) 54 ml +
aquades 31 ml = 116 ml, kecepatan 7,2 ml/jam. (GIR 3,16
mg/kgBB/menit, kalori: 294 kkal
 9) Meropenem 105 mg/8 jam/intravena
 Kerja sama divisi kardiologi
 Captopril 1 mg/8 jam/sonde
 Pertahankan saturasi oksigen 70%
 Periksa PT, APTT (gagal sampling)
 Menunggu hasil kultur darah dan pemeriksaan PT, APTT
Perawatan hari ke 5 (6 Desember 2020), Pukul 15.00 wita
S Bayi bertambah sesak
O KU : pasif
Nadi : 168 kali/menit
Nafas : 80kali/menit
Suhu : 37o C

SpO2 : 56%

Skala Nyeri : 0 NIPS

Hasil laboratorium (5/12/2020)


Hb : 10,8 gr/dl
WBC : 28.000/ul
Plt : 126.000/ul
Natrium : 130 mmol/L
Kalium : 4,3 mmol/L
Klorida : 99 mmol/L

15
A Desaturasi
Ancaman gagal napas
Anemia
Hiponatremia
P  Rawat inkubator
 Intubasi dan pemasangan ventilator mekanik (informed consent)
 Jamin oksigenasi: Ventilator mekanik modus PCAC: PEEP 7 cmH2O,
FiO2 70% (diturunkan bertahap sampai mencapai target saturasi 70
%), Pinsp 20 cmH2O, RR 40 kali/menit.
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) – 20 % Balance – 10
kelainan jantung = 456 cc
- Enteral  stop intake oral
- Parenteral:
- Line I : 18 cc/jam
- Line II: Ivfd NaCl 0,9% 23 cc/jam
 Fentanyl 1 mcg/kgbb/jam/intravena
 Midazolam 0,01 mg/kgbb/jam/intravena
 OGT dekompresi
 Transfusi packed red cell 20 cc/kgbb/intravena = 70 cc/intravena
dilanjutkan dengan furosemide 3,5 mg/intravena.
 Koreksi hiponatremia: Delta natrium x BB x 0,6 = 11.4 meq = 22.8 cc
 Periksa Foto thorax

Perawatan hari ke 5 (6 Desember 2020), Pukul 20.00 wita


S Bayi tampak sesak
O Keadaan umum: pasif
Tanda vital : Nafas 40 kali/menit, nadi 156 kali/menit , suhu 37,3 ºC, skala
nyeri 0 Nips, SpO2 88 % dengan ventilator mekanik
Status generalis: ada mild sianosis, ada retraksi subcostal. Ada ronki
dikedua lapangan paru, tidak ada wheezing, ada grunting, air entry menurun

16
(Downe Score 5). Bunyi jantung I/II murni, reguler, terdengar bising kontinyu
grade 3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal border. Tidak teraba hepar
dan lien. Akral hangat, CRT < 3 detik.

Hasil Foto thorax, 6-11-2020

Gambar 3. Foto thorax AP:


Kesan:
Terpasang ETT pada trachea dengan tip
setinggi +/- 1,61 cm diatas carina.
Terpasang gastric tube dengan tip kesan
pada gaster. Gambaran L to R shunt.
Pneumonia Bilateral
A 1. Respiratory distress of the newborn
2. Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great artery,
Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, lung overflow
3. Sepsis neonatorum
4. Pneumonia Bilateral
P  Rawat inkubator
 Jamin oksigenasi: Ventilator mekanik modus PCAC: PEEP 7 cmH2O,
FiO2 55% (diturunkan bertahap sampai mencapai target saturasi 70 %),
Pinsp 20 cmH2O, RR 40 kali/menit.
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) – 20 % Balance – 10
kelainan jantung = 456 cc
- Enteral  stop intake oral
- Parenteral:
- Line I : 18 cc/jam
- Line II: Ivfd NaCl 0,9% 23 cc/jam

9) Meropenem 105 mg/8 jam/intravena

17
Perawatan hari ke 7 (8 Desember 2020), pukul 07.00 wita
S Ada sesak, ada biru. Ada demam. Bayi sementara dipuasakan. BAB kuning.
BAK biasa kuning
O Keadaan umum: pasif
Tanda vital : Nafas 55 kali/menit, nadi 176 kali/menit , suhu 38 ºC, skala nyeri
0 Nips, SpO2 93 % dengan ventilator mekanik dengan FiO2 25%
Status generalis: ada mild sianosis, ada retraksi subcostal. Ada ronki
dikedua lapangan paru, tidak ada wheezing, ada grunting, air entry menurun
(Downe Score 5). Bunyi jantung I/II murni, reguler, terdengar bising kontinyu
grade 3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal border. Tidak teraba hepar
dan lien. CRT < 3 detik.Edema ada, ikterus kremer II. Ada pucat. Produksi
urin 0,52 ml/kgBB/jam, balance + 240 ml. Ada pucat, ada perdarahan: residu
OGT 5 ml berwarna coklat.

A 1. Respiratory distress of the newborn


2. Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great artery,
Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, lung overflow
3. Sepsis neonatorum
4. Pneumonia bilateral
5. Perdarahan saluran cerna

P  Rawat Inkubator
 Jamin oksigenasi: PCAC: PEEP 7 cmH2O, FiO2 100%, Pinsp 18 cmH2O,
RR 60 kali/menit.
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) - 10 % kelainan jantung
= 456 cc
- Enteral  stop intake oral
- Parenteral:
- Smoof lipid (2): 38,5 ml, kecepatan: 1,2 ml/jam
- Aminosteril (2,5) 158 ml + Ca gluconas (0,5) 1,9ml + NaCl 3%

18
(2) 15,2 ml +KCl 7,4% (1) 3,8 ml + Dextrose 40% (12,5) 34 ml +
aquades 114,6 ml = 427,5 ml, kecepatan 17,8 ml/jam. (GIR 9,8
mg/kgBB/menit, kalori: 94,4 kkal/kgbb/hari
 Nebulisasi NaCl 0,9% 3 ml + bisolvon 3 tetes/12 jam/inhalasi
 10) Meropenem  stop
 1) Vancomycin 57 mg/8 jam/intravena
 1) omeprazole 0,7 mg/kgbb/intravena = 2,6 mg/24 jam/intravena
 Kerja sama divisi kardiologi
 Captopril 1 mg/8 jam/sonde (tunda)
 Pertahankan saturasi oksigen 70%
 Menunggu hasil kultur darah dan pemeriksaan PT, APTT
 Periksa darah rutin, Ureum, Creatinin

Perawatan hari ke 7 (8 Desember 2020), pukul 20.00 wita


S Ada sesak, ada biru. Ada demam. Bayi sementara dipuasakan. BAB kuning.
BAK biasa kuning
O KU : pasif
Nadi : 172 kali/menit
Nafas : 74 kali/menit
Suhu : 37,8o C
SpO2 : 70 %
Skala Nyeri : 0 NIPS
Urin output : 1,92 ml/kgbb/jam
Balance cairan: input – output = 268,6 -157,4 = + 111,11 ml.
Hasil laboratorium (8/12/2020):
Hb : 14 gr/dl
WBC : 20.100/ul
Plt : 24.000/ul
PT : 63,2 detik
APTT : 66,2 detik

19
Ureum : 78 mg/dl
Creatinin : 0,72 mg/dl
Albumin : 3,1 gr/dl
Hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas darah, 8-11-2020:
Terdapat biakan aerob Serratia marcescens.
Antibiotik sensitif Piperacillin-Tazobactam, Ertaenem, Meropenem, Amikacin,
Trimetoprim/Sulfamethoxazole.
A  Trombositopenia
 Pemanjangan faal hemostasis
 Bakterimia et causa serrratia marcescens

P  Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari


(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) - 10 % kelainan jantung –
cairan yang masuk – 111 cc
- Enteral  stop intake oral
- Parenteral:
- kecepatan 8,4 cc/jam
 Injeksi vitamin K1 1 mg/intramuscular
 Transfusi trombosit 10 cc/kgbb/intravena = 38 ml/intravena dilanjutkan
dengan injeksi furosemide 3,8 mg/intravena.
 Periksa darah rutin kontrol dan PT,APTT kontrol

Perawatan hari ke 9 (10 Desember 2020), pukul 07.00 wita


S Ada sesak, ada biru. Ada demam. Bayi sementara dipuasakan. BAB kuning.
BAK biasa kuning
O Keadaan umum: pasif
Tanda vital : Nafas 70 kali/menit, nadi 170 kali/menit , suhu 38,1 ºC, skala
nyeri 1 Nips, SpO2 63 % dengan ventilator mekanik dengan FiO2 100%
Status generalis: ada mild sianosis, ada retraksi subcostal. Ada ronki
dikedua lapangan paru, tidak ada wheezing.Bunyi jantung I/II murni, reguler,

20
terdengar bising kontinyu grade 3/6, punctum maximum ICS II-III left sternal
border. Tidak teraba hepar dan lien. CRT < 3 detik.Edema ada pada
palpebral dan pretibia, ikterus tidak ada. Ada pucat. Produksi urin 2,2
ml/kgBB/jam, balance + 35,9 ml. Ada pucat, ada perdarahan: residu OGT 5
ml berwarna coklat.

A  Respiratory distress of the newborn


 Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great artery,
Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, lung overflow
 Sepsis neonatorum
 Pneumonia bilateral
 Bakterimia et causa serrratia marcescens
 Perdarahan saluran cerna

P  Rawat Inkubator
 Jamin oksigenasi: PCAC: PEEP 7 cmH2O, FiO2 100%, Pinsp 20 cmH2O,
RR 60 kali/menit.
 Jamin hidrasi: Kebutuhan cairan 150 cc/kgbb/hari – 20 cc/kgbb/hari
(gangguan nafas) + 20 cc/kgbb/hari (inkubator) - 10 % kelainan jantung
= 570 ml/hari
- Enteral  stop intake oral
- Parenteral:
- Smoof lipid (2): 38 ml, kecepatan: 1,6 ml/jam
- Aminosteril (2,5) 158 ml + Ca gluconas (0,5) 1,9ml + NaCl 3%
(2) 15,2 ml +KCl 7,4% (1) 3,8 ml + Dextrose 40% (12,5) 153 ml
+ aquades 157,8 ml = 490 ml, kecepatan 20 ml/jam. (GIR 11
mg/kgBB/menit, kalori: 92,4 kkal/kgbb/hari
 Nebulisasi NaCl 0,9% 3 ml + bisolvon 3 tetes/12 jam/inhalasi
 10) Meropenem  stop
 3) Vancomycin 57 mg/8 jam/intravena
 4) omeprazole 0,7 mg/kgbb/intravena = 2,6 mg/24 jam/intravena

21
 Kerja sama divisi kardiologi
 Captopril 1 mg/8 jam/sonde (tunda)
 Pertahankan saturasi oksigen 70%

Perawatan hari ke 9 (10 Desember 2020), pukul 10.30 wita


S Bayi bertambah sesak
O KU : pasif
Nadi : 110 kali/menit
Nafas : 60 kali/menit
Suhu : 37,8o C

SpO2 : 70 %

Skala Nyeri : 0 NIPS

Akral dingin, capillary refill time > 3 detik

A  Syok sepsis
P Bolus NaCl 0,9% 20 ml/kgBB/intravena

Pukul 11.00

S Bayi tampak lemah

O KU : jelek
Nadi : 98 kali/menit
Nafas : 60 kali/menit
Suhu : 36,9o C
SpO2 : 67%
Skala Nyeri : 0 NIPS
Akral dingin, CRT>3 detik
Foto thorax AP, 10-12-2020:

22
Gambar 4. Foto thorax AP:
Kesan:
Pneumonia of the new born (dibanding
tanggal 6/12/2020: progresif).

A Syok sepsis

P Ventilator mekanik modus PCAC: FiO2 100%, PEEP 7 cmH2O, Pinsp 20


mmHg, RR 60 kali/menit

Bolus NaCl 0,9% 20 ml/kgBB/intravena

Pukul 11.30

S Napas bertambah berat


O KU : jelek
Nadi : 88 kali/menit
Nafas : 45 kali/menit
Suhu : 37o C
SpO2 : 52%
Skala Nyeri : 0 NIPS
Akral dingin, CRT>3 detik
A Syok sepsis

P Ventilasi tekanan positif via T-piece resuscitator: Peep 7 cmH2o, Pinsp 25


cmH2O, flow 8 liter/menit
Dopamin 10 mcg/kgBB/menit
Dobutamin 10 mcg/kgBB/menit
Edukasi keluarga

23
Pukul 12.00

O KU : jelek
Nadi : 38 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 37o C
SpO2 : 38%
Skala Nyeri : 0 NIPS
Akral dingin, CRT>3 detik
A Syok sepsis

P Kompresi dada 3:1


Ventilasi tekanan positif via T-piece resuscitator: Peep 7 cmH2o, Pins 25
cmH2O, flow 8 liter/menit.
Dopamin 20 mcg/kgBB/menit
Dobutamin 20 mcg/kgBB/menit
Epinefrin 0,1 ml/kgBB/intravena (1:10.000)
Pukul 12.30 wita
O KU : jelek
Nadi : 30 kali/menit
Nafas : apnea
Suhu : 36,7o C
SpO2 : 25%
Akral dingin, CRT>3 detik
A Syok sepsis
P Kompresi dada 3:1
Ventilasi tekanan positif via T-piece resuscitator: Peep 7 cmH2o, Pins 25
cmH2O, flow 8 liter/menit.
Dopamin 20 mcg/kgBB/menit
Dobutamin 20 mcg/kgBB/menit
Epinefrin 0,1 ml/kgBB/intravena (1:10.000)

24
Pukul 13.00 wita
O Heart rate : tidak terdengar
Nafas : apnea
Suhu : 36o C
SpO2 : tidak terbaca
Akral dingin, CRT>3 detik
Pupil midriasis total
Refleks kornea negatif
Pasien dinyatakan meninggal di hadapan keluarga

X. DIAGNOSIS DEFENITIF
1. Syok sepsis
2. Sepsis neonatorum
3. Bakterimia et causa serrratia marcescens
4. Respiratory distress of the new born et causa pneumonia bilateral
5. Penyakit jantung bawaan sianotik et causa transposition of great
artery, Ventrikel septal defect, Patent ducus arteriosus, lung
overflow
6. Perdarahan saluran cerna
7. Trombositopeni
8. Pemanjangan faal hemostasis

XI. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad malam
Qua ad fungtionam : Dubia ad malam
Qua ad sanationem : Dubia ad malam

25
XII. DISKUSI
Transposition Of Great Artery
Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu kelompok
malformasi kongenital yang paling umum dengan insidensi 8 tiap 1000
kelahiran hidup. Transposition of the great arteries (TGA)/ transposisi
arteri besar (TAB) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB)
tipe sianotik yang bermanifestasi pada periode bayi baru lahir. Ditandai
dengan adanya abnormalitas dari ventrikuloarterial, di mana aorta keluar
dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri (Gambar
3).6 Insiden TGA diperkirakan 1:3.500–5.000 kelahiran hidup dan lebih
sering ditemukan pada bayi laki-laki.Kelainan ini lebih sering pada bayi
yang lahir dari ibu yang mengalami diabetes mellitus. 7 Terdapat 50%
kasus ditemukan kelainan TGA merupakan kelainan tersendiri namun ada
10 % kasus TGA dikaitkan dengan malformasi nonkardiak.8 Laporan
kasus ini menampilkan kasus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan
jenis kelamin laki-laki.

6
Gambar 5. Transposition of Great Artery

26
Klasifikasi TGA berdasarkan anatomi bergantung pada letak

pembuluh arteri besar yang terlibat dan atau morfologi infundibular.

Sekitar 60% pasien TGA, aorta terletak di anterior dan sebelah kanan dari

arteri pulmonal (dextro-TGA). Sebagian lain, aorta berada di anterior dan

sebelah kiri dari arteri pulmonal (levo-TGA).10

Gambar 6. Gambaran perbandingan anatomi jantung normal (kiri) dan TGA


10
(d-TGA (tengah) dan l-TGA (kanan))

Penyebab terjadinya TGA belum banyak diketahui namun dianggap


multifaktorial. Terdapat dua teori utama mengenai mekanisme embriologis
perkembangan TGA:

1. De la Cruz mengajukan teori bahwa septum aortopulmoner gagal


berputar pada tingkat infundibulum sehingga menyebabkan
perkembangan linier dari septum dan TGA. [2]
2. Teori kedua, yang dikemukakan oleh Goor dan Edwards,
menyatakan bahwa TGA disebabkan oleh resorpsi abnormal atau

27
keterbelakangan konus subpulmoner, dengan persistensi konus
subaorta.

Gambar 7. Kelainan rotasi trunkus arteriosus pada TGA. A: Sebelum rotasi


outflow tract, konus subpulmonik (hijau) dan konus subaorta (oranye), yang berasal
masing-masing dari bidang jantung anterior kiri dan kanan. Setelah rotasi berlawanan
arah jarum jam (CCW) (dilihat dari apex), konus subpulmonik didorong ke perut, dan
gerakan dorsal aorta terjadi sehubungan dengan absorpsi konus subaorta,
mengakibatkan pembentukan saluran ventrikel kiri ke saluran aorta. B: Pada transposisi
arteri besar (TGA), konus subpulmonik adalah hipoplastik (hijau) dan gagal didorong ke
perut, sedangkan konus subaorta (oranye) tetap ada dan berputar secara ventral
[(searah jarum jam (CW) rotasi dilihat dari apex] mengakibatkan pembentukan saluran
ventrikel kanan-ke-aorta. Ao: aorta asendens; LV, ventrikel kiri; PA, arteri pulmonalis; RV,
9
ventrikel kanan.

Kelainan patologis pada D-TGA menyebabkan perubahan yang


merugikan pada fisiologi jantung. Karena adanya dua sirkulasi paralel,
darah yang terdeoksigenasi terus bersirkulasi secara sistemik, dan darah

28
teroksigenasi terus mengalir melalui sirkulasi paru. Sirkulasi paralel tidak
sesuai dengan kehidupan kecuali terjadi percampuran antara darah
terdeoksigenasi dan teroksigenasi. Pencampuran dapat terjadi melalui
defek septum atrium atau ventrikel, patent ductus arteriosus, atau melalui
sirkulasi bronkopulmonalis kolateral. Pada neonates darah dari aorta via
duktus arteriosus masuk ke arteri pulmonalis dan dari atrium kiri, via
foramen oval eke atrium kanan. Pada umumnya pencampuran melalui
duktus dan foramen ovale ini tidak adekuat, dan bila duktus arteriosus
menutup, maka tidak terdapat pencampuran lagi di tempat tersebut,
keadaan ini sangat mengancam jiwa pasien.6,11

Terdapat 3 defek anatomi yang umumnya terjadi pada TGA sehingga


bisa terjadi pencampuran darah beroksigenasi dan terdeoksigenasi:
1. Foramen ovale paten atau defek septum atrium (PFO/ASD)
2. Defek septum ventrikel (VSD)
3. Duktus arteriosus paten (PDA)
Satu atau semua anomali jantung tersebut bisa hadir bersamaan pada
pasien TGA, dimana derajat hipoksemia bergantung pada besarnya defek
anatomi yang ada.12,13,14 Penelitian oleh Anderson, dkk, 1995
menunjukkan bahwa VSD merupakan kelainan penyerta tersering yang
ditemukan pada TGA, yaitu 30% kasus, pulmonal stenosis 5% kasus,
serta kombinasi DSV dan stenosis pulmonal 10% kasus.15

Pada pemeriksaan ekokardiografi pasien ini, didapatkan kesan


TGA dengan defek septum ventrikel disertai gambaran defek anatomi lain
yaitu paten duktus arteriosus kecil dan foramen ovale persisten. Defek
anatomi berupa paten duktus arteriosus (PDA) yang masuk dalam
klasifikasi PDA kecil adalah PDA berukuran 1,5-2,5 mm.16 Pada pasien ini
termasuk dalam PDA kecil karena memiliki ukuran 2 mm. Defek anatomi
berupa persisten foramen ovale merupakan suatu hal yang normal pada
neonates dan defek tersebut akan menutup dalam 6 bulan setelah lahir.17

29
Sehingga pasien ini dapat diklasifikasikan merupakan jenis TGA dengan
defek septum ventrikel.
Manifestasi klinis pada TGA bergantung pada adanya
pencampuran yang adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru, dan
apakah ada stenosis pulmonal. Pasien TGA memberikan gejala dan tanda
selama periode neonatal. Manifestasi klinis TGA berupa:
 Sianosis: Derajat sianosis tergantung pada pencampuran antara
sirkulasi sistemik dan paru. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut
adalah ukuran dan adanya defek anatomi yang lain seperti ASD atau
VSD. Sianosis tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan suplementasi
oksigen.
 Takipnea: Pasien biasanya mempunyai frekuensi nafas lebih dari 60
kali permenit tanpa retraksi, grunting atau nafas cuping hidung, dan
pasien tampak comfortable.
 Murmur: Murmur yang terjadi pada TGA biasanya berasal dari VSD
atau stenosis pulmonal. Murmur pada VSD berupa bising pansistolik
pada left sternal border.
Pada kasus, didapatkan keluhan sesak disertai sianosis yang
diperhatikan sejak bayi lahir. Klinis sesak pada kasus ini disertai adanya
tanda distress nafas yaitu terdapat retraksi dan grunting, hal tersebut
dapat bersumber dari gangguan pulmonal maupun ekstra pulmonal.
Namun pada kasus keluhan sesak disertai sianosis yang mengindikasikan
kemungkinan ada faktor ekstrapulmonal yaitu penyakit jantung bawaan
karena kadar saturasi oksigen tidak pernah mencapai nilai normal
walaupun dengan pemberian suplementasi oksigen.

Pendekatan diagnosis yang sering dilakukan pada TGA adalah


pemeriksaan elektrokardiography, foto thorax, dan kateterisasi kardiak.
Pada pemeriksaan foto thoraks pasien TGA mungkin didapatkan
gambaran jantung normal apabila TGA disertai septum ventrikel yang
utuh dengan pencampuran tingkat atrium yang adekuat, tetapi pada

30
sepertiga pasien memberikan gambaran klasik "egg on a string". Pada
bayi baru lahir yang disertai sianosis berat, akan tampak peningkatan
vaskularisasi paru, memberikan gambaran pencampuran darah tingkat
atrium yang tidak adekuat. Pasien TGA dengan defek septum ventrikel,
bisa ditemukan kardiomegali dengan tanda peningkatan vaskular arteri
pulmonalis. 13,14

Gambar 8. Gambaran “egg on string” pada TGA13

Pemeriksaan ekokardiografi pasien TGA pada view axis long-


parasternal tampak gambaran bifurkasi arteri pulmonal yang muncul dari
posterior, berasal dari ventrikel kiri. Pada view axis short-parasternal
tampak adanya hubungan antara arteri-arteri besar satu sama lain. Pada
potongan melintang aorta biasanya berada di anterior dan sebelah kanan
dari arteri pulmonalis. Pada pemeriksaan ekokardiografi bisa ditemukan
kelainan anatomi yang sering menyertai TGA yaitu defek septum atrium,
defek septum ventrikel, dan duktus arteriosus paten. Juga yang penting
pada pemeriksaan ekokardiografi yaitu perlu dipastikan letak anatomi dari
arteri koroner (asal dari arteri koroner dan pola percabanganya) yang
mungkin abnormal pada hampir sepertiga pasien.13,14

31
Gambar 9. Pemeriksaan Elektrocardigraphy pada TGA14

Pasien ini pada pemeriksaan foto thoraks memberikan gambaran


lonjong seperti telur dengan mediastinum superior tampak mengecil yang
memberikan gambaran seperti egg on string, sesuai dengan gambaran
TGA. Terdapat corakan bronkhovaskuler yang meningkat pada
pemeriksaan foto thorax pasien ini, hal tersebut menunjukkan terdapatnya
peningkatan aliran darah ke paru. Hal tersebut menjelaskan pasien ini
mengalami TGA disertai adanya defek VSD. Pada pemeriksaan
ekokardiografi pasien ini, didapatkan gambaran jantung sesuai gambaran
TGA dengan disertai defek septum ventrikel serta tampak gambaran defek
anatomi lain yaitu duktus arteriosus paten kecil dan foramen ovale
persisten. Sehingga pasien ini dapat diklasifikasikan merupakan tipe TGA
dengan defek septum ventrikel.
Manajemen awal pasien dengan D-TGA berpusat pada
memastikan oksigenasi yang adekuat. Pemberian prostaglandin E1
bertujuan menstabilkan pasien dengan mencoba untuk menjaga paten
duktus arteriosus dan melakukan septostomi atrium balon (BAS). Setelah
pasien stabil secara hemodinamik, operasi bedah dapat dilakukan.6
Pendekatan bedah bergantung pada usia pasien pertama kali

32
menunjukkan gejala klinis, terdapatnya anatomi jantung, dan pengalaman
ahli bedah kardiotoraks terkait. Sebagian besar neonatus dengan TGA
yang cukup bulan dan tanpa komplikasi dapat menjalani prosedur
pertukaran arteri dengan resiko kematian yang minimal. 18,19
Pendekatan prosedur bedah yang dilakukan bergantung pada tipe TGA,
yaitu: 18,19
1. TGA dengan septum ventrikel utuh
Pilihan teknik operasi yang digunakan adalah prosedur pertukaran
arteri. Dimana dilakukan repair anatomi dan mengembalikan
konkordansi ventrikuloarterial. Prosedur ini dilakukan saat bayi
berusia dibawah 4 minggu, karena ventrikel kiri tidak mampu
menahan tekanan sirkulasi sistemik pasca operasi jika dibiarkan
terlalu lama pada tekanan yang rendah, sirkulasi paru dengan
resistensi yang rendah. Pada kasus yang jarang terjadi, tergantung
pada anatomi arteri koroner tertentu (misalnya arteri koroner
intramural), tidak direkomendasikan prosedur pertukaran arteri
apabila terdapat translokasi arteri koroner.
2. TGA dengan defek septum ventrikel
Pilihan prosedur operasi yang dipilih adalah pertukaran arteri disertai
penutupan defek septum ventrikel. Jika jenis defek septum
ventrikelnya besar dan nonrestrictive disertai adanya arteri koroner,
maka tidak disarankan untuk dilakukan prosedur pertukaran arteri.
Prosedur repair intrakardiak tipe Rastelli mungkin bisa
dipertimbangkan. Tetapi prosedur Rastelli ditunda sampai bayi
berusia lebih tua dan bayi sudah lebih besar karena pada operasi
Rastelli dibutuhkan sebuah saluran arteri ventrikel-pulmonal kanan.
Apabila bayi mengalami gagal jantung kongestif yang berat (dengan
gagal tumbuh), disarankan untuk dilakukan operasi pertukaran arteri
atau, jika tidak memungkinkan, saat masa neonatus dilakukan
pembebatan pada arteri pulmonalis utama untuk mengurangi aliran
darah pulmonal atau banding arteri pulmonalis.

33
3. TGA dengan defek septum ventrikel dan obstruksi saluran keluar
ventrikel kiri tidak dapat dilakukan operasi pertukaran arteri karena
katup pulmonal (saluran keluar ventrikel kiri) mengalami stenosis
atau atresia. Jika defek septum ventrikel bersifat nonrestrictive dan
jauh dari aorta, Prosedur operasi teknik Rastelli dapat dilakukan.
Karena pada prosedur Rastelli dibutuhkan saluran dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonal, penundaan operasi sampai bayi lebih
besar sebaiknya dilakukan. Tetapi, diperlukan pembuatan shunt
aortopulmonal saat masa neonatus untuk menjaga aliran darah
pulmonal yang adekuat sambil menunggu operasi dapat dilakukan.
4. TGA dengan defek septum ventrikel dan penyakit obstruktif vaskular
paru
Pasien TGA dengan tipe ini tidak direncanakan untuk prosedur
pembedahan karena adanya peningkatan progresif dari resistensi
vaskular paru. Pasien TGA tipe ini biasanya diketahui setelah
prosedur paliatif atau reparatif telah dilakukan.

Komplikasi pada TGA diantaranya adalah: gagal jantung kongesti,


aritmia, sindrom eisenmenger, stenosis cabang arteri pulmonal, obstruksi
arteri coroner. Pasien dengan defek septum ventrikel besar, patent ductus
arteriosus, atau keduanya mungkin memiliki predileksi dini untuk gagal
jantung kongestif, karena resistensi vaskular paru menurun seiring
bertambahnya usia. Gagal jantung dapat dikurangi pada pasien dengan
stenosis saluran keluar ventrikel kiri (paru).6
Penatalaksanann penyakit jantung bawaan pada kasus ini dilakukan
dengan kerjasama neonatologi dengan kardiologi. Bagian kardiologi
memberikan oksigen dengan target saturasi sekitar 70% dan pemberian
obat golongan ACE-inhibitor yaitu captopril. Pemberian pembatasan
suplementasi oksigen bertujuan untuk tetap menjaga agar PDA yang
terdapat pada pasien ini tidak tertutup sehingga diharapkan terdapat
pencampuran darah sirkulasi sistemik dan paru. Pemberian golongan

34
ACE-inhibitor pada pasien ini bertujuan untuk menurunkan resistensi
perifer (afterload) , menurunkan alir balik vena (preload), menurunkan
remodeling miokard sehingga curah jantung meningkat dan tidak terjadi
progresifitas gagal jantung.20 Seperti yang telah disebutkan bahwa salah
satu komplikasi yang bisa terjadi pada TGA dengan VSD adalah
terjadinya gagal jantung. Pasien juga direncanakan untuk dilakukan
tindakan banding arteri pulmonalis dengan merujuk ke senter yang
memiliki prasarana dan sarana yang lengkap yaitu rumah sakit harapan
kita Jakarta. Pasien dioptimalkan keadaannya untuk dirujuk ke rumah sakit
harapan kita, namun saat perawatan hari 9 kondisi pasien memburuk,
pasien mengalami sepsis neonatorum, kemudian syok sepsis dan
akhirnya meninggal dunia.
Seperti yang diketahui bahwa penyakit jantung bawaan merupakan
salah satu morbiditas untuk terjadinya sepsis. Penyakit jantung bawaan
manusia adalah kelainan kongenital yang umum, dan menunjukkan
kelainan struktural kasar pada jantung atau pembuluh besar intratoraks,
yang berpotensi memiliki signifikansi fungsional. Perkembangan penyakit
jantung merupakan proses biologis yang kompleks yang membutuhkan
integrasi komitmen sel, morfogenesis, dan penggandengan eksitasi-
kontraksi, yang dapat membuat profil imunologi pasien terganggu. Setelah
homeostasis dari sistem kekebalan dihancurkan, penyakit yang lebih
menular, seperti infeksi oportunistik mudah diinduksi. Pneumonia adalah
salah satu infeksi opportunistik yang sering terjadi pada bayi baru lahir
dan lebih rentan terjadi pada pasien yang mengalami kelainan jantung
bawaan karena diakibatkan fungsi system imun yang terganggu. 21
Pada kasus, keadan klinis dari penyakit jantung bawaan sianotik
diperberat oleh adanya sepsis. Sepsis merupakan salah satu keadaan
yang mengancam nyawa, meliputi 45% dari total kegawatan di bidang
neonatologi. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang
meningkat, yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan kasus
kematian sepsis neonatorum di Indonesia sebesar 50-60%.22

35
Sepsis neonatorum adalah infeksi sistemik yang terjadi pada bayi
baru lahir hingga usia 28 hari dan merupakan penyebab penting
morbiditas dan kematian bayi baru lahir. Sepsis neonatorum awitan dini
(SNAD) didefinisikan secara bervariasi berdasarkan usia saat onset,
dengan bakteremia yang terjadi pada 72 jam kelahiran. Pada bayi
prematur, SNAD terjadi dalam 3 hari pertama kehidupan dan disebabkan
oleh bakteri patogen yang ditularkan secara vertikal dari ibu ke bayi
sebelum atau selama persalinan. Sepsis neonatorum awitan lambat
(SNAL) adalah sepsis yang terjadi setelah 72 jam pada bayi NICU dan 7
hari kehidupan pada bayi cukup bulan, dan mungkin disebabkan oleh
didapat secara vertikal atau horizontal patogen. Infeksi neonatal dini dari
virus atau etiologi jamur juga dapat terjadi pada 7 hari kehidupan dan
harus terjadi dibedakan dari sepsis bacterial.22

Kriteria sepsis neonatorum ditegakkan berdasarkan anamnesis


(faktor risiko ibu dan neonatus), gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan laporan pertemuan ahli tentang sepsis
neonatorum dan pediatrik EMA (European Medicines Agency), sepsis
neonatorum dapat didefinisikan dengan sekurang-kurangnya 2 gejala
klinis dan sekurang-kurangnya 2 temuan laboratorium dari adanya
kecurigaan sepsis atau sepsis yang terbukti (dengan kultur positif,
mikroskopik atau PCR).23,24
Tabel 1. Gejala klinis dan laboratorium sepsis
neonatorum.24

Gejala klinis Temuan laboratorium


Modifikasi suhu tubuh: Jumlah leukosit:
suhu >38,5 °C atau <36°C dan <4000/ul ATAU
atau instabilitas suhu >20.000/ul
Instabilitas kardiovaskular: Immature to total neutrophil
 Bradikardia (rerata HR dibawah ratio (IT ratio):
persentil 10 berdasarkan umur >0,2

36
Gejala klinis Temuan laboratorium
tanpa adanya rangsangan vagal Jumlah trombosit:
eksternal, penggunaan beta- <100.000/ul
blocker atau penyakit jantung CRP > 15 mg/L ATAU
bawaan ATAU adanya depresi prokalsitonin ≥ 2 ng/ml (cut off
persisten selama 0,5 jam) ATAU prokalsitonin pada sepsis
 Takikardia (rerata HR lebih dari neonatorum belum dapat
2 SD berdasarkan umur tanpa didefinisikan dengan jelas, sebab
adanya stimulus eksternal, obat- data yang dipublikasikan saat ini
obatan kronis dan rangsangan masih kontroversial)
nyeri ATAU elevasi persisten Intoleransi glukosa yang
lebih dari 0,5 sampai dengan 4 dikonfirmasi sekurang-kurangnya 2
jam) dan/atau kali pengukuran:
 Instabilitas ritme  Hiperglikemia >180 mg/dl atau
 Penurunan urine output (<1 10 mMol/L ATAU
ml/kgbb/jam)  Hipoglikemia <45 mg/dl atau
 Hipotensi (mean arterial 2,5 mMol/L
pressure dibawah persentil 5 Asidosis metabolik:
berdasarkan umur)  BE <-10 mEq/L ATAU
 Mottled skin  Serum laktat >2 mMol/L
 Gangguan perfusi jaringan
Lesi kulit dan subkutaneus:
 Peteki
 Sklerema
Instabilitas respirasi:
 Episode apneu ATAU
 Episode takipneu (rerata RR
diatas persentil 2 SD
berdasarkan umur) ATAU

37
Gejala klinis Temuan laboratorium
 Meningkatnya kebutuhan
oksigen, ATAU
 Penggunaan ventilasi
Gastrointestinal:
 Intoleransi feeding
 Malas menghisap
 Distensi abdomen
Nonspesifik:
 Iritabel
 Letargi, dan
 Hipotonia

Pada kasus didapatkan kondisi distress napas yang juga


merupakan manifestasi dari sepsis neonatal. Akibat kecurigaan adanya
sepsis, pasien telah mendapat terapi antibiotik pada hari pertama
perawatan di RS L. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat
leukositosis (WBC=24.500/ul) dan peningkatan CRP (CRP=31,3 mg/l) dan
prokalsitonin (prokalsitonin 4,35 ng/ml). Hasil kultur darah ditemukan
pertumbuhan bakteri Serratia macescens. Selain itu, selama perawatan,
ditemukan pula trombositopenia.
WHO merekomendasikan ampisilin (atau penisilin; cloxacillin jika
dicurigai infeksi staphylococcal) ditambah gentamicin untuk pengobatan
empirik neonates dengan dugaan sepsis klinis. Pada beberapa negara,
agen dengan spektrum yang lebih luas, seperti sefalosporin generasi
ketiga, umumnya digunakan untuk mengobati neonatal dan sepsis bayi.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, pengobatan sepsis harus cepat
dilaksanakan.25 Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika
secara empiris harus segera diberikan untuk menghentikan infeksi yang
terus berlanjut.25 Pemberian antibiotika empiris tersebut harus

38
memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering.25 Selain pola kuman
hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman, segera setelah didapatkan
hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan
kuman penyebab dan pola resistensinya. Pemberian pengobatan pasien
biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk
memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita
pasien.25 Diupayakan kombinasi antibotik tersebut mempunyai sensitivitas
yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif. Pada kasus
pemberian antibiotic dimulai dengan pemberian ampicillin dan gentamicin
kemudian diganti menjadi cephalosporin, selanjutnya meropenem karena
tidak ditemukan perbaikan klinis pasien. Setelah didapatkan hasil kultur,
pemberian antibiotic disesuaikan dengan hasil uji sensivitas yakni
vancomicin yang diberikan pada pemantauan hari ke enam.
Serratia marcescens termasuk dalam famili Enterobacteriaceae,
yang banyak ditemukan di air, tanah, hewan, serangga, tumbuhan.
Meskipun S. marcescens menunjukkan virulensi yang relatif rendah, hal
itu menyebabkan infeksi nosokomial dan wabah pada pasien yang
mengalami gangguan sistem kekebalan atau sakit kritis, terutama di
rangkaian seperti unit perawatan intensif (ICU), terutama unit neonatal
(NICU). Mikroorganisme ini menimbulkan berbagai manifestasi klinis pada
bayi baru lahir: dari kolonisasi asimtomatik hingga keratitis, konjungtivitis,
infeksi saluran kemih, pneumonia, infeksi luka operasi, sepsis, infeksi
aliran darah dan meningitis. Tempat infeksi yang paling sering adalah
aliran darah, diikuti oleh alat pernapasan dan saluran gastrointestinal.
Strain S. marcescens yang terlibat dalam peristiwa epidemik seringkali
terbukti multi-resisten. Seringkali, sumber spesifik infeksi tidak dapat
diidentifikasi. Namun, tangan petugas layanan kesehatan yang
terkontaminasi diyakini sebagai sumber utama penularannya. Pada unit
perawatan intensif neonatal, bayi baru lahir yang terkolonisasi atau
terinfeksi merupakan sumber potensial utama S. marcescens, terutama di
saluran pernapasan, tetapi juga di saluran pencernaan. Identifikasi awal

39
pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi dan implementasi tindakan
pengendalian infeksi yang tepat, terutama kebersihan tangan yang ketat
dan kewaspadaan kontak, sangat penting untuk mengekang penyebaran
infeksi.27
Sepsis yang disebabkan oleh S. marcescens termasuk sulit
diobati karena tingginya resisten antibiotik termasuk beta-laktam dan sisi
aminoglycoside. Dalam penelitian Guler di Turki, ditemukan bahwa wabah
infeksi S. marcescens dengan meropenem setelahnya kegagalan
imipenem juga memberikan hasil yang rendah. Terdapat beberapa
penelitian bahwa infeksi neonatal akibat bakteri ini sering fatal. dan
eliminasi tidak selalu mudah.28,29,30
Selanjutnya pasien mengalami gejala klinis dari sepsis yang lebih
berat berupa koagulopati yang ditandai oleh pemanjangaan faal koagulasi
(PT 63,2 detik, APTT 66,2 detik). Keadaan trombositopenia juga semakin
berat (Platelet 24.000) yang turut memperburuk kondisi pasien. Pada
sepsis neonatal kerusakan endotel mengaktifkan eliminasi trombosit
retikula-endotelial. Selain itu akibat kerusakan endotel juga menyebabkan
konsumsi trombosit yang berlebihan. Trombositopenia pada sepsis
neonatal meningkatkan risiko kematian hampir empat kali lipat, dengan
peningkatan enam kali lipat dalam mortalitas pada kasus sepsis gram
negatif.31
Seiring perjalanan penyakit, pada perawatan hari ke-9, pasien
mengalami perburukan. Terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
CRT yang memanjang, adanya apneu dan suhu perifer menjadi dingin
dan mottled, dan pada akhirnya pasien membutuhkan obat-obatan
inotropik yang menandai pasien telah masuk ke tahap syok sepsis.
Gejala klinis yang dominan pada syok sepsis yaitu kegagalan
sirkulasi yang berdampingan dengan kerusakan multi-organ, koagulopati
berat, asidosis metabolik dan gangguan elektrolit. Selama tahap
kompensasi, tekanan darah tetap normal dan curah jantung tetap terjaga.
Tanda-tanda klinis seperti pucat, CRT yang memanjang (>2 detik),

40
takikardia, penurunan volume urin, agitasi ringan, dan tanda-tanda
hipoperfusi serebral. Ketika mekanisme kompensasi gagal, curah jantung
turun sehingga mengurangi oksigenasi dan peningkatan metabolisme
anaerob. Suhu perifer menjadi dingin dan mottled, denyut nadi menjadi
kecil dan lemah, oligouria bertambah buruk menjadi anuria. Gangguan
perfusi serebral yang lebih lanjut menyebabkan iritabilitas, mengantuk,
dan gangguan kesadaran. Terjadi hipotensi meskipun terjadi
vasokonstriksi yang intens. Sejalan dengan itu, kondisi klinis bayi menjadi
kritis.32
Intervensi umum yang digunakan di NICU untuk meningkatkan
tekanan darah termasuk resusitasi cairan dan penggunaan
inotropik/vasopressor.33 Resusitasi cairan dapat meningkatkan preload
yang kemudian akan meningkatkan cardiac output.34 Infus cairan paling
baik dimulai dari 20 ml/kgbb ditittrasi untuk memastikan tekanan darah
yang adekuat dan monitor klinis curah jantung yang memadai termasuk
heart rate, kualitas perfusi perifer, capillary refill, tingkat kesadaran dan
urine output.34 Karena itu, resusitasi cairan 10-20 cc/kgBB selama 30-60
menit mungkin dipertimbangkan.33 Vasoregulasi yang abnormal
33
merupakan kontributor utama pada syok neonatus. Vasopresor-
inotropik, inotropik dan lusitropik telah banyak digunakan dalam
manajemen syok neonatus.Dopamin dan epinefrin merupakan
vasopressor-inotropik dan dengan demikian akan meningkatkan tahanan
perifer dan kontraktilitas miokard. Dobutamin merupakan inotropik yang
bertindak sebagai vasodilator perifer.33
Pasien ini mengalami kelainan jantung bawaan berupa TGA
dengan VSD, kemudian setelah pasien berusia 16 hari pasien mengalami
perburukan karena kondisi sepsis neonatorum sehingga belum dilakukan
tindakan operatif. Seperti diketahui, Angka kematian pasien TGA yang
tidak diobati adalah sekitar 30% pada minggu pertama, 50% pada bulan
pertama, dan 90% pada akhir tahun pertama.4

41
KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus laporan kematian seorang bayi laki-laki
umur 16 hari dengan Penyakit Jantung Bawaan Sianotik et causa
Transposition Of The Great Arteries dengan Ventrikel Septal Defek
disertai Bakterimia Et Causa Serratia Marcessens. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang mendukung. Penyebab kematian pasien ini adalah syok sepsis.
Prognosis quo ad vitam dan quo ad sanationam malam.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana


Sepsis pada Anak. Rezeki S, Chairulfatah A, Latief A, Pujiadi A,
Fachrina R, Alam A, editors. Jakarta; 2016.

2. Wynn J, Wong H. Pathophysiology and treatment of septic shock in


neonates. Clin perinatol. 2010 June; 37(2):439-79

3. Vergnano, S., Sharland, M. 2005. Neonatal sepsis: an international


perspective. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2005;90:F220–F224.
doi: 10.1136/adc.2002.022863

4. Asfalou, Iliyasse., Touati, Zakia. Case report: Simple D-transposition of


great arteries operated at the age of 11 years. Department of
Cardiology B, CHU Ibn Sina, Souissi 10170, Rabat, Morocco. Received
23 September 2012, Accepted 15 October 2012, Available online 26
October 2012.

5. Harelina, Tia., Setyoningrum, R.A. Faktor Risiko Pneumonia pada


Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Departemen Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. Sari Pediatri 2020;21(5):276-81

6. Szymanski MW, Moore SM, Kritzmire SM, et al. Transposition Of The


Great Arteries. [Updated 2021 Jan 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538434/

7. Charpie, John R. Transposition of the Great Arteries.


https://emedicine.medscape.com/article/900574-overview#a6.
Updated: Apr 11, 2017.

8. Samánek M: Boy girl ratio in children born with different forms of


cardiac malformation: a population-based study. Pediatr Cardiol 1994,
15:53-7.

9. Nakajima,Yuji. Mechanism responsible for D‐transposition of the great


arteries: Is this part of the spectrum of right isomerism?. First
published: 21 June 2016 https://doi.org/10.1111/cga.12176.

10. Khairy P, Clair M, Fernandes SM, et al. Cardiovascular outcomes after


the arterial switch operation for D-transposition of the great
arteries. Circulation. 2013 Jan 22. 127 (3):331-9.

43
11. Prasodo, AM. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak: Transposisi Arteri
Besar. Jakarta: EGC. Hal 262-266.
12. Co-Vu JG, Ginde S, Bartz PJ, Frommelt PC, Tweddell JS, Earing MG.
Long-term outcomes of the neoaorta after arterial switch operation for
transposition of the great arteries. Ann Thorac Surg. 2013 May. 95
(5):1654-9.
13. Neches WH, Park SC, Ettedgui, JA. Transposition of the great arteries.
In: Garson A Jr, Bricker JT, Fisher DJ, Neish SR, eds. The Science
and Practice of Pediatric Cardiology. Baltimore, Md: Lippincott
Williams & Wilkins; 1998. Vol 1: 1463-503.
14. Paul MH, Wernovsky G. Transposition of the great arteries. In:
Emmanouilides GC, Allen HD, Riemenschneider TA, Gutgesell HP,
eds. Moss and Adams Heart Disease in Infants, Children, and
Adolescents, Including the Fetus and Young Adult. 5th ed. Baltimore,
Md: Williams & Wilkins; 1995. Vol 2: 1154-224..
15. Anderson RH, Weinberg PM. The clinical anatomy of transposition.
Cardiol Young 2005;15(Suppl 1):76-87.
16. Cassidy HD, Cassidy LA, Blackshear JL. Incidental Discovery of a
Patent Ductus Arteriosus in Adults. The Journal of the American Board
of Family Medicine. 2009 Mar 1;22(2):214-8.

17. Wolfson Medical Center. 2010. Timing of Closure of Patent Foramen


Ovale Following Birth. https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT01032785.

18. Horer J, Schreiber C, Dworak E, et al. Long-term results after the


Rastelli repair for transposition of the great arteries. Ann Thorac Surg.
2007 Jun. 83 (6):2169-75.

19. Kampmann C, Kuroczynski W, Trubel H, Knuf M, Schneider M,


Heinemann MK. Late results after PTCA for coronary stenosis after the
arterial switch procedure for transposition of the great arteries. Ann
Thorac Surg. 2005 Nov. 80 (5):1641-6.

20. Setiawati, Arini. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5: Obat gagal
jantung. EGC: Jakarta.

21. Huang, Rui. Cellular immunity profile in children with congenital heart
disease and bronchopneumonia: evaluation of lymphocyte subsets and
regulatory T cells Clinical immunology DOI: 10.5114/ceji.2014.47734.
Centr eur J immunol 2014; 39 (4): 488-492.

22. Sukewanti NM, et al. Red Cell Distributuion Width (RDW) sebagai
predictor mortalitas pada sepsis neonatorum. Medicina. 2019;
50(3):522-6

44
23. Jaya IGA, Suryawan IWB, Rahayu PP. Hubungan prematuritas dengan
kejadian sepsis yang dirawat di ruang perinatologi dan Neonatal
Intensive Care Unit (NICU) RSUD Wangaya kota Denpasar. Intisari
Sains Medis. 2019 Oktober; 10(1):18-22

24. European Medicines Agency. Report on the expert meeting on


neonatal and paediatric sepsis. EMA. 2010 December:1-6

25. Aminullah Asril. Buku ajar neonatologi. 1st ed. Kosim S, et al., editor.
Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2014. 170-84.

26. Aminullah Asril. Buku ajar neonatologi. 1st ed. Kosim S, et al., editor.
Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2014. 170-84.

27. Christina Maria, et al. Serratia marcescens Infections in Neonatal


Intensive Care Units (NICUs). Int J Environ Res Public Health. 2019
Feb; 16(4): 610

28. Daoud Abdellatif , et al. An Outbreak of Serratia marcescens in a


Moroccan Neonatal Intensive Care Unit. Hindawi Advances in
Medicine, Volume 2018, Article ID 4867134, 4 pages
https://doi.org/10.1155/2018/4867134

29. Ekrem Guler. An Outbreak of Serratia marcescens Septicemia in


Neonates. Indian Pediatrics 61 Volume 46__January 17, 2009

30. Chemsi M, Hamid H, Houari S, Zerouali K, Lehlimi M, et al. (2016) An


Outbreak of Serratia marcescens on the Neonatal Unit: Description and
Investigations. J Infect Dis Ther 4:306. doi: 10.4172/2332-
0877.1000306

31. Isabelle M. C. Ree. Thrombocytopenia in neonatal sepsis: Incidence,


severity and risk factors. PLoS One. 2017; 12(10): e0185581.

32. Decembrino L, et al. Septic shock in neonates, severe sepsis and


septic shock-understanding a serious killer. ISBN: 978-953-307-950-9,
InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/severe-
sepsis-and-septic-shock-understanding-a-serious-killer/septic-shock-in-
neonates

33. Singh Y, Kateria AC, Vora F. Advances in diagnosis and management


of hemodynamic instability in neonatal shock. Front. Pediatr. 2019 Jan;
6(2):1-10

34. Davis AL, et al. American college of critical care medicine clinical
practice parameters for hemodynamic support of pediatric and
neonatal septic shock. ccmjournal. 2017 Jun; 45(6): 1061-83

45

Anda mungkin juga menyukai