Anda di halaman 1dari 3

Esofagitis Refluks

Etiologi:
Kelainan ini jarang ditemui di Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia Timur Jauh.
Refluks dalam keadaan normal dapat terjadi setelah makan dan tidak lebih dari
satu jam. Pada waktu tidur, refluks jarang ditemukan. Refluks fisiologis menjadi
esofagitis refluks bila bahan refluks tersebut tidak dikeluarkan dari esophagus
akibat gangguan kontraksi atau peristalsis disebabkan oleh tidak ada saliva sebagai
penetral asam dan pepsin dari lambung, spasme difus atau karena skleroderma.
Kadar asam, cairan empedu, dan enzim pankreas dari lambung yang tinggi juga
bisa menyebabkan esofagitis karena makanan terlalu lama berada di lambung.
Esofagitis juga bisa terjadi karena gangguan lapisan mukosa akibat sekresi mukosa
bersama-sama dengan cairan saliva yang bersifat alkalis berkurang sehingga daya
tahan terhadap pengaruh isi lambung. Selain itu, esofagitis juga dapat timbul
karena gangguan kemiringan masuknya esophagus ke lambung, gangguan otot
krus diafragma yang menyebabkan hiatus diafragma menjadi longgar. Sekitar 50-
80% pasien bisa mengalami kekambuhan dikarenakan penghentian penggobatan.

Patologi:
Tukak yang mudah berdarah sering terjadi pada orang yang mengalami esofagitis
refluks. Bila tukak sembuh, jaringan granulasi dan jaringan parut yang disertai
fibrosis akan timbul yang mana fibrosis tersebut dapat menyebabkan pengerutan
dan stenosis. Hiperplasia epitel sering ditemukan pada daerah batas antara epitel
kubik mukosa lambung dan epitel berlapis gepeng mukosa esofagus. Esofagitis
dibagi menjadi empat, yaitu hiperemia mukosa, erosi mukosa dengan bercak
tukak kecil, tukak lebar dan dalam, dan pembentukan striktur.
Gambaran Klinis:
Pada stadium awal, mulut terasa asam karena regurgitasi asam lambung. Rasa
nyeri berupa rasa panas seperti terbakar dapat timbul bila keadaan sudah
berlangsung lama. Gejala klinik esofagitis refluks tidak jauh berbeda pada pasien
dengan hernia hiatus atau tanpa hernia hiatus. Disfagia timbul bila terjadi striktur
atau spasme dinding esofagus bawah. Anemia karena perdarahan dan aspirasi
paru dapat timbul pada keadaan yang lanjut.

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan radiologi dapat menentukan adanya refluks dan hernia hiatus.
Dengan endoskopi, dapat dilihat tanda dan tingkat esofagitis secara langsung.
Biopsi diperlukan jika ada tanda metaplasia karena kelainan ini dapat berubah
menjadi karsinoma. Pangamatan biasanya dilakukan selama 24 jam untuk
menentukan adanya refluks. Bila pH <4 di daerah esofagus, maka kemungkinan
adanya refluks sangat besar.

Tata Laksana:
Tujuan terapi esofagitis refluks untuk menghilangkan gejala klinis serta faktor
penyebab. Kelainan organik seperti hernia hiatus menjadi penyebab tersering.
Terapi esofagitis refluks umumnya dilakukan secara bertahap diawali dengan
terapi konservatif dan bila gagal atau timbul komplikasi, maka akan dilakukan
tindak bedah. Terapi esofagitis diawali dengan menganjurkan pasien mengubah
pola hidup dengan tidak merokok, menurunkan berat badan, menghindari diet
lemak, cokelat, makanan yang merangsang seperti asam, cabe, alkohol, dan
menghindari obat-obatan yang merusak pengamanan mukosa atau mengurangi
tekanan sfingter bawah misalnya narkotik, nitrat, diazepam, progesteron, dan
teofilin.
Penderita juga dapat diberikan antasid atau penyekat reseptor H 2. Dosis antasid
sehari 4 x 1 sendok makan, sedangkan penyekat reseptor H2 seperti ranitin dapat
diberikan 4 x 150 mg atau simetidin dengan dosis 2 x 800 mg/4 x 400 mg.
Omeprazol yang adalah penghambat pompa proton di lambung bisa juga menjadi
pilihan untuk diberikan karena memberikan penyembuhan yang lebih baik
dibandingkan penyekat reseptor H2. Dosis omeprazol, yaitu 2 x 20 mg. Namun,
oleh para ahli dianjurkan untuk diberikan setelah timbul komplikasi karena harga
obat yang mahal.
Pembedahan dianjurkan bila setelah terapi konservatif, muncul komplikasi seperti
striktur, perdarahan, atau tukak yang susah sembuh sehingga keluhan tetap ada.
Cara pembedahan bergantung pada kelainan organik tersebut namun umumnya
terdiri atas tiga tindakan, yaitu penempatan esofagus bagian distal di bawah
diafragma, fundoplikasi, dan mempersempit hiatus esofagus. Fundoplikasi
memiliki angka kesembuhan hampir 90%.

Referensi:
Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi 3.
Shamsuhidajat R, Editor. Jakarta: EGC, 2010. Hal 603

Anda mungkin juga menyukai