Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA TUGAS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET


2021
UNIVERSITAS PATTIMURA

OBAT SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR

Oleh
Ali Akbar R. Kibas
(2013-83-047)

Pembimbing
dr. Sherly Yakobus, Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2021
A. Defenisi
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan suatu
kelompok obat antidepresan dengan melekul kimia yang secara spesifik
menghambat pengangkutan serotonin (serotonin transporter), yaitu
merupakan inhibitor spesifik P450 isoenzim.1 SSRI memiliki sensitifitas
terhadap erotonin sebanyak 300 hingga 3000 kali lebih besar dibandingkan
pengangkut noerepinefrin. Saat ini terdapat 6 SSRI yang paling sering
digunakan dalam kinis yaitu fluoksetin, sertralin, sitalopram, paroksetin,
fluvoksamin, dan esitalopram. 2

B. Mekanisme
Serotonin diproduksi dalam neuron presinaptik secara hidroksilasi dan
dekarboksilasi dari L-triptopan. Serotonin kemudian masuk ke dalam
vesikel, yang akan disimpan sampai diperlukan untuk neurotransmisi.
Setelah adanya stimulasi axon, serotonin dilepaskan menuju intrasinaptik,
reseptor serotonin presinaptik berfungsi untuk menghambat exocytosis
vesikel. Serotonin berikatan dengan reseptor postsinaptik untuk memberi
efek neurotransmisi.3
Mekanisme reuptake mengembalikan serotonin ke dalam sitoplasma
neuron presinaptik yang kemudian disimpan di vesikel. Serotonin
dimetabolisme oleh monoamin oksidase subtipe A (MAO-A) menjadi asam
hidroksiindolasetik yang diekskresikan melalui urin.3
SSRI bekerja memblokir serotonin agar tidak diserap kembali oleh sel
saraf (saraf biasanya mendaur ulang neurotransmitter ini). Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi serotonin.1

C. Farmakokinetik
Berikut farmakokinetik dari obat SSRI yaitu sebagai berikut:1,2
1. Absorbsi: diabsorbsi dengan baik. Kadar puncak dicapai rata-rata 5
jam. Hanya sertraline yang mengalami metabolisme lintas pertama.
2. Distribusi: semua obat didistribusi dengan baik. Masa kerja dari SSRI
adalah 15-24 jam, fluoksetin paling panjang 24-96 jam.
3. Ekskresi: SSRI secara primer diekskresikan melalui ginjal, kecuali
paroxetine dan sertraline, yang juga mengalami ekskresi melalui feses
(35-50%). Dosis semua obat SSRI harus disesuaikan pada pasien
dengan gangguan hati.

D. Interaksi Obat
Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRI
dikombinasikan dengan penghambat MAO, yaitu akan terjadi peningkatan
efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin.2 Gejala
berupa hipertermia, kekakuan otot, kejang, kolaps kardiovaskular dan
gangguan perilaku serta gangguan tanda vital.1
Trazodon mengantagonis efek hipotensif klonidin dan metildopa dan
menaikkan kada plasma fenitoin dan digoksin. Berhubung efek sedatifnya
harus digunakan hati-hati bersama dengan depresi SSP yang lain, termasuk
alkohol.1

E. Efek Samping Obat


Disfungsi Seksual
Inhibisi seksual merupakan efek samping SSRI yang paling lazim
ditemukan dengan insiden antara 50 dan 80%. Semua SSRI tampak sama
besar kemungkinannya untuk menimbulkan disfungsi seksual. Keluhan
yang paling lazim adalah hambatan orgasme dan menurunnya libido, yang
bergantung dosis. Tidak seperti sebagian besar efek samping SSRI lain,
inhibisi seksual tidak pulih pada minggu-minggu pertama penggunaan tetapi
biasanya berlanjut selama obat dikonsumsi.1,3
Terapi untuk disfungsi seksual yang ditimbulkan oleh SSRI mencakup
pengurangan dosis dan mengganti ke obat yang kurang menimbulkan
disfungsi seksual, seperti bupropion, obat tertentu seperti Yohimbine
(Yocon), cyproheptadine (Periactin), atau agonis reseptor dopamine, dan
mengantagonis efek samping seksual.1
Laporan menjelaskan keberhasilan terapi pada disfungsi seksual yang
ditimbulkan SSRI dengan sildenafil (Viagra). Belum jelas mengapa
sildenafil, yang bekerja pada fase eksitasi siklus seksual, dapat melawan
inhibisi fase orgasme akibat SSRI. Mungkin, dorongan positif eksitasi
seksual yang kuat akibat sildenafil memungkinkan keadaan mental lebih
konduktif untuk mendapatkan orgasme. Amphetamine 5 mg juga dilaporkan
memulihkan anorgasmia. Injeksi alprostadil (Caverject) juga efektif. 2
Efek Samping Gastrointestinal
Semua SSRI dapat menimbulkan efek samping pada gastrointestinal.
Keluhan gastrointestinal yang paling lazim adalah mual, diare, anoreksia,
muntah, dan dyspepsia. Data menunjukkan bahwa mual dan diare terkait
dosis dan bersifat singkat, biasanya pulih dalam beberapa minggu.
Anoreksia paling lazim terjadi akibat flouxetine, tetapi beberapa orang
bertambah berat badannya saat mengkonsumsi flouxetine. Hilangnya nafsu
makan yang ditimbulkan oleh flouxatine serta turunnya berat badan dimulai
segera setelah obat dikonsumsi dan memuncak pada 20 minggu, setelahnya
berat badan sering kembali ke awal.1
Berat badan bertambah. Meskipun sebagian besar pasien awalnya
mengalamim penurunan berat badan, hingga sepertiga orang yang
megkonsumsi SSRI akan bertambah berat badannya, kadang-kadang lebih
dari 10 kg. Paroxetine memiliki aktivitas antikolinergik dan merupakan
SSRI yang paling sering menyebabkan penambahan berat badan. Pada
beberapa kasus, penambahan berat badan terjadi akibat penggunaan obat itu
sendiri atau meningkatnya nafsu makan akibat mood yang lebih baik.1
Sakit kepala. Insiden sakit kepala pada terapi dengan SSRI sebesar 18-
20%, hanya 1% lebih tinggi dibandingkan dengan angka placebo.
Fluoxetine adalah yang paling cenderung menyebabkan sakit kepala.
Sebaliknya, semua SSRI merupakan profilaksis yang efektif melawan
migraine dan sakit kepala tipe tension pada banyak orang.2
Efek Samping Sistem Saraf Pusat (SSP)
1. Ansietas. Fluoxetine adalah SSRI yang paling besar kemungkinannya
untuk menimbulkan ansietas, terutama pada minggu-minggu pertama.
Meskipun demikian efek awal ini biasanya memberikan cara untuk
pengurangan keseluruhan ansietas setelah beberapa minggu.
Meningkatnya ansietas jauh lebih jarang disebabkan oleh SSRI lain,
yang mungkin dapat menjadi pilihan yang lebih baik jika sedasi
diinginkan, seperti pada campuran ansietas dan gangguan depresif.1
2. Insomnia dan Sedasi. Efek utama SSRI pada insomnia dan sedasi
adalah perbaikan tidur karena terapi depresi dan ansietas. Meskipun
demikian, sebanyak seperempat orang yang mengkonsumsi SSRI
memperlihatkan adanya kesulitan tidur atau somnolen yang
berlebihan. Flouxetine paling besar kemungkinan untuk menimbulkan
insomnia sehingga seringnya diberikan pada pagi hari. SSRI lain
secara seimbang memiliki kecendrungan menimbulkan insomnia serta
somnolen, dan citalopram, escitalopram, dan paroxetine lebih besar
kemungkinannya menimbulkan somnolen dibandingkan insomnia.
Dengan paroxetine, orang biasanya melaporkan bahwa mengkonsumsi
obat sebelum istirahat tidur membantu mereka untuk tidur lebih baik,
tanpa somnolen residual di siang hari.1
Insomnia yang dicetuskan SSRI dapat diterapi dengan
benzodiazepine, trazodone (Desyrel) (klinisi harus menjelaskan risiko
terjadinya priapismus), atau obat sedasi lain. Somnolen signifikan
yang dicetuskan oleh SSRI sering membutuhkan pergantian ke SSRI
lain atau bupropion.1
3. Gejala Ekstrapiramidal. Tremor ditemukan pada 5-10% orang yang
mengkonsumsi SSRI, suatu frekuensi 2-4 kali lebih tinggi
dibandingkan yang ditemukan pada placebo. SSRI dapat jarang
menimbulkan akatisia, distona, tremor, rigiditas roda pedati, tortikolis,
opistotonus, gangguan melangkah, dan bradikinesia. Kasus diskinesia
tardive yang jarang juga telah dilaporkan. Orang dengan penyakit
Parkinson yang terkontrol dengan baik dapat mengalami perburukan
akibat gejala motorik ketika mereka mengkonsumsi SSRI. Efek
samping ekstrapiramidal sangat terkait dengan penggunaan fluoxetine,
terutama pada dosis lebih dari 40 mg per hari, tetapi dapat terjadi
kapanpun saat perjalanan terapi. Bruksisme juga telah dilaporkan yang
berespons dengan buspirone dosis kecil.2
Efek Antikolinergik
Meskipun aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya seperlima dari
aktivitas antikolinergik obat trisiklik, SSRI menyebabkan mulut kering pada
15-20% pasien.2
Efek Samping Hematologis
SSRI mempengaruhi fungsi trombosit dan dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya memar. Paroxetine dan flouxetine jarang
menyebabkan timbulnya neytropenia reversible, terutama jika diberikan
bersamaan dengan clozapine.2
Putus Zat SSRI
Penghentian penggunaan SSRI secara tiba-tiba, terutama SSRI dengan
waktu paruh singkat, seperti paroxetine dan fluvoxamine, menyebabkan
timbulnya sindrom putus zat yang dapat mencakup pusing, lemah, mual,
sakit kepala, depresi rebound, ansietas, insomnia, konsentrasi buruk, gejala
pernapasan atas, parastesia, dan gejala mirip migraine. Gejala ini biasanya
tidak timbul sampai setelah sedikitya 6 minggu terapi dan biasanya pulih
spontan dalam 3 minggu. Orang yang mengalami efek samping sementara
pada minggu pertama mengkonsumsi SSRI lebih cenderung mengalami
sindrom penghentian zat.1
Flouxatine merupakan SSRI yang paling kecil kemungkinannya
menyebabkan sindrom ini, karena waktu paruh metabolitnya lebih dari 1
minggu dan kadarnya secara efektif turun dengan sendirinya. Dengan
demikian, flouxatine telah digunakan pada beberapa kasus untuk menerapi
sindrom penghentian zat akibat penghentian SSRI lain.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Ginawan SG. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit


FK UI. 2016.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan dan Sadock.
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010.
3. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 3rd Ed.. New
York: Thieme Pulishing. 2016.
4. Irmawati A, Lisal ST, Thioridz W. Perbandingan Skor Disfungsi
Seksual antara Penggunaan Amitriptilin dan Fluoxetine Terhadap
Penderita Depresi.

Anda mungkin juga menyukai