Anda di halaman 1dari 26

Blok Cardiovacular Laporan PBL

(17 April 2017)

Tetralogy of Fallot

Disusun Oleh:
KELOMPOK VI

TUTOR:
dr. Parningotan Yossi Silalahi, Sp. S

Universitas Pattimura
Fakultas Kedokteran
Ambon
2016
KELOMPOK PENYUSUN : KELOMPOK VI
NAMA KETUA : AMELIA K. LATUMAHINA NIM: 2014-83-063
SEKERTARIS I : RAHMAWATI N. BORUT NIM: 2014-83-058
SEKERTARIS II : ALI AKBAR R. KIBAS NIM: 2013-83-047

ANGGOTA:
WEYNASARI F. PAGAYA NIM: 2013-83-064
NENI NENGSI DADIARA NIM: 2014-83-012
M. YUSUF MAKKARAENG A. M NIM: 2014-83-024
JUCHAIRAH F. SANGADJI NIM: 2014-83-032
ALEXANDRO HURSEPUNY NIM: 2014-83-035
MARISSA H. MAHMUD NIM: 2014-83-038
CLAYDE Z. PATTIASINA NIM: 2014-83-050
NOVENTY C. SOUHUWAT NIM: 2014-83-054

pg. 2
Skenario V:
Tetralogy of Fallot
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun di bawa ibunya ke dokter karena sianosis setiap
kali menagis atau buang air besar. Berat badannya 5 kg dan belum dapat berdiri. Ia
lahir prematur dengan berat badan 2500 gram. Ibunya mengaku pernah alami
demam saat hamil. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sesak dan ditemukan jari
tabuh. Ibunya mengaku, jari tabuh mulai tampak pada usia 3 bulan. Pada palpasi
teraba thrill sepanjang tepi sternum kiri. Sedangkan pada auskutasi didapatkan
bunyi jantung I keras, bunyi jantng II lemah pada sela iga 2 kiri, keras dan split
pada sela iga IV kiri. Terdapat bising sistolik ejeksi dengan punctum maksimum
disela III dan IV linea parasternalis kiri dengan puncak segera setelah bunyi jantung
I.
Step 1
Identifikasi Kata Sukar dan Kata Kunci
1. Identifikasi Kata Sukar:
Sianosis adalah tampak kebiruan pada perifer tubuh atau pada selaput lendir
akibat kurangnya oksigen dalam tubuh.
2. Identifikasi Kata /Kalimat Kunci:
1) Anak laki-laki usia 2 tahun
2) Sianosis setiap kali menagis atau buang air besar
3) Berat badannya 5 kg
4) Belum dapat berdiri
5) Lahir prematur dengan berat badan 2500 gram
6) Anak tampak sesak dan ditemukan jari tabuh
7) Jari tabuh mulai tampak pada usia 3 bulan
8) Teraba thrill sepanjang tepi sternum kiri
9) Bunyi jantung I keras, bunyi jantng II lemah pada sela iga 2 kiri, keras
dan split pada sela iga IV kiri
10) Bising sistolik ejeksi dengan punctum maksimum disela III dan IV
linea parasternalis kiri dengan puncak segera setelah bunyi jantung I

pg. 3
Step 2
Identifikasi Masalah dan Pertanyaan
1. Apa saja faktor resiko dari skenario?
2. Bagaimana alur penegakan diagnosis berdasarkan skenario?
3. Apa saja etiologi dari skenario?
4. Apa saja komplikasi terkait skenario?
5. Apakah ada hubungan antara bayi lahir prematur dengan keluhan yang di
alami pasien?
6. Apa penyebab sesak pada skenario?
7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada skenario?
8. Apa hubungan menangis dengan sianosis yang dialami pasien?
9. Apa saja diagnosis diferensial dari skenario?
Step 3
Jawaban Atas Pertanyaan Step 2
1. Faktor resiko dari skenario yaitu kelahiran prematur, usia ibu > 40 tahun,
kebutuhan gizi ibu saat hamil, riwayat penyakit ibu saat hamil seperti
rubella, ibu menderita diabetes selama kehamilan, dan kelainan trisomi atau
syndrome down
2. Alur penegakan diagnosis berdasarkan skenario yaitu:
1) Anamnesis
Pada anamnesis yang dapat ditanyakan yaitu:
a. Riwayat kehamilan sesuai faktor resiko, seperti diabetes,
konsumsi obat-obatan, gizi, dan lain-lain.
b. Riwayat keluarga seperti penyakit jantung bawaan dan
hipertensi
c. Riwayat penyakit pada anak, seperti gangguan pertumbuhan.
2) Pemeriksaan fisik
Terdiri dari:
a. Inspeksi, lihat apakah ada clubbing finger, sianosis, dan bentuk
dada pasien.
b. Palpasi. Palpasi tepi sternum.

pg. 4
c. Perkusi umtuk menentukan batas jantung.
d. Auskultasi untuk mendengar bunyi normal dan abnormal dari
jantung.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EEG.
3. Etiologi dari skenario yaitu kelainan kromosom, ibu mengonsumsi obat-
obatan saat hamil, ibu memiliki riwayat konsumsi alkohol, dan asupan
nutrisi yag tidak cukup.
4. Komplikasi terkait skenario yaitu:
1) Gagal jantung bila tidak di operasi.
2) Endokarditis.
3) Abses cerebri, diakibatkan kurangnya suplai oksigen ke otak.
5. Hubungan antara bayi lahir prematur dengan keluhan yang di alami pasien
yaitu dapat dilihat dari faktor resikonya. Jika pasien mengalami gangguan
tumbuh kembang dan gangguan faal jantung maka dapat terjadi kelainan
katup jantung sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi dan membuat
darah yang di pompa sekidit, sehingga terjadilah sianosis.
6. Penyebab sesak pada skenario adalah dikarenakan steanosis pulmonal
sehingga suplai oksigen kurang dan mengakibatkan sesak.
7. Sama seperti nomor 2.
8. Hubungan menangis dengan sianosis yang dialami pasien yaitu menangis
dapat membuat spasme otot sehingga aliran darah berkurang dan
menyebabkan sianosis.
9. Diagnosis diferensial dari skenario yaitu:
1) Tetralogy of fallot (ToF)
2) Ateresia pulmonal
3) Transposition of Great Arteries (TGA)

pg. 5
Step 4
Mind Mapping
Anak laki-laki 2 tahun

KU: sianosis
setiap menangis
atau BAB

Aloanamnesis: BB 5 kg, belum


bisa berjalan sendiri, lahir
prematur dengan BB 2500 gram
dan ibu pernah alami demam saat
hamil

Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: anak tampak sesak
dan tedapat jari tabuh
Palpasi: teraba thrill sepanjang
tepi sternum kiri
Auskultasi: Bunyi jantung I Diagnosis diferensial:
keras, bunyi jantng II lemah Tetralogy of fallot (ToF),
pada sela iga 2 kiri, keras dan
ateresia pulmonal, dan TGA
split pada sela iga IV kiri, dan
bising sistolik ejeksi dengan
punctum maksimum disela III
dan IV linea parasternalis kiri Pemeriksaan
dengan puncak segera setelah penunjang
bunyi jantung I

Diagnosis kerja:
Tetralogy of fallot

Komplikasi Patofisiologi Tatalaksana

pg. 6
Step 5
Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alur penegakan diagnosis dari skenario.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis diferensial dari skenario.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari skenario.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari skenario.

Step 6
Belajar Mandiri
(Hasil belajar mandiri akan dibahas pada step 7 yaitu Jawaban Atas Learning
Objektif )
Step 7
Jawaban Atas Learning Objectives
Diskusi dan Presentasi Hasil Belajar Mandiri

pg. 7
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alur penegakan diagnosis dari skenario.
Tetralogy of fallot (ToF) dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran
anatomi jantung mulai terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya
pada usia gestasi 12 minggu. Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan
pengamatan antenatal serial dengan interval 6 minggu untuk mengikuti
pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai kembali arah arteri paru utama
dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada, kelainan di luar jantung.1
A. Anamnesis
Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan
cepat. Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh
pasien, kapan pertama kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan
sejak lahir, tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa membran bibir
dan mulut, jari tangan atau kaki, apakah munculnya tanda-tanda sianosis
didahului oleh faktor pencetus, salah satunya aktivitas berlebihan atau
menangis. 2
Riwayat serangan sianotik (hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan
kepada orang tua pasien atau pengasuh pasien. Jika anak sudah dapat
berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah berjalan beberapa
langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. 2
Penting juga ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung
diagnosis ToF yaitu seperti faktor genetik, riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit jantung bawaan. Riwayat tumbuh kembang anak
juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat digunakan
juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat
perjalanan penyakit ToF. 2
B. Pemeriksaan fisik
Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF, desaturasi
arteri ringan mungkin tidak menimbulkan sianotik klinis. Clubbing fingers
dapat diamati pada beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda gagal
jantung kongestif juga jarang ditemukan kecuali pada regurgitasi pulmonal
berat atau ToF yang dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal. Impuls

pg. 8
ventrikel kanan yanglebih kuat mungkin didapatkan pada pulsasi. Systolic
thrill bisa didapatkan diperbatasan sentral kiri bawah. Murmur sistolik
grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel kanan ke saluran
paru. Selama serangan hypercyanotic spell muncul, murmur menghilang
atau menjadi sangat lembut. Sama halnya dengan ToF dengan atresia paru,
tidak akan terdengar murmur, karena tidak ada aliran darah balik ke
ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau melewati celah antar
ventrikel tidak menimbulkan tubulensi sehingga biasanya tidak terdengar
kelainan auskultasi. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi
aliran darah di ventrikel kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi
lebih hebat dan murmur lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF memiliki
murmur sistolik yang panjang dan keras dengan thrill sepanjang aliran darah
ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan klik ekejsi aorta, S2 tunggal
(penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien ToF
mengalami skoliosis dan retinal engorgement. 3,4,5
C. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan jumlah
eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi
dan stenosis. Oksimetri dan analisis gas darah arteri mendapatkan saturasi
oksigen yang bervariasi, tetapi Ph dan pCO2 normal kecuali pada kondisi
tet spell. Oksimetri berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang
tingkat sianotiknya tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali bila
hemoglobik tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi vaskuler
sistemik selama aktivitas, mandi, maupun demam, akan mencetuskan pirau
kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia. 5,6
Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi aksis ke kanan
(+120o sampai +150o). Hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel,
maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol
terlihat dengan gelombang R besar di sadapan perikordial anterior dan
gelombang S besar di sadapan perikordial lateralis. Pemeriksaan foto
rontgen thorax dapat menemukan gambaran jantung berbentuk sepatu boot

pg. 9
dan penurunan vaskularitas paru karena berkurangnya aliran darah yang
menuju ke paru akibat penyempitan katup pulmonal paru, ensefalomalasia
fokal, serta terganggunya permeabelitas sawar darah otak. 5
Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi pada 23%
anak ToF. Umumnya abses hanya runggal, bisa ditemukan abses multipel
walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parenteral (55%). Lokasi lain
yang sering adalah regio frontal dan temporal. Abses multipel terutama
ditemukan pada anak luluh imun dan endocarditis. Pada abses serebri terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifik seperti nyeri kepala,
letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang ditemukan. Sering
muncul muntah dan kejang pada saat awal terjadinya abses serebri. Makin
banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi akan makin menonjol. 4,5
Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, kejang fokal, dan gangguan
penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain defisit neurologis adalah
papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI menyebabkan diplopia, ptosis,
hemiparesis. Perubahan tanda vital yang dapat terjadi adalah hipertensi,
bradikardi dan kesulitan bernapas. Ruptur abses dapat terjadi ditandai
dengan perburukan semua gejala. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan
darah tepi menemukan leukositosis dan LED meningkat. Untuk
menegakkan diagnosis diperlukan CT-scan kepala atau MRI. 3,4,5

2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis diferensial dari skenario.


A. Tertralogy of fallot
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang banyak
ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung bawaan.
Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari kombinasi 4
komponen yakni defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis
pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan. 7,8
Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun melakukan
aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang moderat hingga
berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat. Seorang anak

pg. 10
yang mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan hiperpnu karena
hipoksia. 7,8
Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna
biru (finger clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1
normal sedangkan bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sitolik
di bagian parasternal sela iga 2-3 kiri. 7,8
Bayi-bayi dengan tetralogi berat memerlukan pengobatan medik dan
intervensi bedah pada masa neonatus. Terapi ditujukan segera pada
pemberian segera penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah
sekuele hipoksia berat. Pemberian PGE dapat menyebabkan dilatasi duktus
arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup sampai prosedur
bedah dapat dilakukan. 7,8
B. Transposition of the Great Arteries
Transposition of the Great Arteries (TGA) adalah kelainan dimana kedua
pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini
sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan
paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat
tergantung dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan vena
pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel
(VSD) ataupun arterial (PDA). 9
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau
tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada
jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Penampilan klinis
yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir dan
kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis
akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu pertama
kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis
metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala
akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif

pg. 11
pada usia 23 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA
posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi
akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising
jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau
obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri. 9
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus
PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi
pencampuran yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal.
Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus
secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat
lubang di septum atrium dengan kateter balon untuk memperbaiki
percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua tindakan
tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat
dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial
switch, yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang
harus dilakukan pada usia 24 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi
terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah. 9
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak
perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita
dapat ditunda sampai usia 36 bulan dimana berat badan penderita lebih
baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi
pulmonal yang ada. 9
C. Atresia pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik yang
sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh gagalnya
proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan
antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat terjadi
dengan septum ventrikel yang masih intak atau disertai dengan defek pada
septum ventrikel. Insiden atresia pulmonal dengan septum yang masih intak
atau utuh sekitar 0,7-3,1% dari keseluruhan kasus PJB. 10

pg. 12
Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan. Bunyi
jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya murmur pada
sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik. Pada foto
Rontgen ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang
berkurang. Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus
arteriosus tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih lanjut.
Septostomi atrial dengan balon harus dilakukan secepatnya apabila pirau
antarinteratrial agak retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi koleteral
baru dilakukan bila anak sudah berusia di atas 1 tahun. 10

3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari skenario.


Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba, yaitu
trunkus arteriosus dan bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama
lainnya. Trunkus arteriosus akan mengalami perputaran 180o dan tumbuh ke
arah bawah, menuju bulbus kordis. Perputaran ini akan memisahkan aorta
dengan arteri pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari perputaran ini
menyebabkan Tetrallogy of Fallot (ToF). Deviasi antero-sefalad pada
pembentukan lubang septum ventrikular dapat disertai dengan pembentukan
jaringan fibrosa pada septum yang gagal mengalami proses muskularisasi.
Deviasi ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi subpulmonal, seperti pada
defek septum ventrikel Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien dengan ToF,
perlu dipastikan adanya morfologi abnormal dari trabekula septoparietal yang
melingkari traktus aliran subpulmonal. Kombinasi adanya deviasi septum dan
trabekulasi septoparietal yang hipertrofi menghasilkan karakteristik adanya
obstruksi aliran ventrikel kanan. Deviasi jaringan muskular pada lubang septum
juga menyebabkan adanya defek septum ventrikel dengan gangguan alignment
dan menyebabkan munculnya overriding dari aorta. Hipertrofi miokardium
ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik akibat adanya lesi yang
disebabkan oleh deviasi lubang septum. 11-15
ToF dicirikan dengan empat abnormalitas pada jantung, yaitu: 11,12,14,16

pg. 13
1) Ventricular septal defect (VSD) yang besar. Komunikasi
interventrikular muncul karena adanya malaligntment lubang aliran
keluar dari septum ventrikel bagian muskular, ke arah anterior dan
sefalad. Munculnya lubang pada septum merupakan salah satu ciri defek
malalignment. Pada beberapa pasien, batas postero-inferior dari lubang
antara ventrikel dibentuk dengan area fibrosa yang kontinyu antara
katup trikuspid dan aorta, serta melibatkan sisa dari bagian
interventrikular pada septum membranosa. Pada pasien ini, defek VSD
disebut diklasifikasikan sebagai perimembranosa. Ketika aorta meng-
override VSD lebih dari 50% dari bagiannya dan jika ada konus
subaortik, defek ini diklasifikasikan sebagai bentuk double-outlet right
ventricle, namun dinamika sirkulasinya sama dengan tetralogi Fallot .

Gambar 3. 1 Gambaran jaringan fibrosa pada perbatasan katup aorta dengan


trikuspid pada daerah posteroinferior VSD, memberikan gambaran
perimembranosa dan gambaran kardinal dari Tetralogi Fallot
sumber: Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of
rare Disease. 2009; 4(2): 1-10. 11

pg. 14
Gambar 3. 2 Gambaran Tetralogi Fallot dengan atresia pulmonal11
sumber: Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of
rare Disease. 2009; 4(2): 1-10. 11

2) Obstruksi pada right vetricular outflow tract (RVOT). Deviasi antero-


sefalad pada lubang septum, ditambah dengan anomali pada trabekulasi
septoparietal, menyebabkan adanya penyempitan pada traktus aliran
subpulmonal. Obstruksi muskular pada area subpulmonal dapat
meningkat dengan adanya katekolamin, atau pada kondisi volume

pg. 15
intravaskular yang menurun, dan menjadi predisposisi untuk pasien
mengalami episode akut desaturasi (hypercyanotic spells). Obstruksi
aliran menuju paru ini dapat mengalami ekstensi. Katup pulmonal dapat
mengalami hipolasia, dengan katup fungsional yang abnormal, dan
kadang mengalami konfigurasi bifoliata. Otot infundibular, atau krista
supraventrikularis, mengalami hipertrofi, yang memperberat stenosis
subvalvuler dan menghasilkan ruang infundibular dengan ukuran dan
kontur bervariasi. Aliran darah ke paru dapat dibantu oleh adanya patent
ductus arteriosus (PDA) atau oleh beberapa arteri kolateral
aortopulmoner utama (MAPCAs) yang muncul dari aorta asendens dan
desendens dan memasok berbagai segmen paru. Tingkat obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan menentukan waktu timbulnya gejala, tingkat
keparahan sianosis, dan derajat hipertrofi ventrikel kanan. Ketika
obstruksi aliran ventrikel kanan hanya memiliki derajat ringan sampai
sedang dan shunt pada VSD terbilang seimbang, pasien mungkin tidak
tampak sianosis (tetralogi Fallot asianotik/pink). Ketika obstruksi
parah, sianosis akan muncul sejak lahir dan memburuk ketika PDA
mulai menutup.
3) Right ventricle hypertrophy (RVH)
4) Aorta yang overriding. Karena adanya displacement pada lubang
septum yang mengalami malalignment ke ventrikel kanan, aorta dapat
mengalami overriding pada septum ventrikel muskular. Pada kondisi
dengan obsrtuksi subpulmonal yang signifikan, shunting pada
perhubungan interventrikular umumnya bersifat right-to-left, sehingga
menyebabkan ejeksi aliran darah yang terdeoksigenasi ke sirkulasi
sistemik. Beban volume kronik pada overriding aorta menyebabkan
dilatasi pada dasar aorta.

pg. 16
Gambar 3. 3 Hipertrofi ventrikel kanan dan VSD pada ToF
sumber: Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of
rare Disease. 2009; 4(2): 1-10. 11
Jika seorang anak minimal memiliki dua dari empat kelainan patologis
(umumnya VSD yang besar untuk menyeimbangkan tekanan pada kedua
ventrikel dan obstruksi RVOT), maka anak tersebut dapat di diagnosis
sebagai ToF. Kondisi hipertrofi pada ventrikel kanan umumnya bersifat
sekunder karena adanya obstruksi RVOT dan VSD. VSD pada pasien ToF
berbentuk defek perimembranosa dengan ekstensi ke arah subpulmonal.
Obstruksi RVOT umumnya ditemukan dalam bentuk stenosis infundibular
(45%), namun dapat juga dalam bentuk atresia pulmonal (15%), setingkat
katup pulmonal (10%), maupun kombinasi antara tingkat infundibular dan
katup pulmonal (10%). Pada kebanyakan pasien, arteri pulmonal utama
mengalami hipoplasia. Cabang-cabang arteri pulmonal pada ToF biasanya

pg. 17
berukuran kecil. Stenosis pada origin cabang arteri pulmonal sering
ditemukan. Akibatnya, sering ditemukan pula arteri kolateral sistemik untuk
memperdarahi paru-paru, terutama pada kasus ToF berat. Pada pasien ToF,
perlu dilihat pula apakah terdapat abnormalitas pada arteri koroner, yang
umumnya berbentuk cabang desendens yang muncul dari arteri koroner
dekstra dan memasuki aliran RVOT sehingga insisi pembedahan di daerah
tersebut tidak dapat dilakukan. Defek septum AV komplit juga dapat
ditemukan pada 2% pasien ToF, umumnya pada pasien dengan sindrom
Down. VSD memiliki komponen lubang yang besar yang muncul seiring
dengan adanya komponen inlet pada kanal AV.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari skenario.


Penatalaksanaan ditujukan untuk mempertahankan Systemic Vascular
Resistance, menurunkan pulmonary vascular resistance, mencegah
bertambahnya right to left shunt, dan mencegah depresi myocard. 17
Penatalaksanaannya terdiri atas: 17-22
1) Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan
Propranolol (peroral) dengan dosis 0.5-1.5 mg/kg BB/ 6-8 jam sampai
dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler
berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien
harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi yang
semuanya akan meningkatkan frekuensi spel. Bila spel hipoksia tak
teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya
memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi. Bila usia kurang
dari 6 bulan dilakukan operasi paliatif Blalock Taussig Shunt (BTS).
Sementara menunggu bayi lebih besar atau keadaan umumnya lebih
baik untuk operasi definitif (koreksi total). Tetapi bila usia sudah lebih
dari 6 bulan dapat langsung dilakukan operasi koreksi total (penutupan
lubang VSD dan pembebasan alur keluar ventrikel kanan yang sempit)1-
6. Bila spel berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisis bayi cukup

pg. 18
baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total dilakukan pada usia
sekitar 1 tahun.
2) Bila tak ada riwayat spel hipoksia, umumnya operasi koreksi total
dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Sebelumnya harus dilakukan
pemeriksaan sadap jantung untuk menilai kondisi kedua arteri
pulmonalis. Syarat operasi koreksi total ialah:
a. Ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup besar dan
memenuhi kriteria yang diajukan oleh kirklin yang disesuaikan
dengan berat badan.
b. Ukuran dan fungsi ventrikel kiri harus baik agar mampu
menampung aliran darah dan memompanya setelah terkoreksi.
Bila syarat di atas tidak terpenuhi maka harus dilakukan operasi
BTS dulu dengan tujuan memperbesar diameter arteri pumonalis
atau memperbaiki ventrikel kiri.
3) Pada anak usia sekitar atau lebih dari 1 tahun, secepatnya dilakukan
pemeriksaan sadap jantung untuk menilai diameter arteri pulmonalis
dan cabang-cabangnya. Bila ternyata ukuran arteri pulmonalis kecil
maka harus dilakukan operasi BTS dahulu.
4) Ukuran arteri pulmonalis harus dievaluasi sekitar 6-12 bulan post BTS.
Untuk ini dilakukan pem. sadap jantung dan angiografi a. pulmonalis
dengan cara menyuntikan kontras di saluran BTS. Bila pertumbuhan
artri pulmonalis cukup adekwat maka operasi koreksi total dapat
dilakukan. Bila belum maka dievaluasi 6 bulan lagi atau
dipertimbangkan memasang BTS lain di sisi kontra.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari skenario.


Komplikasi yang dapat terjadi yaitu: 23-26
1) Abses serebri. ToF yang tidak dioperasi merupakan factor predisposisi
penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-18,7%
pada penderita ToF, sering pada anak diatas usia 2 tahun.8 Beberapa
pathogen penyebabnya antara lain Streptococcus milleri,

pg. 19
Staphylococcus, dan Haemophilus. ToF bisa menyebabkan abses serebri
karena hipoksia,polisitemia, dan hiperviskositas. Dampaknya adalah
terganggunya mikrosirkulasi dan menyebabkan terbentuk
mikrotrombus, ensefalomalasia fokal, serta terganggunya permeabilitas
sawar darah otak. Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septicemia
terjadi pada 23% anak ToF. Umumnya abses hanya tunggal, bisa
ditemukan abses multiple walaupun jarang. Lokasi tersering di region
parietal (55%), lokasi lain yang sering adalah regio frontal dan temporal.
Abses multiple terutama ditemukan pada anak luluh imun
(immunocompromised) dan endokarditis.Pada abses serebri terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifi k,seperti nyeri
kepala, letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang
ditemukan.Sering muncul muntah dan kejang pada saat awal terjadinya
abses serebri. Makin banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi
akan makin menonjol. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,
kejang fokal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain
defi sit neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis,hemiparesis. Perubahan tanda vital yang
dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi,dan kesulitan bernapas.
Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan semua gejala.
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi menemukan
leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan diagnosis
diperlukan CT-scan kepala atau MRI.
2) Gagal jantung. Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF
yang tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita ToF
usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja. Penyebab gagal
jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau antara
aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh
terapi bedah yang tidak tuntas atau kurang tepat.Beberapa hal yang
sering menyebabkan gagal jantung akibat terapi bedah adalah kerusakan
septum ventrikal yang masih tersisa, kerusakan pirau antara aorta dan

pg. 20
arteri pulmonalis, tidak berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot
septum ventrikel, regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi
arteri pulmonalis,kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran
darah koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal jantung
pada penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi miokard. Miokard
yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan, namun dapat pula di
ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung lama.Selain itu gagal
jantung bisa akibat polisitemia berat menyebabkan trombo-emboli,
oklusi koroner, berakibat iskemi atau infark miokard yang dapat
mencetuskan gagal jantung. Hipoksia berat menyebabkan disfungsi
miokard berat. Kondisi yang sering menyertai terjadinya gagal jantung
adalah anemia dan endokarditis bakterial. Pada kondisi anemia yang
berat, gejala gagal jantung semakin terlihat.
3) Endokarditis. Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF
di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering
adalah streptokokus.Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya
endokarditis pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur
abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan atau
turbulensi bermakna yang menyebabkan kerusakan endotel, yaitu
mikrolesi pada endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin,
trombus.Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia dapat terjadi
karena mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi
sehingga menimbulkan proses peradangan selaput endokardium. Gejala
klinis endocarditis bervariasi. Demam pada endokarditis biasanya tidak
terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu.Anoreksia, malaise, artralgia,
nyeri dada,gagal jantung, splenomegali, petekie, nodul Osler, Roth spot,
lesi Janeway, dan splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan kultur darah yang positif atau terdapat vegetasi pada
ekokardiografi.
4) Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas. Polisitemia pada ToF terjadi
akibat hipoksemi kronik karena pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan

pg. 21
respons fi siologis tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa
oksigen dengan cara menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan
eritropoetin ginjal guna meningkatkan produksi jumlah sel darah merah
(eritrositosis). Awalnya, polisitemia menguntungkan penderita ToF,
namun bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan meningkat
yang dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang sehingga
pengangkutan total oksigen pun berkurang, akibatnya dapat
meningkatkan risiko venooklusi.Gejala hiperviskositas akan muncul
jika kadar hematokrit 65% berupa nyeri kepala,nyeri sendi, nyeri dada,
iritabel, anoreksia, dan dispnea.

pg. 22
Kesimpulan
ToF merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari 4 kelainan
anatomi yaitu VSD, stenosis pulmonal, hipertrofi fentrikel kana dan overruding
aorta. Kelainan-kelainan inilah yang menyebabkan perbedaan sirkulasi darah pada
penderita ToF.
Deteksi ToF dapat di lakukan sejak usia dini. Anamnesis atau aloanamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat mampu menegakan
diagnosis ToF sehingga dapa mempermudah penanganan. Selain itu, komplikasi
dari ToF di antidipasi dan diwaspadai seperti gagal jantung, abses cerebri, dan lain-
lain.

pg. 23
Daftar Pustaka
1. Fernandez MMG. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. 2010. Portugal:
Faculdade de Midicina Universidade do Porto; 2010.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2007.\
3. Breitbart R, Flyer D. Tetralogy of fallot. Dalam Flyer D C, editor. Nadas
pediatric cardiology, 2nd edition. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2006.
4. Senzaki H, Ishido H, Iwamoto Y, et al. Sedation of hypercyanotic spells in a
neonate with tetralogy of fallot using dexamedetomidine. J Pediatr (Rio J), 2008
Jul-Aug;84(4);377-80.
5. Boechat M I, Ratib O, Williams P L, Gomes A S, et al. Cardiac MR imaging
and MR angiography for assessement of complex tetralogy of fallot and
pulmonal atresia. Radiographics, 2005 Nov-Dec;25(6):1535-46.
6. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatalogi.
Jakarta: IDAI; 2008.
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. 11th ed. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI; 1985
8. Ramaswamy, P. Pflieger, Kurt. 2008. Tetralogi of Fallot with Absent
Pulmonary Valve. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/899248overview [Diakses 15 April
2016]
9. Roebiono PS. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan . Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita, Jakarta.
10. Ortigado,Alfonso. Early Diagnosis of Congenital Heart Disease in the Neonatal
Period.Available from : www.intechopen.com/download/pdf/17995
11. Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of rare Disease.
2009; 4(2): 1-10.
12. Doyle T, Kavanaugh-McHugh A. Pathophysiology, clinical features, and
diagnosis of tetralogy of fallot. Diakses pada Senin, 17 Maret 2014. Diunduh

pg. 24
dari : http://www.uptodate.com/contents/pathophysiology-clinical-features-
and-diagnosis-of-tetralogy-of-fallot#H2053890
13. Kleigman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 19th Ed. 2011.
Philadelphia:Elsevier-Saunders. [e-book]
14. Assenza GE, Landzberg MJ. Pathophysiology in tetralogy of fallot. In: Chessa
M, Giamberti A. The right ventricle in adults with tetralogy of fallot. Italia:
Springer-Verlag; 2012. p. 47-59.
15. Winn KJ, Hutchins GM. The pathogenesis of tetralogy of fallot. American
Journal of Pathology. 1973; 73(1): 157-70.
16. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition. Philadephia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2011. p. 380-2.

17. Fyler DC. Tetralogi Fallot. In: Fyler DC, editor. Kardiologi Anak Nadas.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996. p. 537 45.
18. Standar Pelayanan Medik. RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Jakarta, 2003. p.132 137.
19. Schmitz ML, Ullah S. Anesthesia for Right Sided Obstuctive Lesions. In:
Andropoulos DB, Stayer SA, Rusell IA, Editors. Anesthesia for Congenital
Heart Disease. Massa Chusetts: Blackwell Futura; p.332 37.
20. Davies LK, Knauf DG. Anesthetic Management for Patiens with Congenital
Heart Disease. In: Hensley FA, Martin DE, Grav Lee. editor. A Practical
Approach to Cardiac Anesthesia. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Wiliams &
Wilkins; 2003. p. 391 93.
21. Tempe DK. Anesthesia for The management of Congenital Heart Defect. In:
Tempe DK, editor: Clinical Practice of Cardiac Anesthesia. Delhi: modern
Publishers; 2004. p. 166 71.
22. Levin SK, Carlon VA. Tetralogy of Fallot. In: Yao FSF, editor. Yao & Artusios
Anesthesiology ProblemOriented Patient Management. 5th Ed. Philadelphia:
Lippincort Williams & Wilkins; 2003. p. 233 48.
23. Yacob G, Mathews C. Unrepaired Tetralogy of Fallot Presenting of Brain
Abscess. Calicut Medical Journal 2010; 8(3):e5.

pg. 25
24. Nova R. Penyulit pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Palembang:
Subbagian Kardiologi IKA FK Unsri; 2010.
25. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. Intracranial abscess in children:
Historical trends at Childrens hospital, Boston. Pediatrics 2004;111(8):1765-
70.
26. Yanagihara C, Wada Y, Nishimura Y. Infectious endocarditis associated with
subarachnoid hemorrhage, subdural hematoma and multiple brain abscesses.
Intern Med 2003;42(12):1244-7.

pg. 26

Anda mungkin juga menyukai