Anda di halaman 1dari 14

Presentasi Skenario 1

Oleh Ali A. R. Kibas


Skenario

 Tn. F usia 34 tahun, seorang pekerja konstruksi di bawa ke IGD RS karena


sesak nafas. Sesak nafas sudah dialami sehari sebelum di bw ke RS dan
dirasakan makin memberat. Sejak 3 bulan yang lalu Tn. F mulai batuk lendir
dengan warna septum kuning kehijauan, terkadang ditemukan bercak
kemerahan. Keluhan disertai demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
serta berat badannnya menurun 3 bulan terakhir sekitar 8 kg. Tn. F tidak
pernah memeriksakan diri ke dokter karena menganggap batuk yang dia
alami akibat terpapar debu dari tempat konstruksi. Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan TD: 100/60 mmHg, frekuensi nadi 123 x/menit, laju
pernafasan 48 x/menit dan SpO2 80%. Dari pemeriksaan ditemukan defiasi
trakea ke sinistra, hipersonor pada perkusi dan suara nafas yang menurun
lapang pandang dextra. Setelah dilakkan pemeriksaan rotgen thoraks PA
didapatkan gambaran hiperlusen pada lapang paru dextra.
Learning Objective

1. Alur penegakan diagnosis beserta perbedaan DD


2. Etiologi dan faktor resiko TB
3. Patofisiologi TB
4. Penatalaksanaan TB
5. Komplikasi, prognosis dan pencegahan
Pemeriksaan fisik

 Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari


organ yang terlibat.
 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Kelainan yang dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan bakteriologik
 Pemeriksaan biakan kuman
 Pemeriksaan Radiologik
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Etiologi

 Mycobacterium tuberculosis
 Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan
genus Mycobacterium.
 Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang agak
melengkung, dengan ukuran panjang 2 μm-4 μm dan lebar 0,2 μm–0,5 μm.
 Tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan
terlihat berbentuk manik-manik atau granuler.
Faktor resiko

Faktor host Faktor lingkungan


 Kebiasaan dan paparan,  Tinggal serumah dengan
penderita
 Status nutrisi,
 Tinggal di tempat yang banyak
 Penyakit sistemik,
terjadi kasus TB
 Immunocompromised,
 Sosioekonomi rendah
 Usia
Patofisiologi
Pengobatan TB

 Dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan
 Obat yang dipakai:
 Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin, INH, Pirazinamid,
Streptomisin, Etambutol
 Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) terdiri dari : • Empat obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam
satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
 Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) Kanamisin, Kuinolon, Obat lain masih dalam
penelitian (makrolid, amoksilin + asam klavulanat), Derivat rifampisin dan INH
Dosis obat

 Rifampisin: 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu dan dosis Dosis
intermiten 600 mg / kali
 INH: 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X/ minggu, 15 mg/kg BB
2 X/ mingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa dan dosis lntermiten : 600
mg / kali
 Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50 mg
/kg BB 2 X semingggu
 Etambutol: fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg
BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu, dan Dosis intermiten 40 mg/
kgBB/ kali
 Streptomisin:15mg/kgBB
Efek samping obat

 Isoniazid (INH): Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf
tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek samping berat dapat berupa
hepatitis.
 Rifampisin: Efek samping ringan berupa Sindrom flu (seperti demam, menggigil dan nyeri
tulang), Sindrom perut (seperti sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare), dan Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan. Efek samping yang berat
berupa hepatitis, purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
 Pirazinamid Efek samping utama ialah hepatitis. Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout. Kadang-kadang terjadi
reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
 Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
 Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Komplikasi

 Lesi Parenkim: Tuberkuloma dan thin-walled cavity,Sikatriks dan destruksi


paru, Aspergilloma, Karsinoma bronkogenik.
 Lesi Saluran Nafas: Bronkiektasis, Stenosis trakeobronkial, Bronkolitiasis.
 Komplikasi Vaskular: Trombosis dan vaskulitis, Dilatasi arteri bronchial,
Aneurisma rassmussen.
 Lesi Mediastinum: Kalsifikasi nodus limfa, Fistula esofagomediastinal,
Tuberkulosis perikarditis.
 Lesi Pleura: Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax, Fistula
bronkopleura, Pneumotoraks.
 Lesi dinding dada: TB kosta, Tuberculous spondylitis.
Prognosis

 Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu,


keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya.
 Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan
nonXDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat
kekambuhan 0-14 %.
Pencegahan

 Proteksi terhadap paparan TB


 Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Anda mungkin juga menyukai